A. Secara konfrontasi
1. p. surabaya
2. p. ambarawa
3. p. medan area
4. bandung lautan api
5. puputan magarana
6. peristiwa hotel yamato
B. Diplomasi
1. perjanjian renvite
2. perjanjian linggarjati
3.
roem royen
BAB II
PEMBAHASAN
PERJUANGAN BERSENJATA DAN DIPLOMASI MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN INDONESIA
Proklamasi kemerdekaan menuntus tugas berat untuk mempertahankan kemerdekaan.
Tugas itu semakin mendesak dengan kedatangan pasukan sekutu yang diboncengi NICA.
Upaya mempertahankan kemerdekaan dilakukan dengan cara militer dan perundingan. Cara
militer dikenal sebagai perjuangan bersenjata, sedangkan cara perundingan dikenal sebagai
perjuangan diplomasi.
A. Perjuangan Bersenjata
Melalui perjuangan bersenjata, bangsa Indonesia menunjukkan kesungguhannnya untuk
mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya .
Setekah Perang Pasifik berakhir, semua wilayah kekuasaan Jepang berada di bawah
pengawasan pasukan Sekutu. Pasukan sekutu yang bertugas menangani Indonesia bernama
Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). Pasukan yang berintikan tentara Inggris itu
dipimpin oleh Letjen Sir Philip Cristison.
Tugas AFNEI
Mengurus penyerahan, pelucutan, dan pemulangan tentara Jepang.
Membebaskan tawanan perang (dinamakan Relief Of Allied Prisoners and War Internees atau
RAPWI).
Pasukan AFNEI menyerbu penjara Kalisosok untuk membebaskan kolonel angkatan laut
Belanda yang ditawan pemerintah RI. Penyerbuan ini dilakukan pada tanggal 26 Oktober
1945.
2. Pada tanggal 27 Oktober 1945 AFNEI menduduki tempat-tempat penting, seperti pangkalan
udara Tanjung Priok, kantor pos besar, dan tempat-tempat penting lainnya.
3.
Pada tanggal 27 Oktober 1945 pesawat terbang AFNEI menyebarkan pamflet yang isinya
memerintahkan kepada rakyat Surabaya dan Jawa Timur untuk menyerahkan senjata yang
dirampas dari Jepang.
Provokasi yang dilakukan AFNEI membuat kepercayaan pemerintah RI di Surabaya
menjadi pudar. Kemudian, pemerintah mulai memerintahkan pemuda dan TKR untuk
bersiaga. Pada tanggal 27 Oktober 1945 mulailah pertempuran antara pasukan Indonesia
melawan AFNEI. Pertempuran ini membuat pasukan AFNEI terancam hancur.
Di tengah situasi yang mencekam, Jenderal D.C. Hawthorn menghubungi Soekarno untuk
berunding guna membantu meredakan serangan pasukan Indonesia. Soekarno-Hatta dan Amir
Syarifuddin tiba di Surabaya tanggal 29 Oktober 1945. Perundingan antara pemerintah RI
dan AFNEI mencapai kesepakatan untuk membentuk panitia penghubung (contact commitee)
yang bertugas menjernihkan kesalahpahaman dan menyerukan gencatan senjata.
Insiden yang terjadi di Gedung Internasional yang mengakibatkan tewasnya Brigjen
Mallaby, menyulut kemarahan pasukan AFNEI. Mereka menambah pasukan di bawah
pimpinan Mayjen R.C. Mansergh.
Pada tanggal 9 November 1945 AFNEI mengeluarkan ultimatum sebagai berikut.
Pada bulan Oktober 1945, Tentara Republik Indonesia (TRI) dan pemuda serta rakyat
sedang berjuang melawan tentara Jepang untuk merebut senjata dari tangan Jepang. Pada saat
itu, pasukan AFNEI sudah memasuki kota Bandung. Pasukan AFNEI menuntut pasukan
Indonesia untuk menyerahkan senjata. Disamping itu, TRI harus mengosongkan kotra
Bandung bagian utara paling lambat tanggal 29 Oktober 1945.
Tuntutan dari AFNEI tersebut tidak diindahkan oleh TRI maupun rakyat Bandung.
Dipimpin oleh Arudji Kartawinata, TRI dan pemuda Bandung melakukan serangan terhadap
kedudukan AFNEI. Pertempuran itu berlanjut hingga memasuki tahun 1946. Pada tanggal 23
maret 1946, AFNEI kembali mengeluarkan ultimatum supaya TRI meninggalkan kota
Bandung. Ultimatum itu diperkuat dengan adanya perintah dari pemerintah pusat Jakarta
supaya TRI meninggalkan Bandung.
Pemerintah dari pusat tersebut memang bertentangan dengan instruksi dari markas TRI
di Yogyakarta. Sebelum meninggalkan Bandung, TRI mengadakan perlawanan dengan cara
membumihanguskan kota Bandung bagian selatan. Tindakan itu membawa akibat fatal bagi
pasukan AFNEI, karena mengalami kesulitan akomodasi dan logistik di kota Bandung.
Tindakan membumihanguskan kota dikenal dengan Bandung Lautan Api
.
Pertempuran Medan Area
Karena sulitnya komunikasi, proklamasi kemerdekaan baru diumumkan secara resmi di
Medan pada tanggal 27 Agustus 1945 oleh Mr. Teuku Muhammad Hasan selaku Gubernur
Sumatra. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan AFNEI dibawah pimpinan Brigjen T.E.D.
Kelly mendarat di Belawan. Kedatangan pasukan AFNEI ini diboncengi oleh pasukan NICA
yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan.
Kedatangan pasukan AFNEI disambut baik oleh pemerintah RI karena pemerintah RI
menghormati tugas AFNEI di Indonesia. Namun dibalik itu, sehari setelah AFNEI mendarat
di Belawan, pasukan AFNEI mendatangi kamp-kamp tawanan untuk membebaskan tawanan
perang yang kebanyakan orang Belanda. Tawanan yang dibebaskan itu, kemudian
dipersenjatai dan dibentuk menjadi Batalyon KNIL di Medan.
Hal tersebut memancing kemarahan para pemuda sehingga meletuslah pertempuran di
Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Pertempuran tidak hanya terjadi di Medan, melainkan
menyebar ke kota-kota lain, seperti Pematangsiantar dan Brastagi. Dalam menghadapi
kedatangan Sekutu dan NICA, para pemuda membentuk kekuatan militer, yaitu TKR
Sumatra Timur yang dikomandani oleh Achmad Tahir. Juga, para pemuda membentuk Laskar
Perjuangan Pemuda Republik Indonesia Sumatra Timur.
Pada tanggal 14 Februari 1946 tanpa dilengkapi senjata, PPI menyerbu kedudukan
NICA di Teling. Mereka membebaskan para tokoh pejuang Indonesia yang ditawan dan
mampu menawan komandan NICA beserta anak buahnya. Pada hari itu juga, sebagian
pejuang Indonesia mengambil bendera Belanda yang berada di pos penjagaan da merobek
warna birunya sehingga yang masih ada hanya warna merah dan putih. Bendera itu
dikibarkan di Tangsi Teling. Peristiwa ini menandai peristiwa merah putih di Menado.
Serangan PPI masih dilanjutkan dan berhasil menguasai markas NICA di Tomohon dan
Tondano. Setelah kedudukan NICA dapat diambil alih oleh para pejuang Indonesia, pada
tanggal 16 Februari 1946 dibentuklah pemerintahan sipil, dan sebagai residennya adalah
B.W. Lapian. PPI juga membentuk TKR yang dipimpin oleh C.H. Taulu, Wuisan, dan J.
Kaseger. Akhirnya, kompi KNIL Tangsi Hitam dijadikan Tentara Republik Indonesia.
Peristiwa Merah Putih di Biak
Seperti di daerah lain, upaya untuk menegakkan kedaulatan Indonesia di Biak (Papua)
mengalami hambatan dari pasukan NICA. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia di Irian
(Papua Barat) disambut gembira. Dukungan terhadap proklamasi kemerdekaan bergema di
kota-kota, seperti Jayapura, Sorong, dan Serui. Para tokoh-tokoh pejuang Irian membentuk
Komite Nasilnal Daerah yang dipimpin oleh Martin Indey. Di Biak terbentuk pula Partai
Indonesia Merdeka yang dipimpin oleh Lucas Roemkorem. Kegiatan mereka menyusun
kekuatan untuk melawan Belanda.
Sejak berkobarnya semangat nasionalisme, para pemuda Irian menggunakan lencana
merah putih. Mereka dengan berani mengibarkan sang merah putih dan menyelenggarakan
rapat-rapat umum. Pada tanggal 14 Maret 1948 para pejuang Irian menyerang tangsi militer
Belanda di Sorido dan Biak yang dipimpin oleh Yoseph. Karena persenjataan NICA lebih
unggul, maka serangan mengalami kegagalan. Tiga orang pimpinan ditangkap dan diadili di
Belanda. Dua orang dihukum mati dan seorang dijatuhi hukuman seumur hidup.
Perang Gerilya
Pada saat Agresi Militer I yang dilakukan oleh Belanda dengan persenjataan yang
modern, TNI mengalami pukulan yang berat. Untuk itu, TNI harus merubah strategi
pertahanan yang baru. Sistem pertahanan linier yang digunakan selama ini sudah tidak
mampu untuk menahan serangan Belanda. Untuk menghadapi Belanda yang memiliki senjata
yang modern, TNI menerapkan sistem Wehrkreise (perang gerilya).
Ciri-ciri perang gerilya sebagai berikut .
1. Suatu wilayah terbagi menjadi lingkaran pertahanan yang dapat berdiri sendiri. Wilayah
tersebut terletak di kawasan luar kota dan pegunungan.
2.
Tiap wilayah memiliki pemerintahan sekaligus pertahanan gerilya yang melibatkan semua
kekuatan. Tujuannya adalah menghambat gerak pasukan Belanda. Apabila musuh mendesak
untuk menyerang, dilakukan pengungsian dengan membumihanguskan tempat tersebut.
Belanda. Untuk mencapai kedua hal itu, Indonesia melakukan perjuangan Diplomasi anatara
lain sebagai berikut :
Menyakinkan dunia Internasional bahwa masalah kembalinya Belanda ke Indonesia
adalah masalah Internasional, bukan masalah intern Belanda saja.
Menarik dukungan banyak negara terhadap Indonesia, baik dalam sidang-sidang PBB
maupun pertemuan Internasional lainnya.
Berupaya memperoleh dukungan Internasional terhadap kedaulatan Indonesia sekaligus
mengundang desakan terhadap Belanda untuk meninggalkan Indonesia.
Dengan demikian, perjuangan diplomasi merupakan ujung tombak perjuangan
mempertahankan kemerdekaan di dunia Internasional. Perjuangan rakyat Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaannya, menyadarkan tentara Sekutu bahwa bangsa Indonesia
tidak dapat dikalahkan hanya dengan kekuatan senjata. Sekutu menempuh cara lain, yaitu
mempertemukan Indonesia dan Belanda di meja perundingan. Perundingan dilaksanakan
tanggal 10 November 1946 di Desa Linggarjati sebelah selatan Cirebon, Jawa Barat.
Perundingan tersebut dinamakan Perundingan Linggarjati. Hasil perundingan dinamakan
Persetujuan Linggarjati.
Perundingan ini menghasilkan pengakuan Belanda atas kedaulatan Republik Indonesia.
Kedaulatan tersebut meliputi wilayah Jawa, Madura, dan Sumatra. Belanda ternyata
melanggar isi Persetujuan Linggarjati. Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan
militer ke daerah-daerah yang termasuk wilayah RI. Serangan tersebut terkenal dengan nama
Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda I bertujuan menguasai daerah-daerah
perkebunan dan pertambangan. Daerah-daerah tersebut antara lain Sumatra Timur, Sumatra
selatan, Priangan, Malang dan Besuki.
Menghadapi serangan Belanda itu, rakyat berjuang mempertahankan tanah airnya.
Rakyat melakukan taktik perang gerilya. Perang gerilya yaitu taktik perang menyerang
musuh yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
berusaha menengahi pertikaian Indonesia dengan Belanda. PBB membentuk komisi
perdamaian. Komisi itu beranggotakan tiga negara, yaitu Australia, Belgia, dan Amerika
serikat. Komisi itu disebut Komisi Tiga Negara (KTN). Berkat usaha Komisi Tiga Negara,
Indonesia dan Belanda kembali ke meja perundingan. Setelah mengalami tekanan berat
-terutama
Inggris-
dari
luar
negeri,
dicapailah
suatu
persetujuan
tanggal 15
Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belandaharus meninggalkan wilayah de facto paling
lambat 1 Januari 1949,
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia
Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik
Indonesia
Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan
Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Perjanjian Renville
Perundingan dilaksanakan mulai tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang
Amerika Serikat. Kapal tersebut bernama USS Renville. Hasil perundingan tersebut
dinamakan Perjanjian Renville. Perjanjian Renville sangat merugikan pihak Indonesia. Salah
satu isi Perjanjian Renville adalah Republik Indonesia harus mengakui wilayah yang telah
direbut Belanda dalam Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda adalah serangan yang
dilancarkan oleh pasukan Belanda kepada Indonesia untuk menghancurkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948. Tanggal 19
Desember 1948 Belanda melancarkan Agresi Militer II. Agresi Militer Belanda II bertujuan
menghapuskan pemerintahan RI dengan menduduki kota-kota penting di Pulau Jawa. Dalam
Agresi Militer II, pasukan Belanda menyerang Ibu Kota Republik Indonesia, Yogyakarta dan
menahan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan beberapa pejabat tinggi
negara. Rakyat Indonesia pantang menyerah. Dengan semboyan sekali merdeka tetap
merdeka, rakyat berjuang sampai titik darah penghabisan. Rakyat tetap melakukan perang
gerilya. Aksi militer Belanda tersebut menimbulkan protes keras dari kalangan anggota PBB.
Oleh karena itu, Dewan keamanan PBB mengadakan sidang pada tanggal 24 Januari 1949,
dan memerintahkan Belanda agar menghentikan agresinya. Belanda di bawah Dewan
Keamanan PBB meninggalkan Yogyakarta serta membebaskan presiden, wakil presiden dan
pejabat tinggi negara yang ditawan.
Dalam perundingan ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir
Syarifudin dan delegasi belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Hasil
perundingan tersebut adalah:
rekomendasi
Konferensi
New
Delhi,
Dewan
Keamanan
PBB
BFO. BFO merupakan organisasi yang terdiri atas pemimpin negara-negara bagian atau
negara-negara kecil yang ada di Indonesia. Negara-negara bagian tersebut timbul karena
adanya politik devide et impera. Politik devide et impera adalah politik memecah belah.
Bagian-bagian wilayah Indonesia yang diduduki Belanda dipecah-pecah sehingga timbul
negara-negara kecil (negara boneka). Sesudah berhasil menyelesaikan masalah dalam negeri
melalui Konferensi Inter Indonesia, bangsa Indonesia siap menghadapi KMB. Pada tanggal
23 Agustus 1949 dibuka di Den Haag, Belanda. Delegasi RI dipimpin Drs. Moh. Hatta.
Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak. Delegasi Belanda dipimpin Mr. J.H.
Van Marseveen. Sedangkan PBB diwakili Chritclev. Pada tanggal 2 November 1949
dilakukan upacara penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan. Upacara tersebut
dilakukan pada waktu yang bersamaan di Indonesia dan di Belanda. Dengan peristiwa
tersebut secara resmi Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia di seluruh wilayah
bekas jajahannya. Di Den Haag naskah penyerahan ditandatangani Drs. Moh. Hatta mewakili
Indonesia dan Ratu Juliana mewakili Belanda.
Peranan Beberapa Tokoh dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan dua cara. Cara tersebut
meliputi perang dan diplomasi. Ada beberapa tokoh yang berperan dalam kedua cara tersebut,
antara lain sebagai berikut.
a. Ir. Soekarno
Tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Tanggal 18 Agustus 1945 Ir. Soekarno diangkat menjadi Presiden
Republik Indonesia. Sebagai pemimpin tertinggi, Presiden Soekarno banyak melakukan
diplomasi dengan pemimpin-pemimpin tentara Sekutu di Indonesia.
Kedatangan tentara Sekutu di Indonesia yang diboncengi NICA membuat Presiden
Soekarno berada pada posisi yang sulit. Sekutu yang hanya memperoleh informasi sepihak
dari Belanda, mendukung pengembalian Indonesia sebagai jajahan Belanda. Berkat diplomasi
Presiden Soekarno dan Bung Hatta, Sekutu yang dipimpin Letjen Christison mau mengakui
keberadaan RI. Tanggal 1 Oktober 1945, Letjen Christison menyatakan bahwa
kedatangannya tidak akan merebut pemerintahan Republik Indonesia. Kemampuan diplomasi
Presiden Soekarno diuji kembali ketika pecah pertempuran di Surabaya tanggal 28 Oktober
1945. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigjen Mallaby mengakibatkan jatuhnya korban di
kedua belah pihak. Untuk menghindari terjadinya korban di kedua belah pihak, Bung Karno
mengadakan diplomasi. Berkat diplomasi Bung Karno jatuhnya korban di kedua belah pihak
d. Jendral Soedirman
Jendral Soedirman adalah pejuang yang gigih. Dalam keadaan sakit beliau tetap
memimpin perlawanan terhadap Belanda. Pada tanggal 12 Desember 1945 Kolonel
Soedirman memimpin pertempuran melawan Sekutu di Ambarawa. TKR berhasil memukul
mundur tentara Sekutu. Dalam menghadapi Sekutu, Kolonel Soedirman menggunakan taktik
Perang Gerilya. Kolonel Soedirman merupakan tokoh yang mempelopori Perang Gerilya di
Indonesia. Keberhasilan Kolonel Soedirman memimpin pertempuran di Ambarawa, membuat
beliau dipilih menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jendral. Pada masa itu di
Indonesia timbul bermacam-macam badan kelaskaran. Badan-badan kelaskaran itu
mempunyai tujuan yang sama yaitu melawan dan mengusir penjajah. Oleh karena itu, pada
tanggal 3 Juni 1947 semua badan kelaskaran dimasukkan dalam satu wadah yaitu Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Tentara Nasional Indonesia dipimpin oleh Panglima Besar Jendral
Soedirman. Pada saat tentara Belanda menduduki Yogyakarta beliau mengambil keputusan
melanjutkan perang gerilya. Keputusan tersebut disambut baik oleh segenap anggota TNI.
Tindakan Panglima Besar Jendral Soedirman berhasil meningkatkan semangat perjuangan
Republik Indonesia. Sumber: Atlas Indonesia dan sekitarnya Gambar 8.11 Soedirman 124
Ilmu Pengetahuan Sosial SD Kelas 5 Dalam keadaan fisik yang lemah beliau memilih
bergerilya daripada ditawan Belanda. Selama bergerilya beliau ditandu. Beliau menempuh
jalan beratus-ratus kilometer keluar masuk hutan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
b. Pertempuran ambarawa
Pasukan sekutu yang mendarat disemarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pertempuran ini
terjadi pada tanggal 21 november-15 desember 1945. Pertempuran ini terjadi antara TKR
dengan belanda. Dan sekutu secara sepihak membebaskan orang-orang belanda yang ditahan
dimagelang dan ambarawa. Dibawah colonel soedirman pasukan sekutu berhasil dipukul
mundur pada tanggal 15 desember 1945. Atas keberhasilan itu maka tanggal 15 desember
1945 diperingati sebagai hari infantry dan didirikan tugu palagan ambarawa
Atas kebersihan itu maka tanggal 15 desember 1945 diperingati sebagai hari infantry dan di
didirikan tugu Palagan Ambarawa
d. Pertempuran di Surabaya
Merupakan pertempuran yang paling dahsyat yang menelan korban hamper 15 ribu orang
pada tanggal 25 oktober 1945 brigade 29 dari divisi India ke-2, di pimpin brigadier Mallaby
mendarat disurabaya pada malam hari. 27 oktober pemuda Surabaya melakukan serangan
umum terhadap setiap kedudukan pasukan sekutu jenderal mallaby tewas sikirimkan di
bunuh oleh arek Surabaya.