Pembimbing :
Slamet Wijaya B, S.Kep
Ahmad Zakiudin, SKM
Disusun oleh :
Ahmad Sofa Mubarok
NIM. 011.003
AKADEMI KEPERAWATAN AL HIKMAH 02
BENDA SIRAMPOG BREBES
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN
1
Tujuan Penulisan
Sistematika
TINJAUAN TEORI
1
Pengertian
Rentang Respon
Proses Kemarahan
Mekanisme Koping
Penatalaksanaan
Fokus Intervensi
TINJAUAN KASUS
1
Pengkajian
Perencanaan
Implementasi
Evaluasi
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
Daftar Pustaka
BAB I
TINJAUAN TEORI
1
Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman individu. (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147).
Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di
elakkan dan sering menimbulkan suatu tekanan.
Rentang Respon
Adaptif
Maladaptif
Asertif
Frustasi
Pasif
Agresif
Kekerasan
Pernyataan (Assertion)
Respon
marah
dimana
individu
mampu
menyatakan
atau
Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,
kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu
tidak menemukan alternatif lain.
Pasif
Suatu
keadaan
dimana
individu
tidak
dapat
mampu
untuk
Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk
menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih
terkontrol.
Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa
disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai
dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Muka merah
Pandangan tajam
Otot tegang
Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan. Respons
terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
a
Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Modul ekspresi marah
Rendah diri
Rasa bersalah
Kecemasan
Bermusuhan
Ekspresi Eksternal
c
Ekspresi Internal
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan katakata yang dapt di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan
memberikan perasaan lega, keteganganpun akan menurun dan perasaan marah
teratasi.
Perilaku tidak asertif seperti menekan perasaan marah atau melarikan diri dan rasa
marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan
yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang
ditujukan pada diri sendiri.
5.
Tingkah Laku
a
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang perilaku yang
berkaitan dengan marah antara lain :
1
mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik usus menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot, seperti
rahang terkatub, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2
Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (tuart dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain :
a) Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya
secara
normal.
Misalnya
seseorang
yang
sedang
marah
melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas remas adona kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya
c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya
sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
e) Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
obyek
yang
tidak
begitu
berbahaya
seperti
yang
pada
mulanya
yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya.
Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya.
Sumber Koping
Menurut Suart Sundeen 1998 :
1
Aset ekonomi
Tehnik defensif
Sumber sosial
Motivasi
Kepercayaan
Kemampuan sosial
Penatalaksanaan Umum
a
Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak
ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
b Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, main
catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan
itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi
dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program
kegiatannya.
c Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan,
membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber
yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan
perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat
kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna
Keliat,1992).
d
Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan.
Perlaku kekerasan
CP
Diagnosa Keperawatan
1
Resiko menciderai diri dan orang lain atau lingkungan b.d perilaku kekerasan.
Fokus Intervensi
1
Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau
tidak.
Intervensi :
a Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.
TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi :
a Berbicara akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
BAB II
TINJAUAN KASUS
Tanggal Pengkajian
15 Januari 2013
Tanggal Masuk
26 Desember 2012
Ruang
Perkasa
Nama
Tn. H
Alamat
Umur
25 Tahun
Jenis Kelamin
Laki - laki
Status
Belum Menikah
Agama
Islam
Pendidikan
Suku/Bangsa
Jawa/Indonesia
No. CM
01 13 28
I.
PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Tn. W
Umur
57 Tahun
Agama
Islam
Pekerjaan
Wiraswasta
Alamat
Ayah Kandung
: 120 / 80 mmHg
2) Nadi
: 78 x/menit
3) Suhu badan
: 36.4 0C
4) Respirasi
: 23 x/menit
2. Ukuran
1) Tinggi Badan
: 168 cm
2) Berat badan
: 70 Kg
3. Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik baik saja dan tidak ada keluhan
fisik.
VI. PSIKOSOSIAL
1
Genogram
Keterangan :
Laki laki
Satu Rumah
Perempuan
Garis Perkawinan
Meninggal
Garis Keturunan
Klien
Konsep diri
a Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa atau yang
paling disukainya adalah bagian wajah, karena klien merasa wajahnya tampan..
b
Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai laki laki dewasa dan belum menikah dan
klien anak ke dua dari lima bersaudara.
c
Peran
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di saying
dilingkungan masyarakat. klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti
gotong royong, pengajian, pemuda dll.
Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat
pulang dan bebas biar bisa bekerja dan menjadi orang kaya.
Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di percaya
setelah di rumah sakit hubungan klien dengan klien yang satu tidak ada masalah.
Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat di rumah tidak rutin
beribadah dan saat di rumah sakit klien tidak beribadah karena merasa kalau doanya
tidak pernah di kabulkan dan semua itu sia-sia.
Masaalah Keperawatan : Distres spiritual
Penampilan
Klien tampak agak rapi, rambutnya jarang disisir, gigi kuning, kulit bersih.
Cara berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
Klien menggunakan sandal.
Masalah Keperawatan :
Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-loncat dari tema yang
dibicarakan dan dapat berkomunikasi dengan lancar.
Masalah Keperawatan : 3
Aktifitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, tiduran, untuk saat ini klien
sudah mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah Keperawatan : -
Alam Perasaan
Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira pasien tampak gembira,
saat sedih klien tampak sedih.
Masalah Keperawatan : -
Afek
Afek klien datar mempunyai emosi yang stabil.
Masalah Keperawatan : Resiko Tinggi Cidera
Interaksi selama wawancara
Saat diwawancara klien kooperatif, cenderung selalu berusaha mempertahankan
pendapat dan kebenaran dirinya.
Masalah Keperawatan : -
Persepsi
Sampai saat dikaji klien mengatakan tidak mendengarkan suara-suara.
Proses pikir
Pembicaraan klien normal biasa tidak berbelit-belit, tidak meloncat-loncat dan sampai
tujuan karena dapat kooperatif.
Masalah Keperawatan : -
Tingkat Kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang
ditandai dengan klien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada
saat wawancara.
12 Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil keputusan sesuai tingkat
atau mana yang lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
Masalah Keperawatan : 13 Daya Tilik Diri
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari terhadap penyakitnya
karena klien mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti ini dan penyebab
mengapa klien bisa sakit jiwa seperti ini.
Masalah Keperawatan : VIII.
Prilaku kekerasan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Harga diri rendah
Disstres spiritual
XIII.
NO
1
ANALISA DATA
DATA
ETIOLOGI
Perilaku Kekerasan
PROBLEM
Resiko mencederai diri
lingkungan
tampak merah.
DS : klien mengatakan saat
Perilaku Kekerasan
POHON MASALAH
( Efek )
( Core Problem )
( Causa /
Perilaku Kekerasan
Koping Individu Tidak Efektif
XV.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan berhubungan dengan
Perilaku Kekerasan
2. Perilaku Kekerasan berhubungan dengan Koping Individu Tidak Efektif
XVI.
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
Resiko
TUM:
Tujuan
menciderai diri
Kliendapat
sendiri, orang
melanjutkan peran
lain dan
sesuai dengan
lingkungan
tanggung jawab.
1
2
3
percaya.
sebutkan nama
tangan
3
klien mau
4
klien mau
mengetahui nama
jelaskan maksud
hubungan interaksi
nama
perawat sambil jabat
tersenyum
5
Intervensi
ber salam panggil
tangan
nama
membina
hubungan saling
salam
TUK 1:
Klien dapat
Criteria hasil
klien mau membalas
perawat
TUK 2:
Klien dapat
klien
mengidentifikasi
mengungkapkan
mengungkapkan
kemampuan
perasaanya
perasaan
penyebab
kekerasan
klien dapat
mengungkapkan
mengungkapkan
penyebab perasaan
penyebab perasaan
marah dari
jengkel/kesal
lingkungan atau
TUK 3 :
orang lain
Klien dapat
mengidentifikasi
klien mampu
Anjurkan klien
tanda-tanda
mengungkapkan
mengungkapkan apa
perilaku kekerasan
perasaan saat
marah/jengkel
klien dapat
Observasi tanda-tanda
menyimpulkan
tanda-tanda marah
klien
yang dialami.
Simpulkan bersama
klien tanda dan gejala
TUK 4;
Klien dapat
mengidentifikasi
Klien dapat
perilaku kekerasan
mengungkapkan
mengungkapkan perilaku
yang biasa
perilaku kekerasan
dilakukan
dilakukan klien .
perilaku kekerasan
biasa dilakukan.
3
mengetahui cara
untuk menyelesaikan
masalahnya selesai
masalah
Klien dapat
mengidentikasi
peran dengan
Klien dapat
TUK 5;
1
1
Klien dapat
akibat perilaku
menjelaskan akibat
kekerasan
menyimpulkan akibat
digunakan
bersama klien
oleh klien
TUK 6 :
Klien dapat
lain
akibat pada
lingkungan
sehat.
mendemonstrasika
n cara mengontrol
perilaku kekerasan
1. klien dapat
klien
menyebutkan contoh
pencegahan perilaku
kekerasan secara :
- Fisik: Tarik nafas
Bantu klien
mengidentifikasi manfaat
cara yang telah dipilih
memukul bantal
menstimulasikan cara
- Verbal: Mengatakan
secara langsung
dengan tidak
role play
4
menyakiti.
2. klien dapat
menstimulasikan cara
mendemonstrasikan
cara fisik (memukul
tersebut
5
bantal) untuk
TUK 7 :
mencegah perilaku
Klien dapat
kekerasan.
atau marah.
menggunakan
obat dengan benar
( sesuai dengan
program )
dan keluarga.
2.Diskusikan manfaat
1
Klien dapat
dan kegunaanya
( jenis
,waktu,dosis,dan efek
yg tertera pd botol
pengobatan
XVII.
Waktu
Selasa
SP
SP 1
15/01/13
IMPLEMENTASI
1. Membina hubungan
EVALUASI
S : Klien senang karena
saling percaya
17.00
dengan
mengungkapkan
tangan
Klien mau bercerita
komunikasi terapeutik
2. Menyapa klien
dengan ramah,baik
verbal maupun non
verbal.
3. Memperkenal diri
percaya, SP 1 tercapai.
dengan sopan.
4. Menjelaskan tujuan
P : Lanjutkan SP 2,klien
dapat mengidentifikasi
pertemuan dengan
lengkap
penyebab marah.
K : Klien di minta untuk
5. Menanyakan nama
mencari penyebab
marah.
6. Mengatakan dengan
jujur dan menepati
janji
7. Menunjukkan rasa
empati dan menerima
klien apa adanya.
8. Memberikan
perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar
klien
1. Mengkaji
pengetahuan klien
17.00
tentang perilaku
SP 2
kekerasan dan
penyebab.
2. Memberikan
kesempatan kepada
klien untuk
mengungkapkan
terpenuhi
O:
Klien dapat
mengungkapkan
perasaan marah atau
jengkel.
Klien tampak tegang
tegangan dan tatapan
perasaan penyebab
perilaku kekerasan
3. Memberikan pujian
mata tajam.
A : Klien mampu
mengungkapkan
terhadap kemampuan
klien memngungkap
jengkel,SP 2 tercapai.
P : Lanjutkan SP 3, klien
dapat mengontrol dan
penanganan perilaku
kekerasan dengan cara
sholat dan berdoa.
K : Klien diminta untuk
mencari penyebab dan
tanda marah yang
belum di ungkapkan
Rabu
16/01/2013
12.30
SP 3
1. Mendiskusikan
bersama klien
tinggi, tangan
mengepal, matanya
marah
menatap tajam,
2. Mendiskusikan
bersama klien
tentang tanda-tanda
perilaku kekerasan.
wajahnya tampak
merah.
O : pasien menunjukkan
tanda-tanda :
a. Nada suara tinggi
b. Mata menatap tajam
c. Tangan mengepal.
A : klien mampu
mengidentifikasi tanda
dan gejala saat marah
atau jengkel. SP 3
tercapai.
K : klien diminta untuk
mengidentifikasi
perilaku kekerasan
yang sering dilakukan.
SP 4
Menganjurkan klien
untuk
marah apabila
mengungkapkan
keinginanya tidak
perilaku kekerasan
pintu / jendela.
Membantu klien
tangan mengepal,
dengan perilaku
kekerasan.
wajah memerah.
Membicarakan
A : klien mampu
mengungkapkan
perilaku kekerasan
masalah akan
SP 4 tercapai.
teratasi.
P : lanjutkan SP 5, klien
dapat mengungkapkan
perilaku yang sering
dilakukan saat marah.
K :klien diminta untuk
mengingat kembali
akibat yang akan
Kamis
18/01/2013
11.15
SP 5
Membicarakan akibat
ditimbulkan.
S : klien sangat menyesal
marah
Menyimpulkan
ayahnya.
O : klien tampak : sedih,
memerah.
A : klien mampu
mengungkapkan akibat
mau mempelajari
kekerasan yang
dan sehat
dilakukannya, SP 5
tercapai.
P : lanjutkan SP 6, klien
dapat mengontrol perilaku
yang sering dilakukan saat
marah.
K : klien diminta untuk
berlatih mengontrol marah
dengan cara sholat dan
berdoa.
12.00
SP 6
1. Melatih klien
S : Klien mengatakan
mengontrol perilaku
kekerasan dan
penanganan dengan
dikabulkan.
O : Klien tidak
melaksanakan sholat
dan berdoa.
memasukkan dalam
A : SP 6 belum tercapai
jadwal kegiatan.
P : Ulangi dan
Pertahankan SP 6,
K : Klien diminta berlatih
untuk meminum obat
secara teratur
SP 7
S : Klien mengatakan
minum obat secara
2. menganjurkan klien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
BAB IV
PEMBAHASAN
A PENGKAJIAN
Nama klien : Tn. H, umur 25 tahun, Jenis Kelamin : Laki-Laki, Agama : Islam,
Pendidikan : SMP, Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia, Status Perekawinan : Belum Kawin,
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten, No CM : 01.13.28 . klien mengatakan keinginan harus
selalu diterpenuhi. klien marah-marah dan memukul ayahnya. Saat marah klien suka
memukuli ayah, pintu/jendela. Apabila punya masalah klien tidak mau bercerita dan
memilih untuk diam diri dan memendamnya sendiri. Klien sudah pernah opname 35 kalli di
RSJ klaten
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Sesuai dengan data yang di dapat dari klien, klien menunjukkan tanda-tanda
gejala marah : muka merah tegang, pandangan tajam dan data yang didapat
menampakkan gejala perilaku kekerasan seperti mudah tersinggung dan setiap
keinginannya harus terpenuhi, perilaku kekerasan yang sering dilakukan klien adalah
marah-marah,
membentak-bentak
dan
mengamuk
serta
memukul
pintu/
jendela
adanya
data-data
haail
pengkajian
pada
kasus
Tn.
penulis
menyimpulkan terdapat diagnosa keperawatan yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan b.d perilaku kekerasan dan perilku kekerasan b.d koping individu tidak
efektif.
Diagnosa yang pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan b.d perilaku kekerasan hal ini didukung karena pada kasus Tn. H didapatkan
hasil sebagai berikut : saat dirumah klien mengamuk dan memukuli pintu/jendela rumah
serta memukuli ayahnya.
Menurut Budi Anna Keliat S.Kp (1998), mengatakan bahwa perilaku yang
berhubungan dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : mata merah,
memaksakan kehendak, menyerang atau menghindar, mengatakan dengan jelas
(asertivines), memberontak (acting out), amuk atau kekerasan (violence).
Dari data teori yang ditanyakan Budi Anna Keliat S.Kp 1998 pad dasarnya tidak
efektif berbeda tetapi pada saat pengkajian tidak ditemukan klien klien muka merah.
Diagnosa kedua adalah perilaku kekerasan b.d koping individu tidak efektif hal ini
didukung karena pada saat kasus Tn. H didapatkan data sebagai berikut : klien apabila ada
masalah tidak mau bercerita dan memilih berdiam diri dan memendamnya sendiri.
C INTERVENSI DAN I MPLEMENTASI
perasaannya,
membantu klien mengungkapkapkan rasa jengkel/ kesal pada diri sendiri. Pada SP 2
kelompok tidak mengalami kesulitan atau kendala, karena klien mampu mengungkapkan
penyebab marah yang dialami yaitu karena keinginan yang tidak dipenuhi.
Rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis untuk SP 3 adalah anjurkan
klien untuk mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah, jengkel, observasi tanda,
perilaku kekerasan pada klien. Pada SP 3 ini kelompok tidak mengalami kendala karena
klien mampu untuk mengungkapkan perasaan saat marah, jengkel, klien dapat
menyimpulkan tanda-tanda jengkel dan marah, yaitu saat marah klien berbicara keras,
banyak bicara, perilaku tidak wajar dan sulit diarahkan.
Rencana keperawatan yang kelompok susun untuk SP 4 adalah anjurkan klien
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bantu klien bermain peran
sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bicarakan dengan klien apakah
yang klien lakukan masalahnya selesai. Tindakan keperawatan untuk SP 4 ini kelompok
tidak mengalami kesulitan kendala karena klien dapat menyebutkan perilaku kekerasan
yang dilakukan yaitu berbicara keras dan berguling-guling ditanah.
Rencana keperawatan untuk SP 5 yang kelompok susun adalah bicarakan akibat
atau kerugian dari cara yang dilakukan klien, bersama klien menyimpulkan akibat atau cara
yang digunakan oleh klien. Tanyakan pada klien apakah klien ingin membicarakan cara
baru yang sehat. Tindakan kelompok yang telah dilakukan bersama dengan klien
membicarakan akibat dan kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau
kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian dari cara yang
digunakan klien. Pada SP 5 kelompok tidak mengalami kendala karena klien kooperatif
sehingga klien mampu menyebutkan akibat dan kerugian dari cara yang telah klien
gunakan adalah klien bisa menyakiti diri sendiri, klien bisa dijauhi teman-temannya.
Rencana keperawatan untuk SP 6 adalah apakah klien klien ingin belajar cara yang
baru yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara klien yang sehat, didiskusikan
dengan klien cara yang sehat tindakan yang telah kelompok lakukan menanyakan pada
klien apakah klien mau mempelajari cara baru sehat, berikan pujian pada klien jika
mengetahui cara baru dan sehat tersebut, mendiskusikan cara yang baru dan sehat. Pada
SP 6 ini kelompok mengalami kendala karena klien kurang kooperatif, klien juga tidak
dapat melakukan Sholat dan berdoa karena beranggapan sia - sia.
D EVALUASI
Pengkajian inervensi dan implementasi yang telah dilakukan menghasilkan sebagai
berikut :
Diagnosa 1 yaitu resiko mencederai diri sndiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan. Pada diagnosa pertama, akan menjabarkan atau
menjelaskan hasil yang diperoleh.
Evaluasi SP 1 klien sudah mampu membina hubungan saling percaya dengan
menunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat: menunjukkan rasa senang: kontak mata
kurang: mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, duduk
berdampingan dengan perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Pada SP
1 tidak ada kendala karena klien kooperatif. Kesimpulan pada SP 1 telah dapat dilakukan
dan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun oleh penulis.
Evaluasi SP 2 klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah(dari diri sendiri, orang lain dan
lingkungan). Pada SP 2 ini kelompok tidak mengalami kendala karena klien bisa
mengungkapkan penyebab jengkel: bila keinginannya tidak dipenuhi. Kesimpulan SP 2
dapat dilakukan dengan baik dan sudah sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan
dan disusun oleh kelompok.
Evaluasi SP 3 klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah atau jengkel
dan klien menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau marah yang dialami yaitu : suka marahmarah, bicara keras, perilaku tidaak wajar dan sulit diarahkan. Pada SP 3 kelompok tidak
mengalami kendala dalam pelaksanaan dengan baik dan sesuai dengan rencana yang
disusun.
Evaluasi SP 4 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan yaitu : marah-marah, suara keras dan suka memukul pintu rumah tetangganya.
Klien dapat bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan
dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak. SP 4 ini
penulis tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat
diajak kerjasama. Kesimpulan SP 4 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana
yang telah disusun.
Evaluasi SP 5 klien dapat mengungkapkan akibat cara marah yang di lakukan oleh
klien yaitu : dapat merugikan orang lain dan diri sendiri maupun orang lain. Dalam SP 5 ini
penulis tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat
diajak kerjasama. Kesimpulan SP 5dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana
yang telah disusun.
Evaluasi SP 6 klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat mempraktekan cara
yang sehat menyalurkan kemarahanya yaitu dengan sholat dan berdoa. Dalam SP 6 ini
penulis mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kurang kooperatif dan tidak
dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 6 belum dapat terlaksanan dengan baik sesuai
dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 7 klien dapat minum obat secara teratur. Dalam SP 6 ini penulis tidak
ada kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama.
Kesimpulan SP 7 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. H tindakan yang dilakukan
sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara
yang digunakan klien, membantu klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat
agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)
Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1
Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang
keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima
tanpa menyakiti orang lain
Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan
maupun diluar ruangan.
Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit
Untuk perawat :
1
Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada
klien untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga
untuk dapat pemecehan masalahya.
Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang
konstruktif.
Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang
membantu relaksasi otot seperti olahraga.
Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan selama ini.
Untuk mahasiswa :
1
Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar
dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi
I, Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung
Keliat B.A, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, ( Terjemahan ). Penerbit Buku
Kedokteran , EGC, Jakarta.
Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.
Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi 3,
Alih Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing.
(Terjemahan) (7 th ed), St. Lois : Mosby
Townsend M. C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri, (terjemahan), Edisi
3, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.