Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pendahuluan
Dalam suatu perkara perdata, terdapat 2 (dua) pihak yang dikenal sebagai penggugat
dan tergugat. Apabila pihak penggugat merasa dirugikan haknya, maka ia akan membuat
surat gugatan yang didaftarkan kepada pengadilan negeri setempat yang berwenang dan
kemudian oleh pengadilan negeri disampaikan kepada pihak tergugat. Dalam hal surat
gugatan yang telah didaftarkan oleh penggugat, maka penggugat dapat melakukan perubahan
gugatan. Perubahan gugatan adalah salah satu hak yang diberikan kepada penggugat dalam
hal mengubah atau mengurangi isi dari surat gugatan yang dibuat olehnya. Dalam hal ini,
baik hakim maupun tergugat tidak dapat menghalangi dan melarang penggugat untuk
mengubah gugatannya tersebut. Perubahan gugatan harus tetap mengedepankan nilai-nilai
hukum yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan.1
Yang dimaksud dengan upaya hukum ialah suatu usaha setiap pribadi atau badan
hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan
dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam undangundang.
Upaya hukum (pasal 1:12), hak dari terdakwa atau penuntut umum untuk tidak
menerima putusan pengadilan yang berupa untuk mengajukan permohonan peninjauan
kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Dua upaya yang
dapat ditempuh:
(1) Upaya hukum biasa, yaitu meliputi:
(a) Verzet;
(b) Banding; dan
(c) Kasasi
(2) Upaya hukum luar biasa:
(a) Derden Verzet; dan
(b) Herziening (Peninjauan Kembali).
(c) Kasasi demi kepentingan hukum
Bab II
Pembahasan
1 Hukum Acara Perdata, http://www.hukumacaraperdata.com/tag/pengajuan-gugatan/page/2/ diakses Sabtu,
tanggal 28/04/2015 pukul 20.31 WIB.
yang
diputus
dengan verstek mengajukan verzet maka kedua perkara tersebut dijadikan satu dan
dalam register diberi satu nomor perkara.
Penggugat yang diputus verstek, bisa mengajukan banding, bila ia tidak
diterima oleh karena gugatannya dinyatakan tidak dapat diterima atau ditolak. Bila
penggugat yang diputus verstek banding, maka tergugat yang tidak hadir tidak
bisa verzet. Tenggang waktu mengajukan perlawanan (verzet) adalah 14 hari
setelah diberitahukan dan diterimanya putusan verstek oleh tergugat. Jika putusan
itu tidak diberitahukan kepada tergugat sendiri, maka perlawanan masih diterima
sampai pada hari ke-8 sesudah peneguran atau dalam hal tidak hadir sesudah
dipanggil dengan patut sampai pada hari ke-14, ke-8 sesudah dijalankan surat
perintah.
Kemudian
ketika
dan
tergugat
dikalahkan
dengan verstek lagi maka tergugat tidak dapat mengalah dengan banding. Dalam
praktik verzet ini harus diberitahukan atau dinyatakan dengan tegas dan bila tidak
maka pernyataan verzet bersangkutan dinyatakan tidak dapat diterima.
d. Proses Pemeriksaan Verzet
Ada tiga cara dalam proes pemeriksaan diantaranya:
1) Perlawanan diajukan kepada PN yang menjatuhkan putusan verstek. Agar
permintaan perlawanan memenuhi syarat formil, maka:
a) Diajukan oleh tergugat sendiri atau kuasanya;
b) Disampaikan kepada PN yang menjatuhkan putusan verstek sesuai batas
tenggang waktu yang ditentukan; dan
3
maka
kembali yaitu
dengan
ekstensinya
dianggap tidak pernah ada sehingga putusan verstek tidak dapat dieksekusi.
Ekstensi putusan verstek bersifat relatif dan mentah selama tenggang
waktu verzet masih belum terlampaui. Secara formil putusan verstek memang
ada, tetapi secara materiil, belum memiliki kekuatan eksekutorial.
e. Bentuk Putusan Verzet
1) Verzet tidak dapat diterima
Dasar alasan bagi hakim menjatuhkan bentuk putusan demikian yaitu :
a) Apabila tenggang waktu mengajukan verzet yang ditentukan Pasal 129
ayat (1) HIR, telah dilampaui;
b) Dalam kasus yang seperti itu, gugur hak mengajukan verzet dengan akibat
hukum: tergugat dianggap menerima putusan verstek sekaligus tertutup
hak tergugat mengajukan banding dan kasasi, dengan demikian
putusan verstek memperoleh kekuatan hukum tetap;
c) Dalam bentuk yang menyatakan verzet tidak dapat diterima, harus
dicantumkan amar berisi penegasan menguatkan putusan verstek, sehingga
amarnya berbunyi:
Menyatakan pelawan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan
yang salah;
Menyatakan perlawanan (verzet) dari pelawan tidak dapat diterima;
dan
Menguatkan putusan verstek.
yang
isinya,
bahwa
mengabulkan
pencabutan
kembali
3. Kasasi
a. Pengertian Kasasi
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh
salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan
Pengadilan Tinggi. Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas
dengan isi putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.
Kasasi berasal dari perkataan "casser" yang berarti memecahkan atau
membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan
pengadilan di bawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan
tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung
kesalahan dalam penerapan hukumnya.
Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai
hukum, jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya
(judex juris) sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap
sebagai pemeriksaan tingkat ketiga.
Sedangkan pengertian pengadilan kasasi ialah Pengadilan yang memeriksa
apakah judex factie tidak salah dalam melaksanakan peradilan. Upaya hukum
kasasi itu sendiri adalah upaya agar putusan PA dan PTA/PTU/PTN dibatalkan
oleh MA karena telah salah dalam melaksanakan peradilan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia arti kasasi adalah sebagai berikut, Pembatalan atau pernyataan
tidak sah oleh MA terhadap putusan hakim, karena putusan itu, menyalahi atau
tidak sesuai dengan undang-undang.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa hak kasasi hanyalah hak MA,
sedangkan menurut kamus istilah hukum, kasasi memiliki arti sebagai berikut:
Pernyataan tidak berlakunya keputusan hakim yang lebih rendah oleh MA, demi
kepentingan kesatuan peradilan.
8
Ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan kasasi, yaitu
sebagai berikut:
1) Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi;
2) Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi;
3) Putusan atau penetapan PA dan PTA/PTU/PTN, menurut huku dapat
dimintakan kasasi;
4) Membuat memori kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985);
5) Membayar panjar biaya kasasi (pasal 47); dan
6) Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang bersangkutan.
e. Alasan-Alasan Kasasi
MA merupakan putusan akhir terhadap putusan Pengadilan Tingkat
Banding, atau Tingkat Terakhir dari semua lingkungan Peradilan. Ada beberapa
alasan bagi MA dalam tingkat kasasi untuk membatalkan putusan atau penetapan
dari semua lingkungan peradilan, diantarannya ialah sebagai berikut:
1) Karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; dan
3) Lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan
(pasal 30 UU No. 14 /1985).
Suatu penetapan PTA/PTU/PTN?PA yang menurut hukum tidak dapat
dimintakan banding, maka dapat dimintakan kasasi ke MA dengan alasan-alasan
tersebut di atas. Untuk suatu putusan PA yang telah dimintakan banding kepada
PTA/PTU/PTN, maka yang dimintakan kasasi adalah keputusan PTA tersebut,
10
karena adanya banding tersebut berarti putusan PA telah masuk atau diambil alih
oleh PTA/PTU/PTN.
11
7) Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30
hari Panitera Pengadilan Negeri harus mengirimkan semua berkas kepada
Mahkamah Agung (pasal 48 ayat (1) UU No. 14/1985).
13