Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada

dasarnya

farmasi

merupakan

sistem

pengetahuan

yang

mengupayakan dan menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan


dirinya

dalam

mendalami,

memperluas,

menghasilkan

dan

mengembangkan pengetahuan tentang obat dalam arti yang seluas-luasnya


serta efek dan pengaruh obat terhadap manusia dan hewan. Pengetahuan ilmu
farmasi jangkauannya sangat luas, namun dari semua cabang ilmu profesi
kefarmasian bertujuan untuk menciptakan racikan obat yang rasional, baik, dan
cocok bagi masyarakat untuk digunakan atau dikonsumsi, yang memberikan
efek teraupetik.
Dimana dasar untuk mempelajari cara peracikan obat ini di temukan
dalam salah satu mata kuliah wajib di lingkungan farmasi yaitu teknologi
sediaan padat . Teknologi sediaan padat merupakan mata kuliah lanjutan dari
farmasetika dasar yang merupakan ilmu dasar peracikan obat yang
mempelajari segala sesuatu mengenai seni peracikan serta perhitungan dosis
obat untuk menghasilkan sediaan obat yang baik dan rasional. Sediaan yang di
pelajari dalam mata kuliah ini diantaranya sediaan serbuk, suspense, emulsi,
sirup, kapsul, salep dan suppositoria. Bentuk-bentuk sediaan tersebut memiliki
fungsi dan kegunaannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan obat yang
digunakan. Salah satu bentuk sediaan jarang dijumpai di pasaran yaitu sediaan
suppositoria. Namun kebanyakan orang lebih memilih obat yang dikonsumsi
dengan penggunaan secara oral karna difikir lebih aman, dibandingkan sediaan
suppositoria.
Secara umum suppositoria merupakan sediaan padat yang digunakan
melalui dubur, vagina dan uretra, yang dapat melunak, melarut dan
meleleh pada suhu tubuh. Selain itu sediaan ini terdiri dari berbagai bentuk,
basis (bahan dasar) dan bobot yang disesuaikan dengan penggunaannya.

Penggunaan sediaan suppositoria memiliki beberapa kelebihan daripada


obat peroral diantaranya yaitu dapat menghindari terjadinya iritasi pada
lambung karena sediaan tidak melalui organ pencernaan. Berdasarkan
keuntungan

ini,

sebagai

seorang

farmasis

sangatlah

penting

mempelajari pembuatan/peracikan sediaan suppositoria dengan menggunakan


bahan dasar yang sesuai, sehingga dapat meyakinkan masyarakat bahwa
sediaan suppositoria sangatlah baik dan aman untuk digunakan.
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui dan memahami tujuan penggunaan supositoria serta
evaluasinya khususnya supositoria rektal.
I.2.2 Tujuan Percobaan
1.

Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui pemilihan basis yang


sesuai dalam pembuatan sediaan supositoria.

2.

Mahasiswa

diharapkan

mampu

mengetahui

keuntungan

penggunaan sediaan supositoria dibandingkan sediaan oral.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Definisi Suppositoriaitoria
Suppositoriaitoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur,
berbentuk torpedo, dapat melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh
(Anief, 1997). Suppositoriaitoria adalah sediaan padat yang digunakan
melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau
meleleh pada suhu tubuh. (Farmakope Indonesia Edisi III, 1979).
Suppositoriaitoria adalah sediaan padat, melunak, melumer dan larut pada
suhu tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan ke dalam rektum,
berbentuk sesuai dengan maksud penggunaannya, umumnya berbentuk
torpedo (Formularium Nasional, 1978).
Jadi, suppositoriaitoria dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan padat
yang berbentuk torpedo yang biasanya digunakan melalui rectum dan
dapat juga melalui lubang di area tubuh, sediaan ini ditujukan pada pasien
yang mudah muntah, tidak sadar atau butuh penanganan cepat.
II.1.2 Macam-macam Suppositoriaitoria
a. Suppositoriaitoria untuk rectum (rektal)
Suppositoriaitoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari
tangan. Biasanya suppositoriaitoria rektum panjangnya 32 mm (1,5
inchi), dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk
suppositoriaitoria rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jarijari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang
digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 g untuk yang
menggunakan basis oleum cacao (Ansel, 2005).
b. Suppositoriaitoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoriaitoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya
berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai kompendik resmi
beratnya 5 g, apabila basisnya oleum cacao

c. Suppositoriaitoria untuk saluran urin (uretra)


Suppositoriaitoria untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie,
bentuknya rampiung seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan
kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoriaitoria saluran urin pria
bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang 140 mm, walaupun ukuran
ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari
oleum cacao beratnya 4 g. Suppositoriaitoria untuk saluran urin
wanita panjang dan beratnya dari ukuran untuk pria, panjang 70
mm dan beratnya 2 g, ini pun bila oleum cacao sebagai basisnya.
d. Suppositoriaitoia untuk hidung dan telinga
Suppositoriaitoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut
telinga, keduanya berbentuk sama dengan suppositoriaitoria saluran
urin hanya ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm.
Suppositoriaitoria telinga umumnya diolah dengan suatu basis gelatin
yang

mengandung

gliserin.

Seperti

dinyatakan

sebelumnya,

suppositoriaitoria untuk obat hidung dan telinga sekarang jarang


digunakan.
II.1.3 Tujuan Penggunaan Supositoria
1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan
penyakit infeksi lainnya. Suppositoriaitoria juga dapat digunakan untuk
tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membrane mukosa dalam
rectum. Hal ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak
memungkinkan seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan.
2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih
cepat karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke
dalam sirkulasi pembuluh darah.
3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran
gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati
(Syamsuni, 2005).
II.1.4 Keuntungan dan Kerugian Supositoria
II.1.4.1 Keuntungan Supositoria:

a.

Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.

b.

Dapat menghindari keruskan obat oleh enzim pencernaan dan


asam lambung.

c.

Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga


obat dapat berefek lebih cepat daripada penggunaan obat
peroral.

d.

Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.

II.1.4.2 Kerugian Supositoria


a.

Pemakaiannya tidak menyenangkan.

b.

Tidak dapat disimpan pada suhu ruang.

II.1.4.3 Persyaratan Supositoria


Sediaan supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut:
1.

Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada


suhu tubuh atau melarut (persyaratan kerja obat).

2.

Pembebasan dan responsi obat yang baik.

3.

Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa


ketengikan, pewarnaan, penegerasan, kemantapan bentuk,
daya patah yang baik, dan stabilitas yang memadai dari bahan
obat).

4.

Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil.

II.1. 5 Basis supositoria


Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan
melebur, melarut dan terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria
memainkan peranan penting. Maka dari itu basis supositoria harus
memenuhi syarat utama, yaitu basis harus selalu padat dalam suhu ruangan
dan akan melebur maupun melunak dengan mudah pada suhu tubuh
sehingga zat aktif atau obat yang dikandungnya dapat melarut dan
didispersikan merata kemudian menghasilkan efek terapi lokal maupun
sistemik. Basis supositoria yang ideal juga harus mempunyai beberapa
sifat seperti berikut:

1.

Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.

2.

Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.

3.

Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan


bau serta pemisahan obat.

4.

Kadar air mencukupi.

5.

Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan


bilangan penyabunan harus diketahui jelas.

II.1.5.1 Persayaratan Basis Suppositoriaitoria


1.

Secara fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus,


hal ini dapat disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataupun
tengik, terlalu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik).

2.

Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat).

3.

Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil).

4.

Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan
dapat berlangsung cepat dalam cetakan, kontraksibilitas baik,
mencegah pendinginan mendaak dalam cetakan).

5.

Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur
jernih (ini dikarenakan

untuk kemantapan bentuk dan daya

penyimpanan, khususnya pada suhu tinggi sehingga tetap stabil).


II.1.5.2 Macam-macam Basis Suppositoriaitoria
1.

Basis berlemak, contohnya: oleum cacao.

2.

Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak: campuran tween


dengan gliserin laurat.

3.

Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya: gliseringelatin, PEG (polietien glikol).

2.1.5.3 Bahan Dasar Supositoria


1. Bahan dasar berlemak: oleum cacao
Lemak coklat merupakan trigliserida berwarna kekuninagan,
memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak
bentuk krital). Jika dipanaskan pada suhu sektiras 30C akan mulai
mencair dan biasanya meleleh sekitar 34-35C, sedangkan dibawah

30C berupa massa semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak


coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan akan kehilangan
semua inti kristal menstabil.

Keuntungan oleum cacao:


a.

Dapat melebur pada suhu tubuh.

b.

Dapat memadat pada suhu kamar.

Kerugian oleum cacao:


a.

Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan


pengeluaran).

b.

Titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun


apabila ditambahkan dengan bahan tertentu.

c.

Meleleh pada udara yang panas.

2. PEG (Polietilenglikol)
PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot
molekul antara 300-6000. Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax
400). PEG 1000 (carbowax 1000), PEG 1500 (carbowax 1500), PEG
4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax 6000). PEG di
bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat
lunak seperti malam. Formula PEG yang dipakai sebagai berikut:
1.

Bahan dasar tidak berair: PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000
96% (75%).

2.

Bahan dasar berair: PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan
aqua+obat 20%. Titik lebur PEG antara 35-63C, tidak meleleh
pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan sekresi tubuh.

Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara


lain:
1.

Tidak mengiritasi atau merangsang.

2.

Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan


dengan oleum cacao.

3.

Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh


pada suhu tubuh.

Kerugian jika digunakan sebagai basis supositoria, antara lain:


1.

Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan,


sehingga timbul rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi
dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air dahulu
sebelum digunakan.

2.

Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat


pelepasan obat.

Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan


bahan dasar, lalu dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan
supositoria dengan bahan dasar lemak coklat.
II.1. 6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Absobsi Obat per Rektal
Rektum mengandung sedikit cairan dengan PH 7,2 dan kapasitas
dapar rendah. Epitel rektum sifatnya berlipoid (berlemak) maka
diutamakan permeabel terhadap obat yang tidak terionisasi (obat yang
mudah larut lemak).
II.1.7 Nilai Tukar
Nilai tukar adalah nilai yang digunakan untuk mengurangi kadar zat
aktif. Tujuan dari pengurangan zat aktif adalah meminimalisir over dosis
yang ditimbulkan. Karena zat aktif yang tertera pada literature merupakan
kadar zat aktif yang digunakan secara oral, maka pada penggunaan untuk
rectal kadar zat aktif harus dikurangi. Hal ini berkaitan dengan proses
farmakokinetik di dalam tubuh. Untuk obat-obat oral prosesnya melalui
ADME sedangkan untuk obat-obat lokal (suppo) prosesnya tidak melalui
ADME

melainkan

langsung

diserap

oleh

permukaan

mukosa

rectal, kemudian masuk ke pembuluh darah selanjutnya masuk ke dalam


sirkulasi darah. Oleh karena itu, jika zat aktif masih menggunakan dosis
oral, maka dikhawatirkan terjadi over dosis pada pasien.
Pada

pembuatan

supositoria

menggunakan

cetakan,

volume

supositoria harus tetap.Tetapi, bobotnya beragam tergantung pada jumlah

dan bobot jenis yang dapat diabaikan, misalnya ekstrak belladonea dan
garam alkaloid.
Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot minyak cokelat
yang mempunyai volume yang sama dengan 1g obat. Berikut adalah tabel
nilai tukar.
Nama Obat

Nilai tukar ol cacao per 1g

Acidum boricum

0.65

Garam alkaloid

0.7

Bismuth subgallas

0.37

Ichtammolum

0.72

Tanninum

0.68

Aethylis aminobenzoas

0.68

Aminoplhylinum

0.86

Bismuth subnitras

0.20

Sulfonamidum

0.60

Zinci oxydum

0.25

Dalam praktik, nilai tukar beberapa obat adalah 0.7 kecuali untuk
garam Bismuth dan Zincy Oxydum. Untuk larutan nilai tukarnya dianggap
satu. Bila supositoria mengandung obat atau zat padat yang banyak,
pengisian pada cetakan berkurang dan jika dipenuhi dengan campuran
massa, akan diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu,
untuk membuat supositoria yang sesuai dapat dilakukan dengan cara
menggunakan perhitungan nilai tukar.
II.1.8 Uji Bahan Aktif
1. Titik lebur
Titik lebur adalah suhu di mana zat yang kita uji pertama kali
melebur atau meleleh seluruhnya yang ditunjukan pada saat fase padat
cepat hilang. Dalam analisa farmasi titik lebur untuk menetapkan
karakteristik senyawa dan identifikasi adanya pengotor. Untuk uji titik
lebur di butuhkan alat pengukuran titik lebur yaitu, Melting Point

Apparatus (MPA) alat ini digunakan untuk melihat atau mengukur


besarnya titik lebur suatu zat.
2. Bobot jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot jenis udara pada suhu
2oC terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis
suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot jenis
dengan bobot air dalam piknometer. Lalu dinyatakan lain dalam
monografi keduanya ditetapkan pada suhu 25oC (FI IV hal 1302).
Bobot jenis dapat digunakan untuk:
Mengetahui kepekaan suatu zat
Mengetahui kemurniaan suatu zat
Mengetahui jenis zat
Piknometer untuk menentukan bobot jenis zat padat dan zat cair. Zat
padat berbeda dengan zat cair, zat padat memiliki pori dan rongga
sehingga berat jenis tidak dapat terdefinisi dengan jelas. Berat jenis
sejati merupakan berat jenis yang dihitung tanpa pori atau rongga
ruang. Sedangkan berat jenis nyata merupakan berat jenis yang di
hitung sekaligus dengan porinya sehingga nyata < sejati.
II.1.9 Metode Pembuatan
Pembuatan supositoria secara umum yaitu bahan dasar supositoria
yang digunakan dipilih agar meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut
dalam bahan dasar, jika perlu dipanaskan. Jika obat sukar larut dalam
bahan dasar, harus dibuat serbuk halus. setelah campuran obat dan bahan
dasar meleleh atau mencair, tuangkan ke dalam cetakan supositoria
kemudian didinginkan. Tujuan dibuat serbuk halus untuk membantu
homogenitas zat aktif dengan bahan dasar.
Cetakan suppositoriaitoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau
logam lainnya, namun ada juga yang terbuat dari plastik. Cetakan ini
mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan supositoria. Untuk
mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, supositoria
harus dibuat berlebih (10%), dan sebelum digunakan cetakan harus

dibasahi lebih dahulu dengan parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus
sapotanus (Soft Soap Liniment) agar sediaan tidak melekat pada cetakan.
Namun, spiritus sapotanus tidak boleh digunakan untuk supositoria yang
mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan
sebagai pengganti digunakan oleum recini dalam etanol. Khusus
supositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelicin cetakan
tidak diperlukan, karena bahan dasar tersebut dapat mengerut sehingga
mudah dilepas dari cetakan pada proses pendinginan.
Metode pembuatan supositoria dibagi menjadi 3 yaitu:
a.

Dengan tangan
Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoriaitoria yang telah
dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang
dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahanbahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai
diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian
massa digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan
panjang yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah
pelekatan pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu
ujungnya diruncingkan.

b.

Dengan mencetak kompresi


Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi
suatu bentuk yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan
suatu piston pada massa suppositoriaitoria yang diisikan dalam
silinder, sehingga massa terdorong kedalam cetakan.

c. Dengan mencetak tuang


Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air
atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang
berlebihan,

kemudian

bahan-bahan

aktif

diemulsikan

atau

disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa dituang kedalam cetakan


logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi krom atau
nikel.

II.1.10 Pengemasan Supositoria


a.

Supositoria gliserin dan supositoria gelatin gliserin umumnya


dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah
perubahan kelembapan dalam isi supositoria.

b.

Supositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya


dibungkus terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lain pada celahcelah dalam kotak untuk mencegah perekatan.

c.

Supositoria dengan kandungan obat yang sedikit lebih pekat biasnya


dibungkus satu per satu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti
lembaran metal (alumunium foil).

II.1.11 Evaluasi Sediaan


Pengujian sediaan supositoria yang dilakukan sebagai berikut:
1.

Uji homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif
dapat tercampur rata dengan bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak
dapat tercampur maka akan mempengaruhi proses absorbsi dalam
tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi yang berbeda.
Cara menguji homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik
bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masingmasing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati
dibawah mikroskop, cara selanjutnya dengan menguji kadarnya
dapat dilakukan dengan cara titrasi.

2.

Bentuk
Bentuk suppositoriaitoria juga perlu diperhatikan karena jika dari
bentuknya tidak seperti sediaan suppositoriaitoria pada umunya,
maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan
tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung
karena akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa
tersebut adalah suppositoriaitoria. Selain itu, suppositoriaitoria
merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo.

3.

Uji waktu hancur


Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama
sediaan tersebut dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur
dengan dimasukkan dalam air yang di set sama dengan suhu tubuh
manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000
waktu hancurnya 15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3
menit. Jika melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum
memenuhi

syarat

untuk digunakan dalam tubuh. Mengapa

menggunakan media air? Dikarenakan sebagian besar tubuh manusia


mengandung cairan.
4.

Keseragaman bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap
sediaan sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat.
Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu
sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya
dengan ditimbang saksama 10 suppositoriaitoria, satu persatu
kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasilpenetapan kadar,
yang diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat
aktif dari masing-masing 10 suppositoriaitoria dengan anggapan zat
aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya
melebihi rata-rata maka suppositoriaitoria tersebut tidak memenuhi
syarat dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman bobot
dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam
masing-masing

suppositoriaitoria

tersebut

sama

dan

dapat

memberikan efek terapi yang sama pula.


5.

Uji titik lebur


Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang
dibutuhkan sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh.
Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu 37C.
Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu

leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya


adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6.

Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras
yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat
digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian
ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar,
dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar,
kemudian diberi beban seberat 20 N (lebih kurang 2 kg) dengan cara
menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.

7.

Volume Distribusi
Volume distribusi (Vd) merupakan parameter untuk untuk
menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar
plasma atau serum. Volume distribusi ini hanyalah perhitungan
volume sementara yang menggambarkan luasnya distribusi obat
dalam tubuh.
Tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terduru dari plasma
atau serum, dan Vd adalah jumlah obat dalam tubuh dibagi dengan
kadarnya dalam plasma atau serum.

II.2.

Rancangan Formula
Formula asli
Hidrokortison Suppositoria
Rancangan Formula
Tiap 3 gram suppositoria mengandung :
Hidrokortison 10 mg
-Tokoferol 0,05 %
Cera Flava

5%

Oleum cacao Q.s

Master formula
Nama produk

: Rekor Ruppo

Jumlah produk : 6 Suppositoria


No. Registrasi : DKL 14 00600353 A3

PT. Medikal
Farma

II.3.

Rekor Suppo
Tanggal
Formula

Tanggal Produksi

Dibuat Oleh:

Disetujui

Kelompok II

Oleh:

Kode Bahan

Nama Bahan

Fungsi Bahan

Per Dosis

Per Batch

HDR

Hidrokortison

Anti Hemorhoid

10 Mg

60 Mg

ALP-T

Tokoferol

Anti Oksidan

1,5 Mg

9 Mg

CFL

Cera Flava

Penstabil

150 Mg

900 Mg

OLC

Oleum Cacao

Basis

2838,5 Mg

17,31 Mg

Alasan Penambahan
II.3.1. Alasan formulasi
Suppositoria merupakan sediaan padat yang digunakan melalui
rektal, vagina dan uretra. Suppositoria rektal umumnya digunakan
dengan basis melunak pada suhu tubuh. sedangkan, untuk suppositoria
vagina dibuat dengan basis yang larut atau terdisintegrasi dalam cairan
tubuh (Arsul, 96).

II.3.2. Alasan Penambahan Zat Tambahan


1. Oleum cacao
Merupakan basis suppositoria yang paling banyak digunakan
(Lachman, 1168).
Oleum cacao meleleh antara suhu 30C-36C dan merupakan
basis suppositoria yang ideal, yang dapat padat pada suhu
kamar biasa (Ansel, 582).
Oleum

cacao

lebih

lama

digunakan

sebagai

basis

suppositoria, bersifat netral secara kimia dan fisiologis serta


banyak digunakan mengingat daerah leburnya 31C -34C
pada suhu kamar (Voight, 283-284).

2. -Tokoferol
antioksidan ini digunakan untuk mencegah oksidasi bagian
sel yang penting atau untuk mencegah terbentuknya hasil
oksidasi yang khusus misalnya pengoksidasi minyak lemak
tak jenuh. Mekanisme kerjanya mencegah tidak terjadinya
gas dan minyak asam yang dimiliki (Lachman, 66).
Antioksidan ini inkompatibilitas dengan bahan pengawet
(Scoville, 513).
3. Cera Flava
Bahan-bahan seperti fenol dan kloralhidrat cenderung
menurunkan titik lebur dari Oleum cacao sewaktu bercampur
dengan bahan tersebut. Jika titik lebur sedemikian rupa maka
tidak mungkin lagi dijadikan suppositoria yang padat.
Dengan menggunakan Oleum cacao sebagai basis tunggal.
Maka, bahan penggerus seperti lilin asetil ester ( 20 %) atau
malam tawon ( 4 %) dapat dilebur dengan Oleum cacao
untuk mengurangi pengaruh pelunakan dari bahan yang
ditambahkan (Ansel, 583).
Obat-obat seperti minyak menguap, kresol, fenol dan
kloraldehid sangat menurunkan titik lebur minyak coklat,
untuk memperbaiki kondisi ini biasanya, digunakan malam
dan spermasetik (Lachman, 1170).
II.4.

Uraian Bahan
1. Hidrokortison (FI III, 290)
Nama resmi

: Hydrocortisonum

Nama lain

: Hidrokortison

RM / BM

: C21H30O5 / 362,46

Pemerian

: Serbuk hablur ; putih atau hampir putih ; tidak

berbau.
Kelarutan

: Sangat sukar larut dalam air dalam eter P ; dan


dalam aseton P ; sukar larut dalam kloroform P.

Stabilitas

: Meleleh pada suhu 215C.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup kedap, dan terlindung dari


cahaya.

Khasiat

: Anti radang, antipruritus, antihemorhoid.

Konsentrasi

: 0,3 %

2. Oleum cacao (FI III, 453)


Nama resmi

: Oleum cacao

Nama lain

: Lemak coklat

RM / BM

: C23H32O6 / 404,5

Pemerian

: Lemak padat, putih kekuningan ; bau khas


amoniak, rasa khas lemak ; agak rapuh.

Kelarutan

: Sukar larut dalam etanol (95 %) P ; mudah larut


dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter
minyak tanah P.

Stabilitas

: Pelebur pada suhu 31C-34C.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat.

Khasiat

: Basis suppositoria (basis lemak).

Konsentrasi

: 99,7 %

3. -Tokoferol (Dirjen POM, 606)


Nama resmi

: Tocopherum

Nama lain

: d--Tokopherol, natural alpha tocopherol.

RM / BM

: C29H50O2 / 430,7

Pemerian

: Tidak berbau atau sedikit berbau, tidak berasa


atau sedikit berasa.

Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam larutan


alkali, larut dalam etanol, dalam eter P, dan
dalam minyak nabati.

Stabilitas

: Akan teroksidasi secara perlahan dengan molekul


udara.

Penyimpanan

: Dalam ruangan tertutup rapat dan terlindung dari


cahaya.

Khasiat

: Antioksidan.

Konsentrasi

: 0,05 %

4. Cera flava (FI III, 140)


Nama resmi

: Cera flava

Nama lain

: Malam kuning

RM / BM

Pemerian

: Zat padat, coklat kekuningan, bau enak, menjadi


elastik jika hangat dan bekas patahan buram dan
berbutir.

Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam


etanol (95 %) P, larut dalam kloroform P, dalam
ester P hangat, dalam minyak atsiri,

Stabilitas

: Stbail jika disimpan dalam wadah te.rtutup rapat

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat.

Khasiat

: Penstabil titik lebur.

Konsentrasi

: 4-6 % , namun yang digunakan dalam formula ini


5 %.

BAB III
METODE KERJA
III.1. Alat
1.

Alu

2.

Batang pengaduk

3.

Cawan porselin

4.

Cetakan suppositoriaitoria

5.

Kaca arloji

6.

Lemari pendingin

7.

Lumpang

8.

Neraca analitik

9.

Sendok tanduk

10. Sudip
11. Waterbath
12. Tisu
III.2. Bahan
1.

Air

2.

Alkohol 70 %

3.

Cera flava

4.

Hidrokortison

5.

kertas perkamen

6.

Oleum cacao

7.

PEG 1000

8.

-Tokoferol

III.3. Perhitungan Bahan


-

Hidrokortison

= 10 mg

Cera Flava

=5%
=

= 0,15 g

= 0,15 g x 6 = 0,9 g

Oleum Cacao

(Nilai tukar)

6 suppo @ 3 gram
10 mg zat aktif
Nilai tukar hidrokortison = 0,7
Zat aktif yang digunakan = 0,01 g x 6
= 0,06 g
Bobot suppo

= 10 %+ 3 g = 3,1 g
= 3,1 x 6

Nilai tukar
-

= 18,6 g

= 0,7 x 0,06 = 0,042 g

Berat Oleum Cacao

= 18,6 (0,042+0,9)
= 17,658 g

-Tokoferol

=
= 8,829 mg

X =

= 0,131 mL

III.4. Cara Kerja


1.

Disiapkan alat dan bahan.

2.

Dibersihkan alat dengan alkohol 70 %.

3.

Diti ban bahan hidrokortison

-Tokoferol 9 mg, Cera flava

900 mg, Oleum cacao 17,031 mg.


4.

Dilebur Cera flava diatas penangas air pada suhu 60C-64C.

5.

Dimasukkan Oleum cacao pada leburan Cera flava, namun,


sebelumnya diturunkan terlebih dahulu suhu pada penganas air
menjadi 31C-34C.

6.

Ditambahkan zat aktif hidrokortison dan diaduk hingga homogen.

7.

Diteteskan -Tokoferol pada adonan lalu diaduk hingga homogen.

8.

Diolesi cetakan suppositoriaitoria dengan menggunakan P.E.G agar


suppositoriaitoria tidak melekat pada cetakan saat pendinginan.

9.

Diaduk massa suppositoriaitoria secara konstan dan dituang kedalam


cetakan melalui dinding cetakan secara kontinyu untuk menghindari

masuknya udara yang menyebabkan terbentuknya alur-alur pada


suppositoriaitoria dingin. Lalu diratakan dengans udip.
10. Didinginkan sekitar 15 menit sebelum suppositoriaitoria dimasukkan
dalam lemari pendingin.
11. Dimasukkan suppositoriaitoria dalam lemari pendingin.
12. Setelah beberapa menit, dikeluarkan suppositoriaitoria dari dalam
lemari pendingin, dikeluarkan dari cetakan lalu dikemas dalam
aluminium foil.
13. Diberi etiket dan brosur.
14. Disimpan pada suhu dingin.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dibuat suppositoriaitoria rektal yang berbobot 3
gram dengan zat aktif hidrokortison. Berdasarkan literatur, suppositoriaitoria
dengan penggunaan rektal biasanya digunakan untuk obat-obat yang berkhasiat
antihemeroid dan hidrokortison sendiri memiliki khasiat sebagai antihemeroid
atau sebagai obat wasir. Suppositoriaitoria ini dibuat menggunakan metode
pencetakan tuang, metode ini dipilih karena lebih efektif dan efisien digunakan
dalam pembuatan suppositoriaitoria skala lab. Sedangkan basis yang digunakan
yaitu oleum kakao. Oleum kakao merupakan trigliserida berwarna kekuninagan,
memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk krital).
Jika dipanaskan pada suhu sektiar 30C akan mulai mencair dan biasanya meleleh
sekitar 34-35C, sedangkan dibawah 30C berupa massa semi padat. Jika suhu
pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan
akan kehilangan semua inti kristal menstabil.
Keuntungan oleum cacao adalah dapat melebur pada suhu tubuh dan dapat
memadat pada suhu kamar. Sedangkan kerugian oleum cacao adalah tidak dapat
bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran), titik leburnya tidak
menentu, kadang naik dan kadang turun apabila ditambahkan dengan bahan
tertentu. Serta meleleh pada udara yang panas.
Pertama kali yang dilakukan dalam praktikum ini adalah penimbangan
bahan. Setelah semua bahan ditimbang sesuai dengan perhitungan bahan. Bahanbahan yang digunakan dalam pembuatan suppositoriaitoria ini antara lain
hidrokortison sebagai zat aktif, oleum cacao sebagai basis, cera alba sebagai
bahan pestabil, dimana bahan-bahan seperti fenol dan kloralhidrat termasuk
hidrokortison cenderung dapat menurunkan titik lebur dari oleum cacao padda
saat pencampuran dengan bahan tersebut. Selain cera alba, bahan yang digunakan
adalah -tocopherol, penggunaan -tocopherol ini adalah sebagai antioksidan dari
oleum cacao karena oleum cacao sendiri mudah teroksidasi yang mengakibatkan
munculnya bau tengik yang kurang enak.

Untuk peleburan, oleum cacao dan cera alba tidak dilebur secara bersamaan
atau pada suhu yang sama. Hal ini disebabkan karena titik lebur dari kedua bahan
berbeda, cera alba dilebur terlebih dahulu pada suhu sekitar 62-64
terlebur suhu diturunkan menjadi 30-34

, Setelah

kemudian ditambahkan oleum cacao.

Hal ini dikarenakan oleum cacao dapat menunjukkan polimorfisme dari bentuk
kristalnya akibat pemanasan tinggi. Oleum kakao mudah tengik, sebaiknya
penyimpanan dalam wadah atau tempat yang sejuk, kering dan terlindung dari
cahaya. Selanjutnya suppositoriaitoria didinginkan dalam lemari es selama

jam. Hal ini bertujuan supaya suppositoriaitoria menjadi beku. Setelah 2 jam,
diperoleh suppositoriaitoria padat, kemudian suppositoria dikeluarkan dari
cetakan dan diuji keseragaman bobot.
Dari hasil praktikum tidak ada satu suppositoriaitoria yang memenuhi
syarat, salah satunya ketidakseragaman bobot. Hal ini disebabkan karena dalam
proses pencetakan, dilakukan secara manual. Proses penuangan bahan seharusnya
dilakukan pada saat suppo masih dalam keadaan cair dan pada suhu maksimal,
sehingga volume suppositoria dapat terkontrol. Sedangakan pada saat praktikum,
penuangan bahan

dilakukan pada suhu yang tidak stabil sehingga diperoleh

volume supositoria yang tidak beraturan.


Bentuk suppositoria juga kurang sempurna, ada yang tinggi dan ada yang
pendek. Hal ini disebabkan karena bahan yang sedikit dan tidak meratanya saat
penuangan bahan ke cetakan suppositoria. Sehingga mengakibatkan suppositoria
yang diperoleh tidak memenuhi syarat keseragaman bobot. Pada praktikum kali
ini tidak dilakukan uji kekerasan suppositoria, dikarenakan tidak adanya alat uji
kekerasan. Sehingga uji yang dilakukan hanya uji keseragaman bobot.
Setelah dilakukan evaluasi terhadap suppositoria, maka suppositoria yang
telah jadi dibungkus dengan alumunim foil agar tidak tembus cahaya dan
sebaiknya dikemas dalam wadah tertutup rapat untuk mencegah perubahan
kelembapan dalam isi suppositoriaitoria dan sangat baik bila disimpan pada suhu
dibawah 25 C.

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan pratikum yang telah dilaksanakan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pemilihan basis yang tepat untuk supositoria harus disesuaikan dengan
zat aktif dari supositoria itu sendiri, yang apabila zat aktif dari supositoria
sukar larut dalam air maka digunakan basis yang memiliki kelarutan
yang baik dalam air seperti PEG, sedangkan apabila supositoria
memiliki zat aktif yang larut dalam air digunakan basis yang
kelarutannya sedikit dalam air seperti oleum cacao.
2. Salah satu keunggulan sediaan supositoria adalah dapat menghindari
terjadinya iritasi pada lambung karena sediaan supositoria tidak melewati
organ pencernaan.
V.2 Saran
Sebaiknya pada saat praktikum,

praktikan diharapkan bisa

mengetahui bagaimana cara menggunakan alat yang baik dan benar, agar
dapat meminimalisir berbagai kesalahan yang mungkin saja terjadi pada saat
praktikum berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1997. Formulasi Obat Topika Dengan Dasar Penyakit Kulit. Cetakan
Pertama.Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University
Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta. UI
Press
Depkes RI. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Lachman, L.L. 1994. Teori dan praktek farmasi industri Edisi II. UI Press:
Jakarta.
Sulistia, G. 1995. Farmakologoi dan Terapi Edisi V. UI Press: Jakarta.
Sutono, T. 1990. Data Obat di Indonesia Edisi 7.

PT. Grafidian Jaya: Jakarta.

Sweetman, G.S.C. 2005. Martindale the Extra Pharmacopeia 34th Edition.


Pharmaceutical Press: London.
Syamsuni. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Buku
Kedokteran
Tjay, T.H, dkk. 2008. Obat-obat Penting Edisi 6. PT. Elex Media Komputindo:
Jakarta.
Voigt, R. 1996. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press: Yogyakarta.

LAMPIRAN
1.

Skema Kerja
Hidrokortison

Cera Flava +
Oleum cacao
-

Ditimbang Cera flava


0,30 g, dan oleum cacao
5,48 g.

- Tocopherol

- ditimbang zat aktif


Hidrokortison 0,42 g
- digerus zat aktif hingga

Dilebur cera flava di atas

halus dengan lumpang

Penangas air pada suhu 62- dan alu

- dikeluarkan
isi dari
tempat kapsu
nya
- diukur se-

640 C, setlah dilebur di-

banyak 8

Turunkan suhu penangas

tetes

Air hingga 32-3464 C,


-

Ditambahkan Oleum
Caco dan dilebur sampai
Homogeny.

Ditambahkan zat aktif hidrokortison ke dalam leburan Cera


Flava dan Oleum cacao dan diaduk hingga homogen, diatas
penangas air

Diteteskan Tocopherol sebanyak 8 tetes ke dalam leburan

Diaduk hingga homogeny,

Dituangkan hasil leburan ke dalam cetakan yang telah diolesi


dengan paraffin cair agar mudah dikeluarkan dari cetakan,

Didinginkan, dan dimasukkan dalam lemari pendingin pada


suhu 5-8 0 C,

Setelah beku suppo dikeluarkan dari cetakan ,

Dilalukkan uji evaluasi hingga memenuhi syarat,

Dibungkus dengan aluminium foil, dan di masukkan ke


dalam kemasan sertadiberi etiket dan brosur.

Rekor Suppo

2.

Foto-Foto
Alat dan bahan

Ketonazole

Cera Alba

Neraca analitik

Alpha tokoferol

Oleum cacao

Cara Kerja

Dibersihkan alat dan bahan


dengan alkohol 70 %

Dileburkan cera alba di atas


penangas air

Digerus zat aktif hingga


halus

Ditimbang semua bahan


dengan neraca analitik

Dimasukkan oleum cacao diaduk


hingga lebur dan homogen

Dimasukkan zat aktif ke


dalam leburan

Dimasukkan alpha tocoferol


8 tetes

Dimasukkan ke dalam
cetakan dan didinginkan

3. Etiket

REKOR SUPOSITORIA
Komposisi :
Tiap 3 gram supositoria mengandung :
Hidrokortison

10 mg

Zat tambahan

Q.s

Indikasi :
REKOR SUPO digunakan untuk meringankan gejala-gejala hemoroid internal dan
pruritis pada anus.
Kontraindikasi :
Pada penderita yang peka atau sensitif terhadap zat aktif tubercular, jamur dan virus
seperti herpes simpleks, paccini dan paricheria.
Efek samping :
Reaksi-reaksi sensitifitas seperti rasa panas saat penggunaan
Dosis :
Pagi dan malam (sebelum tidur)
Aturan pakai :
Buka bungkus REKOR SUPO dan masukkan 1 supositoria kedalam liang dubur pada
pagi hari dan pada waktu hendak tidur malam, untuk selama 3-6 jam per hari atau sampai
peradangan hilang. Tidak digunakan pada anak-anak.
Peringatan dan perhatian :
Hati-hati terhadap efek absorbsi sistemik dan kandungan steroid obat ini terutama pada
penggunaan pertama berlebihan atau jangka panjang, karena tidak dianjurkan pemakaian
lebih dari 7 hari. Hati-hati penggunaan pada wanita hamil.
Penyimpanan :
Pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, pada suhu kamar.

No. Registrasi

DKL 14 006003 53 A2

No. Bacth

E4 006003

Diproduksi oleh :
PT. Medikal Farma
Gorontalo-Indonesia

4. Brosur

REKOR SUPOSITORIA
Komposisi :
Tiap 3 gram supositoria mengandung :
Hidrokortison

10 mg

Zat tambahan

Q.s

Indikasi :
REKOR SUPO digunakan untuk meringankan gejala-gejala hemoroid internal dan pruritis
pada anus.
Farmakologi:
Cara atau mekanisme kerja sesunggunhnya belum diketahui. Kortikosteroid secara teoritis
dapat mengurangi selmesenkim, sekresi dari histamin dan struktur fibrolasis dan hal ini pada
akhirnya akan meningkatkan resistensi terhadap fibrolastis.
Kontraindikasi :
Pada penderita yang peka atau sensitif terhadap zat aktif tubercular, jamur dan virus seperti
herpes simpleks, paccini dan paricheria.
Efek samping :
Reaksi-reaksi sensitifitas seperti rasa panas saat penggunaan.
Dosis :
Pagi dan malam (sebelum tidur).
Aturan pakai :
Buka bungkus REKOR SUPO dan masukkan 1 supositoria kedalam liang dubur pada pagi

hari dan pada waktu hendak tidur malam, untuk selama 3-6 jam per hari atau sampai
peradangan hilang. Tidak digunakan pada anak-anak.
Peringatan dan perhatian :
Hati-hati terhadap efek absorbsi sistemik dan kandungan steroid obat ini terutama pada
penggunaan pertama berlebihan atau jangka panjang, karena tidak dianjurkan pemakaian lebih
dari 7 hari. Hati-hati penggunaan pada wanita hamil.
Penyimpanan :
Pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, pada suhu kamar.
No. Registrasi

DKL 14 006003 53 A2

No. Bacth

E4 006003
Diproduksi oleh :
PT. Medikal Farma
Gorontalo-Indonesia

Anda mungkin juga menyukai