PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Seiring
dengan
semakin
berkembangnya
sains
dan
tekhnologi,
farmasi
mengembangkan
obat
untuk
pemenuhan
kebutuhan
masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang
sesuai untuk di konsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid
digunakan untuk pemakaian luar seperti krim, salep, gel, pasta dan suppositoria
yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu,
mudah dibawa, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga untuk memberikan
perlindungan pengobatan terhadap kulit tubuh.
Salah satu sediaan semisolid adalah suppositoria. Suppositoria adalah suatu
sediaan setengah yang ditujukan untuk rektal, uretra dan vagina dimana sediaan
itu melarut, meleleh atau melunak dalam suhu tubuh. Umumnya sediaan ini
biasanya digunakan untuk pengobatan wasir.
Suppositoria rektal untuk dewasa beratnya kira-kira 2 gram dan biasanya
berbentuk lonjong seperti torpedo, sedangkan untuk anak-anak beratnya kira-kira
1 gram dan ukurannya lebih kecil. Suppositoria uretra biasanya berbentuk pensil
dan meruncing pada salah satu ujungnya. Dengan berat untuk laki-laki dan
perempuan berbeda.
Pada percobaan ini kami akan membuat suppositoria rektal. Suppositoria
rektal adalah suppositoria yang mempunyai berat kira-kira 2 sampai 3 gram dan
biasanya berbentuk terpedo. Suppositoria yang kami buat menggunakan
1
b.
c.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur,
berbentuk torpedo, dapat melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh (Moh.
Anief, 1987).
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rectal, vagina atau uretra (Dirjen POM, 1995).
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur,
umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu
tubuh (Dirjen POM, 1979).
Suppositoria adalah sediaan padat, melunak, melumer dan larut pada suhu
tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan ke dalam rectum, berbentuk sesuai
dengan maksud penggunaannya, umumnya berbentuk torpedo (Formularium
Nasional).
Jadi, suppositoria dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan padat yang
berbentuk torpedo yang biasanya digunakan melalui rectum dan dapat juga
melalui lubang di area tubuh, sediaan ini ditujukan pada pasien yang mudah
muntah, tidak sadar atau butuh penanganan cepat.
Macam-macam Suppositoria (Ansel, 2005) :
a. Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan.
Biasanya suppositoria rektum panjangnya 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk
silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum antara lain
bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung kepada bobot jenis
bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 g
untuk yang menggunakan basis oleum cacao.
3
maupun sistemik. Basis supositoria yang ideal juga harus mempunyai beberapa
sifat seperti berikut:
1. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
2. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
3. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau
serta pemisahan obat.
4. Kadar air mencukupi.
5. Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan
penyabunan harus diketahui jelas.
Persayaratan Basis Suppositoria (Ansel, 1989) :
1. Secara fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini
dapat disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataupun tengik, terlalu
keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik).
2. Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat).
3. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil).
4. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat
berlangsung
cepat
dalam
cetakan,
kontraksibilitas
baik,
mencegah
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Suppositoria
dapat
dibuat
dengan
mencetak
dengan
tangan,
Bahan dasar tidak berair: PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96%
(75%).
2.
Bahan dasar berair: PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan aqua+obat 20%.
Titik lebur PEG antara 35-63C, tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi
larut dalam cairan sekresi tubuh.
2.
jika zat aktif masih menggunakan dosis oral, maka dikhawatirkan terjadi over
dosis pada pasien.
Pada
pembuatan
supositoria
menggunakan
cetakan,
volume
supositoria harus tetap. Tetapi, bobotnya beragam tergantung pada jumlah dan
bobot jenis yang dapat diabaikan, misalnya ekstrak belladonea dan garam
alkaloid.
Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot minyak cokelat yang
mempunyai volume yang sama dengan 1g obat. Berikut adalah tabel nilai
tukar:
Nama Obat
Acidum boricum
0.65
Garam alkaloid
0.7
Bismuth subgallas
0.37
Ichtammolum
0.72
Tanninum
0.68
Aethylis aminobenzoas
0.68
Aminoplhylinum
0.86
Bismuth subnitras
0.20
Sulfonamidum
0.60
Zinci oxydum
0.25
Dalam praktik, nilai tukar beberapa obat adalah 0.7 kecuali untuk
garam Bismuth dan Zincy Oxydum. Untuk larutan nilai tukarnya dianggap
satu. Bila supositoria mengandung obat atau zat padat yang banyak, pengisian
pada cetakan berkurang dan jika dipenuhi dengan campuran massa, akan
diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu, untuk membuat
supositoria yang sesuai dapat dilakukan dengan cara menggunakan
perhitungan nilai tukar.
10
11
bahan dasar, jika perlu dipanaskan. Jika obat sukar larut dalam bahan dasar,
harus dibuat serbuk halus. setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh
atau mencair, tuangkan ke dalam cetakan supositoria kemudian didinginkan.
Tujuan dibuat serbuk halus untuk membantu homogenitas zat aktif dengan
bahan dasar.
Cetakan suppositoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau logam
lainnya, namun ada juga yang terbuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka
secara longitudinal untuk mengeluarkan supositoria. Untuk mengatasi massa
yang hilang karena melekat pada cetakan, supositoria harus dibuat berlebih
(10%), dan sebelum digunakan cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan
parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus sapotanus (Soft Soap Liniment)
agar sediaan tidak melekat pada cetakan. Namun, spiritus sapotanus tidak
boleh digunakan untuk supositoria yang mengandung garam logam karena
akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan oleum recini
dalam etanol. Khusus supositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan
pelicin cetakan tidak diperlukan, karena bahan dasar tersebut dapat mengerut
sehingga mudah dilepas dari cetakan pada proses pendinginan.
Metode pembuatan supositoria dibagi menjadi 3 yaitu (Ansel, 1989) :
a.
Dengan tangan
Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah
dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang
dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahanbahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh
massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa
digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan panjang
yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada
tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan.
b.
12
b.
c.
Evaluasi Sediaan
Pengujian sediaan supositoria yang dilakukan sebagai berikut (Ansel, 1989) :
a.
Uji homogenitas
14
Bentuk
Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari
bentuknya tidak seperti sediaan suppositoria pada umunya, maka
seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan tersebut bukanlah
obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan memberikan
keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria. Selain
itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk
torpedo.
c.
d.
Keseragaman bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot
tiap sediaan sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat.
Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu
15
f.
Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu
keras yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat
digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian
ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan
jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian diberi
beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari
atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.
g.
Volume Distribusi
Volume distribusi (Vd) merupakan parameter untuk untuk
menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma
atau serum. Volume distribusi ini hanyalah perhitungan volume
16
125 mg
PEG 1000
96 %
PEG 4000
4%
antipiretiknya
bekerja
dihipotalamus
dengan
meningkatkan
: Ibuprofen
Nama lain
: Ibuprofen
RM / BM
: C13H18O2 / 206,28
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Kegunaan
Incompatibilitas
dengan
ibuprofen
antaraakibat
interaksi
550
pada
dan
400 ditandai
dengan
dan
magnesium
hidrosida,
sodium
DM
: 125 mg
: Polyethylenglycolum 1000
Nama lain
Pemerian
Kelarutan
: Memenuhi
syarat
yang
tertera
pada
polyethilenglycolum 1500
Stabilitas
pertumbuhan
mikroba,
PEG
: Polyethylenglycolum 4000
Nama Lain
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
pertumbuhan
mikroba,
PEG
20
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat Yang Digunakan
Alu, cawan porselin, kemasan, lap halus, lap kasar, lemari es, lumping,
neraca analitik, pipet tetes, sarung tangan, water bath.
III.2 Bahan Yang Digunakan
Aluminium foil, kertas perkamen, ibuprofen, PEG 1000, PEG 4000
III.3 Perhitungan Bahan
Suppositoria = 3 g 10
= 30 g
Ibuprofen
= 125 mg
= 0,125 g 10 = 1,25 g
Basis
= 3 g 0,125 g
= 2,875 g
PEG 1000
= 96 %
= 2,76 g 10 = 27,6 g
PEG 4000
=4%
= 0,115 g 10 = 1,15 g
21
BAB IV
2. Tabel Pengamatan
No
1.
Uji Penampilan
yang
dihasilkan
putih kekuningan
2. Bagian
dalam
tidak
homogen
IV.2 Pembahasan
Suppositoria adalah bentuk sediaan obat padat yang umumnya
dimaksudkan untuk dimasukan kedalam
rectum, vagina
dan uretra.
22
23
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan :
1. Formulasi suppositoria ibuprofen terdiri atas ibuprofen 125 mg, PEG 1000
96% 27,6 g dan PEG 4000 4% sebanyak 0,15 g.
2. Cara pembuatan supposioria rektal ibuprofen menggunakan metode cetak
tuang dimana campuran ibuprofen dan basis di masukkan kedalam cetakan.
3. Evaluasi untuk suppositoria ibuprofen meliputi uji penampilan dimana
suppositoria yang telah jadi berwarna putih kekuningan berbentuk terpedo.
V.2 Saran
1.
2.
24
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Goeswin. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung. ITB.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta. UI Press.
D e p a r t e m e n Fa r m a k o l o gi d a n T e ra p e u t i k . 2 0 1 1. F a r ma k ol og i da n
T e r a p i . Jakarta. FK-UI.
Dirjen Pom. 1979. FI Edisi III. Jakarta. Depkes RI
Jerkins. Glen. Dkk. 1957. Soevilles The are of Compouding. The elestion division.
New York.
Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta. UI Press.
Rowe, Raymond C dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients
Sixth Edition. Great Britain. RPS Publishing.
Sweetman, Sean C.2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty sixth Edition. Great Britain. RPS Publishing.
Tjay, Tan HoandanKirana Rahardja.2010. Obat-obatPenting. Jakarta. Elex
Media Komputindo
LAMPIRAN
25
1. Skema Kerja
PEG
- Dilelehkan dengan menggunakan penangas
- Dimasukan ibuprofen kedalam basis
- Campuran didalam lelehan dibentuk menjadi suppo dengan
menggunakan cetakan
- Dimasukkan kedalam lemari es hingga memadat kembali
- Setelah memadat dikeluarkan lagi dari lemari es
- suppo yang telah jadi dikemas dengan alumunium foil
Suppositoria rektal
2. Etiket
26
3. Brosur
27
28
29