Anda di halaman 1dari 20

PNEUMOTORAKS

Pembimbing : dr.Ratna,Sp.P
Rizma Alfiani Rachmi,S.Ked (J51010024)
Nourma Yustia Sari,S.Ked (J51010045)
Sandhya Putri Arisanti,S.Ked (J51010022)
Safira Tsaqifani Lathifah,S.Ked (J51010044)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

Pendahuluan

Pneumotoraks dikarakteristikkan sebagai sesak nafas


(dyspnea) dan nyeri dada yang berasal dari paru dan dinding dada
yang dapat mengganggu pernafasan yang normal karena adanya
gelembung gas di dalam cavum pleura atau retensi gas didalam
rongga pleura yang kemudian diikuti dengan rupturnya bullae.
Pneumotoraks dapat dikategorikan menjadi paru kolaps
yang terjadi secara spontan tanpa adanya sebab dan paru kolaps
yang diinduksi oleh adanya trauma.

Pneumotoraks spontan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1.Pneumotoraks Primer
-> terjadinya ruptur bullae pada orang yang sehat tanpa disertai
adanya penyakit paru yang menyertainya.

2.Pneumotoraks Sekunder
-> disebabkan oleh rupturnya jaringan paru yang rusak dan
timbul terutama pada pasien yang telah didiagnosis penyakit
paru contohnya emfisema pulmonal.

Patofisiologi
Pada orang yang sehat , tekanan pleura akan tetap negatif
berhubungan dengan tekanan atmosfer yang melewati seluruh siklus
respirasi. Perbedaan tekanan antara alveoli pulmonal dan cavum
pleura ini disebut tekanan transpulmonal . Tekanan inilah yang
menyebabkan adanya elastisitas dari paru.
Pada pneumothorax, alveoli pulmonal atau saluran nafas menjadi
terhubung dengan cavum pleura sehingga tekanan pada kedua area
menjadi sama. Ketika udara terdapat pada cavum pleura, maka
kapasitas vital pulmonal akan berkurang hingga 33%. Ruangan
untuk aliran masuk udara dicavum pleura dibentuk dengan
mengompresi paru. Adanya perubahan tekanan intra-pleura akan
menyebabkan peningkatan volume thorak dan pendataran dari
diafragma.

Patofisiologi

(lanjutan)

Perubahan fisiologi utama pada pneumotoraks adalah penurunan


tekanan oksigen arteri sebagai akibat dari penurunan kapasitas vital.
Pada pasien pneumotoraks primer, penurunan kapasitas vital relatif
baik. Berbeda dengan pasien yang menderita pneumotoraks
sekunder yang disertai penyakit pumonal, dimana penurunan
kapasitas vital dapat menyebabkan hipoventilasi alveolar dan gagal
nafas

Penyebab dan Faktor Risiko

1. Pneumotoraks Spontan Primer (PSP)


Laki-laki
Kurus
Usia 10-30 tahun
Riwayat Merokok
Genetik : HLA haplotype A2B40, alpha-1 antitrypsin phenotypes
M1M2, mutasi genetik FBN1
Dapat timbul pada pasien yang mempunyai penyakit paru yang
mendasari seperti : Asma, pneumonia, abses pulmonar,
pertussis, sindrom marfan dan kanker paru.

( lanjutan )

Mekanisme PSP
Kebanyakan kasus pada PSP disebabkan oleh adanya ruptur
spontan dari sub-pleura bleb atau bulla. Bleb atau bulla adalah
kantong udara kecil yang terbentuk antara jaringan paru dan pleura
yang merupakan pelebaran dari alveoli pulmonal yang biasa
berkembang pada area apikal paru.
Terdapat 2 mekanisme untuk terbentuknya bleb atau bulla :
1. Mekanisme Kongenital
Lobus bagian paru atas mengalami pertumbuhan lebih cepat
daripada vaskularisasinya -> penurunan suplai darah ->
pembentukan bulla.

2. Mekanisme yang berhubungan dengan tekanan cavum


pleura
Tekanan pada cavum pleura menjadi lebih negatif pada lobus
atas paru. Pada seseorang yang tinggi, tekanan negatif pada
cavum pleura di lobus atas paru seringkali meningkat.

2. Pneumotoraks Spontan Sekunder (SSP)


Timbul pada pasien yang terdiagnosis dengan penyakit paru.
Penyebab yang paling sering adalah Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) .

Manifestasi Klinis

Nyeri dada akut yang diikuti dengan pemendekan nafas


Nyeri dapat bertambah berat ketika dilakukan inhalasi
Nyeri terdapat pada lokasi pneumotoraks berkembang
Dyspnea
Dapat asimptomatik pada pasien dengan kondisi sistemik yang
buruk
Biasanya timbul saat istirahat
Pada PSP : nyeri dan dyspnea dapat teratasi setelah 24 jam. Tidak
mudah untuk terjadinya hipoksemia.

Evaluasi pneumotoraks Spontan


Mnurut panduan American College of Chest Physicians (ACCP)
Pneumotoraks Kecil
Penurunan panjang apikal <3cm
Keterangan :
Panduan ACCP hanya mempertimbangkan pneumotoraks pada
bagian apek paru untuk evaluasi. Metode ini dapat tidak adekuat
untuk memperkirakan volume pneumotoraks.
Pasien dikatakan stabil oleh ACCP jika :
-RR <24 x/menit
-Nadi antara 60-120 x/menit
-Tekanan Darah normal
-SPO 90%
-Mampu berbicara satu kalimat penuh

( lanjutan )

Menurut panduan The British Thoracic Society (BTS)


-Pneumotoraks Kecil ( Small Pneumothorax )
BTS menunjuk kedalaman marjinal diukur dari dinding dada ke
tepi paru luar kurang dari 2 cm sebagai pneumotoraks kecil.
-Pneumotoraks Lebar ( Large Pneumothorax )
Kedalaman marijinal lebih dari 2 cm.
Keterangan:
Pasien dikatakan stabil jika tidak terdapat gangguan respirasi lagi.
Thoracic Computed Topography (CT) efektif dalam
mengidentifikasi penyebab dari pneumotoraks spontan.

Pengobatan pneumotoraks Spontan


1. Terapi Oksigen
Gas dalam cavum pleura diabsorbsi melalui diffusi dan dapat
difasilitasi dengan mengganti komposisi dari gas cavum
intrapleura. Oksigen akan mengabsorpsi 62x lebih cepat dari
nitrogen. Ketika pasien menghirup 100% oksigen , nitrogen akan
menghilang dari cavum pleura dan hanya meninggalkan oksigen
yang mana akan terserap cepat dari cavum pleura menuju vena.
Dengan kontras, ketika pasien menerima suplementasi oksigen,
tingkat absorpsi akan mempercepat hingga 3-4 kali, efek ini akan
sangat menonjol ketika terdapat volume gas yang besar pada
cavum pleura.
BTS merokomendasikan penggunan high-flow oxygen (10
L/min) pada pasien yang simptomatik.

( lanjutan )

2. Observasi
Dapat dilakukan pada kasus PSP dan SSP. ACCP dan BTS
merekomendasikan observasi hanya dilakukan pada pasien yang
secara klinis stabil dan terdiagnosis dengan pneumotoraks kecil. Di
observasi selama 3-6 jam dan dapat dipulangkan jika hasil
pengulangan radiografi dada menunjukkan tidak ada progresi dari
pneumotoraks yang menandakan lesi penyebab telah tertutup.
3. Aspirasi Sederhana
Menggunakan kateter kecil. Kateter dimasukkan ke cavum
pleura dan dapat langsung dilepas setelah evakuasi udara atau
ditinggal sementara pasien diobservasi.

( lanjutan )

1. Pneumotoraks Spontan Primer


ACCP merekomendasikan penggunaan aspirasi sederhana pada
pasien PSP dengan klinis yang stabil. Akan tetapi, BTS
merekomendasikan penggunaan aspirasi sederhana pada semua
pasien yang terdiagnosis PSP yang memerlukan intervensi. Hal
ini berdasarkan penelitian oleh Noppen et al dimana hasil klinis
pasien yang menerima aspirasi sederhana dengan 16G IV kateter
dan chest tube insertion (16F atau 20F) tidak ada perbedaan
keefektifan keduanya. Namun, lama rawat inap terkurangi pada
pasien yang menerima aspirasi sederhana.

( lanjutan )

2. Pneumotoraks Spontan Sekunder


Tingkat kegagalan tinggi pada pasien dengan usia 50 tahun.
4. Penggantian Chest Tube
-

PSP : ACCP merokomendasikan penggantian chest tube pada


pneumotoraks yang lebar, tanpa memperhatikan pasien dalam
keadaan stabil atau tidak stabil. Sedangkan BTS
merekomendasikan penggantian chest tube ketika prosedur
aspirasi sederhana gagal untuk memperbaiki pneumotoraks.
SSP : ACCP merekomendasikan pada pasien dengan klinis
stabil yang terdiagnosis pneumotoraks kecil dan lebar serta
pasien dengan klinis yang tidak stabil. BTS juga
merekomendasikan demikian, kecuali pada pasien yang
terdiagnosis dengan pneumotoraks yang sangat kecil.

( lanjutan )

5. Manajemen Chest Tube


-Ketebalan dari Chest Tube
Tidak direkomendasikan menggunakan chest tube yang tebal (24
s/d 28 F). ACCP -> 14 s/d 22F ( pada pasien PSP stabil ). BTS ->
14F chest tube.
-Suction of the Chest Tube / Penyedotan pada Chest Tube
Suction hanya dilakukan jika kebocoran udara 48 jam dan tidak
ada tanda pengembangan paru kembali setelah penggantian dengan
chest tube . BTS juga merekomendasikan untuk melakukan suction
pada kecepatan yang tinggi dan tekanan yang rendah (-10 s/d
-20cm H20)

( lanjutan )

-Pelepasan dari Chest Tube


Chest tube dilepaskan hanya ketika hasil radiografi dada
menunjukkan re-ekspansi dari paru, resolusi komplit dari
pneumotoraks dan tidak ada bukti klinis dari kebocoran udara
6. Definisi dari kebocoran udara yang persisten
Intervensi untuk mengeliminasi dari kebocoran yang ada
dianjurkan jika kebocoran telah berlangsung selama 2 s/d 14 hari.
ACCP merekomendasi intervensi jika kebocoran udara berlansung
melebihi 4 hari pada kasus PSP dan lebih dari 5 hari pada kasus
SSP. BTS merekomendasikan operasi thorak jika kebocoran udara
telah berlangsung melebihi 2 hari atau jika paru tidak
mengembang.

( lanjutan )

7. Prosedur Intervensi untuk pencegahan dari kekambuhan dan


kebocoran udara
1)Operasi
Untuk mencegah kekambuhan atau menghentikan
kebocoran udara. ACCP merekomendasikan parietal pleurectomy
dan bullectomy atau parietal pleural abrasion dan bullectomy.
2) Pleurodesis dan Heimlich Valve
ACCP merekomendasikan melakukan pleurodesis , menggunakan
medikasi seperti talc dan doxycycline yang dimasukkan melalui
chest tube pada pasien PSP dan SSP yang menolak intervesi dengan
operasi dan tidak sesuai sebagai kandidat operasi. Dengan ukuran
yang tepat, talc dapat mengurangi resiko gagal nafas.

( lanjutan )

3. Waktu untuk intervensi untuk pencegahan kekambuhan


dari pneumotoraks spontan
ACCP -> Intervensi dengan operasi direkomendasikan pada
kekambuhan yang kedua kalinya pada PSP
BTS -> tindakan operasi diperlukan jika pneumotoraks muncul
untuk kejadian yang kedua pada sisi yang sama, pada kejadian
pertama pada arah sebaliknya dan pada kasus pneumotoraks
bilateral.

Thank You

Anda mungkin juga menyukai