Anda di halaman 1dari 11

KAJIANTENTANGDAMPAKKENAIKANMUKAAIRLAUTRATA

RATATERHADAPPERUBAHANLUASGENANGANROB
TAHUN20132020DIKOTASEMARANG.

Ir.SiddhiSaputro,M.Phil,Prof.Dr.M.Zainuri,DEA,DennyNugrohoS,ST,MSi,
Ir.SugengWidada,MSi,Ir.Purwanto,MT,Drs.Jarot.MPd.

FakultasPerikanandanIlmuKelautan,Oseanografi,UniversitasDiponegoro,
Semarang
E-mail: fpik@undip.ac.id.
Abstrak: Kota Semarang yang merupakan Ibukota Propinsi Jawa Tengah secara
topografi Kota Semarang terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan. Saat ini
daerah pesisir Semarang sering terjadi banjir saat air laut pasang. Banjir atau genangan yang
dikenal dengan nama rob tersebut menggenangi daerah-daerah yang lebih rendah dari muka
air laut pada saat pasang tertinggi atau High Highest Water Level (HHWL).
Pemanasan global yang diakibatkan oleh efek rumah kaca juga dapat menyebabkan
kenaikan pada permukaan muka air laut (Sea Level Rise) sebesar 2.7 cm/tahun dan
penurunan permukaan tanah (land subsidence) sebesar 2-8 cm / tahun yang mempunyai
andil dalam perluasan genangan rob. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi luasan
rob terjauh ketika pasang tertinggi di Semarang Utara pada tahun 2013-2020.
Metode yang digunakan adalah marking GPS pada setiap titik genangan rob
terjauh dan menggunakan program Arc-GIS 10.0 dan Surfer 9.0 dalam memodelkan
data koordinat dan data tinggi genangan, sehingga menghasilkan luas daerah genangan
rob terjauh yang nanti di akumulasi hingga tahun 2020 dengan melihat nilai MSL per
tahun.
Hasil yang didapatkan dari pasang surut air laut di Semarang pada tahun
2013, menunjukan nilai High Highest Water Level (HHWL) setinggi 154.04 cm,
sehingga mengakibatkan terjadinya genangan rob di beberapa titik pengamatan yang
tersebar di 6 kecamatan yaitu, kecamatan tugu, kecamatan semarang timur, kecamatan
semarang barat, kecamatan genuk, kecamatan gayamsari, dan kecamatan semarang
utara dengan ketinggian genangan berkisar antara 3-60 cm di setiap titik pengamatan.
Hasil pengukuran luasan daerah yang tergenang rob di semarang tahun 2013
sebesar 5405.29 Ha. Seiring dengan kenaikan muka air laut dan penurunan tanah maka
luas genangan yang terjadi di Semarang bertambah menjadi 8 wilayah pada tahun 2020
yaitu kecamatan tugu, kecamatan semarang timur, kecamatan semarang barat,
kecamatan genuk, kecamatan gayamsari, kecamatan semarang utara, kecamatan
pedurungan, dan kecamatan semarang tengah dengan total luas genangan sebesar
8638.68 Ha.
Kata Kunci : Sea Level Rise, Rob Terjauh, Semarang

I.

PENDAHULUAN

Kota Semarang yang merupakan Ibukota


Propinsi Jawa Tengah secara topografi Kota
Semarang terdiri atas daerah pantai, dataran
rendah dan perbukitan. Daerah pantai
merupakan kawasan di bagian Utara yang
berbatasan langsung dengan Laut Jawa dengan
kemiringan antara 0% sampai 2%, daerah
dataran rendah merupakan kawasan di bagian
Tengah, dengan kemiringan antara 2 15 %,
daerah perbukitan merupakan kawasan di
bagian Selatan dengan kemiringan antara 15
40% dan beberapa kawasan dengan
kemiringan diatas 40% (Bappeda Kota
Semarang, 2000 Saat ini daerah pesisir
Semarang sering terjadi banjir saat air laut
pasang. Banjir atau genangan yang dikenal
dengan nama rob tersebut menggenangi
daerah-daerah yang lebih rendah dari muka air
laut pada saat pasang tertinggi atau High
Highest Water Level (HHWL). Berdasarkan
kondisi di lapangan, dari tahun ke tahun banjir
rob bertambah tinggi dan cakupanya semakin
luas. Buktinya dahulu rob hanya terjadi di
Semarang Utara atau daerah sekitar pantai
Semarang kini telah meluas hingga Stasiun
Kereta Api Tawang dan Pasar Johar (Astuti,
2001).
Untuk mengetahui serta melihat dampak
kenaikan muka laut yang akan terjadi dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan
secara spasial. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan metode Sistem
Informasi Geografi yang memanfaatkan data
spasial untuk membangun model (spasial)
sesuai dengan kondisi sebenarnya. Pada
penelitian ini dibuat simulasi model atau
predikisi genangan rob terjauh sampai tahun
2020 yang diakibatkan oleh kenaikan muka air

laut dan penurunan muka tanah, dengan


batasan penelitian yaitu dari Semarang Barat
hingga Semarang Timur.
Diharapkan
penelitian ini dapat memberikan informasi
daerah rawan penambahan genangan hingga
tahun 2020 serta dapat digunakan untuk
membantu dalam memutuskan rencana
pembangunan kedepan Kota Semarang secara
umum, dan dapat digunakan sebagai masukan
terhadap upaya mitigasi terhadap genangan.
II.
2.1.

DASAR TEORI
Pasang Surut

Pasang surut atau disingkat sebagai


pasut merupakan salah satu gejala alam yang
tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan
vertikal dari seluruh partikel massa air laut
dari permukaan sampai bagian terdalam dari
dasar laut. Tinggi pasang surut adalah jarak
vertikal antara air tertingi (puncak air
pasang) dan air terendah (lembah surut)
yang berurutan. Periode pasang surut adalah
waktu yang diperlukan dari posisi muka air
pada muka air rerata ke posisi yang sama
berikutnya. Periode pasang surut selama 12
jam 25 menit atau 24 jam 50 menit
tergantung tipe pasang surut
Analisa harmonik metode Admiralty
adalah analisa pasang surut yang digunakan
untuk menghitung dua konstanta harmonik
yaitu amplitudo dan keterlambatan phasa.
Proses perhitungan metode Admiralty
dihitung dengan bantuan tabel, dimana
untuk waktu pengamatan yang tidak
ditabelkan harus dilakukan pendekatan dan
interpolasi. Untuk memudahkan proses
perhitungan analisis harmonik metode
Admiralty
dilakukan
pengembangan

perhitungan sistem formula dengan bantuan


perangkat lunak Lotus / Excel, yang akan
menghasilkan harga beberapa parameter
seperti MSL, LWL, HWL, LWL, HHWL
dan LLWL sehingga perhitungan pada
metode ini akan menjadi efisien dan
memiliki keakuratan yang tinggi serta
fleksibel untuk waktu kapanpun.
Menurut Triatmodjo (1999) mengingat
elevasi muka air laut selalu berubah setiap
saat, maka diperlukan suatu elevasi yang
ditetapkan berdasar data pasang surut, yang
dapat digunakan sebagai pedoman didalam
perencanaan suatu pelabuhan. Beberapa
elevasi tersebut adalah:
Muka air tinggi (high water level,
HWL), muka air tertinggi yang dicapai
pada saat pasang dalam satu siklus
pasang surut.
Muka air rendah (low water level,
LWL), kedudukan air terendah yang
dicapai pada saat air surut dalam satu
siklus pasang surut.
Muka air tinggi rerata (mean high water
level, MHWL), adalah rerata dari muka
air tertinggi selama periode 19 tahun.
Muka air rendah rerata (mean low water
level, MLWL), adalah rerata dari muka
air rendah selama periode 19 tahun.
Muka air rerata (mean sea level, MSL),
adalah muka air rerata antara muka air
tertinggi rerata dan muka air rendah
rerata. Elevasi ini digunakan sebagai
elevasi di daratan.
Muka air tinggi tertinggi (highest high
water level, HHWL), adalah air tertinggi
ada saat pasang surut purnama atau
bulan mati.

2.2.

Air rendah (lowest low water level,


LLWL), adalah air terendah pada saat
pasang surut purnama atau bulan mati.
Land Subsidence

Land Subsidence adalah fenomena


turunnya permukaan tanah yang disebabkan
oleh banyak faktor yang kompleks, land
subsidence atau penurunan permukaan tanah
merupakan kondisi lokal yang tidak bisa
digeneralisasi bahwa tiap dataran dekat
pantai akan mengalami land subsidence.
Tetapi Akibat dari land subsidence tersebut
turut menyebabkan naiknya muka air laut.
Penyebab land subsidence juga bisa
bermacam-macam, salah satunya adalah
konsolidasi atau pemampatan tabah dan
perubahan air tanah. Jenis tanah lempung
relatif lebih mudah mengalami penurunan
(pemampatan) dibandingkan dengan tanah
pasir. Pasir bersifat tak kompresible
sedangkan lempung sangat kompresible
sehingga
sangat
mudah
mengalami
pemampatan akibat adanya beban diatasnya
sehingga terjadilah penurunan tanah.
Penurunan permukaan tanah merupakan
salah satu fenomena yang terjadi di beberapa
kota di Indonesia seperti jakarta, Bandung,
dan Semarang. Terdapat lima jenis
penurunan permukaan tanah yang dapat
terjadi di daerah perkotaan berdasarkan
penyebabnya, yaitu penurunan muka tanah
yang disebabkan oleh pengambilan air tanah
secara berlebihan, pergerakan tektonik,
pembebanan oleh bangunan, pelarutan
batuan dan penambangan material padat.

2.3.

Rob dan Genangan di Semarang

Rob atau disebut juga banjir pasang


merupakan salah satu masalah yang harus
dihadapi oleh masyarakat kota Semarang.
Banjir dalam pengertian disini adalah
merupakan perluasan dari sisi kanan dan sisi
kiri dari sungai-sungai yang bermuara ke
laut atau dekat dengan daerah pantai dan
sering tergenang pada waktu terjadinya
pasang naik, sedangkan yang dimaksud
dengan genangan adalah merupakan daerah
rendah dimana air yang masuk ke tempat
tersebut tidak dapat mengalir ke tempat lain.
Pada dasarnya rob merupakan gejala
alam yang biasanya terjadi pada saat kondisi
bulan penuh atau bulan purnama. Pada saat
itu gaya gravitasi bulan terhadap bumi
sangat kuat sehingga gerak air laut ke arah
pantai lebih kuat, sehingga air laut akan naik
pada daratan dengan ketinggian yang lebih
rendah dari pasang tertinggi. Jenis banjir
akibat pasang atau rob umumnya terjadi
pada dataran aluvial pantai yang letaknya
cukup rendah atau berupa cekungan dan
terdapat banyak muara sungai dengan anakanak sungai sehingga sehingga jika terjadi
pasang dari laut maka air.
2.4.

Sea Level Rise

Permukaan
laut
rata-rata
merupakan air laut yang dianggap tidak
dipengaruhi oleh keadaan pasut. Nilai
kedudukan permukaan air laut tersebut
biasanya digunakan sebagai refrensi
ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi.
Kedudukan permukaan air laut rata-rata
setiap saat saat berubah-ubah sesuai dengan
perubahan dari posisi benda-benda langit,

seta kerapatan air laut (densitas) ditempat


tersebut sebagai akibat perubahan suhu air,
salinitas dan tekanan atmosfir (Ongkosongo
1989). Permukaan laut rata-rata biasanya
ditentukan melalui pengamatan terus
menerus terhadap kedudukan permukaan
laut setiap jam, hari, bulan dan tahun.
Macam kedudukan muka air laut rata-rata
disesuaikan dengan lamanya pengamatan
yang dipakai untuk menghitung kedudukan
seperti muka air laut rata-rata harian,
bulanan dan tahunan. Dalam survey
hidrografi dikenal istilah MSL sementara
dan MSL sejati.
Penyebab kenaikan muka laut antara
lain disebabkan oleh perubahan iklim dan
land subsidence (Nicholls dan Klein,1999).
Perubahan iklim yang dimaksud disini
adalah pemanasan glonal (global warming).
Pemanasan global berpengaruh terhadap
cyclone, perubahan suhu udara, dan
kenaikan muka laut tentunya. Peningkatan
suhu udara akan mempercepat melelehnya
es di kutub yang akan menambah volume air
di lautan. Intergovermental Panel on
Clilmate Change (IPCC) memperkirakan
bahwa kenaikan muka air secara global dr
1990 2100 akan mencapai 23-96 cm.
Sementara kenaikan suhu dunia dalam
jangka waktu tersebut sekitar 2oC sampai
4.5oC (IPCC, 1995). Apabila kenaikan suhu
berlangsung dengan cepat dan kontinyu
maka akan semakin banyak glester dan
tudung es yang mencair / meleleh.
Kenaikan muka air laut secara global tentu
saja akan banyak pengaruhnya di seluruh
wilayah pesisir baik di Indonesia maupun di
dunia. Indonesia sebagai negara kepulauan
dan maritim tentu saja akan mengalami

dampak yang luar biasa besarnya,


tergantung kepada seberapa besar kenaikan
tersebut. Berikut ini beberapa butir dampak
yang mungkin terjadi akibat kenaikan muka
laut (Diposaptono, 2009).
1) Berkurangnya luas tanah dataran sebagai
akibat dari invasi air laut terhadap
daratan.
2) Invasi air laut ke daratan menyebabkan
terjadinya abrasi sepanjang tepi pantai.
3) Banyak terumbu karang di pantai yang
menjadi tenggelam lebih dalam di bawah
muka laut.
4) Abrasi pantai yang terjadi dapat diikuti
oleh gejala longsoran sepanjang tebing
pantai, dan menyebabkan banyak terjadi
sedimentasi pula.
5) Invasi muka laut ke arah daratan akan
memperpendek aliran sungai dan
amengakibatkan gradien sungai menjadi
lebih besar: karena sungai menjadi lebih
pendek; hal tersebut akan mengakibatkan
sedimentasi yang besar di muara sungai
masing-masing.
6) Invasi air laut ke daratan akan
mengakibatkan kenaikan muka airtanah
tetapi sekaligus juga menyebabkan intrusi
air laut lebih mengarah ke daratan.
7) Secara keseluruhan kenaikan muka air
laut sebagai akibat dari pemanasan global
akan mengakibatkan perubahan terhadap
peta daratan dunia dan tentu saja
Indonesia serta kondisi geologi dan
hidrogeologi wilayah pantai.
III. MATERI DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif yang bersifat eksploratif, dimana
penelitian dengan metode ini bertujuan

untuk menggambarkan keadaan atau status


fenomena. Untuk desainnya penelitian ini
bersifat studi kasus. Studi kasus adalah
penelitian terhadap suatu kasus secara
mendalam yang berlaku pada waktu, tempat
dan populasi yang terbatas, sehingga
memberikan gambaran tentang situasi dan
kondisi secara lokal dan hasilnya tidak dapat
digeneralisasikan untuk tempat yang
berbeda.
3.1. Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang telah ada, yang
meliputi:
Data prakiraan pasang surut oleh
BMKG Semarang tahun 20092013
Peta Rupa Bumi Indonesia
lembar Semarang skala 1 : 50.000
dan
1:25.000
tahun
2001
publikasi Bakosurtanal
Data topografi dan penurunan
tanah di Semarang Utara yang
terbaru dan beberapa tahun
terakhir.
Data Digital Elevation Model
(DEM) SRTM, Provinsi Jawa
Tengah hasil perekaman Space
Shuttle NASA tahun 2000 yang
digunakan untuk memperoleh
data ketinggian daerah pesisir di
Provinsi Jawa Tengah.
A. Tahap Pengamatan Lapangan
a. Penentuan batasan penelitian
Batasan
penelitian
pada
permasalahan yang mengambil judul
tentang Penentuan Luasan daerah
dan elevasi tinggi reklamasi akibat
bencana rob di kecamatan semarang

utara yaitu sejauh titik rob terjauh di


Kecamatan
Semarang
dengan
metode marking point dengan
perangkat GPS.

akan di validasi dengan Software


Arc-GIS untuk mengetai kontur 2
dimensi
daerah
topografi
di
Semrang. Data penurunan tanah ratarata yang telah diperoleh kemudian
dilakukan
interpolasi
sehingga
menghasilkan
suatu
kontur
penurunan tanah untuk daerah
Semarang. Kontur penurunan tanah
yang telah diperoleh kemudian
diklasifikasikan
kedalam
kelas
dengan mengunakan interval yang
sama. Hasil klasifikasi kontur
penurunan tanah kemudian didapat
nilai penurunan tanah yang terjadi di
Semarang, untuk masukan nilai
penurunan tanah dalam formulasi
daerah rob terjauh per tahun

b. Pengamatan pasang Surut.


Pengamatan
pasang
surut
dilakukan selama 15 hari pada bulan
Oktober
sebagai
perbandingan
dengan data pasang surut yang
diperoleh dari prediksi BMKG dan
nilai
HHWL
sebagai
dalam
peramalan rob terjauh di Semarang..
c. Pengukuran tinggi genangan rob
Pengukuran Tinggi Genangan
yaitu sebagai data dimana nantinya
akan di ketahui luas sebaran
genangan rob terjauh yang ada di
semarang.

c. Pengolahan data menggunakan citra


Aster DEM (Digital Elevation
Modelling) 2013
Pada pengolahan data ini nantinya
akan didapatkan skenario dengan
menggunakan perhitungan untuk
mendapatkan prediksi rob terjauh
setiap tahun dengan memasukan
nilai inputan besarnya nilai MSL
pertahun ditambah nilai penurunan
tanah yang nantinya akan diketahui
besar genangan rob terjauh di kota
Semarang.

B. Tahap Pengolahan Data


a. Pengolahan data Pasang Surut
Pada pengolahan data pasang
surut selama 15 hari nantinya akan
ditentukan
komponen-komponen
pasang surut, serta nilai dari MSL,
LLWL
dan
HHWL,
serta
peramalannya dimasa mendatang
dimana data HHWL ini akan
digunakan sebagai prediksi genangan
rob terjauh akibat pengaruh pasang
surut di Kota Semarang.
b. Pengolahan data koordinat topografi
dan penurunan tanah
Pada Pengolahan data koordinat
dan topografi tanah nantinya akan
diketahui nilai Latitude, Longitude
dan topografi tanah yang nantinya

II.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kenaikan Muka Air Laut


Hasil pengolahan data pasang surut
dengan admiralty didapatkan hasil nilai
amplitude (A) dan kelambatan fase (g).

A cm
g

So
87,47

Tabel 1. nilai amplitudo (A) dan kelambatan fase (g)


M2
S2
N2
K2
K1
O1
P1
M4 MS4
5,23
9,14 3,62
2,10
20,68
8,82
6,83 0,75 0,33
54,83 333,35 38,80 333,35 260,38 136,21 260,38 72,51 74,44

O1 K 1
M 2 S2

Berdasarkan
data
MSL
yang
didapatkan (tabel 2), kondisi trend laju
kenaikan MSL tahunan rata-rata tahunan
mendekati pola linier dengan persamaan
Y = 2.2238x 4383

Data komponen pasang surut pada


tabel 1 digunakan sebagai inputan pada
persamaan diatas sehingga didapat bilangan
Formzahl sebesar 2,05. Nilai ini berada pada
1,5 < F < 3. Dimana dalam Lisitzin (1974)
nilai tersebut termasuk kedalam tipe pasang
surut campuran dominasi tunggal.
Data pasang surut yang digunakan
dalam analisis pada penelitian ini adalah data
pasang surut tahun 2009 sampai dengan 2013.
Data tersebut diperoleh dari BMKG
Maritim Kota Semarang. Kemudian diolah
dengan menggunakan metode admiralty yang
kemudian dianalisis untuk mendapatkan
Prediksi MSL tahunan dari 2009-2020.
Tabel 2. MSL Tahunan Semarang 2009-2020

4.2 Hasil Prediksi Luas Genangan


Luas genangan rob di semarang
berdasarkan hasil penelitian ini pada tahun
2013 yaitu sebesar 5405.29 Ha. Daerah seluas
ini dengan mengasumsikan bahwa tinggi
pasang tertinggi (HHLW) mencapai
tinggi 154.04 cm.
Hampir semua kecamatan di wilayah
pesisir Semarang meliputi Kecamatan Tugu,
Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan
Semarang Utara, Kecamatan Semarang
Timur, Kecamatan Gayamsari, Kecamatan
genuk terkena rob. Luas genangan rob pada
masing-masing kecamatan tersebut dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Luas genangan rob tiap kecamatan di
No

Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020

MSL
82.6518
89.44563
89.94147
91.87204
93.51544
93.83496
98.52004
99.13686
101.7175
105.974
106.2636
110.0747

Nama Kecamatan
1
2
3
4
5
6

Tugu
Semarang Timur
Semarang Barat
Genuk
Gayamsari
Semarang Utara
Total

Luas Genangan
(Ha)
1952.63

117.99
613.95
1690.96

123.34
906.42
5405.29

Semarang akibat kenaikan MSL pada tahun


2013

Kemudian dengan menggunakan data DEM


dan nilai MSL (tabel 2) dibuat simulasi model

genangan dari tahun 2009 sampai tahun 2020


dengan menggunakan software ArcGIS 10.0
sehingga dapat diketahui perubahan luasan

genangan di setiap kecamatan seperti yang


ditunjukan pada tabel 4.

Tabel 4. Prediksi luasan genangan rob tiap kecamata di Semarang akibat kenaikan MSL pada
tahun 2015, 2017 dan 2020

No
1
2
3
4
5
6
7
8

Tugu
Semarang Timur
Semarang Tengah
Semarang Barat
Pedurungan
Genuk
Gayamsari
Semarang Utara

874.8
63.13
2174.58
222.93
1046.02

Luas Genangan
2017
2566.81
270.49
18.85
1111.74
92.4
2524.67
249.82
1240.54

Total

6993.8

8075.32

Nama Kecamatan

Presentase luas genangan rob (tabel 5)


mengalami peningkatan setiap tahunnya hal
tersebut dikarenakan adanya kenaikan
muka air laut yang ditunjukan dengan
adanya trend MSL yang meningkat (tabel

2015
2394.8
217.54

2020
2749.79
291.93
25.47
1210.91
103.97
2732.92
277.01
1246.68
8638.68

2). Kondisi ini juga disebabkan oleh kondisi


geografis dari kota semarang ini yang
cenderung landai, dimana ketinggiannya
diantara 0 sampai 2,5 meter diatas
permukaan laut.

Tabel 5. Persentase Luas Genangan Kota Semarang (%)

Tahun

Luas Genangan (%)

2013

18.56

2015

24.02

2017

27.73

2020

29.67

Gambar 4.6. Peta genangan rob terjauh kota semarang tahun 2013, 2015, 2017, 2020.

V. KESIMPULAN

1. Akibat pasang surut air laut di semarang


di bulan oktober 2013 yang menunjukan
nilai hhwl sebesar 154.054 cm
mengakibatkan terjadinya genangan di
beberapa titik yang tersebar di 3 wilayah
yaitu wilayah semarang utara, wilayah
semarang barat, wilayah semarang timur.
2. Faktor muka air laut rata-rata tahunan
selama kurun waktu 2009 sampai 2020
menunjukan adanya kenaikan muka air
laut sebesar 2.71 cm/tahun dan diikuti
dengan penurunan tanah sebesar 2-8
cm/tahun
menyebabkan
semakin
bertambah luas genangan rob terjauh
setiap tahunnya di sejumlah titik yang
ada di semarang.

3. Pada tahun 2013 luasan daerah genangan


5405.29 ha di kota semarang. Dan pada
tahun 2015 luas tergenang sebesar
6993,8 ha, pada tahun 2017 luas
tergenang sebesar
8075.32 ha,
sedangkan pada tahun 2020 luas
tergenang 8638.68 ha

4. Awalnya pada tahun 2013 hanya terdapat


6 kecamatan yang tergenang rob yaitu
kecamatan tugu, kecamatan semarang
timur, kecamatan semarang barat,
kecamatan genuk, kecamatan gayamsari,
kecamatan semarang utara. Sedangkan
pada tahun 2020 daerah yang tergenang
menjadi 8 kecamatan yaitu kecamatan
tugu, kecamatan semarang timur,
kecamatan semarang barat, kecamatan
genuk, kecamatan gayamsari, kecamatan
semarang utara, kecamatan pedurungan,
dan kecamatan semarang tengah.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Sri. 2001. Tipologi Bangunan dan
Kawasan Akibat Pengaruh Kenaikan
Muka Air Laut di Kota Pantai Semarang.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pemukiman. Semarang

Wibowo, Dwi Ari. 2006. Analisis Spasial


Daerah Rawan Genangan Akibat Kenaikan
Pasang Surut Air Laut (Rob) Di Kota
Semarang. Undip. Semarang (Tidak
dipublikasikan)

BAPPEDA. 2013. Profil Wilayah Pantai


dan Laut Kota Semarang. BAPPEDA
Kota Semarang.Diposaptono, S. 2009.
Dinamika Pesisir Akibat Dampak
Perubahan Iklim. Departemen Riset dan
Teknologi.Jakarta

Wirasatriya,
Anindia.
2005.
Kajian
Kenaikan Muka Laut Sebagai Landasan
Penanggulangan Rob Di Pesisir Kota
Semarang.
Undip.Semarang
(Tidak
dipublikasikan)

Diposaptono, S. 2009. Dinamika Pesisir


Akibat Dampak Perubahan Iklim.
Departemen Riset dan Teknologi.Jakarta

IPCC CMZS. 2001.Strategies For


Adaptation To Sea Level Rise. Report Of
The
Coastal
Zone
Management
Subgroup.,
Responese
Strategies
Working Group Of Interngovernmental
Panel On Climate Change, Ministry Of
Transport, Public Work, And Water
Management,
The
Hangue,
The
Netheland, Appendix C, 27pp
Ongkosongo,O.S.R dan Suyarso.1989.
Pasang Surut. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi (P3O) LIPI,
Jakarta.
Tamanyira, Muhammad Maskur. 2009.
Model Spasial Dampak Kenaikan Muka
Laut Terhadap Genangan Di Pesisir Kota
Semarang. Undip. Semarang (Tidak
dipublikasikan)
Triatmodjo,B.1999. Teknik Pantai. Beta
Ofsett. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai