Audit
bahasan:
Cara
Pos
pustaka
Diskusi
membahas:
Presentasi dan
diskusi
Hasil pembelajaran:
1. Patofisiologi kejang
2. Kriteria kejang
3. Klasifikasi kejang
4. Etiologi kejang
5. Menegakkan diagnosis kejang demam
6. Memberikan penanganan kejang demam
otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron
otak. Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atau kejang
berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran.
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang
berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron
lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga
disebabkan oleh; kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk
melepaskan
muatan
listrik
yang
berlebihan;
berkurangnya
inhibisi
oleh
KLASIFIKASI
Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu
ditentukan jenis kejang. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah
berdasarkan Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure
ETIOLOGI
Langkah selanjutnya, setelah diyakini bahwa serangan saat ini adalah kejang
adalah mencari penyebab kejang. Penentuan faktor penyebab kejang sangat
menentukan untuk tatalaksana selanjutnya, karena kejang dapat diakibatkan berbagai
macam etiologi.
DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih
pemeriksaan penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai
dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari
kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Ditanyakan riwayat
kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obatobatan, trauma, gejalagejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.
Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda
trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau
adanya kelainan neurologis fokal.
yaitu:
laboratorium,
pungsi
lumbal,
elektroensefalografi,
dan
Dari hasil diagnosis dan pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang maka
diagnosis pasien ini mengarah pada kejang demam.
Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pemah terbukii adanya infeksi intrakranial
atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur
kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam
menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan
epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever). Defmisi ini
tidak lagi digunakan karena studi prospektif epidemiologi membuktikan bahwa risiko
berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak
yang diperkirakan.
Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu
kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan
kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal, atau multipel
(lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai
kelainan neuroiogi atau riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam dalam
keluarga.
Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan, dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun
kedua kehidupan (17-23 bulan). Kej ang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.
Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan
khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33%
anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak
mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini,
cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat
kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pemapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran
kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam
yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik
atau tonik-klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata
terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang
tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurng dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang
dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa
jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering
terjadi pada kejang demam yang pertama.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
dilakukan
untuk
menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada
bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus
dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang
berumur kurang dari 18 bulan. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang
mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga
kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian hari. Saat
ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi.
Diagnosis Banding
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis
meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan
meningitis
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg
dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuskular. Empat jam kemudian
berikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk bari-hari berikutnya dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan
secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak
melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran,
dan depresi pernapasan.
Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8
mg/kgBB/ hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
2. Mencari dan mengobati penyebab. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang
demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada
gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
3. Pengobatan profilaksis. Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten
saat demam dan (2) profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari.
Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula
diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) dan 10 mg
(BB > 10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5C. Efek samping
diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia.
Profilaksis terus-menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam
berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsi di kemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan
fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat
digunakan
adalah
asam
valproat
dengan
dosis
15-40
mg/kgBB/hari.
Peserta
Pendamping
10