Anda di halaman 1dari 5

Penentuan Status Gizi Lansia

Keadaan status gizi mempengaruhi penampilan, pertumbuha, perkembangan, kondisi


kesehatan dan ketahanan tubuh terhadap penyakit. Dalam memnentukan status gizi pada
lansia sebaiknnya dengan menggunakan lebih dari satu parameter, agar hasil yang didapatkan
lebih mendekati atau lebih akurat.
1. Survei asupan makanan
Survei konsumsi dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai kebiasaan
makan, jenis makanan, dan faktor yang dapat mempengaruhi status gizi. Survei
konsumsi dilakukan untuk mengetahui zat gizi yang berpengaruh pada terjadinya
masalah. Untuk menghitung konsumsi makanan dapat dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Metode kualitatif dialakukan untuk mengetahui pola makan dan metode
kuantitatif untuk mengetahui jumlah asupan makanan per hari. Secara kuantitatif
dapat dilakukan dengan metode 24-h food recall, food record untuk metode jangka
pendek sementara food frequency questionnaire, sedangkan metode kulitatif dilakukan
dengan menanyakan frekuensi makan dan riwayat makanan. 1
Dalam pengkajian asupan makanan, ada empat tingkat kegiatan, yaitu:
a. Pengukuran asupan makanan
b. Pengukuran asupan zat gizi
c. Pehitungan absorbsi zat gizi
d. Membandingkan antara asupan zat gizi dan kebutuhannya
Dalam survei makanan terhadap lansia diperlukan konfirmasi, karena hal ini
sesungguhnya kurang tepat dilakukan karena tidak satu pun pengkajian menghasilkan
estimasi kebutuhan energi umum yang akurat pada lansia karena terjadi defisit
memori atau gangguan kognitif lainnya. Sehingga, diperlukan wawancara lebih
lanjuta untuk mengkonfirmasi kebenaran dari data yang didapatkan kepada orang atau
keluarga terdekat yang merawat lansia tersebut.2
2. Penilaian Antropometri
a. Tinggi Badan
Tinggi badan menurun dengan kecepatan 0,003 cm per tahun sampai usia 45
tahun, dan 0,28 cm per tahun setelah itu. Pemendekan ini diduga akibat penipisan
lempeng tulang belakang, di samping pengurangan masa tulang. Susutan ini
ditaksir sebanyak 12 % (lelaki) dan 25 % (wanita), yang kemudian tampak
sebagai osteoporosis dan kifosis.1
- Menghitung tinggi lutut

Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan seseorang dan dapat digunakan
untuk mengukur tinggi badan penderita gangguan tulang belakang (seperti
osteoporosis atau kifosis) atau seseorang yang tidak dapat berdiri.3 Menghitung
tinggi lutut menggunakan rumus Chumlea:
TB pria = 64,19 (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut dalam cm)
TB wanita = 84,88 (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut dalam cm)
Cara menghitung tinggi lutut1
- Untuk orang sehat (dapat duduk)
1. Orang yang diukur duduk di kursi
2. Posisi duduk sempurna (badan tegak, tangan bebas ke bawah dan muka

menghadap ke depan).
3. Lutut kedua kaki (yang diukur) membentuk sudut siku (90)
4. Telapak kaki kiri (yang diukur) juga membentuk sudut siku (90)
5. Pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki kiri bagian tumit dan lutut
6. Baca angka (panjang lutut) pada alat secara seksama
7. Catat angka hasil pengukur
Untuk orang sakit (tidak dapat duduk)
1. Pasien tidur telentang pada tempat tidur (usahakan posisi tempat
tidur/kasur rata/horizontal)
2. Tempat alat penyangga di antara lipatan pada paha dan betis kaki kiri
membentuk sudut siku (90)
3. Beri bantuan dengan bantal pada bagian pantat pasien jika alat penyangga
terlalu tinggi
4. Telap kaki kiri pasien membentuk susut siku (90)
5. Pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki kiri pada bagian timit dan
lutut
6. Baca angka (panjang lutut) pada alat secara seksama
7. Catat angka hasil pengukur

b. Berat Badan
Berat badan sebaiknya ditimbang setiap minggu bagi lansia yang dirawat di rumah
sakit, atau diasuh di panti wreda: dan cukup 2-3 bulan sekali bagi meraka yang
masih sanggup, melakukan kegiatan fisik. Berat badan ideal lansia sulit ditentukan
karena acuan berat mereka yang seusia sulit diperoleh. Oleh karena itu, perubahan
berat badan dijadikan indikator yang peka dalam penentuan risiko gizi.
Penyusutan berat badan 10% atau lebih, terutama jika berlangsung kurang dari
tiga bulan, menandakan malnutrisi telah terjadi.1
Menggunakan rumus Brocca1
Cara ini digunakan untuk menggukur berat badan ideal dengan menggunakan
rumus:
BB ideal = (TB-100) 10%(TB-100)

Batas ambang yang diperbolehkan adalah +10%. Bila >10% sudah kegemukan
dan bila +20% terjadi obesitas.1
c. IMT
Berbagai cara pengukuran antropomentri yang dapat digunakan untuk menentukan
status gizi. Cara yang palig sederhana dan banyak digunakan dengan menghitung
Indeks Massa Tubuh (IMT) dan rumus Brocca. Cara lain yang dapat digunakan
sesuai dengan kondisi lansia, yaitu dengan mengukur tinggi lutut (knee high). 1
Cara pengukuran antropometri lansia antara lain:
Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT)
Berat Badan(kg)
IMT = Tinggi Badan x Tinggibadan(m 2)

Kategori Ambang Batas Indeks Massa Tubuh


Menurut Depkes Ri Tahun 2003
Kategori
Kurus
Normal
Kegemukan
Obesitas

Laki-laki
< 17 kg/m2
17 23 kg/m2
23 27 kg/m2
> 27 kg/m2

Perempuan
< 18 kg/m2
18 - 25 kg/m2
25 - 27 kg/m2
> 27 kg/m2

Sumber: KMS untuk Lansia


d. Tebal lipatan Kulit
Pengukuran ketebalan lipatan kulit merupakan salah satu cara menentukan
presentasi lemak pada tubuh. Lemak tubuh merupakan penyusun komposisi tubuh
yang merupakan salah satu indikator yang bisa digunakan untuk memantau
keadaan nutrisi melalui kadar lemak dalam tubuh. Pengukuran lipatan kulit
mencerminkan lemak pada jaringan subkutan, massa otot dan status kalori.
Pengukuran ini dapat juga digunakan untuk mengkaji kemungkinan malnutrsi,
berat badan normal atau obesitas. 4
e. Lingkar lengan atas
Lingkar lengan atas merupakan pengkajian umum yang digunakan untuk menilai
status nutrisi. Pengukuran LLA dilakukan dengan menggunakan sentimeter kain
(tape around). Pengukuran dilakukan pada titik tengah lengan yang tidak dominan.
Menurut Depkes RI (1994), nilai normal lingkar lengan atas pada lansia adalah 21
hingga 22 cm.4
Klasifikasi nilai Lingkar Lengan Atas (LLA) sebagai berikut :
1) LLA < 21 = buruk
2) LLA 21 sampai 22 = sedang
3) LLA > 22 = baik/normal
3.

Pemeriksaan Biokimiawi
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosis penyakit serta untuk
menentukan intervensi gizi, pemeriksaan laboratorium antara lain:
a. Darah : Hb, kolestrol total, HDL, LDL, albumin, transferin, gula darah, urrum,
creatinin,asam urat, dan trigliserida serta kadar vitamin dan mineral
b. Urine : Glukosa/kadar gula, dan lemak
c. Feses : Fungsi pencernaan, serat dan lemak
Dalam pengkajian gizi umumnya digunakan nilai-nilai biokimia bersama dengan
hasil pemeriksaan antropometrik akan membantu memberi gambaran tentang
status gizi dan respon imunologi seseorang.1
4. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis secara umum terdiri dari dua bagian, yaitu riwayat medis
dan pemeriksaan fisik. Riwayat medis yaitu catatan mengenai perkembangan penyakit
individu. Sedangkan pemeriksaan fisik yaitu melihat dan mengamati gejala dan tanda
gangguan gizi. Data seperti berat dan tinggi badan, tanda- tanda vital, kondisi lidah,

bibir, gusi, turgor kulit, kelembaban kulit, warna kulit, kondisi rambut dan penampilan
secara keseluruhan dapat menunjukkan tanda-tanda klinis seseorang tentang status
gizinya.2
Tanda-tanda klinis malnutrisi atau ketidakseimabangan gizi tidak spesifik
karena ada beberapa penyakit yang memiliki gejala yang sama, tetapi penyebabnya
berbeda. Oleh karena itu pemeriksaan klinis ini harus dipadukan dengan pemeriksaan
lain seperti antropometri, pemeriksaan biokimia, dan survei asupan makanan sehingga
keseimpulan dalam penilaian status gizi dapat lebih tepat dan lebih baik. Cara ini
relatif murah dan tidak memerlukan peralatan canggih namun hasilnya sangat
subjektif dan memerlukan tenaga terlatih. Oleh karena itu, pemeriksaan ini jarang
dilakukan untuk menilai status gizi pada lansia keculai dilakukan oleh tenaga yang
sudah terlatih.2

Daftar pustaka
1. Andriani dan Wirjatmadi. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan.
Jakarta; Kencana.
2. Oktariyani. 2012. Gambaran Status Gizi Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial
Tresna Werdha (Pstw) Budi Mulya 01 Dan 03 Jakarta Timur. Universitas
Indonesia.
3. Murbawani E.A, Puruhita N, Yudomurti. Tinggi Badan yang Diukur dan
Berdasarkan Tinggi Lutut Menggunakan Rumus Chumlea pada Lansia. M
Med Indonesia. Volume 46, Nomor 1, Tahun 2012.
4. Nurachamah,E. 2001. Nutrisi dalam Keperawatan. Sagung Seto: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai