Anda di halaman 1dari 9

Tony Saputra Moeis MD 1

Hiperbilirubin
1.

Pengertian

Beberapa pengertian bilirubin menurut beberapa ahli antara lain:


- Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin
dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus
(Dorothy R. Marlon, 1998).
- Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,
membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
- Hiperbilirubin
adalah
peningkatan
kadar
bilirubin
serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002).
- Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
patologis. (Markum, 1991).

2.

Klasifikasi

Hiperbilirubin dibagi menjadi 2 yaitu :


a.
Hiperbilirubin Neonatus Fisiologis (Hiperbilirubin karena
faktor fisiologis)
Merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir terjadi pada 24 hari setelah bayi lahir, dan akan sembuh pada hari ke 7. Penyebabnya
organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
Adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor fisiologis yang merupakan
gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir.Ikterus ini terjadi atau
timbul pada hari ke - 2 atau ke - 3 dan tampak jelas pada hari ke - 5
sampai dengan ke - 6 dan akan menghilang pada hari ke - 7 atau ke - 10.
Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg / dl
dan pada BBLR tidak lebih dari 10 mg / dl, dan akan menghilang pada hari
ke - 14. Bayi tampak biasa, minum baik dan berat badan naik biasa.
Penyebab ikterus neonatorum fisiologis diantaranya adalah organ hati
yang belum matang dalam memproses bilirubin, kurang protein Y dan
Z dan enzim glukoronyl tranferase yang belum cukup jumlahnya.
Meskipun merupakan gejala fisiologis, orang tua bayi harus tetap waspada
karena keadaan fisiologis ini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi
patologis terutama pada keadaan ikterus yang disebabkan oleh karena
penyakit atau infeksi.
b.
Hiperbilirubin Neonatus Patologis
Hiperbilirubin yang dikarenakan faktor penyakit atau infeksi, misalnya
akibat Virus hepatitis, toksoplasma, sifilis, malaria, atau ketidakcocokan
golongan darah, hiperbilirubin yang disebabkan patologis biasanya
disertai demam atau berat badan bertambah.
Adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor penyakit atau infeksi.
a.
Ikterus neonatorum patologis ini ditandai dengan :

Tony Saputra Moeis MD 2

1) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total


lebih dari 12 mg / dl.
2) Peningkatan kadar bilirubin 5 mg / dl atau lebih dalam 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan (
BBLR ) dan 12,5 mg % pada bayi cukup bulan.
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis.
5) Bilirubin direk lebih dari 1 mg / dl, atau kenaikan bilirubin serum 1 mg /
dl / jam atau lebih 5 mg / dl / hari.
6) Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari ( cukup bulan ) dan
lebih dari 14 hari pada BBLR.
b.
Dibawah ini adalah beberapa keadaan yang menimbulkan
ikterus patologis :
1) Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah
ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.
2) Kelainan dalam sel darah merah seperti pada defisiensi G 6 - PD,
thalasemia dan lain-lain.
3) Hemolisis : hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
4) Infeksi : septikemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena
toxoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan lain-lain.
5) Kelainan metabolik : hipoglikemia, galaktosemia.
6) Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin
seperti : solfonamida, salisilat, sodium benzoat, gentamisin dsb.
7) Pirau enterohepatik yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi,
penyakit Hirschprung, mekoneum ileus dan lain-lain

3. Epidemiologi
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus
terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus
ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi
patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian.
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65
% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada
tahun 1998 menemukan sekitar 75 % bayi baru lahir mengalami ikterus
pada minggu pertama.
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah
sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah
Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun
2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58 %
untuk kadar bilirubin di atas 5 mg / dL dan 29,3 % dengan kadar bilirubin
di atas 12 mg / dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito
melaporkan sebanyak 85 % bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar
bilirubin di atas 5 mg / dL dan 23,8 % memiliki kadar bilirubin di atas 13
mg / dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan
pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan
hiperbilirubinemia terjadi pada 82 % dan 18,6 % bayi cukup bulan.
Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan

Tony Saputra Moeis MD 3

hiperbilirubinemia ditemukan pada 95 % dan 56 % bayi. Tahun 2003


terdapat sebanyak 128 kematian neonatal ( 8,5 % ) dari 1509 neonatus
yang dirawat dengan 24 % kematian terkait hiperbilirubinemia.
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di
mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7 %, 78 % di
antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis.
Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1 %. Didapatkan
juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi
kurang bulan 22,8%.
Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30 %
pada tahun 2000 dan 13 % pada tahun 2002. Perbedaan angka yang
cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda.
Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin
serum total > 5 mg / dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode
spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai
ikterus berdasarkan metode visual.

4.

Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum
dapat dibagi:
a) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah
lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom
Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar
yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
d) Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar
hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.

5.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tanda dan Gejala

Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar


Letargik (lemas)
Kejang
Reflek hisap lemah
Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap.
Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

Tony Saputra Moeis MD 4

g.
Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
h.
Perut membuncit
i.
Pembesaran pada hati
j.
Feses berwarna gelap
k.
Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
l.
Tampak ikterus; sklera, kuku, kulit dan membran mukosa. Joundice
pada 24 jam pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu
lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik/infeksi. Jaundice yang tampak pada
hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari
ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
Tabel Rumus Kramer
Daerah luas ikterus kadar bilirubin
1 Kepala dan leher 5 mg %
2 Daerah 1+ badan bagian atas 9 mg %
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai 11 mg %
4 Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki dibawah lutut 12 mg %
5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16 mg %

5.

Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan


kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
beban bilirubin. Hal ini dapat ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin. Pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal
ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit.
Memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sel
lain, atau terdapat nya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Pada bayi dengan hipoksia/anoksia juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh, karena apabila terjadi kadar protein-y berkurang
atau pada keadaan proteinnya dan protein z terikat oleh anion. Pada
derajat tertentu, bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar air. Dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
ini disebut kern ikterus / ensefalopati biliaris.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari
20mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar otak ternyata tidak
hanya bergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula
pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan lebih mudah melalui
sawar dari otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, BBLR,
Hipoksia, Hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi
karena trauma/infeksi.

6.
a.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan bilirubin serum

Tony Saputra Moeis MD 5

Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl


antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak
fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak
fisiologis.
b.
Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma
c.
Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
d.
Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.
e.
Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
f.
Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan sesuai dengan
waktu timbulnya ikterus, yaitu :
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sbb:
Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang
Bakteri)
Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Kadar Bilirubin Serum berkala.
Darah tepi lengkap (blood smear perifer ) untuk menunjukkan sel darah
merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada penyakit Rh atau
sferosis pada inkompatibilitas ABO.
Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompeten ABO.
Test Coombs pada tali pusat bayi baru lahir
Hasil positif test Coomb indirek membuktikan antibody Rh + anti A dan
anti B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan
adanya sensitisasi ( Rh+, anti A, anti B dari neonatus )
Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar
bila perlu.

Tony Saputra Moeis MD 6

b. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.


Biasanya Ikterus fisiologis.
Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau
golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
Polisetimia.
Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis,
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan
yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
Pemeriksaan lain bila perlu.
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir
minggu pertama.
Sepsis.
Dehidrasi dan Asidosis.
Defisiensi Enzim G6PD.
Pengaruh obat-obat.
Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan
selanjutnya:
Karena ikterus obstruktif.
Hipotiroidisme
Breast milk Jaundice.
Infeksi.
Hepatitis Neonatal.
Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan Bilirubin berkala.
Pemeriksaan darah tepi.
Skrining Enzim G6PD.
Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

7.

Penatalaksanaan

a.
Tindakan umum
1)
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil:
Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir
yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2)
Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3)
Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
b.
Tindakan khusus
1)
Fototerapi: Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin
patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui
tinja dan urine dengan oksidasi foto.

Tony Saputra Moeis MD 7

2)
Pemberian fenobarbital: Mempercepat konjugasi dan mempermudah
ekskresi. Namun pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan
gangguan metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
3)
Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi,
misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya
bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah
dikeluarkan dengan transfuse tukar.
4)
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi: untuk
mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan
dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk
menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin
jinak hingga moderat.
5)
Terapi transfuse: digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang
tinggi.
Terapi obat-obatan, misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk
meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect
menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya
bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
6)
Menyusui bayi dengan ASI
7)
Terapi sinar matahari
c.
Tindak lanjut: Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita
hiperbilirubin
dengan
evaluasi
berkala
terhadap
pertumbuhan,
perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi
terhadap gejala sisa.
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:
a) Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini
kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya
rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik.
Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
b) Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme
bilirubin(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau
(menambahkan albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin).
Penambahan
albumin
bisa
dilakukan
tanpa
hipoalbuminemia.
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin
jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma
meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam
ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi
1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral
dini
d) Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang
tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam
air.
e)Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar(Mansjoer
et al, 2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20mg%
2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
3) Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung

Tony Saputra Moeis MD 8

4) Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs
direct positif(Hassan et al, 2005).
f) Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan
kompetitor inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian
dan belum digunakan secara rutin.
g) Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara
intravena(500-1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan
untuk mengurangi level bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik
isoimun.
Mekanismenya
belum
diketahui
tetapi
secara
teori
immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel retikuloendotel
dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang dilapisi
oleh antibody(Cloherty et al, 2008).
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan
sebagai berikut :
1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas
mungkin dengan membuka pakaian bayi.
2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel
reproduksi bayi.
3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak
yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh
bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.

8.

Komplikasi

a.
Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi
kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan
otak (keadaannya disebut kern ikterus). Kern ikterus adalah suatu
keadaan dimana terjadi penimbunan bilirubin di dalam otak, sehingga
terjadi kerusakan otak.
b.
Efek jangka panjang dari kern ikterus adalah keterbelakangan
mental, kelumpuhan serebral (pengontrolan otot yang abnormal, cerebral
palsy), tuli dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.

9.Pencegahan
Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat
inkompatibilitas
ABO
sebelumnya.
AAP
dalam
rekomendasinya
mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai
berikut:
1.
Primer
AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan
hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi
ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8 - 12 kali sehari selama
beberapa hari pertama.

Tony Saputra Moeis MD 9

Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan


dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum.
Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan
keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang
kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.
AAP juga melarang pemberian cairan tambahan ( air, susu botol maupun
dekstrosa ) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan
tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun
menurunkan kadar bilirubin serum.
2.
Sekunder
Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang
memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.
a.
Pemeriksaan Golongan Darah
Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO
dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum
pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya,
sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan
Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu
dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat
dilakukan tes Coombs.
b.
Penilaian Klinis
Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara
berkala untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya
memiliki prosedur standar tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai
sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tandatanda vital lain.
Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi
sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus
dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan
sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada
bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada
awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan
ekstrimitas.
Prognosis
Hiperbilirubemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek
telah melalui sawar otak.

Anda mungkin juga menyukai