PP 38 2007
PP 38 2007
Menimbang :
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah dan Pasal 30 ayat (9) UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
perlu
menetapkan
Pembagian
Urusan
Peraturan
Pemerintah
Pemerintahan
antara
tentang
Pemerintah,
Nomor
Daerah
32
Tahun
(Lembaran
2004
Negara
tentang
Republik
tentang
Pengganti
Penetapan
Nomor 8 Tahun
Peraturan
Undang-Undang Nomor 3
Pemerintah
Tahun 2005
tentang . . .
- 2 -
Nomor
Modal
25
Tahun
(Lembaran
2007
Negara
tentang
Republik
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
URUSAN
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN
PEMERINTAHAN
TENTANG
ANTARA
DAERAH
PEMBAGIAN
PEMERINTAH,
PROVINSI,
DAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah
pusat,
selanjutnya
disebut
Pemerintah,
Indonesia
sebagaimana . . .
-3-
oleh
pemerintah
daerah
dan
DPRD
Kesatuan
Republik
Indonesia
sebagaimana
pemerintahan
dan
kepentingan
masyarakat
pemerintahan
dan
kepentingan
masyarakat
menjadi
hak
dan
kewajiban
setiap
tingkatan
fungsi-fungsi
tersebut
yang
menjadi
6. Kebijakan . . .
pemerintahan
yang
dibagi
bersama
antar
pemerintahan
yang
menjadi
kewenangan
luar
negeri,
pertahanan,
keamanan,
yustisi,
pemerintahan
yang
dibagi
bersama
antar
pada
ayat
(1)
adalah
semua
urusan
- 5c.
pekerjaan umum;
d. perumahan;
e.
penataan ruang;
f.
perencanaan pembangunan;
g.
perhubungan;
h. lingkungan hidup;
i.
pertanahan;
j.
m. sosial;
n. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p. penanaman modal;
q. kebudayaan dan pariwisata;
r.
s.
t.
statistik;
w. kearsipan;
x. perpustakaan;
y.
z.
aa. kehutanan;
bb. energi dan sumber daya mineral;
cc. kelautan dan perikanan;
dd. perdagangan . . .
bidang
urusan
pemerintahan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) terdiri dari sub bidang, dan setiap
sub bidang terdiri dari sub sub bidang.
(6) Rincian ketigapuluh satu bidang urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam
lampiran
yang
tidak
terpisahkan
dari
Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 3
Urusan
pemerintahan
yang
diserahkan
kepada
daerah
efisiensi dengan
memperhatikan
7 -
pemerintahan
yang
bersangkutan
setelah
mengatur
dan
mengurus
urusan
menjadi
kewenangan
Pemerintah
sebagaimana
urusan
pemerintahan
yang
menjadi
kabupaten . . .
- 8 -
kabupaten/kota
pemerintahan
urusan
mengatur
yang
dan
berdasarkan
pemerintahan
mengurus
kriteria
sebagaimana
urusan
pembagian
dimaksud
dalam
(2)
adalah
urusan
pemerintahan
yang
wajib
- 9 m. ketahanan pangan;
n. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
o. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
p. perhubungan;
q. komunikasi dan informatika;
r. pertanahan;
s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi
keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian,
dan persandian;
u. pemberdayaan masyarakat dan desa;
v. sosial;
w. kebudayaan;
x. statistik;
y. kearsipan; dan
z. perpustakaan.
(3) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang secara nyata
ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan.
(4) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi:
a. kelautan dan perikanan;
b. pertanian;
c. kehutanan;
d. energi dan sumber daya mineral;
e. pariwisata;
f. industri . . .
- 10 -
f. industri;
g. perdagangan; dan
h. ketransmigrasian.
(5) Penentuan urusan pilihan ditetapkan oleh pemerintahan
daerah.
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
ayat
(2)
berpedoman
pada
standar
pemerintahan
penyelenggaraannya
yang
bersifat
dilaksanakan
oleh
wajib,
Pemerintah
penyelenggaraan
sebagaimana
dimaksud
pada
urusan
ayat
pemerintahan
(2),
Pemerintah
pejabat
Pemerintah
ke
daerah
yang
- 11 Pasal 9
(1) Menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen
menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk
pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan.
(2) Di dalam menetapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
norma,
sebagaimana
standar,
dimaksud
pada
prosedur,
ayat
dan
(1)
kriteria
melibatkan
norma,
standar,
prosedur,
dan
kriteria
menteri/kepala
lembaga
pemerintah
non
ayat
(1)
belum
menetapkan
norma,
standar,
kewenangannya
dengan
perundang-undangan
berpedoman
sampai
pada
dengan
- 12 Pasal 11
Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan
wajib dan pilihan berpedoman kepada norma, standar,
prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1).
Pasal 12
(1) Urusan pemerintahan wajib dan pilihan yang menjadi
kewenangan
pemerintahan
daerah
sebagaimana
(satu)
tahun
setelah
ditetapkannya
Peraturan
Pemerintah ini.
(2) Urusan pemerintahan wajib dan pilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyusunan
susunan organisasi dan tata kerja perangkat daerah.
BAB IV
PENGELOLAAN URUSAN PEMERINTAHAN
LINTAS DAERAH
Pasal 13
(1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan
dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah
terkait.
(2) Tata . . .
pemerintahan
yang
tidak
tercantum
dalam
tingkatan
dan/atau
susunan
hal
pemerintahan
pemerintahan
daerah
menyelenggarakan
urusan
daerah
provinsi
kabupaten/kota
pemerintahan
yang
atau
akan
tidak
(2) Ketentuan . . .
pemerintah
di
daerah
dalam
rangka
dekonsentrasi; atau
c. menugaskan sebagian urusan pemerintahan tersebut
kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan
desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
(2) Dalam
menyelenggarakan
sebagaimana
dimaksud
urusan
dalam
Pasal
pemerintahan
2
ayat
(4),
Pemerintah dapat:
a. menyelenggarakan sendiri;
b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada
gubernur selaku wakil pemerintah dalam rangka
dekonsentrasi; atau
c. menugaskan . . .
berdasarkan
pemerintahan
kriteria
yang
pembagian
menjadi
urusan
kewenangannya,
pemerintahan
daerah
kabupaten/kota
berdasarkan
pemerintahan
kriteria
yang
pembagian
menjadi
urusan
kewenangannya,
bertahap . . .
- 16 bertahap
dapat
pemerintahan
diserahkan
daerah
untuk
yang
menjadi
bersangkutan
urusan
apabila
penyelenggaraannya
ditugaskan
kepada
bersangkutan
apabila
pemerintahan
daerah
serta
berdayaguna
apabila
(5) Ketentuan . . .
BAB VII
PEMBINAAN URUSAN PEMERINTAHAN
Pasal 18
(1) Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan kepada
pemerintahan daerah untuk mendukung kemampuan
pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya.
(2) Apabila
pemerintahan
daerah
ternyata
belum
juga
maka
untuk
sementara
penyelenggaraannya
menyerahkan
kembali
penyelenggaraan
apabila
pemerintahan
daerah
telah
mampu
lebih
penyelenggaraan
lanjut
urusan
mengenai
tata
cara
pemerintahan
yang
belum
BAB VIII . . .
- 18 BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 19
(1) Khusus untuk Pemerintahan Daerah Provinsi DKI Jakarta
rincian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota sebagaimana tertuang dalam lampiran
Peraturan
Pemerintah
ini
secara
otomatis
menjadi
kewenangan provinsi.
(2) Urusan pemerintahan di Provinsi Papua dan Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus
daerah yang bersangkutan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Semua
ketentuan
berkaitan
secara
pemerintahan,
peraturan
langsung
wajib
perundang-undangan
dengan
mendasarkan
pembagian
dan
yang
urusan
menyesuaikan
Pasal 21 . . .
- 19 Pasal 21
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3952) dinyatakan masih
tetap
berlaku
sepanjang
belum
diganti
dan
tidak
tentang
Otonom
2000
(Lembaran
Nomor
54,
Negara
Tambahan
Republik
Indonesia
Lembaran
Negara
Agar . . .
- 20 Agar
setiap
pengundangan
orang
mengetahuinya,
Peraturan
Pemerintah
memerintahkan
ini
dengan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
I. UMUM
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang
Pemerintahan
Daerah,
pemerintahan
daerah
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan
yang
menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan
Pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah tersebut, pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan.
Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan
pemerintahan antara Pemerintah dengan pemerintahan daerah.
Urusan pemerintahan terdiri dari urusan pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan
pemerintahan yang dikelola secara bersama antar tingkatan dan
susunan pemerintahan atau konkuren. Urusan pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah adalah urusan dalam
bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal
nasional, yustisi, dan agama. Urusan pemerintahan yang dapat
dikelola secara bersama antar tingkatan dan susunan pemerintahan
atau konkuren adalah urusan-urusan pemerintahan selain urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi urusan Pemerintah.
Dengan demikian dalam setiap bidang urusan pemerintahan yang
bersifat konkuren senantiasa terdapat bagian urusan yang menjadi
kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Untuk . . .
bersangkutan . . .
Ayat (4) . . .
-4Ayat (4)
Ketigapuluh satu bidang urusan pemerintahan sebagaimana
diatur dalam pasal ini berkaitan langsung dengan otonomi
daerah.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Pasal 3
Cukup Jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Eksternalitas
adalah
kriteria
pembagian
urusan
pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbul
sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan
pemerintahan. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat
lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi
kewenangan
pemerintahan
daerah
kabupaten/kota.
Sedangkan
apabila
dampaknya
bersifat
lintas
kabupaten/kota
dan/atau
regional
maka
urusan
pemerintahan itu menjadi kewenangan pemerintahan
provinsi; dan apabila dampaknya bersifat lintas provinsi
dan/atau nasional, maka urusan itu menjadi kewenangan
Pemerintah.
Akuntabilitas
adalah
kriteria
pembagian
urusan
Pemerintahan dengan memperhatikan pertanggungjawaban
Pemerintah,
pemerintahan
daerah
Provinsi,
dan
pemerintahan
daerah
kabupaten/kota
dalam
penyelenggaraan urusan Pemerintahan tertentu kepada
masyarakat. Apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan
pemerintahan secara langsung hanya dialami secara lokal
(satu
kabupaten/kota),
maka
pemerintahan
daerah
kabupaten/kota bertanggungjawab mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan tersebut. Sedangkan apabila dampak
penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara
langsung dialami oleh lebih dari satu kabupaten/kota dalam
satu provinsi, maka pemerintahan daerah provinsi yang
bersangkutan . . .
Pasal 6 . . .
-6Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penentuan potensi unggulan mengacu pada produk domestik
regional bruto (PDRB), mata pencaharian penduduk, dan
pemanfaatan lahan yang ada di daerah.
Ayat (4)
Penentuan urusan pilihan sesuai dengan skala prioritas yang
ditetapkan pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah tetap
harus memberikan pelayanan publik yang dibutuhkan
masyarakat meskipun pelayanan tersebut bukan berasal dari
urusan pilihan yang diprioritaskan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Mengingat kemampuan anggaran yang masih terbatas, maka
penetapan dan pelaksanaan standar pelayanan minimal pada
bidang yang menjadi urusan wajib pemerintahan daerah
dilaksanakan secara bertahap dengan mendahulukan sub
sub bidang urusan wajib yang bersifat prioritas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
-7Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Norma adalah aturan atau ketentuan yang dipakai sebagai
tatanan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Standar adalah acuan yang dipakai sebagai patokan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Prosedur
adalah
metode
atau
tata
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
cara
untuk
Pasal 13 . . .
-8Pasal 13
Ayat (1)
Pengelolaan bersama dapat dilembagakan dalam bentuk
kerjasama antar daerah yang difasilitasi oleh Pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Urusan pemerintahan sisa yang berskala nasional atau lintas
provinsi menjadi kewenangan Pemerintah, yang berskala
provinsi atau lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan
pemerintahan
daerah
provinsi,
dan
yang
berskala
kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintahan daerah
kabupaten/kota.
Ayat (2)
Penetapan dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya
saling
gugat
antar
tingkatan
dan/atau
susunan
pemerintahan.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Pembinaan yang dilakukan Pemerintah dapat berbentuk
pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, monitoring dan
evaluasi, pendidikan dan latihan dan kegiatan pemberdayaan
lainnya yang diarahkan agar pemerintahan daerah mampu
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya.
Ayat (2) . . .
-9Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4737
LAMPIRAN
- 763 BB. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
SUB BIDANG
1. Mineral, Batu Bara,
Panas Bumi, dan Air
Tanah
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
1.
Penetapan kebijakan
pengelolaan mineral,
batubara, panas bumi
dan air tanah nasional.
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
1.
1.
2. Pembuatan peraturan
perundang-undangan di
bidang mineral,
batubara, panas bumi,
dan air tanah.
2.
Pembuatan peraturan
perundang-undangan
daerah provinsi di bidang
mineral, batubara, panas
bumi, dan air tanah.
2.
Pembuatan peraturan
perundang-undangan
daerah kabupaten/kota
di bidang mineral,
batubara, panas bumi,
dan air tanah.
3. Pembuatan dan
penetapan standar
nasional, pedoman, dan
kriteria di bidang
pengelolaan
pertambangan mineral,
batubara, panas bumi
dan air tanah serta
kompetensi kerja
pertambangan.
3.
3.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
4. Penetapan kriteria
kawasan pertambangan
dan wilayah kerja usaha
pertambangan mineral
dan batubara serta
panas bumi setelah
mendapat pertimbangan
dan/atau rekomendasi
provinsi dan
kabupaten/kota.
4.
4.
5.
5.
6. Pemberian rekomendasi
teknis untuk izin
pengeboran, izin
penggalian dan izin
penurapan mata air
pada cekungan air tanah
lintas provinsi.
6.
Pemberian rekomendasi
teknis untuk izin
pengeboran, izin
penggalian dan izin
penurapan mata air pada
cekungan air tanah
lintas kabupaten/kota.
6.
Pemberian rekomendasi
teknis untuk izin
pengeboran, izin
penggalian dan izin
penurapan mata air pada
cekungan air tanah pada
wilayah kabupaten/kota.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
7.
7.
8.
8.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
9. Pembinaan dan
pengawasan
pelaksanaan izin usaha
pertambangan mineral,
batubara, dan panas
bumi pada wilayah lintas
provinsi dan di wilayah
laut dan di luar 12 (dua
belas) mil.
9.
10.
Pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan
izin usaha pertambangan
mineral, batubara dan
panas bumi pada
wilayah lintas
kabupaten/kota dan
paling jauh 12 (dua
belas) mil laut diukur
dari garis pantai ke arah
laut lepas dan/atau ke
arah perairan
kepulauan.
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
9.
Pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan
izin usaha pertambangan
mineral, batubara dan
panas bumi, pada
wilayah kabupaten/kota
dan 1/3 (sepertiga) dari
wilayah kewenangan
provinsi.
10.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
PEMERINTAH
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
13. Pembinaan dan
pengawasan
keselamatan dan
kesehatan kerja,
lingkungan
pertambangan termasuk
reklamasi lahan pasca
tambang, konservasi dan
peningkatan nilai
tambah terhadap usaha
pertambangan mineral,
batubara, dan panas
bumi, pada wilayah
lintas provinsi atau yang
berdampak nasional dan
di wilayah laut.
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
dikeluarkan berdasarkan
Undang-Undang tentang
Ketentuan Pokok-Pokok
Pertambangan.
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
kabupaten/kota.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
18.
18.
19.
19.
20.
20.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
21.
21.
22.
22.
23.
23.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
PEMERINTAH
2. Geologi
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
1.
Penetapan kebijakan
nasional bidang geologi.
1.
1.
2.
Pelaksanaan pemetaan
geologi dan peta tematik,
inventarisasi geologi dan
sumber daya mineral,
panas bumi, migas, air
tanah nasional dan
kawasan pengembangan
yang bersifat strategis
serta pelaksanaan
eksplorasi panas bumi.
2.
Pelaksanaan
inventarisasi geologi dan
sumber daya mineral,
batubara, panas bumi,
migas dan air tanah
pada wilayah provinsi.
2.
Pelaksanaan
inventarisasi geologi dan
sumber daya mineral,
batubara, panas bumi,
migas dan air tanah pada
wilayah kabupaten/kota.
3.
Penetapan kawasan
karst dan kawasan
lindung geologi nasional.
3.
Pelaksanaan
inventarisasi kawasan
karst dan kawasan
lindung geologi pada
wilayah provinsi.
3.
Pelaksanaan
inventarisasi kawasan
karst dan kawasan
lindung geologi pada
wilayah kabupaten/kota.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
4.
Penetapan kriteria
pemanfaatan kawasan
karst dan kawasan
lindung geologi.
4.
Penetapan zonasi
pemanfaatan kawasan
karst dan kawasan
lindung geologi pada
wilayah lintas
kabupaten/kota.
4.
Penetapan zonasi
pemanfaatan kawasan
karst dan kawasan
lindung geologi pada
wilayah kabupaten/kota.
5.
Penetapan pedoman,
kriteria norma, standar,
prosedur geologi,
lingkungan geologi,
geologi teknik,
kebencanaan dan
kawasan lingkungan
geologi.
5.
Penetapan pengelolaan
lingkungan geologi,
geologi teknik, kawasan
rawan bencana dan
kawasan lingkungan
geologi di wilayah lintas
kabupaten/kota.
5.
Penetapan pengelolaan
lingkungan geologi,
geologi teknik, kawasan
rawan bencana dan
kawasan lingkungan
geologi di wilayah
kabupaten/kota.
6.
Pelaksanaan
inventarisasi geologi,
lingkungan geologi,
geologi teknik,
kebencanaan dan
kawasan lingkungan
geologi secara nasional
dan kawasan
pengembangan strategis.
6.
Pelaksanaan
inventarisasi lingkungan
geologi, geologi teknik,
kawasan rawan bencana
dan kawasan lingkungan
geologi pada wilayah
provinsi.
6.
Pelaksanaan
inventarisasi lingkungan
geologi, geologi teknik,
kawasan rawan bencana
dan kawasan lingkungan
geologi pada wilayah
kabupaten/kota.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
7.
7.
Pelaksanaan kebijakan
mitigasi bencana geologi
pada wilayah lintas
kabupaten/kota.
7.
Pelaksanaan kebijakan
mitigasi bencana geologi
pada wilayah
kabupaten/kota.
8.
Inventarisasi, pemetaan,
pemeriksaan,
pemantauan,
penyelidikan dan
penelitian, dan kawasan
rawan bencana geologi
daerah vital serta
strategis dan/atau
memiliki dampak
nasional.
8.
Inventarisasi dan
pengelolaan, kawasan
rawan bencana geologi
pada wilayah provinsi
dan/atau memiliki
dampak lintas
kabupaten/kota.
8.
Inventarisasi dan
pengelolaan, kawasan
rawan bencana geologi,
pada wilayah
kabupaten/kota.
9.
Pemberian peringatan
dini bencana gunung api
dan gempa
bumi/tsunami dan
penetapan langkahlangkah mitigasi untuk
bencana geologi.
9.
Pelaksanaan koordinasi
mitigasi bencana geologi
pada wilayah lintas
kabupaten/kota.
9.
Pelaksanaan koordinasi
mitigasi bencana geologi
pada wilayah
kabupaten/kota.
3. Ketenagalistrikan
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
1.
Penetapan kebijakan
pengelolaan energi dan
ketenagalistrikan
nasional.
1.
1.
2.
Penetapan peraturan
perundang-undangan di
bidang energi dan
ketenagalistrikan.
2.
Penetapan peraturan
daerah provinsi di bidang
energi dan
ketenagalistrikan.
2. Penetapan peraturan
daerah kabupaten/kota
di bidang energi dan
ketenagalistrikan.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
3.
Penetapan pedoman,
standar dan kriteria
pengelolaan energi dan
ketenagalistrikan.
3.
3.
4.
Penetapan Rencana
Umum Ketenagalistrikan
Nasional (RUKN), dan
Jaringan Transmisi
Nasional (JTN).
4.
Penetapan Rencana
Umum Ketenagalistrikan
Daerah (RUKD) regional.
4. Penetapan Rencana
Umum Ketenagalistrikan
Daerah (RUKD)
kabupaten/kota.
5.
5.
5.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
6.
6.
6.
7.
7.
8.
8.
8.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
9.
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
9.
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
9.
11.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
15.
15.
PEMERINTAH
SUB SUB
BIDANG
1. Kegiatan
Usaha Hulu
Minyak dan
Gas Bumi
(Migas)
2. Kegiatan
Usaha Hilir
Minyak dan
Gas Bumi
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
1.
Penetapan mekanisme
penyampaian laporan
produksi penghitungan
(lifting) bagian daerah.
1.
Penghitungan produksi
dan realisasi lifting
minyak bumi dan gas
bumi bersama
pemerintah.
1.
Penghitungan produksi
dan realisasi lifting
minyak bumi dan gas
bumi bersama
pemerintah.
2.
2.
Pemberian rekomendasi
penggunaan wilayah
kerja kontrak kerja sama
untuk kegiatan lain di
luar kegiatan migas pada
lintas kabupaten/kota.
2.
Pemberian rekomendasi
penggunaan wilayah
kerja kontrak kerja sama
untuk kegiatan lain di
luar kegiatan migas pada
wilayah kabupaten/kota.
3.
3.
3.
Pemberian izin
pembukaan kantor
perwakilan perusahaan
di sub sektor migas.
1.
1.
Pengawasan jumlah
armada pengangkut
Bahan Bakar Minyak
(BBM) di daerah provinsi
yang meliputi jumlah
armada dan kapasitas
pengangkutan BBM.
1.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
2.
2.
Inventarisasi jumlah
badan usaha kegiatan
hilir yang beroperasi di
daerah provinsi.
2.
3.
3.
3.
4.
4.
Pengawasan
pencantuman Nomor
Pelumas Terdaftar (NPT)
pada pelumas yang
beredar di pasaran
sesuai peraturan
perundang-undangan.
4.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
5.
5.
b.
Koordinasi pengawasan
pengendalian
pendistribusian dan tata
niaga bahan bakar
minyak dari agen dan
pangkalan dan sampai
konsumen di wilayah
provinsi.
b.
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
5.
Pengawasan
pengendalian
pendistribusian dan tata
niaga bahan bakar
minyak dari agen dan
pangkalan dan sampai
konsumen akhir di
wilayah kabupaten/kota.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
c.
3. Kegiatan
Usaha Jasa
Penunjang
Minyak dan
Gas Bumi
1.
Pemberian rekomendasi
Pembelian dan
Penggunaan (P2) dan
Pemilikan Penguasaan
dan Penyimpanan (P3)
bahan peledak untuk
kegiatan migas.
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
c.
1. Pemberian rekomendasi
pendirian gudang bahan
peledak dalam rangka
kegiatan usaha migas di
daerah operasi daratan
dan di daerah operasi
paling jauh 12 (dua belas)
mil laut diukur dari garis
pantai ke arah laut lepas
dan/atau ke arah
perairan kepulauan.
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
c. Pemberian izin lokasi
pendirian Stasiun
Pengisian Bahan Bakar
untuk Umum (SPBU).
1. Pemberian rekomendasi
pendirian gudang bahan
peledak dalam rangka
kegiatan usaha migas di
daerah operasi daratan
dan di daerah operasi
pada wilayah
kabupaten/kota dan 1/3
(sepertiga) dari wilayah
kewenangan provinsi.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
2.
Pembinaan dan
pengawasan
pelaksanaan izin usaha
penunjang migas.
2. Pengawasan terhadap
kegiatan usaha
perusahaan jasa
penunjang minyak dan
gas bumi untuk bidang
usaha jasa penyediaan
komoditi dan jasa boga
dan bidang usaha jasa
penyediaan material dan
peralatan termasuk
pelayanan purna jual
yang berdomisili di
provinsi yang
bersangkutan.
2.
3.
Pengangkatan dan
pembinaan inspektur
migas serta pembinaan
jabatan fungsional.
3. Pengangkatan dan
pembinaan inspektur
migas serta pembinaan
jabatan fungsional
provinsi.
3.
Pengangkatan dan
pembinaan inspektur
migas serta pembinaan
jabatan fungsional
kabupaten/kota.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
1.
1.
2. Penetapan pedoman
akreditasi bagi lembaga
diklat penyelenggara
diklat teknis dan
fungsional tertentu
sektor energi dan
sumber daya mineral.
2. Pengusulan lembaga
diklat provinsi agar
terakreditasi sebagai
penyelenggara
pendidikan dan
pelatihan teknis dan
fungsional tertentu
sektor energi dan
sumber daya mineral.
2.
3. Penetapan standar
kurikulum berbasis
kompetensi diklat teknis
dan fungsional tertentu
sektor energi dan
sumber daya mineral.
3.
3.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
4. Fasilitasi
penyelenggaraan
assessment melalui
lembaga assessment
Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral
(DESDM) bagi Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dinas
daerah
provinsi/kabupaten/
kota.
5. Penyelenggaraan
pendidikan dan
pelatihan teknis untuk
kepala dinas provinsi
dan kabupaten/kota
yang mengelola sektor
energi dan sumber daya
mineral.
5. Penyelenggaraan
pendidikan dan
pelatihan teknis untuk
kepala sub dinas
kabupaten/kota dan
kepala seksi dinas
kabupaten/kota yang
mengelola sektor energi
dan sumber daya
mineral setelah lembaga
diklat terakreditasi.
5.
PEMERINTAH
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
6. Penyelenggaraan
pendidikan dan
pelatihan teknis sektor
energi dan sumber daya
mineral bagi perangkat
daerah yang mengelola
sektor energi dan
sumber daya mineral.
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
6. Penyelenggaraan
pendidikan dan
pelatihan teknis sektor
energi dan sumber daya
mineral bagi perangkat
daerah yang mengelola
sektor energi dan
sumber daya mineral
berdasarkan pedoman
dan standar
penyelenggaraan,
kurikulum/silabus dan
lembaga diklat
terakreditasi.
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
6.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
7. Penyelenggaraan
pendidikan dan
pelatihan fungsional
tertentu untuk
pengangkatan pertama
kali dan jenjang madya
inspektur tambang/
minyak dan gas bumi/
ketenagalistrikan/
penyelidik bumi.
7. Penyelenggaraan
pendidikan dan
pelatihan fungsional
tertentu untuk
pengangkatan pertama
kali dan jenjang muda
inspektur tambang/
minyak dan gas bumi/
ketenagalistrikan/
penyelidik bumi
berdasarkan pedoman
dan standar
penyelenggaraan,
kurikulum/silabus dan
lembaga pendidikan dan
pelatihan (diklat)
terakreditasi.
7.
8. Pemberian bimbingan
dan konsultasi diklat
teknis dan fungsional
tertentu di sektor energi
dan sumber daya
mineral lingkup
nasional, provinsi dan
kabupaten/kota.
8. Pemberian bimbingan
dan konsultasi diklat
teknis dan fungsional
tertentu di sektor energi
dan sumber daya
mineral lingkup provinsi
dan kabupaten/kota.
8.
SUB SUB
BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
9. Koordinasi penyusunan
kebutuhan dan
penyelenggaraan diklat
teknis dan fungsional
tertentu sektor energi
dan sumber daya
mineral dalam skala
nasional.
9. Koordinasi penyusunan
kebutuhan dan
penyelenggaraan diklat
teknis dan fungsional
tertentu sektor energi
dan sumber daya
mineral dalam skala
provinsi.
9. Penyusunan kebutuhan
dan penyelenggaraan
diklat teknis dan
fungsional tertentu
sektor energi dan sumber
daya mineral dalam skala
kabupaten/kota.
10.
10.