Kelompok
: 17
Lokasi
: Kodim
Waktu
Pendamping
Nama
NIM
Arin Herkilini
Senja Rahayu Kinanti
B1J012076
B1J012078
B1J012080
B1J012082
B1J012084
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
fungsi
perlindungan
terhadap
DAS.
Aktivitas
DAS
yang
organisme tersebut hidup, kualitas air, dan kecepatan arus. Kualitas air
dalam
hal
ini
Dibuat model interaksi factor abiotik dan biotik ( diperlukan data tentang
benda abiotik dan biotik yang dapat ditemukan di lokasi pengamatan)
2. Komunitas
Individu dari setiap spesies yang dominan pada lokasi tersebut dilakukan
pengukuran pada sampel moluska (panjang dan bobotnya), pada sampel
bambu (tinggi dan diameter).
4. Faktor Lingkungan
Diambil sampel air sungai sebanyak 250 ml dan tanah sebanyak 250 gr
yang kemudian diukur pH nya di laboratorium.
A. HASIL
a. Pemodelan Interaksi Antara Abiotik dan Biotik
Tabel 1. Tipe Pemanfaatan Lahan
Lokasi
Tipe pemanfaatan lahan (landuse)
Hulu Sungai
Irigasi
Banjaran
(Beji)
Pemukiman
Persawah
Tengah
Sungai
Irigasi
Banjaran
Jalan Raya
(Kodim)
Hilir Sungai
Banjaran
(Kedung
Wringin)
Pemukiman
Persawahan
Aktivitas masyarakat
Petani
Memancing
(Mandi, cuci, dan kakus)
MCK
Tempat pembuangan
sampah
Memancing
Mandi, cuci, dan kakus
(MCK)
Tempat pembuangan
sampah
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Tanaman Pepaya
Manusia
Laba-laba
Tanaman jambu biji
Tanaman Cabai
Tanaman teh-tehan
Tanaman mengkudu
Tanaman bayam
Jamur
Tanaman iler
Jamur
Belalang
rumput
Burung
padi
Manusia
ayam
T. Mangga
Tanah
kelapa
Nyamuk
cicak
T. Nangka
Kadal
Sampah
semut
Teh-tehaan
T. Jambu
biji
T. Mengkudu
Manusia
Tumbuhan
Udara
Moluska
Serangga air
Tanah
Pasir
Ikan
Crustacea
Batu
Burung
Kerikil
Kupu-kupu
Plastik
Capung
katak
Botol
Alat pancing
Cacing
Jaring ikan
Keterangan: ------ : menggambarkan hubungan dalam bentuk lainnya.
: menggambarkan hubungan makan memakan.
b. Komponen Penyusun Ekosistem
Tabel 3. Komponen Penyusun Ekosistem
No
Komponen penyusun
1.
Produser
2.
3.
5.
6.
7.
Organisme
Padi
Rumput rumputan
Tanaman bayam
Tanaman mangga
Tanaman pepaya
Tanaman nangka
Tanaman jambu biji
Tanaman teh-tehan
Tanaman pisang
Tanaman Mengkudu
Tanaman kelapa
Belalang
Ayam
Manusia
Burung
Kupu-kupu
Capung
Manusia
Burung
Nyamuk
Kadal
Nyamuk
Kadal
Manusia
Nyamuk
Kadal
Semut
Mikroorganisme
Jamur
2.
2. Faunus ater
3. Hemisinus aduardsi
4. Pachycilus indiorum
5. Melanoides granifera
Bambu
1. Gigantolochloa apus
2. Bambusa vulgaris
23
5
30
32
4
86
13.
1,00
0,15
650
23
14.
1,91
0,58
350
23
15.
1,4
0,28
775
23
16.
1,43
0,27
575
23
17.
1,5
0,32
725
23
18.
1,38
0,26
750
23
19.
1,38
0,26
700
23
20.
1,13
0,17
500
23
21.
22.
23.
24.
1,00
1,2
1
1,17
0,11
0,29
0,11
0,11
775
621
725
675
23
23
23
23
25.
1,22
0,17
815
23
26.
0,11
850
23
27.
0,12
775
23
28.
1,1
0,21
825
23
29.
0,11
800
23
30.
1,64
0,72
600
23
31.
1,64
0,75
650
23
32.
1,77
0,86
825
23
33.
1,46
0,52
725
23
34.
1,75
0,79
750
23
35.
1,14
0,31
725
23
36.
1,46
0,54
625
18
37.
1,51
0,59
500
18
38.
1,7
0,80
650
18
39.
1,25
0,38
600
15
40.
1,6
0,70
525
15
41.
1,44
0,46
675
15
42.
1,41
0,50
575
15
43.
1,25
0,38
625
15
44.
1,45
0,55
700
15
45.
0,22
725
13
46.
1,2
0,41
550
13
47.
1,14
0,36
800
13
48.
1,45
0,42
760
13
49.
1,22
0,52
450
13
50.
1,31
0,50
700
13
51.
1,12
0,37
725
12
52.
1,35
0,45
815
12
53.
0,80
0,20
700
12
54.
0,8
0,18
700
12
55.
0,97
0,28
900
12
56.
0.8
0,16
720
12
57.
0,29
875
12
58.
0,25
810
12
59.
1,03
0,29
550
12
60.
0,93
0,21
625
12
61.
2,93
2,19
594
12
62.
2,2
1,2
630
12
63.
1,52
0,49
522
12
64.
2,5
1,65
648
12
65.
2,61
2,2
540
12
66.
2,33
1,42
450
12
67.
0,85
666
12
68.
1,22
1,39
612
12
69.
2,33
1,15
720
12
70.
1,95
0,80
684
12
71.
1,53
0,46
756
17
72.
1,84
0,76
360
17
73.
1,85
0,67
432
17
74.
1,73
0,64
522
17
75.
1,81
0,69
702
17
76.
2,31
1,41
792
17
77.
1,81
0,84
846
17
78.
2,13
0,91
738
17
79.
2,0
0,97
342
17
80.
2,11
0,94
270
17
81.
1,61
0,45
360
17
82.
1,81
0,71
882
17
83.
1,63
0,58
756
17
84.
1,9
0,75
510
17
85.
1,54
0,50
720
17
86.
1,84
0,71
420
17
87.
1,64
0,49
56
11
88.
1,44
0,46
60
12
89.
1,54
0,48
42
17
90.
1,53
0,52
60
16
Jumlah individu
14
28
35
3
(2,01-2,50)
Tabel 7.2. Struktur populasi
Ukuran Bobot Moluska
Jumlah individu
44
33
Jumlah individu
18
53
12
Jumlah individu
10 cm sampai dengan 20 cm
21 cm sampai dengan 30 cm
18
31 cm sampai dengan 40 cm
53
41 cm sampai dengan 50 cm
12
2
(41 - 50)
3
(21 30)
4
(31 - 40)
Parameter
Temperatur udara
Temperatur Air
Arus
Substrat yang dominan
pH
Hasil Pengamatan
270 C
220 C
10m/28s
Tanah berpasir dan berbatu
7
Batu berpasir
Tengah
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Tengah
270C
250C
0,6 m/s
Pasir
Hilir
+
+
+
+
+
-
Hilir
270C
220C
10m/28s
Tanah berpasir dan
berbatu
pH
Tengah
+
Hilir
+
+
-
Tengah
270C
Serasah
5,6
Hilir
27 0C
Serasah
6,8
Hulu
270C
Batu berpasir
6,9
B. PEMBAHASAN
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah dan termasuk
dalam ekosistem perairan tawar yang memiliki ciri-ciri antara lain variasi suhu
tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh bahwa komponen ekosistem yang
diamati di Daerah Aliran Sungai Sidabowa terdiri dari ekosistem daratan dan
ekosistem perairan. Komponen abiotik pembentuk ekosistem daratan DAS
Sidabowa terdiri dari batu, tanah, udara, kayu, ranting, serasah, kertas, plastik dan
sampah. Komponen biotik pembentuk ekosistem daratan DAS Sungai Sidabowa
antara lain bambu, pisang, singkong, kelapa, rerumputan, kupu-kupu, burung,
katak, semut, capung, nyamuk, belalang, kadal, cacing tanah, jamur dan
mikroorganisme. Adapun komponen abiotik pembentuk ekositem perairan DAS
Sidabowa terdiri dari batu, tanah, plastik, air, kayu, pasir, jarring ikan, alat
pancing dan botol, sedangkan komponen biotiknya terdiri dari moluska, serangga
air, crustacea, tumbuhan,katak, ikan, burung, kupu-kupu, capung dan cacing
tanah.
Interaksi antarkomponen biotik dengan komponen abiotik yaitu hubungan
antara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran energi
dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem juga terdapat struktur
atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi. Semua organisme
merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling berhubungan
melalui keragaman interaksinya. Jenis-jenis interaksi dalam ekosistem antara lain:
(a). Interaksi antar organisme.
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain.
Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau
lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari
populasi lain. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Netral, yaitu hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam
habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan
kedua belah pihak. Contohnya adalah antara capung dan sapi.
b. Parasitisme, yaitu hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, dan jika
salah satu organisme hidup mengambil makanan dari hospes/inangnya
sehingga bersifat merugikan inangnya. Contohnya adalah benalu dengan
pohon inang.
c. Komensalisme, merupakan hubungan antara dua organisme yang berbeda
spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan,
yaitu salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan.
Contohnya, Anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
d. Mutualisme, adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies
yang saling menguntungkan diantara keduanya. Contohnya bakteri
Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan.
(b). Interaksi antarpopulasi, yaitu antara populasi yang satu dengan populasi lain
selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya.
Contoh interaksi antarpopulasi adalah sebagai berikut:
6. Sebagai substrat alam, meskipun yang terpenting adalah di air. Namun, yang
paling khusus adalah dalam lingkngan daratan. Tanah adalah sumber terbesar
dari bermacam-macam nutrisi 9 nitrit, fosfor, dan sebagainya) yang merupakan
perkembangan besar dari subsistem ekologi (Heddy, 1989).
Hasil pengamatan distribusi bambu di Sungai Banjaran pada daerah hulu,
tengah, dan hilir diperoleh data bahwa pada daerah hulu, spesies bambu yang
dominan adalah Gigantolochoa atter sebanyak 22 individu/100m. Daerah tengah
sungai Banjaran spesies bambu yang dominan adalah Thyrsostachys siamensis 48
individu/100m. Adapun pada daerah hilir, diperoleh bahwa jenis spesies bambu
yang dominan adalah Bambusa vulgaris sebanyak 90 individu/100 meter.
Pengaruh ketinggian tempat terhadap pertumbuhan pohon bersifat tidak langsung
(Soedomo 1984). Artinya perbedaan ketinggian ternpat akan mempengaruhi
keadaan lingkungan tumbuh pohon, terutama suhu, kelembapan, O2 di udara dan
keadaan tanah. Keadaan lingkungan tumbuh ini akhirnya mempengaruhi
pertumbuhan pohon.
Bambu merupakan salah satu tumbuhan dengan daya tumbuh yang pesat
membentuk rumpun yang besar dan tinggi (Heyne 1987). Pada umulanya
tumbuhan lain akan sulit tumbuh menjadi besar pada daerah yang didominasi oleh
bambu. Pratiwi (2006) yang melakukan penelitian di Gunung Gede Pangrango
menemukan bahwa jumlah maupun jenis vegetasi selain banibu pada tegakan
yang didominasi oleh spesies bambu terbilang rendah sehingga dapat dikatakan
keberadaan spesies ini memiliki tingkat asosiasi yang rendah dengan spesies
tumbuhan lain. Bambu merupakan spesies tumbuhan dengan tingkat adaptasi yang
tinggi pada berbagai kondisi lingkungan. Hal ini terlihat dari penyebaran bambu
baik secara alami maupun sengaja ditanam yang dapat ditemui di daerah datar,
lembah, perbukitan, dan pegunungan berbukit. Sutiyono et al. (1992) juga
menyatakan bahwa, banibu dapat tumbuh dengan baik pada berbagai kondisi
tanah, mulai dari tanah berat sampai ringan, tanah kering, tanah becek, tanah
subur, dan tanah tidak subur.
Spesies bambu yang berada di Sungai Sidabowa yaitu bambu apus
(Gigantochloa apus) dan bambu ampel. Klasifikasi bambu ampel (Bambusa
vulgaris) yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Klas
: Liliopsida
Ordo
: Poales
Famili
: Poaceae
Genus
: Bambusa
Spesies
: Bambusa vulgaris
Gambar 3.1. Morfologi Bambu
Ampel (Bambusa vulgaris)
a.
b.
c.
d.
Daun
Pelepah buluh : Tidak mudah luruh, tertutup bulu coklat, kuping pelepah buluh
seperti bingkai, daun pelepah buluh berketuk balik menyegi tiga
dengan ujung sempit.
Rebung
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Poales
Famili
: Poaceae
Genus
: Gigantochloa
Spesies
Deskripsi:
Habitus : Pohon, berumpun, tinggi 10-15 m.
Batang :Berkayu, bulat, berlubang, beruas-ruas, tunas atau rebung berbulu, putih
kehitaman, hijau.
Daun
yang
ada
dimanfaatkan
sebagai lahan pemukiman dan lahan perkebunan. Pada daerah hulu sungai
Banjaran memiliki temperatur udara 270C, tipe tanahnya batu berpasir dan pH
tanah 6,9. Daerah tengah sungai Banjaran memiliki temperatur udara 27 0C, tipe
tanahnya berpasir dan pH tanah 5,6. Daerah hilir sungai Banjaran memiliki
temperatur udara 270C, tipe tanahnya serasah dan pH tanah 6,8. Kondisi ini masih
dalam batas normal untuk pertumbuhan organisme yang ada di dalamnya
(Dwidjoseputro, 1991).
Distribusi bambu sangat dipengaruhi oleh faktor iklim antara lain suhu,
curah hujan, kelembaban yang berkaitan satu dengan yang lain (Sutiyono, et al.,
1992). Menurut Koesbiono (1979), daerah yang memiliki curah hujan tahunanan
minimal 1020 mm dan kelembaban udara minimal 80% dengan suhu optimum
antara 8,8-360C merupakan daerah yang cocok untuk pertumbuhan bambu.
Bambu dapat tumbuh baik di berbagai jenis tanah, kecuali tanah yang berada di
dekat pantai. Pada tanah tersebut, bambu dapat tumbuh tetapi pertumbuhannya
lambat dan buluh kecil. Umumnya bambu dapat tumbuh di tempat dengan
ketinggian 1-1200 m dpl dengan keadaan pH tanah antara 5,0-6,5 (Agusnar,
2007). Verhoef (1957) menyatakan bahwa berbagai keadaan tanah dapat
ditumbuhi oleh bambu mulai dari tanah ringan sampai tanah berat, tanah kering
sampai tanah becek dan dari tanah yang subur sampai ke tanah yang kurang subur.
Hasil pengamatan distribusi moluska di Sungai Banjaran pada daerah hulu,
tengah, dan hilir diperoleh bahwa spesies moluska yang dominan pada daerah
hulu adalah Melanoides maculate sebanyak 6 individu/250 cm. Daerah tengah
sungai Banjaran memiliki spesies moluska yang dominan adalah Pachycilus
indiorum sebanyak 14 individu/250 cm. Daerah hilir sungai Banjaran memiliki
spesies moluska yang dominan adalah Melanoides granifera 4 individu/250 cm.
Perbedaan distribusi moluska dapat
pengaruh
bahan
organik
dan
disebabkan
adanya
karena
perubahan
adanya
kondisi
perbedaan
lingkungan,
dari hubungan
antara
keanekaragaman
dan
kestabilan
: Animalia
Filum
: Mollusca
Klas
: Gastropoda
Ordo
: Mesogastropoda
Famili
: Melanatriidae
Genus
: Brotia
Spesies
: Brotia insolita
Spesies yang ditemukan terutama di air mengalir, sungai cukup oksigen,
: Animalia
Filum
: Mollusca
Klas
: Gastropoda
Ordo
: Mesogastropoda
Famili
: Thiaridae
Genus
: Faunus
Spesies
:Faunus ater
: Animalia
Filum
: Mollusca
Klas
: Gastropoda
Ordo
: Mesogastropoda
Famili
: Pleuroceridae
Genus
: Pachychilus
Spesies
: Pachycilus indiorum
Siput air tawar ini cukup luas di Amerika Tengah (Meksiko, Honduras, Belize,
Guatemala), dan Northern Selatan Amerika (Venezuela).
Deskrispi Hemisinus eduardsi
Kingdom
: Animalia
Filum
: Mollusca
Klas
: Gastropoda
Ordo
: Mesogastropoda
Famili
: Pleuroceridae
Genus
: Hemisinus
Spesies
: Hemisinus eduardsi
: Animalia
Filum
: Mollusca
Klas
: Gastropoda
Ordo
: Mesogastropoda
Famili
: Thiaridae
Genus
: Melanoides
Spesies
Melanoides
granifera
Siput air tawar, spesies ini sangat toleran terhadap air payau , dan telah dicatat di
perairan dengan salinitas sebesar 32,5 ppt (1.024 salinitas gravitasi spesifik). Hal
tersebut adalah iklim yang hangat-spesies. Tampaknya lebih suka kisaran suhu 18
sampai 25C atau 18 sampai 32 C. Penelitian telah dilakukan untuk menentukan
air mematikan siput suhu tinggi, yaitu sekitar 50 C (120 derajat Fahrenheit ).
Berdasarkan relung ekologinya bambu termasuk dalam produsen dan
gastropoda termasuk dalam konsumen. Moluska dalam ekosistem perairan sering
disebut juga sebagai makrobentos. Kehidupan makrobentos pada perairan ini
sangat ditentukan oleh faktor biotik. Keberadaan moluska juga dapat digunakan
sebagai penanda kualitas air sungai. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi
moluska di Daerah Aliran Sungai Banjaran antara lain:
a. Gas terlarut
e. Arus air.
Arus air di hulu Sungai Banjaran adalah 0,45 m/s, di bagian tengah 0,6
m/s, dan dibagian hilir 0,4 m/s. Tingginya arus dapat disebabkan oleh aliran
sungai yang relatif lurus dan substrat yang sedikit, sedangkan rendahnya arus
disebabkan oleh air sungai yang dibendung dan tingginya substrat. Substrat dapat
mempengaruhi kecepatan arus, namun kecepetan arus dalam suatu ekosistem
tidak dapat ditentukan secara pasti karena arus pada suatu perairan sangat
berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari fluktuasi debit dan aliran air
serta kondisi substrat yang ada (Barus, 2004). Menurut Metcalf & Eddy (1991)
kecepatan aliran air yang memiliki daya angkut dan daya gerus terhadap material
kasar adalah 1 - 3 m/dt, sedangkan kecepatan aliran air yang mampu mencegah
terjadinya endapan organik adalah 0,3m/dt. Aliran air dengan kecepatan > 0,75
m/dt diketahui mampu mencegah terjadinya endapan material sedang seperti pasir.
Fluktuasi debit air sungai dapat menjadi petunjuk tentang jenis atau tipe sungai.
Asdak (2002) menyebutkan bahwa menurut literatur geologi pola aliran (sistem)
sungai diklasifikasikan sebagai sistem aliran influent, effluent dan intermittent.
Sistem aliran sungai influent adalah aliran sungai yang memasok air tanah. Sistem
aliran sungai effluent adalah aliran sungai berasaldari air tanah. Sungai yang
masuk dalam kategori aliran effluent biasanya akan mengalir sepanjang tahun
(perennial).
f. pH
pH pada Sungai Banjaran daerah hulu, tengah dan hilir masih tergolong
normal yaitu 6-7. Menurut Kristanto (2002), nilai pH air yang normal adalah
sekitar 6-8, sedangkan pH air yang tercemar misalnya air limbah, berbeda-beda
tergantung jenis limbahnya. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya
mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menjadi
asam. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya bahan-bahan organic yang
membebaskan CO2 jika mengalami penguraian.
g. Substrat
Substrat pada Sungai Banjaran daerah hulu, tengah dan hilir umumnya
batuan berpasir. Substrat yang cocok untuk keberadaan moluska sebenarnya
adalah tanah berlumpur. Tanah berpasir tidak cocok untuk moluska, dan biasanya
pada substrat batuan berpasir tersebut moluska akan menguburkan dirinya dalamdalam pada batuan pasir tersebut (Ewusie, 1990).
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
pengamatan
dan
pembahasan
dapat
diperoleh
kesimpulansebagai berikut:
1. Penyebaran distribusi bambu yang paling dominan di hilir Sungai Sidabowa
adalah bagian tengah yaitu Bambusa vulgaris, sedangkan penyebaran ditribusi
moluska yang paling dominan di daerah hilir adalah Melanoides granifera.
2. Perpindahan energi akan terjadi melalui proses makan-memakan atau disebut
rantai makanan yang kemudian bergabung membentuk jaring-jaring makanan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi moluska dan distribusi bambu
antara lain: gas terlarut, kejernihan, arus air, suhu, penetrasi cahaya, pH, dan
substrat.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarita, R. 2010. Keanekaragaman dan Distribusi Ikan di Hulu Sungai Asahan
Porsea. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Agusnar, H. 2007. Kimia Lingkungan. USU Press. Medan.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.
Medan. USU Press.
Dwidjoseputro, D. 1991. Ekologi Manusia dengan Lingkungannya. Erlangga,
Jakarta.