Anda di halaman 1dari 16

Upaya mempertahankan kemerdekaan

A. Secara konfrontasi
1. p. surabaya
2. p. ambarawa
3. p. medan area
4. bandung lautan api
5. puputan magarana
6. peristiwa hotel yamato
B. Diplomasi
1. perjanjian renvite
2. perjanjian linggarjati
3.

roem royen

4. komferensi meja bundar

BAB II
PEMBAHASAN
PERJUANGAN BERSENJATA DAN DIPLOMASI MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN INDONESIA
Proklamasi kemerdekaan menuntus tugas berat untuk mempertahankan kemerdekaan.
Tugas itu semakin mendesak dengan kedatangan pasukan sekutu yang diboncengi NICA.
Upaya mempertahankan kemerdekaan dilakukan dengan cara militer dan perundingan. Cara
militer dikenal sebagai perjuangan bersenjata, sedangkan cara perundingan dikenal sebagai
perjuangan diplomasi.
A. Perjuangan Bersenjata
Melalui perjuangan bersenjata, bangsa Indonesia menunjukkan kesungguhannnya untuk
mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya .
Setekah Perang Pasifik berakhir, semua wilayah kekuasaan Jepang berada di bawah
pengawasan pasukan Sekutu. Pasukan sekutu yang bertugas menangani Indonesia bernama
Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). Pasukan yang berintikan tentara Inggris itu
dipimpin oleh Letjen Sir Philip Cristison.
Tugas AFNEI
Mengurus penyerahan, pelucutan, dan pemulangan tentara Jepang.
Membebaskan tawanan perang (dinamakan Relief Of Allied Prisoners and War Internees atau
RAPWI).

Memulihkan keamanan dan ketertiban.


Mencari dan mengadili para penjahat perang.
Sesuai hasil perundingan antara Inggris dan Belanda, setelah tugas AFNEI selesai,
status Indonesia kembali berada di bawah kekuasaan pemerintah Belanda yang disebut NICA
*. Kesepakatan itu sudah barang tentu berbenturan dengan kepentingan bangsa Indonesia
yang telah memproklamasikan kemerdekaannya. Akibatnya, pertempuran antara tentara
Indonesia dan pasukan Sekutu ataupun Belanda tidak dihindarkan.
Konflik Indonesia dan Belanda menyebabkan banyaknya bentrokan dan insiden
pertumpahan darah diberbagai daerah-daerah, seperti pertempuran di Surabaya, Bandung,
Medan, Manado, Biak, dan sebagainya.
Pertempuran di Surabaya
Kekuatan asing yang harus dihadapi Republik Indonesia setelah kemerdekaan
Indonesia adalah Sekutu yang ditugaskan untuk menduduki wilayah Indonesia dan melucuti
tentara Jepang. Yang melaksanakan tugas ini adalah Komando untuk Asia Tenggara, dipimpin
oleh laksamana Lord Louis Mountbatten. Kemudian, Mountbatten membentuk suatu
komando yang diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) di bawah
pimpinan Letnan Jendral Sir Philip Christison.
Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan AFNEI dari brigade 49 mendarat di Tanjung
Perak, Surabaya yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S. Mallaby. Kedatangan pasukan AFNEI di
Surabaya menumbuhkan kecurigaan bagi pemerintah RI bahwa kedatangan AFNEI
diboncengi oleh NICA. Kecurigaan itu bisa diatasi setelah adanya kesepakatan antara
Mallaby dan wakil pemerintah RI bahwa AFNEI menjamin tidak ada pasukan Belanda
(NICA) yang membonceng mereka dan tugas AFNEI di Indonesia hanya melucuti tentara
Jepang.
Namun kesepakatan tersebut diingkari oleh pihak AFNEI. Terbukti pihak AFNEI
melakukan provokasi yang mengundang kemarahan rakyat Surabaya.
Provokasi yang dilakukan AFNEI adalah sebagai berikut.
1.

Pasukan AFNEI menyerbu penjara Kalisosok untuk membebaskan kolonel angkatan laut
Belanda yang ditawan pemerintah RI. Penyerbuan ini dilakukan pada tanggal 26 Oktober
1945.

2. Pada tanggal 27 Oktober 1945 AFNEI menduduki tempat-tempat penting, seperti pangkalan
udara Tanjung Priok, kantor pos besar, dan tempat-tempat penting lainnya.

3.

Pada tanggal 27 Oktober 1945 pesawat terbang AFNEI menyebarkan pamflet yang isinya
memerintahkan kepada rakyat Surabaya dan Jawa Timur untuk menyerahkan senjata yang
dirampas dari Jepang.
Provokasi yang dilakukan AFNEI membuat kepercayaan pemerintah RI di Surabaya
menjadi pudar. Kemudian, pemerintah mulai memerintahkan pemuda dan TKR untuk
bersiaga. Pada tanggal 27 Oktober 1945 mulailah pertempuran antara pasukan Indonesia
melawan AFNEI. Pertempuran ini membuat pasukan AFNEI terancam hancur.
Di tengah situasi yang mencekam, Jenderal D.C. Hawthorn menghubungi Soekarno untuk
berunding guna membantu meredakan serangan pasukan Indonesia. Soekarno-Hatta dan Amir
Syarifuddin tiba di Surabaya tanggal 29 Oktober 1945. Perundingan antara pemerintah RI
dan AFNEI mencapai kesepakatan untuk membentuk panitia penghubung (contact commitee)
yang bertugas menjernihkan kesalahpahaman dan menyerukan gencatan senjata.
Insiden yang terjadi di Gedung Internasional yang mengakibatkan tewasnya Brigjen
Mallaby, menyulut kemarahan pasukan AFNEI. Mereka menambah pasukan di bawah
pimpinan Mayjen R.C. Mansergh.
Pada tanggal 9 November 1945 AFNEI mengeluarkan ultimatum sebagai berikut.

1. AFNEI menuntut balas atas kematian Brigjen Mallaby.


2. AFNEI menginstruksikan kepada pemerintah, pemuda, keamanan, dan masyarakat untuk
melapor, menyerahkan senjata, meletakkan tangan diatas kepala, dan menandatangani
penyerahan tanpa syarat.
Batas ultimatum itu ditentukan sampai tanggal 1 November 1945 pukul 06.00 WIB.
Apabila tidak dijalankan, maka Surabaya akan digempur melalui darat, laut, dan udara.
Ultimatum itu sempat melecehkan martabat rakyat Indonesia. Dalam suasana yang makin
tegang, Menlu Achmad Soebardjo menyerahkan keputusan kepada rakyat Surabaya. Memalui
siaran radio, Gubernur Jawa Timur, Surya, mengumumkan penolakan secara tegas atas
ultimatum AFNEI.
Pada tanggal 10 November 1945, pasukan AFNEI menggempur kota Surabaya melalui
darat, laut, dan udara. Rakyat Surabaya dengan gigih mempertahankan kota Surabaya,
walaupun telah menelan banyak korban. Kota Surabaya dapat dipertahankan hampir 3
minggu. Pertempuran yang terakhir terjadi pada tanggal 28 November 1945 di Gunung Sari.

Bandung Lautan Api

Pada bulan Oktober 1945, Tentara Republik Indonesia (TRI) dan pemuda serta rakyat
sedang berjuang melawan tentara Jepang untuk merebut senjata dari tangan Jepang. Pada saat
itu, pasukan AFNEI sudah memasuki kota Bandung. Pasukan AFNEI menuntut pasukan
Indonesia untuk menyerahkan senjata. Disamping itu, TRI harus mengosongkan kotra
Bandung bagian utara paling lambat tanggal 29 Oktober 1945.
Tuntutan dari AFNEI tersebut tidak diindahkan oleh TRI maupun rakyat Bandung.
Dipimpin oleh Arudji Kartawinata, TRI dan pemuda Bandung melakukan serangan terhadap
kedudukan AFNEI. Pertempuran itu berlanjut hingga memasuki tahun 1946. Pada tanggal 23
maret 1946, AFNEI kembali mengeluarkan ultimatum supaya TRI meninggalkan kota
Bandung. Ultimatum itu diperkuat dengan adanya perintah dari pemerintah pusat Jakarta
supaya TRI meninggalkan Bandung.
Pemerintah dari pusat tersebut memang bertentangan dengan instruksi dari markas TRI
di Yogyakarta. Sebelum meninggalkan Bandung, TRI mengadakan perlawanan dengan cara
membumihanguskan kota Bandung bagian selatan. Tindakan itu membawa akibat fatal bagi
pasukan AFNEI, karena mengalami kesulitan akomodasi dan logistik di kota Bandung.
Tindakan membumihanguskan kota dikenal dengan Bandung Lautan Api
.
Pertempuran Medan Area
Karena sulitnya komunikasi, proklamasi kemerdekaan baru diumumkan secara resmi di
Medan pada tanggal 27 Agustus 1945 oleh Mr. Teuku Muhammad Hasan selaku Gubernur
Sumatra. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan AFNEI dibawah pimpinan Brigjen T.E.D.
Kelly mendarat di Belawan. Kedatangan pasukan AFNEI ini diboncengi oleh pasukan NICA
yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan.
Kedatangan pasukan AFNEI disambut baik oleh pemerintah RI karena pemerintah RI
menghormati tugas AFNEI di Indonesia. Namun dibalik itu, sehari setelah AFNEI mendarat
di Belawan, pasukan AFNEI mendatangi kamp-kamp tawanan untuk membebaskan tawanan
perang yang kebanyakan orang Belanda. Tawanan yang dibebaskan itu, kemudian
dipersenjatai dan dibentuk menjadi Batalyon KNIL di Medan.
Hal tersebut memancing kemarahan para pemuda sehingga meletuslah pertempuran di
Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Pertempuran tidak hanya terjadi di Medan, melainkan
menyebar ke kota-kota lain, seperti Pematangsiantar dan Brastagi. Dalam menghadapi
kedatangan Sekutu dan NICA, para pemuda membentuk kekuatan militer, yaitu TKR
Sumatra Timur yang dikomandani oleh Achmad Tahir. Juga, para pemuda membentuk Laskar
Perjuangan Pemuda Republik Indonesia Sumatra Timur.

Pada tanggal 18 Oktober 1945 AFNEI mengeluarkan ultimatum yang memerintahkan


TKR dan Laskar Perjuangan supaya menyerahkan senjata. Tanggal 1 Desember 1945 AFNEI
membatasi daerah Medan dengan memasang papan pembatas yang bertuliskan Fixed
Boundaries Medan Area (Batas Resmi Medan Area) di sudut-sudut pinggiran kota Medan.
Selain itu, pasukan AFNEI dan NICA mengadakan aksi pembersihan unsur-unsur RI
diseluruh kota.
Aksi ini menimbulkan reaksi tembak menembak dan pertempuran tidak bisa dihindari
lagi. Dalam bulan April 1946, kota Medan dikuasai oleh pasukan AFNEI. Gubernur, TKR,
dan Wali Kota Medan memindahkan pusat pemerintahan ke Pematangsiantar.
Karena tidak adanya komando yang jelas, mengakibatkan serangan para pejuang
Indonesia terhadap AFNEI tidak berarti dan tidak membuahkan hasil yang baik. Untuk
mengefektifkan serangan terhadap pasukan AFNEI, para komandan yang berjuang di Medan
mengadakan pertemuan di Tebing Tinggi dan membentuk satuan komando yang bernama
Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Pertemuan ini berlangsung pada tanggal 19
Agustus 1946. Dengan terbentuknya Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area,
serangan terhadap pasukan AFNEI menjadi lebih efektif.
Peristiwa Merah Putih di Menado
Karena sulitnya komunikasi, proklamasi kemerdekaan di Menado mengalami
keterlambatan seperti di daerah-daerah lain di luar pulau Jawa. Sejak pasukan AFNEI
mendarat di Menado yang diboncengi oleh pasukan NICA, upaya penegakan kedaulatan
Indonesia makin sulit. Kedatangan pasukan AFNEI adalah untuk membebaskan anggota
KNIL bekas tawanan Jepang yang kemudian dipersenjatai dan dikenal dengan nama Tangsi
Putih.
Sejak akhir tahun 1945 pasukan AFNEI meninggalkan sulawesi utara dan kekuasaan
diserahkan sepenuhnya kepada NICA. Sejak saat itu, pasukan NICA bertindak semena-mena
dan melakukan penangkapan pada sejumlah tokoh RI. Tindakan yang dilakukan NICA ini
mengundang reaksi dari para pendukung RI, terutama para pemuda dan mantan anggota
KNIL yang berasal dari Indonesia. Mantan anggota KNIL ini dikenal sebagai Tangsi Hitam
yang kemudian membentuk Pasukan Pemuda Indonesia (PPI).
Pada pertengahan Januari 1946 PPI mengadakan rapat rahasia untuk menggalang aksi
perlawanan. Namun kegiatan tersebut diketahui oleh NICA yang berakibat beberapa
pimpinan PPI ditangkap. Senjata dari pasukan Tangsi Hitam dapat dilucuti oleh NICA, tetapi
kejadian tersebut tidak mengerutkan semangat para pejuang di armada.

Pada tanggal 14 Februari 1946 tanpa dilengkapi senjata, PPI menyerbu kedudukan
NICA di Teling. Mereka membebaskan para tokoh pejuang Indonesia yang ditawan dan
mampu menawan komandan NICA beserta anak buahnya. Pada hari itu juga, sebagian
pejuang Indonesia mengambil bendera Belanda yang berada di pos penjagaan da merobek
warna birunya sehingga yang masih ada hanya warna merah dan putih. Bendera itu
dikibarkan di Tangsi Teling. Peristiwa ini menandai peristiwa merah putih di Menado.
Serangan PPI masih dilanjutkan dan berhasil menguasai markas NICA di Tomohon dan
Tondano. Setelah kedudukan NICA dapat diambil alih oleh para pejuang Indonesia, pada
tanggal 16 Februari 1946 dibentuklah pemerintahan sipil, dan sebagai residennya adalah
B.W. Lapian. PPI juga membentuk TKR yang dipimpin oleh C.H. Taulu, Wuisan, dan J.
Kaseger. Akhirnya, kompi KNIL Tangsi Hitam dijadikan Tentara Republik Indonesia.
Peristiwa Merah Putih di Biak
Seperti di daerah lain, upaya untuk menegakkan kedaulatan Indonesia di Biak (Papua)
mengalami hambatan dari pasukan NICA. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia di Irian
(Papua Barat) disambut gembira. Dukungan terhadap proklamasi kemerdekaan bergema di
kota-kota, seperti Jayapura, Sorong, dan Serui. Para tokoh-tokoh pejuang Irian membentuk
Komite Nasilnal Daerah yang dipimpin oleh Martin Indey. Di Biak terbentuk pula Partai
Indonesia Merdeka yang dipimpin oleh Lucas Roemkorem. Kegiatan mereka menyusun
kekuatan untuk melawan Belanda.
Sejak berkobarnya semangat nasionalisme, para pemuda Irian menggunakan lencana
merah putih. Mereka dengan berani mengibarkan sang merah putih dan menyelenggarakan
rapat-rapat umum. Pada tanggal 14 Maret 1948 para pejuang Irian menyerang tangsi militer
Belanda di Sorido dan Biak yang dipimpin oleh Yoseph. Karena persenjataan NICA lebih
unggul, maka serangan mengalami kegagalan. Tiga orang pimpinan ditangkap dan diadili di
Belanda. Dua orang dihukum mati dan seorang dijatuhi hukuman seumur hidup.
Perang Gerilya
Pada saat Agresi Militer I yang dilakukan oleh Belanda dengan persenjataan yang
modern, TNI mengalami pukulan yang berat. Untuk itu, TNI harus merubah strategi
pertahanan yang baru. Sistem pertahanan linier yang digunakan selama ini sudah tidak
mampu untuk menahan serangan Belanda. Untuk menghadapi Belanda yang memiliki senjata
yang modern, TNI menerapkan sistem Wehrkreise (perang gerilya).
Ciri-ciri perang gerilya sebagai berikut .

1. Suatu wilayah terbagi menjadi lingkaran pertahanan yang dapat berdiri sendiri. Wilayah
tersebut terletak di kawasan luar kota dan pegunungan.
2.

Tiap wilayah memiliki pemerintahan sekaligus pertahanan gerilya yang melibatkan semua
kekuatan. Tujuannya adalah menghambat gerak pasukan Belanda. Apabila musuh mendesak
untuk menyerang, dilakukan pengungsian dengan membumihanguskan tempat tersebut.

3. Selain menggalang pertahanan, tiap Wehrkreise (wilayah) harus mampu menyusup ke


belakang garis pertahanan musuh dan membentuk kantong pertahanan di dalam daerah
musuh
.
Serangan Oemoem 1 Maret 1949
Selama agresi militer II, Belanda melancarkan propganda bahwa TNI sudah hancur.
Belanda menuduh pasukan TNI yang bergerilya sebagai gerombolan bersenjata yang
mengacau keamanan. Propaganda itu dapat dibuyarkan oleh serangan secara terorganisasi ke
Ibu kota Yogyakarta. Serangan secara itu berhasil membuktikan bahwa TNI masih ada.
Serangan itulah yang dikenal sebagai Serangan Omemoem 1 Maret 1949.
Sewaktu sirene tanda berakhirnya jam malam berbunyi pada pukul 06.00 serangan
umum ke Yogyakarta karta dimulai. Serangan umum itu dilakukan oleh pasukan TNI dari
Brigade 10 / Wehkreise III, di bawah pimpinan Letkol Soeharto. Keberhasilan serangan
umum itu amat ditentukan oleh peran Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang
memungkinkan kesatuan TNI menyusup ke dalam koya Yogyakarta. Dalam waktu relatif
singkat, pasukan TNI berhasil memukul mundur pasukan Belanda keluar Yogyakarta. Sampai
pukul 12.00 WIB, TNI mampu menduduki da mengendalikan seluruh kota Yogyakarta.
Kemudian, sesuai dengan rencana, pasukan TNI segera mundur keluar yogyakarta, sebelum
pasukan bantuan Belanda tiba.
Dampak serangan Oemoem 1 Maret 1949
Meningkatkan semangat para pejuang RI.
Mengundang simpati para pemimpin negara federal (diwilayah Indonesia) bentukan Belanda.
Menjadi dasar bagi para diplomat RI dan negara pendukung RI, seperti di India, untuk
membawa persoalan Indonesia ke forum PBB.
Mengubah sikap Amerika Serikat untuk berbalik menekan Belanda.
B. Perjuangan Diplomasi
Melalui perjuangan diplomasi, bangsa Indonesia berupaya menunjukkan kepada dunia
Internasional bahwa kemerdekaan dan kedaulatannya pantas untuk dibela dan
dipertahankan.
Kemenangan yang diraih dalam perjuangan bersenjata menjadi tanpa arti apabila dunia
Internasional tidak mendukung kemerdekaan Indonesia sekaligus menekan kedudukan

Belanda. Untuk mencapai kedua hal itu, Indonesia melakukan perjuangan Diplomasi anatara
lain sebagai berikut :
Menyakinkan dunia Internasional bahwa masalah kembalinya Belanda ke Indonesia
adalah masalah Internasional, bukan masalah intern Belanda saja.
Menarik dukungan banyak negara terhadap Indonesia, baik dalam sidang-sidang PBB
maupun pertemuan Internasional lainnya.
Berupaya memperoleh dukungan Internasional terhadap kedaulatan Indonesia sekaligus
mengundang desakan terhadap Belanda untuk meninggalkan Indonesia.
Dengan demikian, perjuangan diplomasi merupakan ujung tombak perjuangan
mempertahankan kemerdekaan di dunia Internasional. Perjuangan rakyat Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaannya, menyadarkan tentara Sekutu bahwa bangsa Indonesia
tidak dapat dikalahkan hanya dengan kekuatan senjata. Sekutu menempuh cara lain, yaitu
mempertemukan Indonesia dan Belanda di meja perundingan. Perundingan dilaksanakan
tanggal 10 November 1946 di Desa Linggarjati sebelah selatan Cirebon, Jawa Barat.
Perundingan tersebut dinamakan Perundingan Linggarjati. Hasil perundingan dinamakan

Persetujuan Linggarjati.
Perundingan ini menghasilkan pengakuan Belanda atas kedaulatan Republik Indonesia.
Kedaulatan tersebut meliputi wilayah Jawa, Madura, dan Sumatra. Belanda ternyata
melanggar isi Persetujuan Linggarjati. Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan
militer ke daerah-daerah yang termasuk wilayah RI. Serangan tersebut terkenal dengan nama
Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda I bertujuan menguasai daerah-daerah
perkebunan dan pertambangan. Daerah-daerah tersebut antara lain Sumatra Timur, Sumatra
selatan, Priangan, Malang dan Besuki.
Menghadapi serangan Belanda itu, rakyat berjuang mempertahankan tanah airnya.
Rakyat melakukan taktik perang gerilya. Perang gerilya yaitu taktik perang menyerang
musuh yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
berusaha menengahi pertikaian Indonesia dengan Belanda. PBB membentuk komisi
perdamaian. Komisi itu beranggotakan tiga negara, yaitu Australia, Belgia, dan Amerika
serikat. Komisi itu disebut Komisi Tiga Negara (KTN). Berkat usaha Komisi Tiga Negara,
Indonesia dan Belanda kembali ke meja perundingan. Setelah mengalami tekanan berat
-terutama

Inggris-

dari

luar

negeri,

dicapailah

November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut :

suatu

persetujuan

tanggal 15

Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belandaharus meninggalkan wilayah de facto paling
lambat 1 Januari 1949,

Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia
Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik
Indonesia

Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan
Ratu Belanda sebagai ketuanya.

Perjanjian Renville
Perundingan dilaksanakan mulai tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang
Amerika Serikat. Kapal tersebut bernama USS Renville. Hasil perundingan tersebut
dinamakan Perjanjian Renville. Perjanjian Renville sangat merugikan pihak Indonesia. Salah
satu isi Perjanjian Renville adalah Republik Indonesia harus mengakui wilayah yang telah
direbut Belanda dalam Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda adalah serangan yang
dilancarkan oleh pasukan Belanda kepada Indonesia untuk menghancurkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948. Tanggal 19
Desember 1948 Belanda melancarkan Agresi Militer II. Agresi Militer Belanda II bertujuan
menghapuskan pemerintahan RI dengan menduduki kota-kota penting di Pulau Jawa. Dalam
Agresi Militer II, pasukan Belanda menyerang Ibu Kota Republik Indonesia, Yogyakarta dan
menahan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan beberapa pejabat tinggi
negara. Rakyat Indonesia pantang menyerah. Dengan semboyan sekali merdeka tetap
merdeka, rakyat berjuang sampai titik darah penghabisan. Rakyat tetap melakukan perang
gerilya. Aksi militer Belanda tersebut menimbulkan protes keras dari kalangan anggota PBB.
Oleh karena itu, Dewan keamanan PBB mengadakan sidang pada tanggal 24 Januari 1949,
dan memerintahkan Belanda agar menghentikan agresinya. Belanda di bawah Dewan
Keamanan PBB meninggalkan Yogyakarta serta membebaskan presiden, wakil presiden dan
pejabat tinggi negara yang ditawan.
Dalam perundingan ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir
Syarifudin dan delegasi belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Hasil
perundingan tersebut adalah:

a. wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van Mook),


b. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai Republik Indonesia Serikat
terbentuk,

c. kedudukan RIS dan Belanda sejajar dalam Uni Indonesia-Belanda,


d. RI merupakan bagian dari RIS, dan
e. pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI.
Konferensi Asia di New Delhi
Konferensi Asia di New Delhi di selenggarakan pada tanggal 20 - 25 Januari 1949.
Dalam konferensi tersebut hadir 19 negara termasuk utusan dari Mesir, Italia, dan New
Zealand. Wakil-wakil dari Indonesia antara lain Mr. Utoyo Ramelan, Sumitro
Djoyohadikusumo, H. Rosyidi, dan lain-lain. Hasil konferensi meliputi:
a. pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta,
b. pembentukan pemerintahan ad interim sebelum tanggal 15 Maret 1949,
c. penarikan tentara Belanda dari seluruh wilayah Indonesia, dan
d. penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat paling lambat tanggal 1 Januari
1950.
Menanggapi

rekomendasi

Konferensi

New

Delhi,

Dewan

Keamanan

PBB

mengeluarkan sebuah resolusi tanggal 28 Januari 1949 yang isinya:


a. penghentian operasi militer dan gerilya
b. pembebasan tahanan politik Indonesia oleh Belanda,
c. pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, dan
d. akan diadakan perundingan secepatnya.
Dampak Konferensi Asia di New Delhi sangat jelas. Indonesia semakin mendapat
dukungan internasional dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman
Belanda.

C. Menghargai Jasa Para Tokoh dalam Mempertahankan Kemerdekaan


Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda
Untuk menengahi pertikaian antara Indonesia dan Belanda, PBB membentuk komisi
baru yang diberi nama UNCI (United Nation Commision for Indonesia). Berkat peranan
UNCI Indonesia dan Belanda mengadakan perundingan. Delegasi Indonesia diketuai Mr.
Moh Roem. Delegasi Belanda diketuai Dr. Van Royen. Perundingan tersebut dinamakan
Perundingan Roem-Royen. Salah satu keputusan perundingan Roem-Royen adalah akan
diselenggarakannya Koferensi Meja Bundar (KMB).
Untuk menghadapi KMB diadakan Konferensi Inter Indonesia. Konferensi tersebut
dimaksudkan untuk mempertemukan pandangan wakil Republik Indonesia dengan wakil

BFO. BFO merupakan organisasi yang terdiri atas pemimpin negara-negara bagian atau
negara-negara kecil yang ada di Indonesia. Negara-negara bagian tersebut timbul karena
adanya politik devide et impera. Politik devide et impera adalah politik memecah belah.
Bagian-bagian wilayah Indonesia yang diduduki Belanda dipecah-pecah sehingga timbul
negara-negara kecil (negara boneka). Sesudah berhasil menyelesaikan masalah dalam negeri
melalui Konferensi Inter Indonesia, bangsa Indonesia siap menghadapi KMB. Pada tanggal
23 Agustus 1949 dibuka di Den Haag, Belanda. Delegasi RI dipimpin Drs. Moh. Hatta.
Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak. Delegasi Belanda dipimpin Mr. J.H.
Van Marseveen. Sedangkan PBB diwakili Chritclev. Pada tanggal 2 November 1949
dilakukan upacara penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan. Upacara tersebut
dilakukan pada waktu yang bersamaan di Indonesia dan di Belanda. Dengan peristiwa
tersebut secara resmi Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia di seluruh wilayah
bekas jajahannya. Di Den Haag naskah penyerahan ditandatangani Drs. Moh. Hatta mewakili
Indonesia dan Ratu Juliana mewakili Belanda.
Peranan Beberapa Tokoh dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan dua cara. Cara tersebut
meliputi perang dan diplomasi. Ada beberapa tokoh yang berperan dalam kedua cara tersebut,
antara lain sebagai berikut.
a. Ir. Soekarno
Tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Tanggal 18 Agustus 1945 Ir. Soekarno diangkat menjadi Presiden
Republik Indonesia. Sebagai pemimpin tertinggi, Presiden Soekarno banyak melakukan
diplomasi dengan pemimpin-pemimpin tentara Sekutu di Indonesia.
Kedatangan tentara Sekutu di Indonesia yang diboncengi NICA membuat Presiden
Soekarno berada pada posisi yang sulit. Sekutu yang hanya memperoleh informasi sepihak
dari Belanda, mendukung pengembalian Indonesia sebagai jajahan Belanda. Berkat diplomasi
Presiden Soekarno dan Bung Hatta, Sekutu yang dipimpin Letjen Christison mau mengakui
keberadaan RI. Tanggal 1 Oktober 1945, Letjen Christison menyatakan bahwa
kedatangannya tidak akan merebut pemerintahan Republik Indonesia. Kemampuan diplomasi
Presiden Soekarno diuji kembali ketika pecah pertempuran di Surabaya tanggal 28 Oktober
1945. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigjen Mallaby mengakibatkan jatuhnya korban di
kedua belah pihak. Untuk menghindari terjadinya korban di kedua belah pihak, Bung Karno
mengadakan diplomasi. Berkat diplomasi Bung Karno jatuhnya korban di kedua belah pihak

dapat dihindari. Selama Perang Kemerdekaan sampai pengakuan kedaulatan, perjuangan


Bung Karno terus berlanjut. Bung Karno tetap memakai cara diplomasi dalam
perjuangannya. Hal ini tercermin dari pidato Bung Karno pada suatu rapat umum di
Magelang pada tanggal 16 Maret 1946. Beliau menyatakan bahwa ada jalan perjuangan bagi
bangsa Indonesia, satu di antaranya jalan diplomasi.
b. Drs. Mohammad Hatta
Drs. Mohammad Hatta (Bung Hatta) sejak muda telah menjadi tokoh penggerak
mahasiswa Indonesia. Bung Hatta adalah seorang tokoh organisasi Pemuda Indonesia (PI).
Pemuda Indonesia merupakan organisasi mahasiswa dan pelajar Indonesia di luar negeri
(Belanda). Pemuda Indonesia mempunyai pengaruh yang besar bagi pergerakan kemerdekaan
Indonesia. Tanggal 17 Agustus 1945 Drs. Mohammad Hatta bersama Ir. Soekarno
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia atas nama bangsa Indonesia. Tanggal 18 Agustus
1945 Drs. Mohammad Hatta dipilih menjadi wakil Presiden Indonesia yang pertama. Dalam
usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia perjuangan Bung Hatta dilakukan melalui
cara diplomasi. Beliau mengadakan diplomasi dengan pihak penjajah maupun negara-negara
lain di dunia. Beliau berusaha agar kedaulatan Indonesia diakui dunia. Tanggal 13 Januari
1948 diadakan perundingan di Kaliurang. Perundingan tersebut membicarakan daerah
kekuasaan Republik Indonesia. Perundingan tersebut dilakukan oleh Komisi Tiga Negara
(Amerika, Australia, dan Belgia) dengan Indonesia. Mohammad Hatta, Ir. Soekarno, Sultan
Syahrir, dan Jendral sudirman merupakan wakil dari Indonesia. Tanggal 23 Agustus Drs.
Mohammad Hatta memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag. Konferensi Meja Bundar merupakan perundingan antara Indonesia, delegasi BFO,
UNCI (dari PBB) dan Belanda.
Tujuan utama Konferensi Meja Bundar adalah untuk menyelesaikan pertikaian
Indonesia-Belanda yang mengarah pada pengakuan kedaulatan Indonesia. Tanggal 2
November 1949 tercapai persetujuan KMB. Hasil KMB adalah Belanda akan menyerahkan
kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949. Tanggal 27
Desember 1949 di Den Haag dilakukan upacara penandatanganan naskah pengakuan
kedaulatan Republik Indonesia Serikat diwakili Drs. Mohammad Hatta, sedangkan Belanda
diwakili Ratu Yuliana.
Dalam KMB terdapat beberapa permasalahan yang sulit dipecahkan yaitu masalah Uni
Indonesia- Belanda, masalah hutang, permasalahan Irian Barat, dan delegasi Indonesia
menghendaki istilah pengakuan kedaulatan. Setelah melalui pembahasan yang cukup
panjang, akhirnya KMB menghasilkan beberapa keputusan berikut.

a. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.


b. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah
pengakuan kedaulatan RIS. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni
Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda
d. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet
akan diserahkan kepada RIS.
e. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang Tentara Kerajaan
Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa para anggotanya yang
diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Berikut ini dampak dan pengaruh KMB bagi rakyat Indonesia.
a. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
c. Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
d. Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945.
c. Melawan Belanda.
Pada awal Januari 1946 pemerintah mengambil keputusan untuk memindahkan
kedudukan pemerintahan pusat RI ke Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono IX menyambut
hangat kepindahan tersebut. Beliau melindungi pejabat-pejabat negara dan keluarganya dari
ancaman tentara Belanda. Beliau rela berkorban demi perjuangan. Belanda ingin beliau
mengubah sikapnya terhadap Republik Indonesia. Belanda mengirim utusan untuk membujuk
beliau agar mau bekerja sama dan memihaknya. Belanda menjanjikan hadiah wilayah Jawa
dan Madura. Beliau tetap tegar pada pendiriannya. Beliau setia kepada Republik Indonesia.
Keinginan Beliau hanya satu yaitu Belanda segera pergi dari Republik Indonesia. Pada awal
kehidupan Republik Indonesia, Sultan Hamengkubuwono IX berhasil meminta kesanggupan
Letkol Soeharto untuk mempersiapkan serangan umum. Tanggal 1 Maret 1949 serangan
umum dilaksanakan dan TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta dalam waktu enam jam.
Keberhasilan serangan tersebut menunjukkan bahwa Republik Indonesia belum habis
riwayatnya. Sri Sultan Hamengkubuwono IX berperan dalam usaha pengakuan kedaulatan
RI. Pada tanggal 27 Desember 1949 Sri Sultan Hamengkubuwono IX menandatangani
naskah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda di Jakarta. Di Jakarta naskah
penyerahan kedaulatan ditandatangani oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX mewakili
Indonesia dan Wakil Tinggi Mahkota A.H.J. Lovink mewakili Belanda. Penandatanganan
naskah penyerahan kedaulatan mengakhiri periode perjuangan bersenjata rakyat Indonesia.

d. Jendral Soedirman
Jendral Soedirman adalah pejuang yang gigih. Dalam keadaan sakit beliau tetap
memimpin perlawanan terhadap Belanda. Pada tanggal 12 Desember 1945 Kolonel
Soedirman memimpin pertempuran melawan Sekutu di Ambarawa. TKR berhasil memukul
mundur tentara Sekutu. Dalam menghadapi Sekutu, Kolonel Soedirman menggunakan taktik
Perang Gerilya. Kolonel Soedirman merupakan tokoh yang mempelopori Perang Gerilya di
Indonesia. Keberhasilan Kolonel Soedirman memimpin pertempuran di Ambarawa, membuat
beliau dipilih menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jendral. Pada masa itu di
Indonesia timbul bermacam-macam badan kelaskaran. Badan-badan kelaskaran itu
mempunyai tujuan yang sama yaitu melawan dan mengusir penjajah. Oleh karena itu, pada
tanggal 3 Juni 1947 semua badan kelaskaran dimasukkan dalam satu wadah yaitu Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Tentara Nasional Indonesia dipimpin oleh Panglima Besar Jendral
Soedirman. Pada saat tentara Belanda menduduki Yogyakarta beliau mengambil keputusan
melanjutkan perang gerilya. Keputusan tersebut disambut baik oleh segenap anggota TNI.
Tindakan Panglima Besar Jendral Soedirman berhasil meningkatkan semangat perjuangan
Republik Indonesia. Sumber: Atlas Indonesia dan sekitarnya Gambar 8.11 Soedirman 124
Ilmu Pengetahuan Sosial SD Kelas 5 Dalam keadaan fisik yang lemah beliau memilih
bergerilya daripada ditawan Belanda. Selama bergerilya beliau ditandu. Beliau menempuh
jalan beratus-ratus kilometer keluar masuk hutan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Tugas tugas AFNEI


1. Menerima penyerahan jepang
2. Membebaskan para tawanan dan interniran sekutu
3. Melucuti dan mengumpulkan orang-orang jepang untuk kemudian dipulangkan ke
negaranya.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian
Kedatangan AFNEI dan NICA
Kedatangan pasukan di pimpin oleh Van mook. Sekutu mula-mula disambut baik oleh
masyarakat Jakarta. Namun setelah masyarakat mendengar bahwa sekutu membawa serta
NICA penduduk menjadi resah. Nica yaitu pegawai sipil pemerintah hindia belanda yang
dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintah sipil . panglima AFNEI yaitu J Letnan Jendral
Christion.

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI

a. Pertempuran 5 hari di Semarang


Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15-20 oktober 1945. Antara pasukan TKR dengan
pasukan jepang dibawah pimpinan mayor judo. Pertempuran ini diawali oleh jepang dengan
meracuni sumber air minum didaerah candi semarang. Ketika Dr. Karyadi kepala
laboratorium rumah sakit semarang Akan memeriksa sumber air ternyata dihalangi jepang
dan ditembak mati.
Kemudian meletuslah pertempuran dan berakhir setelah sekutu datang melucuti jepang
tanggal 20 oktober 1945

b. Pertempuran ambarawa
Pasukan sekutu yang mendarat disemarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pertempuran ini
terjadi pada tanggal 21 november-15 desember 1945. Pertempuran ini terjadi antara TKR
dengan belanda. Dan sekutu secara sepihak membebaskan orang-orang belanda yang ditahan
dimagelang dan ambarawa. Dibawah colonel soedirman pasukan sekutu berhasil dipukul
mundur pada tanggal 15 desember 1945. Atas keberhasilan itu maka tanggal 15 desember
1945 diperingati sebagai hari infantry dan didirikan tugu palagan ambarawa
Atas kebersihan itu maka tanggal 15 desember 1945 diperingati sebagai hari infantry dan di
didirikan tugu Palagan Ambarawa

c. Pertempuran Bandung Lautan Api


Pertempuran ini terjadi dikota Bandung dan terjadi pada tanggal 10 oktober 1945. Ini terjadi
antra pemuda Bandung dengan Jepang. Pemuda bandung telah hilang kesabaran karena
Indonesia sudah merdeka sejak 17 agustus 1945 . tetapi jepang belum juga perang . kemudian
tanggal 6 Desember 1945 terjadi pertempuran dengan sekutu karena kesalam pahaman.
Puncak perlawanan para pejuang bandung adalah bandung lautan api
Bandung lautan api terjadi ketika posisi para pejuang jepang bandung mulai terdesak .
sebelum kota bandung jatuh ke tangan musuh . mereka membakarnya.

d. Pertempuran di Surabaya
Merupakan pertempuran yang paling dahsyat yang menelan korban hamper 15 ribu orang
pada tanggal 25 oktober 1945 brigade 29 dari divisi India ke-2, di pimpin brigadier Mallaby
mendarat disurabaya pada malam hari. 27 oktober pemuda Surabaya melakukan serangan
umum terhadap setiap kedudukan pasukan sekutu jenderal mallaby tewas sikirimkan di
bunuh oleh arek Surabaya.

e. Pertempuran medan area.


Terjadi dikota medan pada tanggal 13 oktober 1945. Pertempuran terjadi antara TKR dengan
belanda dan sekutu dibawah pimpinan T.E.D Kelly. Sebelumnya belanda sendiri telah
mendaratkan suatu kelompok komando dibawah pimpinan wisterling.
f. Pertempuran Puputan Bali
Pertempuran ini dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai dengan pasukannya ciung Wanara
beberapa kali memperoleh kemengan .
Pertempuran ini di mulai bulan april 1946 di denpasar. Hal ini karena keterbatasan senjata
yang mereka miliki . pasukan ciung wanara akhirnya terdesak . Mereka bertahan didesa
Marga. Didaerah ini pasukan I Gusti Ngurah Rai mengadakan perang habis-habisan
(Puputan) . Akhirnya I gusti Ngurah Rai dengan sebagian besar pasukan meninggal. Perang
ini jadi disebut pertempuran Maragana ( 18 November 1946)

g. Peristiwa Enam Jam Di Yogyakarta


Bunyi sirene tanda istirahat dibunyikan dari pos pertahanan Belanda. Di bawah komando
Letkol Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III, mulai menggempur
pertahanan Belanda setelah mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX
selaku penggagas serangan. Pasukan Belanda yang satu bulan semenjak Agresi Militer
Belanda II bulan Desember 1948 disebar pada pos-pos kecil, terpencar dan melemah. Selama
enam jam Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhasil menduduki Kota Yogyakarta, setelah
memaksa mundur pasukan Belanda. Tepat pukul 12.00 siang, sesuai dengan rencana, semua
pasukan TNI menarik diri dari pusat kota ketika bantuan Belanda datang. Sebuah kekalahan
telak bagi pihak Belanda.
Pertempuran yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret inilah yang menjadi awal
pembuktian pada dunia internasional bahwa TNI masih mempunyai kekuatan untuk
mengadakan perlawanan serta menyatakan bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal ini
terpicu setelah Pemerintah Belanda yang telah menangkap dan mengasingkan Bung Karno
dan Bung Hatta ke Sumatera, memunculkan propaganda dengan menyatakan Republik
Indonesia sudah tidak ada.
Berita perlawanan selama enam jam ini kemudian dikabarkan ke Wonosari, diteruskan ke
Bukit Tinggi, lalu Birma, New Delhi (India), dan berakhir di kantor pusat PBB New York.
Dari kabar ini, PBB yang menganggap Indonesia telah merdeka memaksa mengadakan
Komisi Tiga Negara (KTN). Dalam pertemuan yang berlangsung di Hotel Des Indes Jakarta
pada tanggal 14 April 1949 ini, wakil Indonesia yang dipimpin Moh. Roem dan wakil
Belanda yang dipimpin Van Royen, menghasilkan sebuah perjanjian yang ditanda tangani
pada tanggal 7 Mei 1949. perjanjian ini kemudian disebut dengan perjanjian Roem Royen
(Roem Royen Statement). Dalam perjanjian ini Belanda dipaksa untuk menarik pasukannya
dari Indonesia, serta memulangkan Presiden dan Wakil Presiden, Soekarno-Hatta ke Jogja.
Hingga akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 secara resmi Belanda menyerahkan
kedaulatan kepada Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai