TATALAKSANA ANESTESI
PADA APENDEKTOMI APENDISITIS AKUT
PEMBIMBING:
dr. IRWAN, Sp. An
OLEH:
Intan Herlina
(2009730025)
Rina Mardiana
(2009730110)
(2010730064)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis merupakan kasus nyeri perut yang sering terjadi dan
membutuhkan pengobatan operasi pada anak-anak dan dewasa di bawah
umur 50 tahun, dengan puncak kejadian pada usia dekade kedua dan ketiga
yaitu usia 10-20 tahun. Apendisitis merupakan kasus emergensi obstetrik
yang paling sering pada wanita hamil, terjadi sering pada trisemester kedua1.
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Kejadian ini mungkin disebabkan akibat perubahan pola makan
di Negara berkembang yang banyak mengonsumsi makanan berserat. Di
Amerika Serikat, jumlah kasus apendisitis dilaporkan oleh lebih dari 40.000
rumah sakit tiap tahunnya. Laki-laki memiliki rasio tinggi terjadi apendisitis,
dengan rasio laki-laki:perempuan yaitu 1,4:1, dengan resiko seumur hidup
apendisitis yaitu pada laki-laki 8.6% dan 6.7% pada perempuan1.
Di Indonesia, insiden apendisitis akut jarang dilaporkan. Insidens
apendisitis akut pada pria berjumlah 242 sedangkan pada wanita jumlahnya
218 dari keseluruhan 460 kasus. Pada tahun 2008, insiden apendisitis
mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsumsi
junk food daripada makanan berserat.
Apendisitis akut yang merupakan keadaan akut abdomen maka
diperlukan tindakan yang segera maka kecepatan diagnosis sangat
diperlukan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium, USG, laparoskopi, dan CT
scan.
Tingkat
akurasi
diagnosis
apendisitis
akut
berkisar
76-92%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Anestesi Pre-operatif
2.1.1 Penilaian Preoperatif
Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk dilakukan
persiapan preoperasi salah satunya adalah kunjungan terhadap pasien sebelum
pasien dibedah sehingga dapat diketahui adanya kelainan di luar kelainan yang
akan dioperasi.
Tujuannya adalah:
1. Memperkirakan keadaan fisik dan psikis pasien
2. Melihat kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti adanya
riwayat hipertensi, asma, atau alergi (serta manifestasinya baik berupa
dyspneu maupun urtikaria).
3. Riwayat penyakit pasien, obat-obatan yang diminum pasien
4. Tahapan risiko anestesi (status ASA) dan kemungkinan perbaikan status
praoperasi (pemeriksaan tambahan dan atau/terapi diperlukan)
5. Pemilihan jenis anestesi dan penjelasan persetujuan operasi (informed
consent) kepada pasien.
6. Pemberian obat-obatan premedikasi sehingga dapat mengurangi dosis
obat induksi3.
Kunjungan preoperatif dapat melihat kelainan yang berhubungan dengan
anestesi seperti adanya riwayat hipertensi, asma, alergi, atau decompensatio
cordis. Selain itu dapat mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan, dokter
anestesi bisa menentukan cara anestesi dan plihan obat yang tepat pada pasien.
Kunjungan preoperasi pada pasien juga bisa menghindarkan kejadian salah
identitas dan salah operasi. Evaluasi preoperasi meliputi history taking (AMPLE),
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, EKG, USG,
foto
thorax,
dll.
Selanjutnya
dokter
anestesi
harus
menjelaskan
dan
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kelas V
Kelas VI
E
Indikasi
Pada semua pasien (periksa konsentrasi
glukosa darah jika glukosa urine positif)
Pada semua wanita: pria > 40 tahun; semua
bedah mayor
Bedah mayor
Umur > 50 tahun
Umur > 60 tahun
Bedah mayor pada pasien umur > 50 tahun.
Test
Darah Lengkap
3
4
Konsentrasi glukosa
darah
Elektrokardiografi
Chest X-ray
Indikasi
Anemia dan penyakit hematologik lainnya
Penyakit ginjal
Pasien yang menjalani kemoterapi
Penyakit ginjal
Penyakit metabolik misalnya; diabetes mellitus
Nutrisi abnormal
Riwayat diare, muntah
Obat-obatan yang merubah keseimbangan
elektrolit atau menunjukkan efek toksik dari
adanya abnormalitas elektrolit seperti digitalik,
diuretic, antihipertensi, kortikosteroid,
hipoglikemik agent.
Diabetes Mellitus
Penyakit hati yang berat
Penyakit jantung, hipertensi atau penyakit paru
kronik
Diabetes Mellitus
Penyakit respirasi
Penyakit kardiovaskuler
Pasien sepsis
Penyakit paru
Pasien dengan kesulitan respirasi
Pasien obesitas
Pasien yang akan thorakotomi
Pasien yang akan operasi thorakotomi
Penyakit paru sedang sampai berat seperti
Skreen koagulasi
10
COPD, bronchiectasis
Penyakit hematologic
Penyakit hati yang berat
Koagulopati
Terapi antikoagulan, misal: antikoagulan oral
(warfarin) atau heparin
Penyakit hepatobilier
Riwayat penyahgunaan alcohol
Tumor dengan metastase ke hepar
Bedah thyroid
Riwayat penyakit thyroid
Curiga abnormalitas endokrin seperti tumor
pituitari
Hasil pemeriksaan normal adalah valid selama periode waktu, jarak dari
yang 1 minggu (FBC, ureum, creatinin, konsentrasi elektrolit, glukosa darah), 1
bulan (ECG), sampai 6 bulan (chest X-ray). Pemeriksaan sebaiknya diulang
dalam keadaan berikut;
Timbul gejala seperti nyeri dada, diare, muntah
Penilaian untuk efektivitas terapi seperti suplemen potassium untuk
hipokalemia, terapi insulin untuk hiperglikemia, dialysis untuk pasien dengan
gagal ginjal, produk darah untuk koreksi koagulopati.
2.1.1.4 Informed Consent
Hal penting lainnya pada kunjungan preoperasi adalah inform consent.
Inform consent yang tertulis mempunyai aspek medikolegal dan dapat
melindungi dokter bila ada tuntutan. Dalam proses consent perlu dipastikan
bahwa pasien mendapatkan informasi yang cukup tentang prosedur yang akan
dilakukan dan resikonya.
2.1.2 Masukan Oral
Reflek laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama
pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut,
semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum
induksi anestesi.
6 bln 5 thn
>5 thn
Adult,
op. pagi
Adult,
op.
siang
Intake oral
Clear fluid
Breast milk
Formula milk
Clear fluid
Formula milk
Solid
Clear fluid
Solid
Clear fuid
Solid
Clear fluid
Solid
puasa yg diberikan
2
20 cc/kg
3
4
2
10 cc/kg
4
6
2
10 cc/kg
6
2
Puasa mulai jam
12 mlm
2
Puasa mulai jam
8 pagi
Jumlah
4 mL/kg/jam
+ 2 mL/kg/jam
+ 1 mL/kg/jam
Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan mengalami
deficit cairan karena durasi puasa. Defisit bisa dihitung dengan mengalikan
kebutuhan cairan maintenance dengan waktu puasa.
2.1.4 Premedikasi
premedikasi
Dosis (Dewasa)
5-10 mg
1 mg/kgBB
1 mg/kgBB
0,1-0,2 mg/kgBB
1-2 mg/kgBB
0,1-0,2 mg/kgBB
1-2 g/kgBB
Disesuaikan
0,1 mg/kgBB
4-8 mg (iv) dewasa
10 mg (iv) dewasa
Dosis disesuaikan
dapat
diberikan
secara
(a)
suntikan
Scope
Tubes
Airways
Tapes
Introducer
C
S
Connector
Suction
3. Posisi pembedahan
Posisi seperti miring, tengkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesi
umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama pembedahan. Demikian
juga dengan pembedahan yang berlangsung lama.
4. Keterampilan dan kebutuhan dokter bedah
Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan
kebutuhan dokter bedah, antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi
perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin untuk
bedah plastik, dna lain-lain.
5. Keterampilan dan pengalaman dokter anestesi
Preferensi pengalaman dan keterampilan dokter anestesiologi sangat
menentukan pilihan-pilihan teknik anestesi. Sebaiknya tidak melakukan teknik
anestesi tertentu bila belum ada pengalaman dan keterampilan.
6. Keinginan pasien
Keinginan pasien untuk pilihan teknik anestesi dapat diperhatikan dan
dipertimbangkan bila keadaan pasien memang memungkinkan dan tidak
membahayakan keberhasilan operasi.
Keterangan
Transurethral prostatectomy (blok pada T10
diperlukan karena terdapat inervasi pada buli
buli kencing)
Hysterectomy
Caesarean section (T6)
Evakuasi alat KB yang tertinggal
Semua prosedur yang melibatkan ekstrimitas
bagian bawah seperti arthroplasty
Komplikasi Tindakan
ditransfusi hanya apabila kehilangan lebih dari 10-20% dari volume darah. Waktu
yang tepat untuk transfusi ditentukan oleh kondisi pasien dan prosedur operasi
yang dilakukan. Jumlah kehilangan darah yang dibutuhkan untuk menurunkan
hematokrit ke 30% dihitung seperti berikut:
1.
2.
3.
Estimate the red blood cell volume (RBCV) pada RBCV pre operasi
Perkiraan RBCV pada heatokrit 30% (RBCV30%), menunjukkan volume
darah normal telah dicapai.
4.
Menghitung kehilangan sel darah merah jika hematokrit 30% dengan cara
5.
Salah satu tugas utama dokter anestesi adalah menjaga pasien yang
dianestesi selama operasi. Karena proses monitoring sangat membantu dalam
mempertahankan kondisi pasien, oleh karena itu perlu standard monitoring
intraoperatif yang diadopsi dari ASA, yaitu Standard Basic Anesthetic Monitoring.
Standard ini diterapkan di semua perawatan anestesi walaupun pada kondisi
emergensi, appropriate life support harus diutamakan. Standar ini ditujukan
hanya tentang monitoring anestesi dasar, yang merupakan salah satu komponen
perawatan anestesi. Pada beberapa kasus yang jarang atau tidak lazim (1)
beberapa metode monitoring ini mungkin tidak praktis secara klinis dan (2)
penggunaan yang sesuai dari metode monitoring mungkin gagal untuk
mendeteksi perkembangan klinis selanjutnya.
Standard I
Personel anestesi yang kompeten harus ada di kamar operasi selama general
anestesi, regional anestesi berlangsung, dan memonitor perawatan anestesi.
Standard II
Selama semua
prosedur
anestesi,
oksigenasi,
ventilasi,
sirkulasi,
dan
lebih
minimal.
Meskipun
demikian,
tetap
harus
dilakukan
pemeriksaan tekanan darah, nadi, dan frekuensi nafas sampai pasien benarbenar stabil. Fungsi neuromuskuler harus dinilai misalnya mengangkat kepala.
Monitoring tambahan berupa penilaian nyeri (skala deskriptif atau numerik), ada
atau tidak mual atau muntah, input dan output cairan termasuk produksi urin,
drainase, dan perdarahan.
2.5.2 Kriteria Discharge dari PACU
Semua pasien harus dievaluasi sebelum dikeluarkan dari PACU
berdasarkan criteria discharge yang diadopsi. Kriteria yang digunakan adalah
Aldrete Score. Kriteria ini akan menentukan apakah pasien akan di-discharge ke
Intensive Care Unit (ICU) atau ke ruangan biasa.
Tabel 2.10 Aldrete Skor9
Obyek
Aktivitas
Respirasi
Tekanan darah
Kesadaran
Warna kulit
Kriteria
1. Mampu menggerakkan 4 ekstremitas
2. Mampu menggerakkan 2 ekstremitas
3. Tidak mampu menggerakkan ekstremitas
1. Mampu nafas dalam dan batuk
2. Sesak atau pernafasan terbatas
3. Henti nafas
1. Berubah sampai 20 % dari pra bedah
2. Berubah 20-50% dari pra bedah
3. Berubah > 50% dari pra bedah
1. Sadar baik dan orientasi baik
2. Sadar setelah dipanggil
3. Tak ada tanggapan terhadap rangsang
1. Kemerahan
2. Pucat agak suram
3. Sianosis
Nilai
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
Nilai Total
Idealnya, pasien di-discharge bila total skor 10 atau minimal 9, tanpa ada nilai 0
pada kriteria penilaian objektif.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku
Kewarganegaraan
Pekerjaan
Tanggal MRS
No. RM
Berat Badan
Tinggi Badan
: An. A
: 10 tahun
: Perempuan
: Lowokwaru, Malang
: Islam
: Batak
: Indonesia
: Tidak Bekerja
: 27 Januari 2015
: 201825
: 30 kg
: 127 cm
3.2 Pre-Operasi
3.2.1 Anamnesa Kunjungan Pre-Operasi (28 Januari 2015)
maupun asma.
M (Medication): tidak sedang menjalani pengobatan apapun.
P (Past Medical History): tidak didapatkan riwayat hipertensi, diabetes
mellitus, mengorok saat tidur, kejang, nyeri dada, keterbatasan aktifitas
akibat sesak dan tidak ada gangguan pada aktifitas sehari-hari. Pasien
memiliki riwayat BAB tidak lancar, frekuensi 1x dalam 3-7 hari. Riwayat
anastesi dan anastesi sebelumnya belum ada. Operasi ini merupakan
pengalaman pertama pasien mengalami pembedahan anastesi. Merokok
perut
sakit
jika
digunakan
berjalan.
Pasien
juga
mengeluhkan tidak BAB sejak 5 hari yang lalu dan demam yang
dirasakan 1 minggu yang lalu. BAK dalam batas normal.
3.2.2 Pemeriksaan Fisik Pre-Operasi
B1-Breathing
o Airway paten, nafas spontan, RR 20 kali/menit
o Wajah dan rongga mulut: bentuk wajah dalam batas normal, buka
mulut lebih dari 3 jari, mallampati 1, gigi utuh dan baik, kebersihan
o
o
B5-Bowel
Flat, soefl, bising usus (+) menurun, nyeri tekan (+) McBurney
B6-Bone/Body
Mobilitas (+), edema =|=, sianosis =|=, anemis =|=, ikterik =|=, CRT <2
detik, skoliosis (-), lordosis (-), hemiparesis (-), distrofi otot (-), motorik dan
sensorik normal.
Satuan
Nilai Rujukan
Kesan
Hemoglobin
12.70
g/dL
11.4-15.1
Normal
Eritrosit
4.82
106/mm3
4.0 5.0
Normal
6.64
4,7-11,3
Normal
Darah Lengkap
Leukosit
103/mm
Hematokrit
37.80
38 - 42
Normal
Trombosit
164
103/mm3
142 424
Normal
MCV
78.40
fL
80 93
Normal
MCH
26.80
Pg
27 31
Normal
MCHC
34.10
gr%
32 36
Normal
RDW
14.00
11,5 - 14,5
Normal
Masa Perdarahan
Detik
11.8
Normal
Masa Pembekuan
Faal Hemostasis
3.2.4 Planning
: 28 Januari 2015
: Regional Anastesia-Subarachnoid Block
: Appendiktomi
Lama operasi
: 11.00 12.00 WIB
Lama anastesi
: 11.00 12.00 WIB
Medikasi
:
o Inj. Midazolam 2,5 mg
o Inj. Metocloperamide 1x10mg
o Inj. Tramadol 50 mg dalam 50 cc NS
Langkah Tindakan Anastesi:
Persiapan:
1. Menyiapkan meja operasi dan asesorisnya
2. Menyiapkan mesin dan alat anestesi
3. Menyiapkan komponen STATICS:
a. Scope: stetoskop, laringoskop
b. Tubes: ETT cuffed sized 7,0 kink fix
c. Airway: orotracheal airway
d. Tape: plester untuk fiksasi
e. Introducer: untuk memandu agar pipa ETT mudah dimasukkan
f. Connector: penyambung antara pipa dana alat anestesi
g. Suction: memastikan tidak ada kerusakan pada alat suction
dari
perpotongan
garis
yang
cranial.
supraspinosum,
Jarum
lumbal
ligamentum
akan
menembus
interspinosum,
ligamentum
ligamentum
flavum,
cairan
serebrospinal
akan
keluar.
Obat
anastetik
kedua
tungkai
mengalami
parastesi
dan
sulit
untuk
normal.
Monitoring
o Pernafasan: O2 nasal canule, 3 lpm
o Cairan Masuk:
Pre operasi
: RL 1500cc
Durante operasi
: NS 450cc
o Cairan Keluar:
Pre operasi
: urin 200 cc (dibuang)
Durante operasi
:
Perdarahan: Kassa 100 cc
Urin: 100 cc
o Estimate Blood Volume: 2925 cc
o
o
o
Ondansentron 4 mg
o Bila kesakitan: Inj. Tramadol 100 mg
o Minum makan: bila tidak ada mual/muntah
Monitoring:
Cek vital sign tiap 15 menit selama 2 jam
o Bila RR <10x/menit, berikan O2 NRBM 10 lpm
o Bila nadi <50x/menit, berikan sulfas atropine 0.5 mg iv
o Jika tekanan darah systole <90mmHg, berikan RL 500 cc dalam 30 menit
(efedrin 5 mg iv)
o Pindah ruangan jika aldrete score >8
o Makan dan minum, bertahap bila pasien tidak mual dan muntah.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Preoperatif
4.1.1 Penilaian Preoperatif
4.1.1.1 History Taking
Berdasarkan history taking dengan metode AMPLE pada kunjungan
preoperative tanggal 10 April 2013, didapatkan bahwa tidak ada riwayat alergi
terhadap obat-obatan, alergi makanan, maupun penyakit asma. Pasien tidak
sedang menjalani pengobatan apapun. Pasien tidak didapatkan riwayat
hipertensi, diabetes mellitus, mengorok saat tidur, kejang, nyeri dada,
keterbatasan aktifitas akibat sesak dan tidak ada gangguan pada aktifitas seharihari. Pasien memiliki riwayat BAB tidak lancar, frekuensi 1x dalam 3-7 hari.
Riwayat anastesi dan anastesi sebelumnya belum ada. Operasi ini merupakan
pengalaman pertama pasien mengalami pembedahan anastesi. Pasien tidak
merokok, tidak konsumsi minuman beralkohol. Pasien terakhir makan pukul
07.00 dan sedang berpuasa.
4.1.1.2 Pemeriksaan Fisik
B1 Breathing
Pada breathing, hal-hal yang berkaitan dengan penyulit anestesi tidak
ditemukan dan dalam batas normal.
B2 Blood
Pada blood, hal-hal yang berkaitan dengan penyulit anestesi tidak ditemukan.
Lain-lain dalam blood dalam batas normal; TD normal, perfusi baik, tidak
BAK dengan kateter, produksi urin ditampung +40 cc/jam ~ +0.88 cc/kgBB/
jam, kuning jernih. Berdasarkan rata-rata produksi urin yang dapat diperiksa,
didapatkan bahwa jumlah dan kejernihan produksi urin dalam batas normal.
B5 Bowel
Pada bowel, hal-hal yang berkaitan dengan penyulit anestesi tidak
ditemukan.
B6 Bone/Body
Dalam batas normal.
Jumlah
10kg pertama
4 mL/kg/jam
10kg berikutnya
+ 2 mL/kg/jam
Tiap kg di atas 20kg
+ 1 mL/kg/jam
Total kebutuhan cairan maintenance pasien ini:
Perhitungan untuk
pasien ini
40 mL/jam
+ 20 mL/jam
+ 25 mL/jam
85 mL/jam
tonus
sfingter
esofagus
bagian
bawah,
mempercepat
pengosongan lambung dan menurunkan volume cairan lambung sehingga efekefek ini akan meminimalisir terjadinya pnemonia aspirasi. Metoclopramide juga
mempunyai efek analgesik pada kondisi-kondisi yang berhubungan dengan
spasme otot polos (seperti kolik bilier atau ureter, kram uterus, dll). Selain itu
asam
lambung
yang
berlebihan
pre
operasi.
Sedangkan
dimasukkan pelan-
pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya utuk meyakinkan posisi jarum
tetap baik.
Pada pasien ini diberikan obat anestesi bupivacain dikarenakan toksisitas
bupivacain lebih rendah dibandingkan lidocain. Walaupun onset kerja bupivacain
lebih lama (10-15 menit) dibandingkan lidocain (5-10 menit) tetapi durasi
kerjanya lebih lama yaitu sekitar (1,5-8 jam) dibandingkan lidocain (1-2 jam).
Selain itu diberikan morphine 0,1 mg dengan tujuan untuk memperpanjang waktu
kerja obat anestesi dan sebagai analgetik. Meskipun demikian, perlu diwaspadai
efek samping hipotensi akibat pemakaian obat ini.
4.2.2 Terapi Cairan Durante Operasi
Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau
kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan dengan ion low molecular
weight (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid juga
mengandung zat-zat high molecular weight seperti protein atau glukosa polimer
besar. Cairan koloid menjaga tekanan onkotik koloid plasma dan untuk sebagian
besar intravaskular, sedangkan cairan kristaloid cepat menyeimbangkan dengan
dan mendistribusikan seluruh ruang cairan ekstraseluler6.
Cairan dipilih sesuai dengan jenis kehilangan cairan yang digantikan.
Untuk kehilangan terutama yang melibatkan air, penggantian dengan cairan
hipotonik, juga disebut cairan jenis maintenance. Jika kehilangan melibatkan baik
air dan elektrolit, penggantian dengan cairan elektrolit isotonik, juga disebut
cairan jenis replacement6.
Karena kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik, cairan
jenis replacement yang umumnya digunakan. Cairan yang paling umum
digunakan adalah larutan Ringer laktat. Meskipun sedikit hipotonik, menyediakan
sekitar 100 mL free water per liter dan cenderung untuk menurunkan natrium
serum 130 mEq / L, Ringer laktat umumnya memiliki efek yang paling sedikit
pada komposisi cairan ekstraseluler dan merupakan menjadi cairan yang paling
fisiologis ketika volume besar diperlukan. Kehilangan darah durante operasi
biasanya digantikan dengan cairan RL sebanyak 3 hingga 4 kali jumlah volume
darah yang hilang6.
Metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan kehilangan
darah adalah pengukuran darah dalam wadah hisap/suction dan secara visual
memperkirakan darah pada spons atau lap yang terendam darah. Untuk 1 spon
ukuran 4x4 cm dapat menyerap darah 10 cc sedangkan untuk lap dapat
menyerap 100-150 cc darah. Pengukuran tersebut menjadi lebih akurat jika
spons atau lap tersebut ditimbang sebelum dan sesudah terendam oleh darah,
namun pada operasi pasien ini tidak dilakukan.
Pada pasien ini jumlah darah yang hilang didapatkan dari kassa 100 cc.
Pemberian input cairan preoperatif maupun durante operasi sangat
penting dalam keseimbangan hemodinamik pasien saat operasi berlangsung.
Dengan menghitung estimated blood volume (EBV) = berat badan x average
: 85 cc/jam x 1 jam
85 cc
= 100 cc
= 100 cc +
285 cc
NS
: 400 cc
4.2.3 Monitoring
Pada kasus ini selama proses anestesi, saturasi oksigen pesien tidak
pernah <95%, tekanan darah pasien dalam batas normal berkisar (S: 110-120, D:
70-80), nadi antara 60-80x/menit. RR: 14-18x/menit.
4.3 Manajemen Anastesi Post Operasi
4.3.1 Recovery dari Regional Anastesi
Pada pasien ini, rencana operasi berjalan sesuai rencana dari pukul
22.30 - 23.30. Dengan berjalannya operasi sesuai rencana maka recovery pada
pasien ini juga cepat karena pasien menggunakan teknik anestesi regional.
4.3.2 Kriteria Discharge dari PACU
Satu jam setelah operasi dan anestesi berakhir pasien dievaluasi
sebelum dikeluarkan dari PACU berdasarkan criteria Aldrete Score. Pada pasien
ini didapatkan:
Obyek
Aktivitas
Respirasi
Tekanan darah
Kesadaran
Warna kulit
Kriteria
Mampu menggerakkan 4 ekstremitas
Mampu nafas dalam dan batuk
Berubah sampai 20 % dari pra bedah
Sadar baik dan orientasi baik
Kemerahan
Nilai Total
Nilai
2
2
2
2
2
10
PENUTUP
Pasien adalah perempuan usia 19 tahun dengan apendisitis akut, yang
dilakukan operasi apendiktomi pada tanggal 10 April 2013. Tindakan anestesi
yang dilakukan adalah anestesi regional dengan blok subarachnoid. Hal ini dipilih
karena keadaan pasien sesuai dengan indikasi anestesi regional.
Evaluasi pre operasi pada pasien dalam batas normal. Tidak ditemukan
kelainan lain yang menjadi kontraindikasi dilakukannya anestesi regional.
Selama durante operasi, tidak terjadi komplikasi. Kondisi pasien relatif
stabil sampai operasi selesai.
Evaluasi post operatif dilakukan pemantauan terhadap pasien, dan tidak
didapatkan keluhan. Selama di PACU (Post Anesthesy Care Unit) pasien cukup
stabil dengan Aldrete Score bernilai 10 dan tidak terdapat score 0, sehingga
pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat biasa (R.18).
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Intensif FKUI
Barash, P. G., Cullen, B. F., Stoelting, R. K., Cahalan, M. K., Stock, M. C.
2009. Handbook of Clinical Anesthesia. 6th edition. USA: Lippincott Williams
5.
& Wilkins.
American Society of Anesthesiologist. 2011. Practice Guidelines for
Preoperative Fasting and The Use of Pharmacologic Agents to Reduce
Aspiration: Application to Healthy Patients Undergoing Elective Procedures:
An Updated Report by The American Society of Anesthesiologists
Committee on Standards and Practice parameters. USA: Lippincott Williams
6.
& Wilkins.
Morgan, G. E., Mikhail, M. S., Murray, M. J. 2006. Clinical Anesthesiology. 4 th
7.
8.
Universitas
Sumatera
Utara
(USU).
2011.
Anestesi
Spinal.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22847/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada 10 April 2013 pk.19.00
9.
10. Dunn, Peter F., Theodore A. Alston, Keith H. Baker, J. Kenneth Davison,
Jean Kwo, dan Carl Rosow. 2007. Clinical Anesthesia Procedures of The
Massachusets General Hospital 7th edition. USA: Lippincott Williams &
Wilkins.