Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Warisan budaya merupakan sumber informasi yang membawa pesan masa
lalu untuk generasi masa kini dan masa yang akan datang. Warisan budaya antara
lain menginformasikan bentuk-bentuk tinggalan budaya yang berupa perangkatperangkat simbol / lambang. Menurut Ahimsa-Putra ( 2004, 23 - 27) ada empat
bentuk simbol / lambang yang dapat diidentifikasi dan dikategorikan sebagai
peninggalan budaya. Simbol / lambang peninggalan budaya yang dimaksud
adalah:
1. Pertama yaitu benda-benda fisik atau material culture yang mencakup
seluruh benda-benda hasil kreasi manusia, mulai dari benda-benda
dengan ukuran yang relatif kecil hingga benda-benda yang sangat
besar.
2. Kedua yaitu pola-pola perilaku yang merupakan representasi dari adatistiadat sebuah kebudayaan tertentu. Bentuk kedua meliputi hal-hal
keseharian, seperti pola makan, pola kerja, pola belajar, pola berdoa,
hingga pola-pola yang bersangkutan dengan aktivitas sebuah
komunitas.
3. Ketiga adalah sistem nilai atau pandangan hidup yang berupa falsafah
hidup atau kearifan lokal dari suatu masyarakat dalam memandang
atau memaknai lingkungan sekitarnya.

4. Wujud yang keempat adalah lingkungan yang dapat menjadi bagian


dari tinggalan budaya oleh karena lingkungan memainkan peran
sebagai bagian yang tak terpisahkan bagi terciptanya kebudayaan itu
sendiri.
Sayangnya, tidak semua orang dapat memaknai warisan budaya yang merupakan
akar dari kebudayaan yang berkembang saat ini. Kenyataan ini salah satunya
disebabkan

karena

ketidaktahuan

masyarakat

tentang

kebudayaan

para

pendahulunya. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menyebarluaskannya,


salah satu caranya dapat ditempuh dengan memanfaatkan warisan budaya sebagai
sarana pariwisata (Nuryanti, 1996).
Pemanfaatan warisan budaya sebagai objek wisata telah berkembang
menjadi industri1 pariwisata yang marak di dunia. Mengingat bahwa warisan
budaya harus tetap lestari dalam pemanfaatannya, diperlukan manajemen yang
tepat dalam penanganannya. Manajemen ini bertujuan menyeimbangkan antara
kelestarian objek dan perkembangannya, dalam usaha memenuhi kebutuhan
pengunjung dalam menikmati objek. Kelestarian suatu warisan budaya sangat
perlu untuk tetap dijaga, mengingat bahwa warisan budaya merupakan aset yang
sangat spesial dan istimewa dan harus terus dapat disaksikan sebagai bukti adanya
identitas suatu bangsa. Warisan budaya yang memiliki kriteria-kriteria khusus
dapat ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. UNESCO dalam Konvensi
Warisan Dunia di Paris tahun 2005 menetapkan 10 kriteria untuk mengkaji nilai

Kusudianto, 1996: Industri pariwisata adalah suatu susunan organisasi, baik pemerintah maupun
swasta yang terkait dalam pengembangan, produksi, dan pemasaran produk suatu layanan yang
memenuhi kebutuhan dari orang yang sedang bepergian.

universal yang luar biasa dari sebuah situs sebagai syarat untuk dapat ditetapkan
sebagai warisan dunia. Kriteria-kriteria tersebut adalah:
1. Mewakili karya agung (masterpiece) dari kejeniusan kreativitas manusia,
2. Menunjukkan adanya pertukaran nilai-nilai kemanusiaan yang penting,
selama jangka waktu tertentu atau dalam wilayah tertentu, terkait dengan
perkembangan dunia arsitektur atau teknologi, kesenian yang monumental,
perencanaan kota atau desain lansekap,
3. Mengandung bukti atas keunikan atau setidaknya kehebatan atas sebuah
tradisi budaya atau sebuah peradaban yang masih hidup atau yang telah
punah,
4. Merupakan contoh yang luar biasa dari sebuah tipe bangunan, karya
arsitektural atau teknologi atau lansekap yang melukiskan tahapan penting
dari sejarah umat manusia,
5. Merupakan contoh yang luar biasa dari sebuah permukiman tradisional,
tata guna lahan, atau tata guna laut yang merupakan representasi dari
sebuah kebudayaan (atau beragam kebudayaan), atau interaksi manusia,
6. Mempunyai kaitan langsung atau nyata dengan kejadian atau tradisi yang
hidup, dengan ide, atau dengan kepercayaan, dengan karya artistik dan
sastra yang mempunyai signifikansi universal yang luar biasa,
7. Mengandung fenomena alam yang luar biasa hebat atau kawasan dengan
keindahan alam yang sangat menakjubkan dengan nilai estetika yang
tinggi,

8. Merupakan contoh luar biasa yang mewakili tahapan-tahapan penting dari


sejarah bumi, meliputi catatan tentang kehidupan, proses geologis penting
yang sedang berlangsung dalam perkembangan bentuk tanah atau unsur
geomorfik dan fisiografik yang penting,
9. Merupakan contoh luar biasa yang mewakili proses ekologis dan biologis
yang penting dalam evolusi dan perkembangan ekosistem terestrial, air
tawar, pantai dan kelautan dan komunitas tumbuhan dan hewan, dan
10. Mengandung habitat alam terpenting untuk konservasi in-situ dari
keanekaragaman hayati termasuk yang mengandung spesies yang
terancam, yang memiliki nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang
ilmu pengetahuan alam atau konservasi.
Supaya dapat dianggap memiliki nilai universal yang luar biasa, sebuah warisan
budaya juga harus memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan yaang dimaksud
berkaitan dengan integritas dan / atau otentisitas dan harus mempunyai sistem
perlindungan dan pengelolaan uang yang memadai untuk memastikan upaya
pelestariannya.
Warisan budaya yang ditetapkan menjadi warisan dunia membuat
masyarakat

menjadi

lebih

tertarik

untuk

berkunjung.

Ketertarikan

ini

menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan semakin meningkat dari waktu ke


waktu. Sejalan dengan meningkatnya jumlah pengunjung, maka meningkat pula
permasalahan yang berkaitan dengan manajemen, terutama kebutuhan untuk
menjaga keseimbangan kegiatan konservasi dan pariwisata (Leask, A., &
Yeoman, I, 1999). Menciptakan dan menjaga keseimbangan antara pelestarian dan

pemanfaatan memang tidak mudah karena cara yang digunakan untuk kedua hal
tersebut sering tidak sejalan. Pada kegiatan pelestarian, konservator berpendapat
bahwa pelestarian merupakan hal yang paling penting, sedangkan wisatawan
berkeinginan untuk memanfaatkan situs sebagai objek untuk mendapatkan
pengalaman baik yang berkaitan dengan pengetahuan maupun rekreasi. Cara yang
paling tepat untuk menjembatani kedua hal tersebut adalah dengan menerapkan
Cultural Resource Management (CRM). CRM merupakan upaya pengelolaan
Sumber Daya Budaya dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan banyak
pihak yang masing-masing pihak seringkali bertentangan. Kinerja CRM
cenderung lebih menekankan pada upaya pencarian solusi terbaik dan terbijak
agar kepentingan berbagai pihak tersebut dapat terakomodasi secara adil
(Tanudirjo, 1998:15). Tahapan-tahapan yang dilaksanakan sebagai langkah
penerapan CRM adalah identifikasi masalah dan potensi, penyusunan model
solusi, dan yang terakhir pemantauan dan evaluasi (Tanudirjo, dkk, 2004:19).
Penerapan CRM pada sebuah warisan budaya seyogyanya dapat
memenuhi kepentingan semua pihak yang terkait antara lain pengunjung,
masyarakat sekitar, para pelestari dan pemerhati budaya baik pemerintah maupun
swasta, dan pengelola. Salah satu objek pembahasan dalam tulisan ini kaitannya
dengan penerapan tahapan CRM yang terakhir yaitu evaluasi manajemen yang
dilakukan di Kompleks Candi Prambanan2 sebagai Situs Warisan Dunia.
Kompleks Candi Prambanan telah terdaftar dalam World Heritage List
nomor 642 tahun 1991 dan dimanfaatkan sebagai objek wisata yang menarik
2

Kompleks Candi Prambanan dalam tulisan ini adalah kelompok candi yang terdiri dari Candi
Siwa, Candi Wisnu, Candi Brahma, serta candi apit dan candi perwara di sekitarnya.

perhatian banyak wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Pemanfaatan
sebagai objek wisata dikelola oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur,
Prambanan dan Ratu Boko (PT.TWCBPRB) yang merupakan salah satu Badan
Usaha Milik Negara. Dalam hal pelestariannya wewenang dipegang oleh Balai
Pelestarian Cagar Budaya

Yogyakarta (BPCB DIY). Dua institusi tersebut

mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berbeda terhadap Kompleks Candi
Prambanan.

Menurut

Peraturan

Menteri

Kebudayaan

dan

Pariwisata

No.PM.37/OT.001/MKP-2006, tanggal 7 September 2006 dan perubahan


Peraturan Menteri tersebut dengan Nomor PM.35/HK.001/MKP-2008, tanggal 9
September 2008 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) mempunyai
tugas

pokok yaitu melaksanakan pemeliharaan, perlindungan, pemugaran,

pendokumentasian, bimbingan, dan penyuluhan mengenai peninggalan sejarah


dan purbakala beserta situs-situsnya, sedangkan fungsinya adalah:
1. Pengelolaan dan pemanfaatan peninggalan purbakala, bergerak maupun
tidak bergerak serta situs peninggalan arkeologi bawah air;
2. Pelaksanaan perlindungan peninggalan purbakal, bergerak maupun tidak
bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan maupun yang
tersimpan di ruangan;
3. Pelaksanaan pemugaran peninggalan purbakala bergerak maupun tidak
bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan maupun yang
tersimpan di ruangan;

4. Pelaksanaan dokumentasi peninggalan purbakala bergerak maupun tidak


bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan maupun yang
tersimpan di ruangan;
5. Pelaksanaan penyidikan dan pengamanan peninggalan purbakala bergerak
maupun tidak bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan
maupun yang tersimpan di ruangan;
6. Pelaksanaan pemberian bimbingan/penyuluhan terhadap masyarakat
tentang peninggalan sejarah dan purbakala;
7. Pelaksanaan penetapan benda cagar budaya bergerak di wilayah kerja
Balai Pelestarian;
8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Pelestarian.

PT. TWCBPRD, menurut Kepres No. 1 Tahun 1992 tentang Pengelolaan


Borobudur dan Prambanan pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa:
PT. TWCBPRB dapat melakukan pengelolaan pada zona 2 juga
melakukan pemanfaatan dan pemeliharaan ketertiban serta kebersihan
zona 1 beserta candinya sebagai objek dan daya tarik wisata berdasarkan
petunjuk teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan selaku instansi yang menguasai, mengelola dan
bertanggung jawab atas candi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Menurut Kepres No. 1 Tahun 1992 Bab II Pasal 4 dan 5, zona satu merupakan
lingkungan

kepurbakalaan

yang

diperuntukkan

bagi

perlindungan

dan

pemeliharaan kelestarian lingkungan fisik candi. Zona dua merupakan kawasan di


sekeliling zona 1 di masing-masing candi. Zona ini diperuntukkan bagi
pembangunan taman wisata sebagai tempat kegiatan kepariwisataan, penelitian,
kebudayaan, dan pelestarian lingkungan candi. Tugas pokok dan fungsi itu

berbeda dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala yang lebih pada


pelestarian. Adanya perbedaan tugas, fungsi dan tujuan masing-masing institusi
tersebut, maka tulisan ini akan membahas dan mengevaluasi tentang manajemen
pariwisata khususnya manajemen pengunjung yang diterapkan oleh PT.
TWCBPRB dalam kaitannya dengan pelestarian Kompleks Candi Prambanan.

Peta 1. Peta Zonasi Kompleks Candi Prambanan (Sumber: BP3 DIY, 2011)

Kompleks Candi Prambanan merupakan salah satu objek wisata warisan dunia
yang telah dikenal oleh masyarakat luas baik dari dalam maupun luar negeri.
Berdasarkan prasasti Sivagrha yang berangka tahun 856 M, candi ini dibangun
oleh Rakai Pikatan dan dipersembahkan untuk Dewa Siwa. Kompleks Candi
Prambanan sebagai objek wisata warisan budaya dunia, melalui pengelolaannya

diharapkan mampu memfasilitasi pengunjung untuk memperoleh pengalaman


yang berharga. Pengalaman itu adalah kesempatan untuk memahami dan
menghargai arti penting objek dan sesuatu yang terkandung di dalamnya secara
keseluruhan. Masyarakat dapat memperoleh informasi tentang nilai sejarah,
manusia dan kehidupannya pada masa lampau, serta keanekaragaman budayanya
melalui warisan. Selain itu, fasilitas yang dikembangkan juga harus mampu
membantu pengunjung merasa sebagai bagian dari tempat yang dikunjungi.
Pendapat Papson seperti yang dikutip oleh Hall (1999) menyebutkan
bahwa dari sekian banyak elemen penting dalam mengkomersilkan suatu tempat
untuk pariwisata adalah penyelenggaraan acara-acara kemasyarakatan dan
pengelolaan sejarah menjadi komoditi yang dapat dipasarkan. Hal tersebut pada
gilirannya memunculkan rambu-rambu untuk menekan dampak penurunan nilainilai budaya seperti yang termuat dalam kode etik pariwisata3 dunia pasal 4 ayat 4
yang berbunyi:
Kegiatan pariwisata harus direncanakan sedemikian rupa untuk
memungkinkan kelangsungan hidup dan berkembangnya hasil-hasil
budaya, seni tradisional, dan seni rakyat dan bukan sebaliknya
menimbulkan terjadinya standardisasi dan penurunan hasil-hasil budaya
tersebut.
Terkait dengan kode etik tersebut, PT. TWCBPRB sebagai pengelola pariwisata
lebih fokus menangani penataan area Taman Wisata Candi Prambanan4 (TWC
Prambanan) seperti pembuatan fasilitas-fasilitas yang menunjang kegiatan wisata
dan penataan para pedagang untuk kepentingan kepariwisataan.

Kode Etik Pariwisata Dunia (Global Code of Ethics for Tourism) dibuat oleh PBB yang khusus
menangani kegiatan pariwisata dunia.
4
Taman Wisata Candi Prambanan dalam tulisan ini meliputi Kompleks Candi Prambanan dan area
di sekitarnya yang berisi fasilitas-fasilitas penunjang kegiatan wisata.

Gambar 1. Denah Kompleks Candi Prambanan (Sumber: PT. TWCBPRB dengan


modifikasi)

Sementara untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan dalam hal fasilitas umum
pada zona 2 telah dibangun area parkir, toilet, ticket box, audio visual, kios
souvenir, foodcourt, pusat informasi, area bermain anak, bumi perkemahan,
Lapangan Garuda, Brahma, Siwa, Wisnu dan panggung pentas Ramayana.

10

Langkah nyata yang dilakukan dalam rangka pengelolaan pengunjung


dalam kegiatan kepariwisataan di TWC Prambanan adalah diterapkannya diagram
alir penanganan pengunjung. Sesuai dengan diagram yang telah dibuat oleh pihak
pengelola, proses penanganan tersebut dimulai dari awal masuknya kendaraan
pengunjung sampai dengan proses pengunjung keluar dari objek. Pada setiap
tahapan disediakan petugas yang membantu mengarahkan pengunjung menuju
objek centre yaitu Kompleks Candi Prambanan.
Kondisi yang terlihat di lapangan pada saat ini adalah setelah pengunjung
masuk dan memarkir kendaraan di tempat parkir, tidak ada petugas yang
membantu mengarahkan atau menjelaskan mengenai lokasi-lokasi yang ada di
TWC Prambanan. Pengunjung akan mendengar informasi yang dibacakan oleh
petugas melalui pengeras suara mengenai hal-hal yang dapat dinikmati para
pengunjung dalam kegiatan wisata di TWC Prambanan. Sayangnya, informasi
tersebut tidak dibacakan setiap saat, sehingga tidak semua pengunjung mendengar
pada waktu kedatangan mereka ke lokasi.
Pengunjung difasilitasi dengan papan-papan petunjuk untuk dapat
mengakses tempat-tempat yang akan dikunjungi baik objek wisata utama maupun
fasilitas pendukung lainnya. Setelah melalui pintu masuk, pengunjung akan
sampai di area wisata yang ditata dengan asri, bersih dan terawat. Di area itu
terdapat jalan setapak untuk menuju ke objek utama Kompleks Candi Prambanan
yang terdiri atas beberapa candi yaitu Candi Syiwa (candi yang terbesar), Candi
Wisnu, Candi Brahma, Candi Garuda, Candi Nandi dan Candi Angsa. Aktivitas
para pengunjung yang tampak pada area sekitar candi antara lain berfoto,

11

berjalan-jalan sambil menikmati keindahan candi, dan masuk ke dalam candi. Ada
beberapa pengunjung yang berfoto sambil berdiri pada batu candi bagian samping.
Meskipun ada beberapa petugas keamanan yang berjaga di sekitar candi, mereka
tidak terlalu menghiraukan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh para
pengunjung. Tidak ada larangan bagi wisatawan yang datang berombongan untuk
menaiki dan memasuki candi secara bersama-sama. Pembatasan jumlah orang
yang diperbolehkan naik dan masuk ke candi seharusnya diterapkan.
Peraturan baru diterapkan oleh pihak pengelola objek wisata TWC
Prambanan mulai tanggal 17 Agustus 2012 adalah kewajiban bagi setiap
pengunjung untuk mengenakan kain batik yang dililitkan di pinggang ketika
mengunjungi kompleks candi. Menurut pengelola TWC Prambanan, peraturan
baru ini dimaksudkan agar pengunjung lebih menghayati kegiatan wisata pada
objek warisan budaya bangsa mengingat kain yang digunakan sebagai sarung
adalah kain bermotif batik yang telah diakui UNESCO sebagai motif asli hasil
kebudayaan Indonesia5. Pengunjung juga dapat mengikuti program wisata minat
khusus

berupa Program Penanaman

Pohon (tree planting),

Perawatan

(conservation) dan Pemugaran (restoration) yang didampingi oleh instruktur dari


BPCB Daerah Istimewa Yogyakarta.
Fasilitas lain yang disediakan sebagai penunjang perjalanan mengitari dan
menikmati candi-candi di sekitar Kompleks Candi Prambanan yang terdiri atas
Candi Sewu, Candi Lumbung, dan Candi Bubrah adalah kereta kelinci dan

Alasan pemakaian kain sarung bermotif batik yang dikemukaan oleh pihak PT.TWCBPRB
menurut penulis bukanlah merupakan hubungan sebab akibat. Memperkenalkan dan
mempopulerkan hasil kebudayaan lain yang dimiliki bangsa Indonesia (kain batik) selain candi
dapat menjadi alasan yang lebih tepat.

12

persewaan sepeda. Fasilitas ini disediakan dengan alasan supaya pengunjung


dapat menghemat waktu dan tidak terlalu lelah berjalan mengingat area objek
wisata yang sangat luas. Kereta kelinci ini berhenti di depan gerbang candi-candi
yang dilewati. Tujuan terakhir dari rangkaian wisata TWC Prambanan adalah
Candi Sewu yang berada paling utara di antara candi-candi lainnya. Pengunjung
yang menaiki kereta mini akan diturunkan tepat di depan gerbang paling utara
Candi Sewu yang berjarak lima meter dari batas zona 1 Candi Sewu.
Diagram alir dan fasilitas lain yang telah disediakan diharapkan dapat
membantu pengunjung menikmati setiap daya tarik yang ada di TWC Prambanan
beserta fasilitas yang tersedia, sehingga pengunjung memperoleh kepuasan yang
optimal. Di sisi lain, pengelolaan pengunjung juga bertujuan untuk mencegah
pengunjung mengakses tempat atau bagian yang tidak diperuntukkan bagi
pengunjung (Aplin, 2002).
Dilihat dari berbagai usaha yang dilakukan oleh pengelola TWC
Prambanan, sebagai sebuah badan usaha, perolehan profit menjadi perhatian yang
utama. Diagram alir yang digunakan sebagai usaha untuk mengatur kunjungan
wisatawan dilakukan sebagai usaha memberikan akomodasi kepada pengunjung
agar dapat menikmati fasilitas yang disediakan oleh pengelola. Sejauh mana
upaya manajemen pengunjung ini dapat mendukung keharmonisan antara
pemanfaatan dengan pelestarian, maka perlu evaluasi yang bermuara kepada
idealnya manajemen TWC Candi Prambanan baik sebagai objek wisata maupun
sebagai warisan budaya sebagai identitas bangsa Indonesia.

13

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Apakah fasilitas yang dimiliki oleh pengelola TWC Prambanan sudah
sepenuhnya mendukung pelestarian?
2. Apakah fasilitas kepariwisataan di TWC Prambanan sudah memenuhi
kebutuhan pengunjung dalam kegiatan wisata?
3. Bagaimana seharusnya manajemen pengunjung yang diterapkan di TWC
Prambanan untuk mendukung pelestarian?

C. Tujuan Penelitian
Manajemen pengunjung dalam suatu warisan budaya merupakan salah
satu cara untuk menjaga kelestarian warisan tersebut. Berbagai upaya dilakukan
untuk mengatur keberadaan pengunjung dalam kegiatan pariwisata budaya untuk
mengantisipasi kerusakan yang diakibatkannya. Dalam mengarahkan pengunjung,
pengelola harus mengetahui:
1. Dampak yang diakibatkan oleh kehadiran pengunjung terhadap cagar
budaya dan masyarakat setempat;
2. Langkah yang diambil untuk mempengaruhi dan mendorong pengunjung
agar melaksanakan perilaku yang bertanggungjawab selama kunjungan
mereka dan setelahnya;
3. Cara meningkatkan kode perilaku bertanggungjawab untuk pengunjung
pada warisan; dan

14

4. Cara memperkuat kualitas pengalaman pengunjung.


Selain itu, diperlukan juga pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pemanfaatan
yang dikemukakan oleh Wahyudi (2010), yaitu:
1. Mengutamakan fungsi sosial (bukan untuk kepentingan pribadi atau
golongan) dan kelestarian cagar budaya;
2. Melibatkan masyarakat dalam hal menentukan cara-cara pengelolaannya;
3. Mampu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat
setempat;
4. Memberikan kontribusi yang seimbang bagi upaya pelestariran BCB atau
situs yang dimanfaatkan; dan
5. Menjaga kelestarian lingkungan hidup (alam, sosial, dan budaya) di sekitar
lokasi BCB atau situs yang dimanfaatkan.
Berdasarkan rambu-rambu di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui sistem Manajemen Pengunjung, baik bagi wisatawan maupun
kelestarian cagar budaya;
2. Melakukan evaluasi terhadap penerapan sistem Manajemen Pengunjung di
TWC Prambanan.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Pengelola Kegiatan Pariwisata di TWC Prambanan

15

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan mengenai manajemen


pengunjung dalam kegiatan pariwisata di TWC Prambanan. Tujuan akhir
yang ingin dicapai adalah mewujudkan Kompleks Candi Prambanan
menjadi destinasi baik sebagai tempat rekreasi maupun tempat untuk
mendapatkan pengalaman baru. Pengalaman baru yang dimaksud dapat
berupa pengetahuan tentang nilai-nilai sebuah warisan budaya dengan
tetap memperhatikan kelestarian warisan itu sendiri.
2. Masyarakat
Penerapan manajemen pengunjung memungkinkan wisatawan mengakses
seluruh komponen yang ada di TWC Prambanan. Hal ini dapat
memberikan pengalaman bagi masyarakat baik dalam memperoleh
kepuasan dalam berwisata. Kepuasan yang dimaksud terkait dengan
kebutuhan rekreasi dan pengetahuan baru tentang salah satu akar identitas
budaya bangsa Indonesia. Sebagai akibatnya, apresiasi masyarakat
terhadap warisan budaya dapat ditingkatkan

E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang Kompleks Candi Prambanan sudah banyak dilakukan
baik yang bersifat arkeologis maupun kepariwisataan. Setyastuti (2005) dalam
tesisnya membahas tentang strategi pengelolaan untuk tujuan pariwisata berbasis
pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism). Pengelolaan yang dimaksud dalam
tesis ini terkait dengan kebijakan yang diterapkan dalam hubungannya dengan

16

para pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan dan


pemanfaatan Kompleks Candi Prambanan.
Penelitian lain yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
cagar budaya adalah Minimalisasi Dampak Negatif Pemanfaatan Candi
Borobudur sebagai Objek Wisata yang ditulis oleh Andi Muhammad Taufik
(2004). Penelitian ini menelaah dampak negatif pengunjung pada Objek Wisata
Candi Borobudur dan teknis penanganannya.
Tulisan yang terkait dengan visitor management adalah tesis yang ditulis
oleh Enny Ratnadewi (2005)

dengan judul Pengelolaan Tinggalan Budaya

melalui Pendekatan Visitor management, Studi Kasus Candi Borobudur. Dalam


tulisannya, Ratnadewi membahas manajemen kunjungan dengan sudut pandang
pengelolaan pariwisata sehingga kajian lebih ditekankan pada para pelaku
pariwisata. Selain itu, Wahyu Astuti (2011) juga membahas manajemen
pengunjung dalam pelestarian Situs Tamansari. Penelitian yang ditulis Astuti
lebih fokus mengamati kerjasama antar stakeholders dalam pengelolaan objek ini
khususnya pengelolaan pengunjung. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut,
penulis ingin mengamati lebih jauh dan lebih khusus mengenai evaluasi kebijakan
manajemen pengunjung dalam kegiatan pariwisata di objek warisan budaya
Kompleks Candi Prambanan dalam kaitannya dengan upaya yang telah dilakukan
oleh pengelola terkait kelestarian objek wisata Kompleks Candi Prambanan.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian lain yang telah
disebutkan di atas yaitu bahwa pada tulisan ini memuat tahapan evaluasi yang

17

dapat dijadikan dasar dan bahan pembelajaran bagi pengeloaan TWC Prambanan
pada masa yang akan datang.

F. Tinjauan Pustaka
Beberapa istilah dasar dan definisi yang akan disajikan antara lain warisan
budaya, wisata budaya dan wisatawan budaya dan manajemen pengunjung.
Warisan Budaya

1.

Warisan budaya, menurut Davidson (1997:2) diartikan sebagai produk


atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasiprestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen
pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa. Pakar lain bernama
Prentice (1994) mengemukakan pendapatnya bahwa warisan mengandung
pengertian pusaka atau tinggalan yang diterimakan dari satu generasi
kepada generasi selanjutnya. Oleh karena itu, apabila warisan mengandung
nilai yang merepresentasikan kehidupan suatu masyarakat, maka warisan
menjadi milik bersama dan menjadi identitas masyarakat itu. Dalam
pengertian ini, warisan budaya meliputi lansekap, tempat-tampat
bersejarah, situs dan bangunan-bangunan, benda-benda koleksi, adat
istiadat, pengetahuan dan pengalaman yang mengekspresikan proses
perkembangan suatu budaya dan menjadi bagian dari kehidupan masa kini.
2. Wisata Budaya dan Wisatawan Budaya
Wisata warisan budaya sebagai salah satu dari wisata budaya saat ini

menjadi pilar penting timbulnya strategi pariwisata di banyak negara.

18

Wisata warisan budaya mengacu pada tempat, bentang alam, arsitektur,


artefak, tradisi, yang menyebabkan tempat tersebut bersifat unik. Robert
Stebbins (1996) mengemukaan pendapatnya bahwa wisata budaya
merupakan genre wisata minat khusus untuk mencari pengalaman budaya
baru yang mencakup estetika, intelektual, emosional, atau psikologis.
Untuk memahami wisata budaya dan perkembangannya diperlukan
pengetahuan tentang wisatawan budaya. Pengetahuan ini berguna untuk
mengetahui pengunjung warisan budaya dan kondisi mereka, agar dapat
ditentukan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan pengunjung ini.
McKercher (2002) mengemukakan pendapatnya mengenai wisatawan
warisan budaya sebagai orang yang dengan sengaja mengunjungi tempattempat yang di dalamnya mengandung nilai-nilai budaya.
3. Manajemen Pengunjung Warisan Budaya
Tujuan utama dari manajemen pengunjung warisan budaya adalah untuk
meminimalkan dampak negatif kegiatan pariwisata dan memberikan
kemungkinan kepada pengunjung untuk mengakses objek wisata, sehingga
memperoleh hiburan dan pengalaman baru. Selain itu, pengelolaan
pengunjung yang baik akan menumbuhkan apresiasi dan kecintaan
masyarakat terhadap warisan budaya yang dikunjungi. Menurut Hall dan
McArthur (1993) manajemen pengunjung merupakan konsep mendasar
dari manajemen warisan budaya. Mereka menyatakan bahwa visitor
management adalah pengelolaan pengunjung ke suatu objek wisata (baik
alam maupun budaya) yang diarahkan pada upaya memaksimalkan

19

kualitas pengalaman kunjungan dan meminimalkan dampak negatif


kunjungan baik pada kualitas lingkungan fisik maupun objek wisata.

G. Landasan Teori
Bangunan candi merupakan salah satu peninggalan budaya yang bersifat
monumental yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi karena keunikan,
kelangkaan, keindahan, dan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Candi merupakan
salah satu peninggalan arkeologis yang dalam upaya pelestariannya berlaku
peraturan-peraturan khusus yang tidak dapat dilanggar termasuk dalam upaya
pemanfaatannya sebagai suatu objek wisata. Aktivitas yang bersifat edukatif dan
rekreatif di situs arkeologis tidak sama dengan yang ada pada objek wisata
lainnya. Aktivitas yang dilakukan di sekitar benda cagar budaya harus
memperhatikan unsur kelestarian dan pelestarian objek tersebut. UU No. 11
Tahun 2010 pasal 1 butir 22 mendefinisikan pelestarian sebagai upaya dinamis
untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara
melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Fielden dan Jokilehto
(1993) menyebut pelestarian adalah upaya untuk mempertahankan suatu benda
dari proses kerusakan dan kemusnahan, agar tetap terjaga kelestariannya baik
secara fisik (tangible) maupun nilai yang terkandung di dalamnya (intangible).
Dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan apresiasi masyarakat
terhadap warisan budaya, pemanfaatan Kompleks Candi Prambanan sebagai objek
wisata dalam satu segi merupakan peluang untuk menyampaikan berbagai
informasi, khususnya yang berkaitan dengan aspek ideologik. Sementara itu,

20

apresiasi antara lain diartikan sebagai kesadaran terhadap nilai-nilai budaya atau
penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu (Moeliono, 1999). Salah satu alat yang
dapat diterapkan untuk mewujudkan idealisme-idealisme di atas adalah dengan
manajemen pengunjung.
Manajemen pengunjung tidak dapat lepas dari keterkaitan harmonis antara
pengunjung, objek, dan pengelola (Davidson & Maitland, 1997). Dilihat dari
pentingnya konsep keterkaitan harmonis dalam pengelolaan aspek budaya
diperlukan beberapa kategorisasi terhadap upaya pemanfaatan dan konservasi
secara lebih seimbang. Yoeti (1996) mengemukakan dua cara yang dapat
digunakan untuk mengelola kunjungan wisatawan antara lain:
1. Cara Keras (Hard Measure), yaitu memaksa pengunjung untuk bertingkah
laku sesuai dengan keinginan pengelola objek wisata dengan cara sebagai
berikut:
a. Menutup sebagian atau seluruh area wisata untuk perbaikan dan
perawatan. Cara ini biasa diterapkan di objek wisata yang terdiri atas zonazona wisata. Zona adalah batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan
Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan (UU No. 11 Tahun
2010). Pengelola dapat menutup area yang dianggap sudah melebihi
kapasitas atau perlu perawatan.
b. Memperketat waktu kunjungan di objek wisata.
Cara ini diterapkan untuk objek wisata yang memiliki waktu kunjungan
untuk kegiatan pariwisata.
c. Memperkenalkan konsep parkir jemput (park and ride).

21

Konsep ini mengajak seluruh pengunjung agar memarkir kendaraan


pribadi di tempat yang tersedia. Prosesi pengenalan menggunakan bus atau
kendaraan pariwisata menuju objek wisata.
d. Memperketat perparkiran, lalu lintas kendaraan, dan pejalan kaki. Cara ini
dilakukan dengan menyediakan kendaraan keliling. Kendaraan ini berhenti
pada stasiun-stasiun tertentu dan pengunjung tinggal menunggu giliran
untuk naik dan turun sesuai dengan keinginannya.
e. Menciptakan konsep zonasi. Cara ini dilakukan dengan tujuan agar
kegiatan wisata tidak mengganggu daerah yang rentan sekaligus menjaga
kelestariannya.
f. Memberlakukan pembayaran tiket masuk ke area wisata. Cara ini
dilakukan untuk mengontrol pengunjung yang benar-benar datang untuk
berwisata, sekaligus hasil penjualannya dimanfaatkan untuk pemeliharaan
dan pengembangan objek wisata.
g. Menggunakan strategi diskriminasi harga. Strategi diskriminasi harga
dilakukan dengan cara membedakan harga berdasarkan demografi,
psikografi dan geografi. Contoh: harga tiket untuk rombongan lebih murah
dibandingkan dengan harga tiket untuk individu.
2. Cara Lunak (Soft Measure), yaitu memotivasi pengunjung untuk bertingkah
laku sesuai dengan keinginan pengelola objek wisata dan masyarakat. Caranya
adalah sebagai berikut:

22

a. Aktivitas promosi, terutama sebelum dan sesudah kunjungan dengan


menawarakan paket kunjungan lebih dari satu hari untuk pasar sasaran
tertentu dengan tujuan meningkatkan kesadaran pengunjung;
b. Penyebaran informasi sebelum dan saat kunjungan yang bertujuan untuk:
1). membantu pengunjung merancang perjalanan wisata dan mendorong
kunjungan ke daerah yang kurang populer sehingga penyebaran kunjungan
merata; 2) menyediakan jadwal dan pemandu wisata guna mengurangi
kepadatan pengunjung pada titik-titik daya tarik tertentu; dan

3)

memberikan saran untuk kunjungan pada musim sepi guna mendapatkan


pengalaman wisata yang optimal dan mengurangi kemacetan kendaraan
serta pengunjung.
Manajemen pariwisata warisan budaya khususnya manajemen pengunjung
menjadi tugas pengelola sebagai wujud tanggung jawab, dalam menjaga
kelestarian warisan budaya. Beberapa butir yang termasuk di dalam cara keras dan
cara lunak dalam pengelolaan pengunjung telah diterapkan oleh pengelola objek
wisata TWC Prambanan. Pembahasan yang lebih mendalam terkait dengan
penerapannya akan dilanjutkan pada bab berikutnya.
H. Kerangka Penelitian

23

Kegiatan Pariwisata
Kompleks Candi Prambanan

Manajemen Objek Wisata


Heritage

Pelestarian

Pemanfaatan

Manajemen Pengunjung

Analisis

Pendekatan
Dampak kegiatan Pariwisata
(disebabkan oleh Pengunjung)
Evaluasi Manajemen Pengunjung

Rekomendasi Model Manajemen Pengunjung

I. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus, dan dalam pelaksanaannya
menggunakan metode deskriptif evaluatif dengan pendekatan kualitatif. Deskripsi
adalah penelitian yang bertujuan untuk mengungkap suatu masalah, keadaan, atau
peristiwa sebagaimana adanya, sehingga bersifat mengungkapkan fakta-fakta.
Sesuai dengan sifatnya yang evaluatif, maka penelitian ini diarahkan untuk tujuan
menilai keberhasilan manfaat, kegunaan, sumbangan, dan kelayakan sebagai suatu
kegiatan dari suatu unit (lembaga) tertentu. Hasil penelitian evaluatif dapat
menambah pengetahuan tentang kegiatan dan dapat mendorong penelitian dan
pengembangan lebih lanjut, serta membantu para pimpinan untuk menentukan
kebijakan (Sukmadinata, 2005).

24

Penelitian evaluatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan


informasi tentang hal-hal yang terjadi sebagai suatu kondisi nyata mengenai
terlaksananya suatu kegiatan. Melakukan evaluasi berarti ingin mengetahui
implementasi program yang telah direncanakan sudah berjalan dengan benar dan
sesuai dengan harapan. Penelitian evaluatif meliputi dua kegiatan utama yaitu
pengukuran atau pengambilan data dan membandingkan hasil pengumpulan data
dengan standar yang digunakan. Tahapan dalam penelitian evaluasi digambarkan
dalam matriks berikut:
No.
1.
2.

3.

4.

5.
6.

Tahapan Kegiatan Evaluasi


Pertanyaan mendasar
Identifikasi permasalahan / Sasarannya apa / siapa?
kebutuhan
Menentukan tujuan
Apa saja yang dibutuhkan untuk
mengatasi kebutuhan yang belum
terpenuhi?
Menentukan
strategi - Strategi apa saja yang dapat
perbaikan
dilakukan?
- Bagaimana cara
mengimplementasikan strategi yang
telah disusun?
Pelaksanaan strategi
- Apakah strategi dilaksanakan dengan
baik?
- Apakah pihak-pihak yang
berkepentingan memperoleh
kepuasan?
Hasil
dari
pelaksanaan Apakah tujuan yang ditetapkan
strategi
tercapai?
Saran saran / rekomendasi
Program apa saja yang dapat
dilakukan?

Table 1. . Matriks Tahapan Penelitian Evaluasi

Standar yang digunakan untuk menilai dan mengevaluasi manajemen


pengunjung di TWC Prambanan adalah UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya, Keputusan Presiden Nomor I Tahun 1992 Tanggal 2 Januari 1992
tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobudur dan Taman Wisata Candi
Prambanan serta Pengendalian Lingkungan Kawasannya dan

piagam-piagam

25

internasional (charters), yang mengatur pengelolaan warisan budaya dunia,


mengingat Kompleks Candi Prambanan merupakan salah satu warisan budaya
dunia. Berdasar hasil perbandingan itu maka diperoleh kesimpulan bahwa suatu
kegiatan yang dilakukan itu layak atau tidak, relevan atau tidak, efisien dan efektif
atau tidak. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengumpulan Data Primer meliputi:
a. Observasi
Penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap pengunjung dan
penanganannya dalam kegiatan wisata di objek wisata TWC Prambanan dan
semua fasilitas penunjangnya. Selain itu, dilakukan juga dokumentasi sebagai
pendukung data lapangan.
b. Wawancara
-

Wawancara dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indepth


interview),

sedangkan

pengambilan

sampel

untuk

wawancara

dilakukan dengan cara purposive sampling (sampel purposif). Sampel


purposif tidak menggunakan populasi dan sample yang banyak.
Sample dipilih dengan jumlah yang tidak ditentukan, melainkan
didasarkan pada maksimalisasi-informasi yang akan diperoleh
(Mikkelsen, 2003). Wawancara dilakukan terhadap pengelola kegiatan
dari PT. TWCBPRB, sedangkan pengambilan sampel dilakukan
terhadap beberapa pengunjung yang akan dipilih berdasarkan
kesamaan tujuan, usia, dan jenjang pendidikan
c. Pembagian Kuesioner

26

Beberapa pengunjung akan diberi kuesioner untuk menjaring data. Secara garis
besar, data yang akan diperoleh dari hasil isian kuesioner antara lain:
-

Motivasi melakukan kunjungan;

Harapan yang ingin dicapai ketika melakukan kunjungan dan


setelahnya;

Apa saja yang ingin dinikmati dan diamati oleh pengunjung; dan

Kesan tentang segala sesuatu di Kompleks Candi Prambanan, puas


tidaknya pengunjung dalam kegiatan wisata di Kompleks Candi
Prambanan dan harapan ke depan.

Jenis-jenis pertanyaan yang akan digunakan dalam kuesioner dapat dicermati


dalam tabel berikut:
No

Jenis Pertanyaan

1.

Terkait pengalaman /
perilaku

2.

Terkait indra

3.

Terkait pendapat

4.

Terkait perasaan

5.

Terait pengetahuan

Informasi yang
Didapat

Contoh Pertanyaan

Kegiatan apa saja


yang anda lakukan
Hal-hal yang dilakukan
di objek wisata
oleh pengunjung
Kompleks Candi
Prambanan?
Bagian mana dari
Pengalaman yang
Kompleks Candi
didapatkan oleh
Prambanan yang
pengunjung melalui
paling menarik bagi
panca indra
anda?
Bagaimana kesan
Hal-hal yang dipikirkan
anda terhadap
dan dianggap penting
Kompleks Candi
oleh pengunjung
Prambanan?
Bagaimana perasaan
Apa saja yang
anda saat berwisata
dirasakan pengunjung
di Kompleks Candi
Prambanan?
Apa yang anda
Hal-hal yang diketahui
ketahui tentang
oleh pengunjung
Kompleks Candi

27

6.

Terkait demografi
pengunjung

Table 2. Jenis Pertanyaan dalam Kuesioner

Latar belakang
pengunjung

Prambanan
Usia, jenis kelamin,
asal, pekerjaan

2. Pengumpulan data sekunder meliputi:


a. Studi Dokumen
Studi ini meliputi pencatatan dan penggandaan dokumen yang dianggap perlu dan
mempunyai hubungan dengan topik penulisan. Data yang diperoleh dari arsip
Bagian Operasional Kantor Unit Prambanan.

c. Studi Pustaka
Studi pustaka ini digunakan untuk melengkapi data penelitian melalui referensi
buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian yang sudah ada. Studi
kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan
buku-buku referensi, media massa baik tulis maupun elektronik, jurnal, atau
karya tulis yang
relevan dengan permasalaha

28

Anda mungkin juga menyukai