Anda di halaman 1dari 12

MEMBANGUN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

Sebelum mendefinisikan komunikasi yang efektif, barangkali kita perlu merujuk dahulu
kepada kata "efektif" itu sendiri. Secara etimologis kata efektif sering diartikan sebagai mencapai
sasaran yang diinginkan (producing desired result), berdampak menyenangkan (having a
pleasing effect), bersifat aktual, dan nyata (actual and real). Dengan demikian, komunikasi yang
efektif dapatdiartikan sebagai penerimaan pesan oleh komunikan atau receiver sesuai dengan
pesan yang dikirim oleh sender atau komunikator, kemudian receiver atau komunikan
memberikan respon yang positif sesuai dengan yang diharapkan. Jadi, komunikasi efektif itu
terjadi apabila terdapat aliran informasi dua arah antara komunikator dan komunikan dan
informasi tersebut sama-sama direspon sesuai dengan harapan kedua pelaku komunikasi tersebut
(komunikator dan
komunikan). Bagaimana cara membangun komunikasi yang efektif?
A. Aspek-Aspek Komunikasi Yang Efektif
Sedikitnya ada lima aspek yang harus dipahami dalam membangun komunikasi yang
efektif.
1. Kejelasan (Clarity): bahasa maupun informasi yang disampaikan harus jelas. Dalam
kehidupan kita sehari-hari, seringkali kita mendengar ucapan-ucapan seperti ini:
"Masalahnya ininya belum dianukan". Apa ini dan di apakan? Akan lebih mudah
dipahami maknanya bila, misalnya, kata ini diganti buku dan kata anu diganti bagi. Jadi
kalimat itu berbunyi: Masalahnya, bukunya belum dibagikan.
2. Ketepatan (accuracy): bahasa dan informasi yang disampaikan harus betul-betul akurat
alias tepat. Bahasa yang digunakan harus sesuai dan informasi yang disampaikan harus
benar. Benar ini artinya sesuai dengan apa yang sesungguhnya ingin disampaikan. Bisa
saja informasi yang ingin kita sampaikan belum tentu kebenarannya, tetapi apa yang kita
sampaikan benar-benar apa yang memang kita ketahui. Inilah yang dimaksud akurasi di
sini.
3. Konteks (contex): bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan
dan lingkungan di mana komunikasi itu terjadi. Bisa saja kita menggunakan bahasa dan
informasi yang jelas dan tepat tetapi karena konteksnya tidak tepat, reaksi yang kita
peroleh tidak sesuai dengan yang diharapkan.

4. Alur (flow): keruntutan alur bahasa dan informasi akan sangat berarti dalam menjalin
komunikasi yang efektif. Sewaktu kita meminjam uang, misalnya, kita cenderung
mengemukakan kesulitan-kesulitan kita terlebih dahulu sebelum kita menyampaikan
maksud kita untuk meminjam uang. Mungkin begitu juga pada saat kita pertama kali
menyampaikan perasaan jatuh cinta pada seseorang.
5. Budaya (Culture): aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga
tatakrama atau etika. Bersalaman dengan satu tangan bagi orang Sunda mungkin terkesan
rada kurang sopan, tetapi bagi etnis lain mungkin suatu hal yang biasa.
B. Strategi Membangun Komunikasi Yang Efektif
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan suatu komunikasi yang
efektif.
1. Ketahui mitra bicara (Audience): Kita harus sangat sadar dengan siapa kita bicara,
apakah dengan orang tua, anakanak, laki-laki atau perempuan, status sosialnya seperti apa
pangkat, jabatan dan semacamnya petani, pengusaha, guru, kyai, dan lain-lain. Dengan
mengetahui audience kita, kita harus cerdik dalam memilih kata-kata yang digunakan
dalam menyampaikan informasi atau buah fikiran kita. Artinya, bahasa yang dipakai
harus sesuai dengan bahasa yang mudah dipahami oleh audience kita. Berbicara dengan
orang dewasa tentu akan sangat berbeda dengan berbicara kepada anak anak.
Berbicara dengan atasan tentu akan berbeda berbicara pada bawahan atau teman
sederajat. Pengetahuan mitra bicara kitapun harus diperhatikan. Informasi yang
disampaikan mungkin saja bukan hal yang baru bagi mitra kita, tetapi kalau
penyampaiannya dengan menggunakan jargon-jargon atau istilah-istilah yang tidak
dipahami oleh mitra, informasi atau gagasan yang kita sampaikan bisa saja tidak dapat
dipahami. Jadi, dengan memperhatikan mitra bicara kita, kita akan dapat menyesuaikan
diri dalam berkomunikasi dengannya.
2. Ketahui tujuan. Tujuan kita berkomunikasi akan sangat menentukan cara kita
menyampaikan informasi, tentu komunikasi kita bersifat pengumuman. Tetapi bila kita
bermaksud membeli atau menjual barang komunikasi kita akan bersifat nogosiasi. Lain
pula cara kita berkomunikasi apabila tujuan kita untuk menghibur, membujuk, atau
sekedar basa-basi. Misalnya kita bertanya : Anda mau pergi kemana? Apakah
pertanyaan ini dimaksudkan untuk benar benar mengetahui agenda orang yang ditanya

ataukah kita bertanya sekedar basa-basi? Jadi, kejelasan tujuan dalam berkomunikasi
harus diketahui sebelum kita berkomunikasi.
3. Perhatikan Konteks. Konteks disini bisa saja berarti keadaan atau lingkungan pada saat
berkomunikasi. Pada saat berkomunikasi konteks sangat berperan dalam memperjelas
informasi yang disampaikan. Dalam hal pemakaian kata. Tidak hanya kata konteks
kalimat, tetapi cara mengucapkan dan kepada siapa kata itu diucapkan akan membuat
makna yang disampaikan berbeda pula. Formalitas dalam konteks tertentu juga dapat
mempengaruhi cara berkomunikasi seseorang. Coba perhatikan gaya komunikasi atasan
dan bawahan di lingkungan dunia kerja, bahkan komunikasi antar sesama atasan maupun
sesame bawahan pasti berbeda.
4. Pelajari Kultur. Kultur atau budaya, habit atau kebiasaan orang atau masyarakat juga
perlu diperhatikan dalam berkomunikasi. Orang Jawa atau Sunda pada umumnya dikenal
dengan kelembutannya dalam bertutur kata. Kegemulaian bertutur ini akan sangat baik
bila diimbangi dengan cara serupa. Tetapi tentu tidak berarti mutlak. Maksudnya, bukan
berarti orang non Jawa atau non Sunda mutlak harus seperti bertuturnya orang Jawa atau
Sunda, meskipun kalau memang bisa itu lebih baik. Atau orang Batak yang dikenal
bernada tinggi dalam bertutur perlukah diimbangi dengan nada tinggi pula oleh orang
yang non Batak? Perimbangan di sini tidak berarti orang Jawa harus ber tutur seperti
orang Batak bila bermitra bicara dengannya, atau orang Batak harus bertutur seperti
orang Sunda, orang Maluku, orang Papua, dan sebagainya pada saat mereka
berkomunikasi. Yang penting adalah pelaku komunikasi harus memahami kultur mitra
bicaranya sehingga timbul saling pengertian dan penyesuaian gaya komunikasi dapat
terjadi.
5. Pahami Bahasa. "Bahasa menunjukkan bangsa" artinya bahasa dapat menjadi ciri atau
identitas suatu bangsa. Berbicara identitas berarti berbicara harga diri atau kebanggaan.
Dengan memahami bahasa orang lain berarti berusaha menghargai orang lain. Tetapi
memahami bahasa di sini tidak berarti harus memahami semua bahasa yang dipakai oleh
mitra bicara kita. Istimewa sekali kalaupun memang demikian. Yang lebih penting adalah
memahami gaya orang lain berbahasa (bukan gaya bahasa). Coba perhatikan bagaimana
anak muda \ berbahasa dengan sesamanya, atau bagaimana cara orang terminal (bis atau
angkutan kota) berbahasa. Bahasa orang kantoran, bahasa pedagang, bahasa petani,
bahasa politisi tentu semuanya ada perbedaan.

C. Efektivitas Komunikasi Verbal


Seperti telah disinggung pada bab sebelumnya, kualitas komunikasi verbal ditentukan
oleh tonalitas suara atau tinggi rendahnya dan lemah lembutnya suara, keras tidaknya suara dan
perubahan nada suara. Tetapi tonalitas suara saja tidak cukup, karena tonalitas suara bisa saja
membuat komunikasi verbal kurang hidup. Oleh karena itu, tonalitas suara sebaiknya dibarengi
dengan ekspresi atau raut muka yang sesuai. Sebuah hasil riset menunjukkan bahwa dalam
komunikasi verbal, khususnya pada saat presentasi, keberhasilan menyampaikan informasi 55%
ditentukan oleh bahasa tubuh (body language), postur, isyarat dan kontak mata - 38 % ditentukan
oleh nada suara, dan hanya 7% saja yang ditentukan oleh kata-kata. Masyarakat senang dengan
komunikasi lisan pada saat media tulisan memberitakan hal-hal yang tidak jelas, dan masyarakat
akan senang menggunakan media tulisan apabila media lisan telah jelas. Pada perkembangan
jaman saat ini, komunikasi pada organisasi modern/organisasi yang maju menggunakan media
yang tersedia yaitu video display terminal, e-mail, net camera dan Voice mail (voice messaging
system) dan bahkan SMS.
D. Efektivitas Komunikasi Non Verbal
Bagaimana efektifitas komunikasi non verbal dapat dibangun? Berikut adalah beberapa
contoh yang dapat kita kembangkan.
1. Cara berpakaian.
Cara berpakaian telah mengkomunikasikan siapa dan apa status seseorang, baik dalam
pekerjaan sehari hari maupun dalam waktu-waktu tertentu (pesta, rapat-rapat, kunjungan
resmi/tidak resmi). Masyarakat mempunyai kecenderungan percaya diri kalau ia
berpakaian/berpenampilan dengan sempurna, demikian juga adanya perbedaan cara
berpakaian. Kita mengenal istilah "White Collar" dan "Blue Collar", yang
mengkomunikasi status seseorang dalam perusahaan. Kenyataan menunjukkan bahwa
pada saat seseorang wawancara dalam rangka melamar pekerjaan, mereka yang
berpakaian tidak tepat (misalnya: berpakaian T-Shirt atau Jeans dibandingkan dengan
mereka yang berpakaian tepat (misalnya: berpakaian berdasi, jas, berpakaian bisnis),
maka yang berpakaian tepat akan mempunyai rasa percaya diri yang lebih dibandingkan
dengan yang berpakaian tidak tepat, dan hasilnya ia akan mendapatkan pekerjaan dengan

gaji pertama yang lebih baik. Jadi, pakailah pakaian yang tepat untuk suasana yang tepat
pula.
2. Waktu.
Bagi sebagian orang, semestinya bagi kita semua, waktu adalah sesuatu yang sangat
berarti. "Time is money" adalah prinsip yang dipegang oleh para pengusaha bahkan oleh
orang-orang yang memanfaatkan hidupnya untuk suatu produktivitas yang bermanfaat.
Dokter, akuntan, dosen, bahkan sebagian guru, sering dibayar berdasarkan jam kerja.
Dalam konteks organisasi, di mana masing-masing mempunyai tugas yang harus
diselesaikan, berkomunikasilah secara tepat. Artinya, dalam berkomunikasi manfaatkan
waktu sebaik-baiknya.
3. Tempat.
Sama seperti waktu, tempat pun sangat menentukan efektifitas komunikasi. Kantor
adalah tempat bekerja, restoran adalah tempat makan, lapangan golf adalah tempat olah
raga, diskotik atau karaoke adalah tempat hiburan, dan sebagainya. Meskipun demikian,
sering kali urusan kantor bisa diselesaikan di tempat makan atau lapangan olah raga.
Informalitas

seringkali

menyelesaikan

masalah-masalah

formal.

Jadi,

dalam

berkomunikasi kita perlu memperhitungkan tempat yang tepat untuk mencapai tujuan
komunikasi kita. Untuk itu, kita harus jeli tentang suasana lingkungan kerja, rekan kerja,
bahkan beban kerja.
Meskipun ada ungkapan bahwa urusan kantor adalah urusan kantor dan harus
diselesaikan di kantor. Tetapi, banyak sekali urusan kerja yang dapat diselesaikan pada
acara konsinyasi di luar kantor. Selain tiga aspek di atas, untuk membangun efektifitas
dalam komunikasi non verbal, kita perlu juga memahami fungsifungsi yang menunjukkan
kenonverbalan komunikasi. Diantaranya adalah:
Repetition (pengulangan). Pengulangan pesan dari individu dilakukan dengan

verbal.
Contradiction (pertentangan/penyangkalan). Penyangkalan pesan yang dilakukan
terhadap seseorang. Misalnya, mengangkat bahu artinya "tidak tahu", menggerakkan
telapak tangan ke kiri dan ke kanan dan menghadap ke depan artinya "tidak", atau
menggelengkan

kepala

artinya

"tidak".

Akan

tetapi

untuk

orang

India,

menggelengkan kepala artinya "Ya". Pada momen tertentu, komunikasi non verbal

mungkin saja lebih akurat dari pada komunikasi verbal.


Substitution (pengganti pesan). Misalnya seseorang berkomunikasi dengan "fire in
his eyes" (mendelik, berkomunikasi dengan mengepalkan tangan, dan sebagainya.

Complementing (melengkapi pesan verbal). Misalnya mengatakan "bagus" sambil


menunjukkan "ibu jari", mengatakan seseorang tidak waras dengan menunjuk "kening

dengan jari telunjuk miring".


Accenting (penekanan). Penekanan di sini artinya menggarisbawahi pesan verbal.
Misalnya berbicara dengan sangat pelan, atau menekan kaki.

E. Pengaruh Budaya Dalam Komunikasi


Perbedaan budaya akan mempengaruhi keefektifan dalam berkomunikasi. Sebab
komunikasi akan efektif apabila ia dapat menguraikan nilai-nilai dasar, motivasi, aspirasi, dan
asumsiasumsi yang didasarkan pada geografi atau letak suatu negara, fungsi, dan tingkat sosial.
Perbedaan bahasa dapat menyebabkan hambatan dalam komunikasi. Akan tetapi perbedaan
budaya lebih menghambat komunikasi dibandingkan dengan perbedaan bahasa. Misalnya,
pengaruh budaya mempunyai perbedaan dalam norma berbicara. Untuk bangsa-bangsa Amerika
Selatan, Eropa Selatan, Eropa Barat, dan Arab berbicara dengan suara yang keras-keras adalah
hal yang biasa, sedangkan bangsa-bangsa Asia, Eropa Utara, dan Amerika Utara berbicara
dengan suara yang lembut. Demikian juga sering dikatakan bahwa suku Jawa berbicara dengan
suara yang lembut, sedangkan suku Batak berbicara dengan suara yang keras-keras, suku Sunda
berbicara derigan mendayudayu dan lemah lembut. Bagaimana dengan suku bangsa lain yang
ada di Indonesia? Misalnya suku Minangkabau, Madura, Papua, Maluku, Dayak, Timor dll.

TEKNIK BERBICARA

Dalam komunikasi verbal atau berbicara yang didengar hanya berupa suara-suara yang
diucapkan melalui kata-kata yang keluar dari mulut. Suara-suara itu harus mempunyai makna
sehingga maksud dari berbicara itu dapat dimengerti. Berbicara yang baik apabila orang yang
berbicara itu memperhatikan prinsip teknik berbicara yang efektif.

Secara harfiah, teknik adalah kepandaian, pengetahuan dalam membuat sesuatu atau melakukan
sesuatu yang berkenaan dengan seni atau kesenian, misalnya mengarang. Teknik lebih luas dari
metode. Teknik berarti pula daya upaya dan kemahiran yang terjadi karena pikiran yang lebih
luas, perasaan yang lebih tajam atau ketangkasan jasmani yang lebih besar.
A. Teknik Berbicara Efektif
Sampai saat ini, masih banyak orang yang beranggapan bahwa kemampuan seseorang berbicara,
menyampaikan ide dan gagasannya, mempengaruhi orang lewat pembicaraan adalah anugerah
Tuhan YME yang sifatnya individual. Anggapan ini mungkin ada benarnya. Tetapi tidak mutlak,
sebab pada dasarnya keterampilan berbicara dapat dipelajari dan ditingkatkan dengan berlatih.
Masalahnya adalah bagaimana berlatih dengan tepat agar mampu berbicara secara efektif. Dalam
tiap aksen komunikasi, baik informal atau formal, teknik berbicara yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Menarik napas dalam-dalam sebelum memulai berbicara.
2. Mengatur volume berbicara agar lebih keras dari biasanya.
Caranya dengan mengatur, agar suara dapat didengar oleh Jajaran orang yang duduk atau
berdiri paling jauh dari tempat kita berbicara.
3. Menggunakan kata-kata sehari-hari yang dikenal oleh pendengar. Orang akan tertarik
pada pembicaraan yang menggunakan kata-kata yang akrab di telinganya dari pada katakata yang tidak dimengerti. (Misalnya istilah-istilah dalam bahasa asing).
4. Layangkan pandangan (ke kiri, ke kanan atau ke tengah) untuk menemukan pendengar
yang paling berminat dan bersimpati terhadap pembicaraan kita.

B. Mendengarkan dengan Aktif


Mendengarkan merupakan hal yang utama dalam berkomunikasi. Mendengarkan dengan aktif
berarti mendengar untuk mengerti apa yang dikatakan di balik pesan. Apabila terjadi adanya
kekurangan dalam mendengarkan, maka yang terjadi adalah ketidakmengertian bahasa yang
digunakan, kesulitan untuk menterjemahkan pesan yang disampaikan, kurangnya waktu untuk
menterjemahkan pesan dalam bentuk kata-kata, atau mengabaikan komunikasi non verbal yang
mengiringi pesan verbal. Banyak kekurangan-kekurangan yang dapat dihindari dengan cara
mendengarkan secara aktif. Mereka yang mendengarkan dengan aktif harus dapat mengetahui

juga perasaan yang melatarbelakangi pesan itu. Artinya dia harus dapat mengetahui pesan yang
diterima secara keseluruhan (total meaning) dari apa yang dikatakan oleh seseorang. Jadi, pesan
yang diterima tidak berlebihan atau hanya sebagian saja arti pesan yang diterima.
Beberapa tip untuk mendengarkan secara aktif.
1. Mendengarkan secara aktif dengan menangkap ungkapan non verbal sebaik menangkap
isyarat verbal. Pada saat mendengarkan dengan aktif penerima yakin mendapatkan
umpan balik dengan menguraikan sendiri melalui katakatanya (paraphrasing) tentang
pesan yang disampaikan oleh sender/pengirim, dan mengulang kembali dengan caranya
sendiri.
2. Penerirna pesan mengecek kembali (perception check) apa yang ada di balik pesan yang
diterimanya untuk mengerti pesan apa yang sesungguhnya dia terima.
3. Gambaran perilaku (behavior description). Ini merupakan gambaran individual yang
sangat spesifik. Kegiatan mengamati orang lain tanpa membuat keputusan atau
generalisasi tentang latar belakang, orangnya, atau sifat sifatnya adalah upaya untuk
memahami gambaran perilaku. Serupa halnya dengan gambaran perasaan, dimana setiap
orang mempunyai ciri atau tanda yang lain seperti nama, analogi, atau sesuatu yang
mewakili, yang ini semuanya dapat meningkatkan keaktifan dalam mendengarkan.
Teknik mendengarkan efektif dapat membantu dan memastikan para komunikator/sender
mempunyai informasi yang akurat. Memastikan bahwa kualitas informasi yang baik tidak hanya
merupakan tantangan dalam komunikasi. Baik pengirim/sender maupun penerima/receiver ingin
memastikan bahwa mereka mempunyai kualitas ketepatan informasi yang benar.
Perkembangan kemampuan mendengarkan membutuhkan pengidentifikasian dari elemen-elemen
individu dalam mendengarkan serta kemampuan-kemampuan tertentu yang dapat meningkatkan
keefektifan mendengar. Brownell menyatakan bahwa efektifitas mendengarkan dapat dimengerti
melalui indikator perilaku bahwa seseorang merasa berhubungan dengan mendengarkan: secara
efektif, sebagaimana orang-orang merasa berhubungan dengan mendengarkan efektif dalam
enam unsur yang dikenal dengan HURIER Model (Hearing, Understand, Remembering,
Interpreting, Evaluating and Responding) seperti pada bagan berikut. Pada kenyataanya,
melaksanakan teori dari HURIER model ini tidaklah mudah, sebab itu sangat tergantung pada
individu masing-masing orang. Namun kita tidak boleh berhenti belajar.

C. Keterampilan Berbicara
Keterampilan verbal dalam berbicara lisan merupakan kemampuan mengekspresikan
bahan pembicaraan dalam bahasa kata-kata. Tidak ada aturan yang mengikat, atau standard
dalam penggunaannya, baik menyangkut panjang kata-kata maupun rincian uraian yang akan
disampaikan. Semuanya tergantung pada unsur tingkat pengalaman, panjang pembicaraan,
materi pembicaraan (teknis, penuh angka atau narasi), serta waktu yang tersedia.
Dalam berbicara hendaknya jangan menggunakan kata-kata Jargon, yaitu kata-kata yang
dibuat sendiri untuk kalangan sendiri/orang-orang tertentu/profesi tertentu dan tidak dimengerti
oleh orang lain/kelompok lain/group lainnya. Untuk menghindari kata-kata jargon dalam
komunikasi gunakanlah kata-kata yang pendek, sederhana, dan langsung pada sasaran (keep
language short, simple and to the point KISS Principle).
Teknik yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan efektifitas penampilan berbicara
verbal adalah sebagai berikut:
1. Percaya diri. Tiap orang pada umumnya berharap mendengar pembicaraan terburuk
yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Tetapi, pada saat bersamaan,
merekapun berharap mendengar pembicaraan terbaik. Karena itu, jika dapat berbicara
lebih baik (dari pada yang menjadi perkiraan pendengar, maka pembicaraan akan
mendapat dukungan dan penghargaan.
2. Ucapkan kata-kata dengan jelas dan perlahan-lahan. Berikan aksentuasi
(tekanan) untuk hal-hal yang dianggap penting.
3. Bicara dengan wajar, paling tidak seperti biasanya berbicara. Jangan terkesan
seperti penyair atau sedang berdeklamasi.
4. Atur irama dan tekanan suara, dan jangan monoton. Gunakan tekanan dan irama
tertentu untuk menampilkan point-point tertentu, seperti marah dengan nada tinggi,
sedih dengan suara memelas dst. Tapi hindarkan kesan sebagai pemain drama.
5. Menarik napas dalam-dalam, 2 sampai 3 kali untuk mengurangi ketegangan.
Mengatur napas secara normal dan jangan terkesan seperti orang yang sedang dikejarkejar. Bilamana perlu menghentikan pembicaraan, selain untuk mengambil napas juga
berfungsi menarik perhatian.
6. Hindari sindrom EM, AH, ANU, APA ..dst. Jika terpojok dan kehabisan
bicara atau lupa cukup berhenti sebentar. Cara ini seakan-akan menunjukkan bahwa
kita sedang berpikir dan akan berdampak positif disbanding mengatakan apa ya, eh
apa ya. Saya pikir ..

7.

Membaca paragraf yang dianggap penting dari teks tulisan. Jangan merasa malu
melakukan hal ini, Karen pendengar akan berpikir bahwa kita hanya menekankan

poin pembicaraan tertentu agar lebih lengkap.


8. Siapkan air minum (terutama mereka yang sering kali kehabisan napas jika
berbicara). Selain berfungsi membasahi kerongkongan yang kering, juga membantu
pembicara berhenti sejenak.
D. Gaya Berbicara
Gaya berbicara ialah cara berbicara yang dapat menimbulkan daya tarik para pendengar.
Gaya berbicara dapat digolongkan menjadi :
1. Gaya berbicara dengan menghubungkan suara dengan
kata-kata, atau disebut gaya bahasa.
- Gaya bahasa Asindenton: yang bertujuan agar pendengar memperhatikan kalimat
-

seluruhnya, bukan pada bagianbagian kalimat.


Gaya bahasa Polisidenton: yang bertujuan agar pendengar perhatiannya terarah pada

kalimat demi kalimat.


Gaya bahasa Klimaks: yang bertujuan, agar para pendengar tertarik dan memperoleh

perbandingan yang mendalam.


Gaya bahasa Antiklimaks: Ini berlawanan dengan klimaks, tetapi pada dasarnya

mempunyai tujuan yang sama.


Gaya bahasa Hiperbola: Gaya bahasa ini bertujua menarik perhatian yang
mendengarkan, atau mensangatkan. Misalnya: kita harus bekerja membanting tulang,

berfikir dengan memeras otak, kerja keras memeras keringat.


2. Gaya berbicara dengan gerak air muka (mimik). Yaitu gaya berbicara tidak dengan
kata-kata, tidak dengan diam, tapi dengan gerak air muka (wajah). Warna muka dapat
menjadi alat komunikasi. Warna muka merah mungkin sedang marah, atau malu.
Sedangkan warna muka pucat mungkin sedang ketakutan atau sedang sakit, kaget karena
melihat atau mengalami hal-hal yang sangat luar biasa di luar kemauannya.
3. Gaya berbicara dengan gerak anggota badan (panto mimik). Misalnya dengan geleng
kepala berarti tidak setuju, menganggukkan kepala tanda setuju, menggunakan gerak
tangan yang menunjukkan pengertian bicara tertentu, menggaruk-garuk kepala,
menggigit kuku jari-jari. Cara berbicara seperti ini dapat digunakan dalam rapat yang
peserta rapatnya berjauhan

4. Gaya berbicara dengan gerak gerik (panto mimik dan mimik). Gerak gerik termasuk
bahasa dalam pengertian luas dan sebagai alat komunikasi. Gerak bukan hasil
kebudayaan, akan tetapi tumbuh sendiri sebagai alat komunikasi.
E. Hal-Hal Yang Menarik
Hal-hal menarik yang dapat mempengaruhi pembicaraan selain teknik dan gaya
berbicara, antara lain: cara berpakaian, pandangan mata, raut muka, sikap, suara, dan tulisan.
1.

Pakaian
Cara berpakaian yang baik, sederhana, serasi, rapi, bersih akan menambah serta
menunjukkan :
- rasa percaya diri,
- rasa harga diri, dan
- kepribadian seseorang.
Dalam hal pakaian bukan benar dan salahnya berpakaian, akan tetapi kepantasan
berpakaian, sebab kita hidup dalam kancah kehidupan. Pakaian yang pantas adalah
kebutuhan hidup. Warna pakaian juga berpengaruh pada penampilan, misalnya warna
pakaian yang agak terang akan memberikan dampak visual dan penampilan, serta
kredibilitas yang lebih kuat. Warna pakaian hitam dapat mengkomunikasikan yang

bersangkutan sedang berduka cita, atau akan menghadiri suatu pesta yang anggun.
2. Pandangan mata
Perlu mendapat perhatian karena selain menunjukkan kepribadian, tatakrama, juga
menunjukkan wibawa seorang pembicara. Jangan berbicara dengan menundukkan kepala,
selain dianggap tidak sopan dapat juga dianggap tidak menguasai permasalahan yang
dibicarakan. Gunakan kontak mata secara langsung (pada bangsa/suku bangsa tertentu
hal ini masih belum dapat diterima).
3. Raut muka
Raut muka hendaknya mengikuti isi pembicaraan. Rasa heran, rasa gembira, rasa kagum,
rasa terkejut, rasa sedih tidak hanya diungkapkan dengan kata-kata saja akan tetapi dapat
ditunjukkan dengan wajah, raut muka.
4. Sikap badan
Sikap badan dapat ditunjukkan dengan sikap duduk dan sikap berdiri. Sikap duduk:
Duduk dengan sopan. Sebelum pembicaraan dimulai usahakan jangan duduk terlebih
dahulu di depan pendengar, lebih baik pembicara muncul di depan pendengar. Usahakan
duduk sebaik mungkin. Boleh juga duduk dengan salah satu kaki disilangkan ke atas kaki
yang lain, namun harus tampak anggun dan sopan. Sikap berdiri. Berdiri dengan tegap,

mengatur segala sesuatunya dengan cermat agar situasi menjadi tenang. Sikap
selanjutnya dada ke depan, bahu ditarik ke belakang, dan angkat kepala tinggi-tinggi,
letak

tangan

digantungkan

di

sisi

bawah.

Sikap

badan

yang

loyo

akan

mengkomunikasikan bahwa orang yang bersangkutan tidak kredibel, tidak profesional


(walaupun sering tidak tepat).
5. Suara
Setiap orang mempunyai suara yang berbeda-beda, ada yang merdu, keras, lemah, parau
dan sebagainya. Suara pada dasarnya pembawaan seseorang. Agar suara mempunyai
kesan positif, hendaknya: jelas ucapan-ucapannya, tidak monoton, bersemangat, dapat
didengar (tidak terlalu lemah), dan berekspresi.
6. Tulisan
Tidak lain dari lambang-lambang, baik dalam bentuk huruf, angka, gambar, sebagai
sarana menjelaskan apa yang dibicarakan.
7. Senyum
Sekulum senyum yang tulus berawal dari lubuk hati, kemudian tersungging di bibir dan
tercermin di mata.
8. Berjabat tangan
Jabat tangan yang baik mengepal seluruh tangan, menggerakkan dua sampai tiga kali.
Jangan berjabat tangan dengan menggenggam erat-erat teman jabat tangan, atau hanya
asal nempel tangan teman jabat tangan.
9. Berpikir, bertindak dan selalu terlihat senang dan sukses
Tidak semua orang dapat melakukan hal seperti ini. Berpikir dalam hal ini maksudnya
adalah berpikir secara positif, dapat memahami orang lain, bertindak positif dan
menampilkan diri sebagai orang yang tidak memiliki masalah besar.
10. Ingat nama
Nama seseorang adalah kata yang paling penting didengar oleh si empunya nama, dan
selalu menarik perhatiannya.
11. Tunjukkan daya tarik yang tulus terhadap orang yang dihormati
Bagi suku bangsa atau bangsa tertentu hal ini dapat ditunjukkan dengan sedikit
membungkukkan badan dan mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan oleh
yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai