Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN HIPOGLIKEMI


DI RUANG PAVILIUN NICU RUMKITAL Dr. RAMELAN
SURABAYA

OLEH :
UCIK FITRI HANDINI
NIM 143.0088

PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
TA. 2014-2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN HIPOGLIKEMIA
DI RUANG NICU RUMKITAL Dr. RAMELAN
SURABAYA

OLEH :
UCIK FITRI HANDINI

NIM 143.0088

Mengetahui,
Pembimbing Pendidikan

Surabaya, Mei 2015


Pembimbing Lahan

1. Pengertian
Hipoglikemia adalah kondisi dimana kadar gula menurun. Kadar gula
darah dites melalui tes darah yang namanya GDS (gula darah sewaktu). Pada
bayi baru lahir, bila mengalami hipoglikemia, akibatnya bisa fatal. Penurunan
kadar gula darah yang serius dapat menyebabkan kejang, kerusakan otak,
bahkan kematian. Tapi tentunya tidak semua bayi beresiko hipoglikemia.
Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
1) Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang
besar ataupun normal yang mengalami kerusakan sistem produksi
pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.
2) Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika
bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan
lemak dan glikogen.
3) Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga
terjadi peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan
glikogen.
4) Berulang ( Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau
metabolisme insulin terganggu.
2. Etiologi

a) Hipoglikemia biasanya terjadi jika seorang bayi pada saat dilahirkan


memiliki cadangan glukosa yang rendah ( yang disimpan dalam bentuk
b)
c)
d)
e)

glikogen).
Prematuritas
Post-maturitas
Kelainan fungsi plasenta (ari-ari) selama bayi berada dalam kandungan.
Hipoglikemia juga bisa terjadi pada bayi yang memiliki kadar insulin
tinggi. bayi yang ibunya menderita diabetes sering kali memiliki kadar
insulin yang tinggi karena ibunya memiliki kadar darah yang tinggi,
sejumlah besar guladarah ini melewati plasenta dan sampai ke janin
selama masa kehamilan akibatnya, janin menghasilkan sejumlah besar

insulin,
f) Peningkatan kadar insulin juga ditemukan pada bayi yang menderita
penyakit hematolotik berat .
g) Kadar insulin yang tinggi menyebabkan kadar gula darah menurun
dengan cepat pada jam-jam pertama kehidupan bayi setelah dilahirkan,
dimana aliran gula dari plasenta secara tiba-tiba terhenti.
3. Patofisiologi
Sebenarnya, pengaturan homeostasis pada janin dan bayi tidak
sepenuhnya dapat dibuktikan, karena sebagian besar kesimpulan yang
diambil adalah dari penelitian binatang percobaan. Walaupun demikian pada
anak dan dewasa mempunyai substrat dan pengaturan metabolisme hormonal
yang sama, namun homeostasis glukosa pada bayi gambarannya berbeda.
1) Metabolisme Glukosa Pada Janin
Homeostasis glukosa pada neonatus dan anak bersifat unik dan
membutuhkan beberapa penjelasan hal yang spesifik, yang pertama
adanya transisi dari kehidupan intrauterin menuju ektrauterin, yang
kedua kadar penggunaan glukosa yang relatif lebih tinggi pada neonatus
dibandingkan dewasa.
Glukosa dapat melewati sawar plasenta secara difusi yang
terfasilitasi hal ini menyebabkan janin tidak dependent terhadap proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis sendiri karena terus menerus
disuplai dengan glukosa ibu, mekanisme glukoneogenesis berkembang
seutuhnya pada saat mendekati atau pada saat persalinan. Pada trimester

terakhir kehamilan janin mengakumulasi cadangan lemak dan glikogen,


serta mengalami peningkatan aktivitas beberapa enzim yang dibutuhkan
untuk mobilisasi glukosa, asam lemak bebas dan asam amino. Hal ini
sebagai persiapan janin , untuk menghadapi kehidupan ekstrauterin
dimana suplai glukosa dari ibu berhenti pada saat tali pusat diputus. Saat
lahir nenonatus normal memiliki cadangan lemak dan glikogen yang
cukup untuk waktu yang singkat, apabila terjadi penurunan kalori.
beberapa jam setelah lahir konsentrasi glukosa plasma menurun
sedangkan asam lemak bebas meningkat namun cadangan glikogen pada
nenonatus terbatas sehingga menjadi dependent pada proses
glukoneogenesis.
Bila seorang ibu hamil mendapatkan nutrisi yang adekuat, maka
pada janin tidak akan terjadi glukoneogenesis.(14) Selama dalam
kandungan, energi pokok yang digunakan janin adalah: glukosa, asam
amino dan laktat, glukosa merupakan 50% dari energi yang dibutuhkan.
Glukosa ibu masuk melalui plasenta ke janin dengan difusi karena
adanya perbedaan konsentrasi pada ibu dan plasma janin, kadar glukosa
plasma janin 70-80% kadar dalam vena ibu. Glukosa yang masuk ke
janin dalam jumlah yang proposional untuk kebutuhan energi yang
dibutuhkan janin dengan kecepatan 5 - 7 gram/kgBB/menit, sesuai
kecepatan produksi glukosa endogen setelah lahir. Enzim yang terlibat
dalam glukoneogenesis dan glukogenolisis sudah ada dalam hepar janin
namun tidak aktif, kecuali apabila terangsang oleh ibu yang sangat
kelaparan.
2) Sistem Endokrin
Insulin adalah hormon regulasi glukosa plasma yang predominan
karena hanya insulin yang berkerja secara langsung utnuk menurunkan
produksi glukosa endogen dan meningkatkan pemakaian glukosa
diperifer. Insulin menstimulasi membran sel otot skelet , otot jantung
dan jaringan lemak adiposa dan proses konversi glukosa menjadi
glikogen dan trigliserid. Bahkan dalam konsentrasi rendah, insulin
adalah inhibitor poten terhadap proses lipolisis dan proteolisis. Yang
menjadi determinan primer, kalau pasien insulin adalah kadar glukosa

arteri pankreas namun bukanlah satu-satunya. Beberapa substrat lain


seperti asam lemak bebas , badan keton, dan asam amino mampu
meningkatkan pelepasan insulin dari sel beta pankreas baik secara
langung ataupun tidak. Harus diingat bahwa konsentrasi insulin sistemik
lebih rendah dari pada vena portal diakibatkan oleh proses dilusi pada
ruang vaskuler.
Hormon kontraregulasi, yang termasuk golongan ini adalah
adrenokortikotropik (ACTH), kortisol, glukagon, epinefrin dan growth
hormon. Efek hormon golongan ini adalah meningkatkan kadar glukosa
plasma dengan menghambat uptake glukosa oleh otot (itu kerjanya
epinefrin , kortisol dan growth hormon), meningkatkan proses
glukoneogenesis endogen melalui proteolisis (kortisol), aktivator
lipolisis dan meningkatkan glukoneogenesis berbahan asam lemak bebas
(epinefrin, glukagon, grwoth hormon, ACTH dan kortisol), menghambat
sekresi insulin dari pankreas (epinefrin), aktivasi enzim glikogenolisis
dan glukoneogenesis segera (epinefrin dan glukagon) serta yang terakhir
meningkatkan produksi dan induksi enzim glukoneogenesis dalam
jangka panjang (glukagon dan kortisol).
Bila gula darah meningkat setelah makan, maka sekresi insulin
meningkat dan merangsang hepar untuk menyimpan glukosa sebagai
glikogen. Bila sel (khususnya hepar dan otot) kelebihan glukosa, maka
kelebihan glukosa disimpan sebagai lemak. Bila kadar glukosa turun,
fungsi sekresi glukagon adalah meningkatkan kadar glukosa dengan
merangsang hepar untuk melakukan glikogenolisis dan melepaskan
glukosa kembali ke dalam darah. Pada keadaan kelaparan, hepar
mempertahankan kadar glukosa melalui glukoneogenesis.
Glukoneogenesis, adalah pembentukan glukosa dari asam amino
dan gliserol yang merupakan bagian dari lemak. Otot memberikan
simpanan glikogen dan memecah protein otot menjadi asam amino yang
merupakan substrat untuk glukoneogenesis dalam hepar. Asam lemak
dalam sirkulasi di katabolisme menjadi keton, asetoasetat dan beta
hidroksi butirat yang dapat digunakan sebagai pembantu bahan bakar
untuk sebagian besar jaringan, termasuk otak.
Hipotalamus merangsang sistem syaraf simpatis dan epinefrin yang

disekresi oleh adrenal, menyebabkan pelepasan glukosa oleh hepar. Bila


hipoglikemia berkelanjutan beberapa hari, maka hormon pertumbuhan
dan kortisol disekresi dan penurunan penggunaan glukosa oleh sebagian
besar sel tubuh.
Glukagon yang pertama kali mengatasi hipoglikemia, bila gagal,
maka yang kedua adalah epinefrin, bila glukagon dapat mengatasi
keadaan hipoglikemia, maka epinefrin tidak diperlukan, namun bila
tidak ada glukagon maka epinefrin memegang peran penting.
Hormon pertumbuhan dan kortisol, walaupun berperan namun
bekerjanya lebih lambat .Otak merupakan organ target khusus yang
menggunakan glukosa dan atau keton sebagai sumber energi utama.
Namun pada kenyataannya glukosa merupakan sumber energi tunggal,
pada organ ini masuknya glukosa kedalam sel diperantarai oleh glut3
transporter yang mempertahankan suplai glukosa yang tetap pada sel
otak sampai kadar glukosa sangat rendah (2,2 mM). Sehingga untuk
mempertahankan kadar gula darah normal tergantung pada: 1. Sistem
endokrin yang normal untuk integrasi dan modulasi mobilisasi substrat,
interkonversi dan utilisasi; 2. Enzim untuk glikogenolisis, sintesis
glikogen, glikolisis, glukoneogenesis dan utilisasi bahan bakar metabolik
lain dan penyimpanan yang berfungsi baik; 3. Suplai lemak endogen,
glikogen dan substrat glukoneogenik potensial (asam amino, gliserol dan
laktat) yang adekuat.
3) Kompensasi Terhadap Keadaan Hipoglikemia
Dalam keadaan normal tubuh mempertahankan hipoglikemia
dengan menurunkan sekresi insulin dan meningkatkan sekresi glukagon,
epinefrin, hormon pertumbuhan dan kortisol. Perubahan hormonal
tersebut dikombinasi dengan meningkatnya keluaran glukosa hepar,
bahan bakar alternatif yang ada dan penggunaan glukosa menurun.
Respon pertama kali yang terjadi adalah peningkatan produksi glukosa
dari hepar dengan pelepasan cadangan glikogen hepar disertai penurunan
insulin dan peningkatan glukagon. Bila cadangan glikogen habis maka
terjadi peningkatan kerusakan protein karena kortisol meningkat,
glukoneogenesis hepar diganti dengan glikogenolisis sebagai sumber

produksi utama glukosa. Kerusakan protein tersebut digambarkan


dengan meningkatnya kadar asam amino glukonegenik, alanin dan
glutamine dalam plasma. Penurunan kadar glukosa perifer pada keadaan
awal menurunkan kadar insulin, yang kemudian diikuti peningkatan
kadar epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan. Ketiga kejadian
diatas, meningkatkan lipolisis dan asam lemak bebas dalam plasma,
yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif tubuh dan
menghambat penggunaan glukosa. Kenaikan keton urin dan plasma
menunjukkan penggunaan lemak sebagai sumber energi. Asam lemak
bebas plasma juga merangsang produksi glukosa. Hipoglikemia terjadi
bila satu atau lebih mekanisme keseimbangan diatas gagal, atau
penggunaan glukosa yang berlebihan seperti pada hiperinsulinisme; atau
produksi yang kurang seperti pada penyakit glycogen storage;
kombinasi defisiensi hormon pertumbuhan atau kortisol.
4) Perbedaan Metabolisme Glukosa pada Bayi dan Dewasa
Pada orang dewasa dalam keadaan setelah makan (hingga 14 jam
kemudian) ,metabolisme glukosa berkadar 2 mg/kgBB/menit yang
kemudian menurun menjadi 1,8 mg/kgBB/menit pada 30 jam setelah
makan, kadar metabolisme glukosa pada bayi dan anak hingga 14 jam
setelah makan, jumlahnya 3 kali lipat lebih besar daripada kadar orang
dewasa dan 30 jam setelah makan kadarnya menurun menjadi 3,8
mg/kgBB/menit.
Namun ketika dibandingkan mengenai kadar metabolisme glukosa
di otak (jaringan dengan kebutuhan glukosa paling tinggi) kadar orang
dewasa sama dengan kadar pada anak. Kebutuhan glukosa yang tinggi
pada anak sedangkan penggunaan glukosa otak pada anak sama saja
dengan dewasa dikarenakan adanya spekulasi tentang proporsi massa
otak terhadap tubuh, sehingga pada anak kebutuhan lebih besar karena
massa otak lebih besar dari tubuh sehingga anak memiliki resiko untuk
menderita hipoglikemia.
Pada bayi dan anak kemampuan tubuh tidak semaksimal dewasa
sehingga dapat terjadi penurunan progresif dari konsentrasi glukosa
plasma dalam waktu yang singkat (puasa 24 48 jam), perbedaan

adaptasi puasa dewasa dan anak disebabkan karena perbedaan massa


otak, dimana kadar otak anak lebih besar dibanding tubuh sehingga
penurunan glukosa terjadi lebih cepat (akibat pemakaian).
Glikogenolisis pada anak tidak sebanyak dewasa karena massa otot
pada anak lebih kecil dibandingkan dewasa sehingga cara
mepertahankan glukosa plasma lebih banyak menggunakan
glukoneogenesis.
4. Tanda dan Gejala
Hipoglikemia, walaupun jarang terjadi pada anak, tetapi banyak pada
bayi. Namun masih tetap merupakan problem untuk dokter anak, karena:
Pertama, gejalanya samar-samar dan tidak spesifik, maka untuk membuat
diagnosis tergantung pada indeks kepekaan yang tinggi. Kedua, mekanisme
yang menyebabkan hipoglikemia sangat banyak dan kompleks.
Pada bayi yang berusia lebih dari dua bulan, anak dan dewasa,
penurunan gula darah kurang dari 40 mg/dL (2,2 mmol/L) dapat
menimbulkan rasa lapar dan merangsang pelepasan epinefrin yang berlebihan
sehingga menyebabkan lemah, gelisah, keringat dingin, gemetar dan takikardi
(gejala adrenergic).
Gejala hipoglikemia, dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar,
yaitu: berasal dari sistem syaraf autonom dan berhubungan dengan kurangnya
suplai glukosa pada otak (neuroglikopenia). Gejala akibat dari system syaraf
autonom adalah berkeringat, gemetar, gelisah dan nausea. Akibat
neuroglikopenia adalah pening, bingung, rasa lelah, sulit bicara, sakit kepala
dan tidak dapat konsentrasi. Kadang disertai rasa lapar, pandangan kabur,
mengantuk dan lemah.
Pada neonatus, gejala hipoglikemia tidak spesifik, antara lain tremor,
peka rangsang, apnea dan sianosis, hipotonia, iritabel, sulit minum, kejang,
koma, tangisan nada tinggi, nafas cepat dan pucat. Namun hal ini juga dapat
terjadi pada bayi yang tidak hipoglikemia, misal kelainan bawaan pada
susunan syaraf pusat, cedera lahir, mikrosefali, perdarahan dan kernikterus.
Demikian juga dapat terjadi akibat hipoglikemia yang berhubungan dengan
sepsis, penyakit jantung, distres respirasi, asfiksia, anomali kongenital
multipel atau defisiensi endokrin.

5. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang.


Pemeriksaan laboratorium yang dikombinasi dengan riwayat klinis
sangat penting untuk menegakkan diagnosis hipoglikemia. Pemeriksaan
kadar gula darah pertama yang diambil pada saat ada gejala atau kecurigaan
hipoglikemia. Kadar glukosa plasma dapat diukur dengan glukometer. Bayibayi yang dalam resiko harus dilakukan pemeriksaan penyaring antara lain
bayi dengan ibu diabetes, bayi-bayi IUGR , bayi prematur dan bay-bayi yang
menunjukkan sugestif hipoglikemi. Penting untuk melakukan pemeriksaan
berkala kadar glukosa plasma hingga bayi dapat minum ASI peroral dan tidak
memakai infus selama 24 jam. Dengan demikian resiko hipoglikemia dapat
dikurangi. Bayi dengan hipoglikemia membutuhkan infus glukosa selama
lebih dari 5 hari untuk dievaluasi penyebab sebernanya, inborn error
metabolism, hiperinsulinemi, dan defisiensi hormon kontraregulasi.(current)
Pemeriksaan yang lain adalah: Beta hidroksi butirat, asam laktat,
asam lemak bebas, asam amino (kuantitatif) dan elektrolit (untuk melihat
anion gap). Pemeriksaan hormonal: insulin, kortisol, hormon pertumbuhan.
Pemeriksaan faal hepar. Pemeriksaan urin: keton dan asam amino
(kuantitatif).
Apabila pada pemeriksaan awal tidak terdiagnosis atau pasien
asimptomatik, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan. Bila berhubungan
dengan puasa, maka pasien dipuasakan dan dipantau dalam 24 jam selama
puasa, atau bila ada indikasi puasa dapat diperpanjang. Pemeriksaan ini harus
dengan rawat inap, dipasang akses intravena dan diberikan heparin pada jalur
intravenanya untuk pengambilan sampel darah dan bila perlu untuk
pemberian dekstrose 25% bila timbul gejala hipoglikemia.
Diambil plasma darah secara sekuensial untuk pemeriksaan glukosa
plasma, beta hidroksibutirat, dan insulin pada jam 8, 16 dan 20, kemudian
diberikan glukagon 30 100 pg/kgBB intra muskuler sampel diambil setiap
jam sampai pemeriksaan berakhir. Sampel pertama dan terakhir harus
diperiksa kadar hormon pertumbuhan dan kortisol. Bila dicurigai defek pada
enzim tertentu, maka diperlukan pemeriksaan analisa asam organik plasma
dan atau urin.

Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah tes stimulasi glukagon, tes


toleransi leucine untuk menentukan diet dikemudian hari dilakukan setelah
pasien normoglikemi, tes toleransi tolbutamide nilainya kurang untuk
menemukan adenoma pankreas, pemeriksaan fungsi adrenal.
Bila hipoglikemi hiperinsulinisme menetap, maka dilakukan
pemeriksaan USG abdomen, CT Scan dan MRI hanya sedikit membantu
untuk membedakan bentuk fokal atau difus. Bila dicurigai hipopituitarisme,
dilakukan MRI kepala, untuk melihat tumor pada hipofisis atau hipotalamus,
atau mungkin ada kelainan bawaan. Bilamana pemeriksaan non invasif tidak
berhasil maka dilakukan pemeriksaan invasif dengan endoscopic ultrasound,
namun hasilnya tergantung operatornya. bila masih belum berhasil untuk
menegakkan diagnosis dapat dilakukan transhepatic venous sampling.
6. Penatalaksanaan
Tatalaksana hipoglikemia pada neonatus
1) Memantau kadar glukosa darah
Semua neonatus beresiko tinggi harus ditapis:
- Pada saat lahir
- 30 menit setelah lahir
- Kemudian setiap 2 4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian

minum berjalan baik dan kadar glukosa dapat tercapai


2) Pencegahan hipoglikemia
Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah misalnya hipotermia
Pemberian makan enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling

penting
Jika bayi tidak mungkin menyusui, mulailah pemberian minum dengan

menggunakan sonde dalam waktu 1 3 jam setelah lahir.


Neonatus yang beresiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai
asupannya penuh dan tiga kali pengukuran normal sebelum pemberian

minum diatas 45 mg/dl


Jika ini gagal terapi IV dengan glukosa 10 % harus dimulai dan kadar

glukosa harus dipantau


3) Perawatan hipoglikemia
Koreksi segera dengan bolus 200 mg/kg dengan dekstrosa 10 % = 2
cc/kg dan diberikan melalui IV selama 5 menit dan diulang sesuai

dengan keperluan
Infus tak terputus (continual)glukosa 10% dengan kecepatan 6-8
mg/kg/menit harus dimulai

Kecepatan infus glukosa (GIR)


Kecepatan infus glukosa (GIR) dihitung menurut formula berikut : GIR
(mg/kg/menit) = kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi dextrose (%) 6
x berat (Kg)

Pemantuan glukosa ditempat tidur secara sering diperlkan untuk

memastikan bahwa neonatus mendapatkan glukosa yang memadai


Ketika pemberian makanan telah dapat ditoleransi dan nilai pemantauan
glukosa ditempat tidur sudah normal maka infus dapat diturunkan
secara bertahap . tindakan ini mungkin memerlukan waktu 24-48 jam
atau lebih untuk menghindari kambuhnya hipoglikemia
4) Hipoglikemia refraktori
Kebutuhan glukosa > 12 mg/kg/menit menunjukkan adanya
hiperinsulisme, keadaaan ini dapat dilakukan dengan
-

Hidricortison 5 mg/kg IV atau IM setiap 12 jam


Glukagon 200 ug IV (segera atau infus berkesinambungan 10

ug/kg/jam)
Diazoxide 10 mg/kg/hari setiap 8 jam menghambat sekresi insulin
pankreas.
Bayi yang terkena hipoglikemia diberikan 200 mg/kg glukosa atau 2

cc/kg dekstrosa10% selama 5 menit, diulang sesuai dengan kebutuhan.


Hipoglikemia pada bayi yang tidak ditangani dapat menyebabkan
kerusakan syaraf permanen atau kematian. Meskipun kadar gula darah
harus dinaikkan secara cepat, larutan glukosa konsentrat seperti glukosa
50% tidak indikasikan karena mengakibatkan tekanan osmotik dan
hiperinsulinisme.
Infus harus berkesinambungan dengan glukosa 10% dengan kecepatan
6 8 kg/menit (pada bayi) sedangkan pada anak 3 5 mg/kgBB/menit
(19) harus dimulai. Naikkan kecepatan dan atau konsentrasi glukosa untuk
menjaga nilai glukosa tetap normal (catatan ; 10 mg/kg/menit, dekstrosa =
144 cc/kg/hari) bahwa bayi menerima glukosa yang memadai. Ketika
pemberian asupan toleransi dan nilai pemantauan glukosa ditempat tidur
adalah normal, infus dapat diturunkan secara bertahap. Tindakan ini
mungkin memakan waktu 24 48 jam atau lebih untuk menghindari
hipoglikemia kembali

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


DENGAN HIPOGLIKEMIA
A. Pengkajian
1. Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih
sering hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan
lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.
2. Riwayat :
a.ANC
b. Perinatal
c. Post natal
d. Imunisasi
e. Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
f. Pemakaian parenteral nutrition
g. Sepsis
h. Enteral feeding
i. Pemakaian Corticosteroid therapy
j. Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
k. Kanker
3. Data focus
a. Data Subyektif
- Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
- Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
- Rasa lapar (bayi sering nangis)
- Nyeri kepala
- Sering menguap
- Irritabel

b. Data obyektif
- Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
- Hightpitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas
cepat irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak
-

makan dan koma


Plasma glukosa < 50 gr/%

B. Diagnose dan Rencana Keperawatan


1.
Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang
rendah seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan
fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi
Rencana tindakan:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan


Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
Monitor vital sign
Monitor kesadaran
Monitor tanda gugup, irritabilitas
Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan

h)
i)
j)
k)
l)

hipoglikemi.
Cek BB setiap hari
Cek tanda-tanda infeksi
Hindari terjadinya hipotermi
Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt 2 lt /menit

2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh


Rencana tindakan:
a) Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan
b) Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan
bersih atau steril
c) Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi
saluran nafas.
d) Perhatikan kondisi feces bayi
e) Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik.
f) Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order.
g) Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur.
3. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
peningkatan pengeluaran keringat
Rencana Keperawatan :
a) Cek intake dan output
b) Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan bayi /kg BB/24 jam
c) Cek turgor kulit bayi

d) Kaji intoleransi minum bayi


e) Jika mengisap sudah baik anjurkan pemberian ASI
4. Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan hipoglikemi pada
otot.
Rencana keperawatan :
a) Bantu pemenihan kebutuhan sehari-hari
b) Lakukan fisiotherapi
c) Ganti pakaian bayi secara teratur dan atau jika kotor dan basah.

Daftar Pustaka
Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. 1996. Rudolph's
Pediatrics.hypoglycemia in infant and children. Edisi ke-20. California :
Prentice Hall International Inc.
Susanto, Rudy. 2007. Hipoglikemia Pada Bayi dan Anak. Semarang : Bagian IKA
FK Universitas Diponegoro. RS.Kariadi.. PKB Palembang.
USAID Indonesia. 2000. Hipoglikemia Pada Neonatus. Asuhan Neonatus
Esensial. Edisi Pertama. Jakarta : DepKes.

WOC (Web Of Caution)


Sepsis

Hipermetabolisme

DM pada ibu

Intra Uterin

-pemakaian praenteral nutrition


- enteral feeding

Kadar glukosa darah

- pemakaian kortikosteroid
- ibu yg memakai narkotika
- kanker pada keluarga

Disfungsi pankreas

HIPOGLIKEMI
Gangguan metabolism
Muscular

Keterbatasan gerak
Dan aktivitas

gangguan saraf
otonom

potensial gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit

potensial komplikasi
kadar glukosa darah
yang rendah seperti
gangguan mental,
gangguan perkembangan
otak, gangguan syaraf
otonom, koma hipoglikemi

potensial terjadi
hipotermi

daya tahan tubuh


menurun

potensial infeksi

Anda mungkin juga menyukai