KATARAK
Oleh :
Andriansyah Bonorusid
(04993100039)
I. Pendahuluan
I.1 Latar Belakang Fakta Deskriptif
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular, dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua duanya, jadi merupakan proses
kekeruhan lensa mata karena terganggunya metabolisme lensa.1
Dari 214 juta penduduk Indonesia, sebanyak 4,28 juta atau 2,1 persen
menderita kebutaan. Menurut Ketua Bidang Organisasi Perkumpulan Penyantun Mata
Tunanetra Indonesia/Bank Mata Indonesia Pusat, Soetadi Martodihardjo, kebutaan
yang dialami oleh penduduk Indonesia 89 persen disebabkan karena penyakit katarak,
sementara 11 persen lainnya akibat kerusakan kornea mata. Jumlah penderita
kebutaan di Indonesia termasuk tinggi di bandingkan dengan negara-negara dunia
ketiga lain. (Kompas, 15 Maret 2001).8 Prevalensi kebutaan katarak di Indonesia
sebesar 1,47 % pada tahun 1994 dan yang terbesar karena katarak senilis (usia tua),
penyebab terbesar adalah proses degeneratif (90%). 1 Sedangkan di Palembang
prevalensi katarak sebesar 0,5% dan yang terbanyak adalah di wilayah kerja
Puskesmas Lorok Pakjo yaitu sebesar 0,64%. Data di RS DR Sardjito Yogyakarta
tahun 2003 menunjukkan 28 persen pasien katarak yang dioperasi berumur di bawah
55 tahun. Sementara pasien yang berusia produktif (21-55 tahun) sebesar 20 persen,
dengan kelompok pria lebih banyak. Penderita kebutaan katarak pada umumnya tidak
mampu menghasilkan nafkah, dan justru menjadi beban. Secara ekonomis penderita
kebutaan akan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat maupun negara.5
Faktor genetik/biologik :
a. Proses degenerasi merupakan yang terbesar menyebabkan katarak
yaitu lebih dari 90%.
b. Penyakit yang didapat ibu sewaktu hamil berhubungan dengan
katarak kongenital.
2.
3.
menurut data dari poli endokrinologi RSUD Dr. Sutomo Surabaya dari
1767 pasien DM 16,3% mengalami komplikasi katarak. Pasien DM
mempunyai kecenderungan 25x lebih mudah buta.11
4.
Pada tahun 2004 di wilayah kerja Puskesmas Lorok Pakjo tercatat 0,64%
penduduk menderita penyakit katarak, jumlah penduduk di daerah tersebut 19750 orang.
Setelah dilaksanakan kegiatan ini diharapkan jumlah penderita katarak di wilayah tersebut
pada tahun 2005 berkurang menjadi
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari program ini adalah Menurunkan angka kesakitan akibat katarak di
wilayah kerja Puskesmas Lorok Pakjo dari 0,64% pada tahun 2004 menjadi 0,5%% pada
tahun 2005
Catatan Perhitungan Target:
1,96
p1 p 2
p1q1 p 2q 2
N1
N2
1,96
0,64 p 2
0,64.99,36 p 2(100 p 2)
19750
19750
b 4ac
2a
p 2(1,2)
1,3 0,3
2
p2(1) = 0,5%
p2(2) = 0,8%
mereka.
2. Melakukan intervensi dengan membuat perundang-undangan yang mengatur
masalah perilaku masyarakat termasuk penderita DM, seperti larangan
merokok, penggunaan pelindung mata diluar rumah, menu khusus penderita
DM di rumah makan.
3. Mengobati semua penderita katarak di wilayah kerja puskesmas pakjo dengan
mengadakan operasi katarak massal.
Alternatif pemecahan masalah yang terbaik adalah mencegah penyakit
katarak, dengan cara menggalakan gerakan perubahan perilaku penderita Diabetes
Millitus yang belum menderita katarak di wilayah kerja puskesmas Lorok Pakjo
dengan jalan melakukan edukasi mengenai penyakit katarak, termasuk cara
pencegahan seperti yang disebut diatas dan pemeriksaan berkala kepada mereka.
Program ini menjadi unggulan karena penderita DM merupakan faktor yang memiliki
pengaruh besar pada proses terjadinya katarak, dengan edukasi diharapkan terjadi
perubahan perilaku yang menetap dan berkesinambungan, sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan akibat katarak.
IV. Program Kegiatan
Pemecahan masalah utama adalah mengontrol penyakit yang berhubungan
dengan katarak dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya
katarak. Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari
bisa mengurangi jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata. Berhenti
merokok bisa mengurangi resiko terjadinya katarak. Penggunaan suplemen termasuk
anti oksidan misalnya vitamin C, karoten, selenium, vitamin E, dan lutein, dapat
dipertimbangkan khususnya pada orang yang beresiko terkena katarak. Oleh karena
itu, alternatif untuk menangani masalah ini adalah:
1. Menggalakan gerakan perubahan perilaku penderita Diabetes Millitus yang
belum menderita katarak di wilayah kerja puskesmas Lorok Pakjo dengan
jalan melakukan edukasi mengenai penyakit katarak, termasuk cara
pencegahan seperti yang disebut diatas
mereka.
2. Melakukan intervensi dengan membuat perundang-undangan yang mengatur
masalah perilaku masyarakat termasuk penderita DM, seperti larangan
merokok, penggunaan pelindung mata diluar rumah, menu khusus penderita
DM di rumah makan.
3. Mengobati semua penderita katarak di wilayah kerja puskesmas pakjo dengan
mengadakan operasi katarak massal.
Alternatif pemecahan masalah yang terbaik adalah mencegah penyakit
katarak, dengan cara menggalakan gerakan perubahan perilaku penderita Diabetes
Millitus yang belum menderita katarak di wilayah kerja puskesmas Lorok Pakjo
dengan jalan melakukan edukasi mengenai penyakit katarak, termasuk cara
pencegahan seperti yang disebut diatas dan pemeriksaan berkala kepada mereka.
Program ini menjadi unggulan karena penderita DM merupakan faktor yang memiliki
pengaruh besar pada proses terjadinya katarak, dengan edukasi diharapkan terjadi
perubahan perilaku yang menetap dan berkesinambungan, sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan akibat katarak.
Dilakukan program gerakan perubahan perilaku penderita Diabetes Millitus
yang belum menderita katarak di wilayah kerja puskesmas Lorok Pakjo dengan jalan
melakukan edukasi mengenai penyakit katarak, termasuk cara pencegahan seperti
yang disebut diatas dan pemeriksaan berkala kepada mereka. Program ini menjadi
unggulan karena selain proses degeneratif, penyakit DM merupakan faktor yang
memiliki pengaruh besar pada proses terjadinya katarak, dengan edukasi diharapkan
terjadi perubahan perilaku yang menetap dan berkesinambungan, sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan akibat katarak. Selain itu, secara finansial tindakan
pencegahan ini jauh lebih murah dibandingkan melakukan alternatif lainnya yaitu
penobatan katarak massal. Pengobatan dengan katarak massal juga membutuhkan
keterampilan khusus yang di Indonesia baru bisa dikerjakan oleh dokter spesialis
mata.
Tujuan program ini adalah : Menurunnya angka kesakitan akibat katarak di
wilayah kerja Puskesmas Lorok Pakjo pada tahun 2005 dengan jalan mengubah
perilaku penderita DM yang belum menderita katarak dan kontrol kesehatan mereka
secara berkala.
Pada tahun 2004 di wilayah kerja Puskesmas Lorok Pakjo tercatat 0,64%
penduduk menderita penyakit katarak, jumlah penduduk di daerah tersebut 19750
orang. Setelah dilaksanakan kegiatan ini diharapkan jumlah penderita katarak di
wilayah tersebut pada tahun 2005 berkurang menjadi :
1,96
p1 p 2
p1q1 p 2q 2
N1
N2
1,96
0,64 p 2
0,64.99,36 p 2(100 p 2)
19750
19750
p 2(1,2)
b 4ac
2a
p 2(1,2)
1,3 0,3
2
p2(1) = 0,5%
p2(2) = 0,8%
Maka diharapkan terjadi penurunan jumlah penderita katarak menjadi 0,5%
ditahun 2005.
V. Srategi Intervensi
Strategi yang diambil adalah pendekatan kominutif dengan melakukan
edukasi dan pemeriksaan secara berkala setiap bulannya kepada para penderita DM
yang belum menderita katarak, diharapkan dapat merubah perilaku penderita DM
yang belum menderita katarak dan dapat menurunkan angka kesakitan akibat katarak.
: 08.00 14.00
Target
: 100 peserta
Waktu
: 08.00- selesai
Tempat
Sasaran
Waktu
: 08.00- selesai
Tempat
Sasaran
2
3
Biaya
Jumlah
Biaya Proposal
Pembuatan proposal
Rp. 50.000,-
Penggandaan proposal
Rp. 50.000,-
Rp. 5000.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 600.000,-
bulanan
Biaya Konsumsi
Konsumsi saat publikasi dan pelatihan
Rp. 100.000,-
Rp. 220.000,-
bulanan
Biaya Peralatan
Saat pelatihan dan publikasi ( penyewaan lap-
Rp. 150.000,-
tip-x)
6
Total
Rp. 6.150.000,-
VIII. Evaluasi
a. Keberhasilan unsur masukan : Tersedianya dana dan sarana kegiatan.
b. Keberhasilan unsur proses : Terselenggaranya pelatihan kepada petugas
kesehatan dan kader, scrinning massal penderita DM yang belum menderita
katarak, edukasi dan pemeriksaan bulanan kepada masyarakat yang tercatat.
c. Keberhasilan unsur keluaran : Perubahan perilaku penderita DM yang belum
menderita katarak didapat dari hasil pemeriksaan bulanan. Diharapkan angka
kesakitan akibat katarak di wilayah kerja Puskesmas Lorok Pakjo berkurang
sesuai target.
IX. Pemantauan
Pemantauan keberhasilan kegiatan bulanan dengan cara:
1. Setiap minggu ke-4 sepanjang tahun 2005 dilakukan penyebaran
quesioner untuk mengevaluasi pengetahuan peserta.
2. Setiap peserta mendapat kartu menuju sehat penderita DM yang berisi
catatan program diit mereka, sehingga pola perilaku diit peserta dapat
dinilai setiap bulan.
Kegiatan
Waktu
Mg
I
1.
3.
4.
5.
Menyusun proposal
Kegiatan publikasi : penyebaran
pamflet, presentasi proposal kepada
pemerintah setempat, bagian mata
RSMH, instansi swasta, tokoh
masyarakat dalam usaha mencari
dukungan legalitas maupun dana
Kegiatan persiapan : pelatihan
kepada petugas kesehatan dan kader
dari setiap RT
Melakukan scrinning massal
6.
7.
DAFTAR PUSTAKA
Mg
II
Mg
III
Setiap
Mg IV
pada
tahun
2005
Akhir
tahun
2005
1. http://www.taruna-alquran.org/art.php?artid=60
2. http://www.eyesearch.com/cataract.htm
3. http://www.geocities.com/alam_penyakit/MasalahKatarak.htm
4. http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?
iddtl=65&idktg=16&UID=20050318153631202.159.86.178
5. http://www.smudangawi.net/utama26.htm
6. http://www.stlukeseye.com/Conditions/Cataracts.asp
7. http://www.5mcc.com/Assets/SUMMARY/TP0166.html
8. http://www.litbang.depkes.go.id/Publikasi_BPPK/Maskes_BPPK/Triwulan1/mata
.htm
9. Wijana N, Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-3. Jakarta, 1983. hal 147-61.
10. Radjamin T, Akmam S M, dkk., Ilmu Penyakit Mata. Surabaya, 1984. Lembaga
Penerbitan Universitas Airlangga. hal 127-34.
11. Tjokroprawiro A, Angiopati Diabetik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi ke-3. Jakarta, 1999. Balai Penerbit FKUI. Hal 601-2.