Menteri
Perdagangan,
Menteri
Perindustrian
No
Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa suatu jenis
barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak kepemilikan atas
barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan lesse hanya menggunakan
barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan
dalam suatu jangka waktu tertentu. 5
Didalam perjanjian leasing pada dasarnya ada tiga pihak yaitu Lessor
(perusahaan leasing), Lesse (perusahaan/nasabah) dan supplier (penjual
barang).
Selanjutnya didefinisikan oleh Frank Tiara Supit sebagai: Company
financing in the form of providding Capital Goods wish the user making
periodical payments. User would have options to buy the Capital Goods or to
prolog the leasing period of the remainding value.
Dapat diartikan bahwa leasing adalah:
Pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal
dengan pembayaran secara berkala oleh perusahaan yang menggunakan barangbarang modal tersebut dan dapat dinilai atau memperpanjang jangka waktu
berdasarkan nilai sisa. 6
Selanjutnya menurut keputusan Menteri Keuangan RI Nomor.1169/KMK
01/1991 tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing), yang dimaksud dengan
leasing adalah:
Herwastoeti, Aspek Yuridis Dalam Perjanjian Leasing dan Akibat Hukumnya Dalam
Hal Terjadinya Wanprestasi, Malang: Laporan Penelitian Universitas Muhammadiyah Maklang.
Hal 5
6
Amin Widjaja Tunggal & Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Leasing, Jakarta :
Penerbit PT. Rineka Cipta. Hal 7-8
Munir Fuadi Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, (Bandung:penerbit
PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal 9
8
Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya (Jakarta: Penerbit Salemba empat,1999) hal 129
1. Umum (General)
a. Asas concordantie hukum berdasarkan pasal II aturan peralihan UndangUndang Dasar 1945 pasca amandemen atas hukum perdata
yang berlaku
Khusus
a. Surat
Keputusan
Perindustrian
Bersama(SKB)
dan
Menteri
Menteri
Keuangan,
Perdagangan
RI
Menteri
No.
Keputusan
(SK)
Menteri
Keuangan
RI
c. Surat
Keputusan
(SK)
Menteri
Keuangan
RI
dan tata lanjutan dalam proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi
tiada berkesinambungan dari seluruh proses hukum acara perdata.
Secara umum eksekusi merupakan pelaksanaan atau keputusan pengadilan
atau akta, maka pengambilan pelunasan kewajiban kreditur melalui hasil
penjualan benda-benda tertentu milik debitur.
Sedangkan yang dimaksud perjanjian fidusia adalah perjanjian utang
piutang kreditur kepada debitur yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut
kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.
Tetapi untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditur maka dibuat akta
yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Nanti
kreditur akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, memiliki kekuatan
hak eksekutorial langsung apabila debitor melakukan pelanggaran perjanjian
fidusia kepada kreditur (parate eksekusi), sesuai UU No. 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia. 9
Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai
pembuktian sempurna. Sebaliknya, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau
di depan pejabat yang ditunjuk oleh Undang-Undang dan memiliki kekuatan
pembuktian sempurna. Untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya
harus diotentikkan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah,
misalnya di Pengadilan. Pertanyaannya adalah apakah sah dan memiliki kekuatan
bukti hukum suatu akta di bawah tangan. Menurut pendapat penulis, adalah syah
asalkan para pihak mengakui keberadaan dan isi akta tersebut. Dalam prakteknya,
di desa-desa atau karena kondisi tertentu menyebabkan hubungan hukum
dikuatkan lewat akta di bawah tangan seperti dalam proses jual beli dan utang
piutang. Namun, agar akta tersebut kuat, tetap harus dilegalisir para pihak kepada
pejabat yang berwenang.
Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia
menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko. Kreditur bisa
melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan
kesewenang-wenangan dari kreditur. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas
barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur
sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga
dapat dikatakan bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitur
dan sebagian milik kreditur. Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan
penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat
dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti
kerugian. 10
Lembaga
pembiayaan
yang
tidak
mendaftarkan
jaminan
fidusia
sebenarnya dapat merugikan lembaga itu sendiri, karena tidak punya hak
eksekutorial yang legal. Problem bisnis yang membutuhkan kecepatan dan
customer service yang prima selalu tidak sejalan dengan logika hukum yang ada.
Mungkin karena kekosongan hukum atau hukum yang tidak selalu secepat
10
Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak
menggunakan semua upaya hukum yang tersedia. Biaya yang musti dikeluarkan
pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin
besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak. Masyarakat yang
umumnya menjadi nasabah juga harus lebih kritis dan teliti dalam melakukan
transaksi. Sementara bagi Pemerintah, kepastian, keadilan dan ketertiban hukum
adalah penting.
dapat dilakukan apabila kualitas tagihan kartu kredit dimaksud telah termasuk
dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kolektibilitas
yang digunakan oleh industri kartu kredit di Indonesia.
2. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan penagihan
transaksi Kartu Kredit, maka
a. Penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan apabila kualitas
tagihan
Kartu
Kredit
dimaksud
telah
termasuk
dalam
kategori
11
dengan
12
hal
tersebut,
Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
12
13
Ibid