Disusun oleh:
Nabila ghaida zia
(24010212140048)
(24010212110050)
(24010212140047)
Hafii Risalam
(24010212140057)
Bella Bertha
(24010212130088)
(24010212140091)
Syarah Widyaningtyas
(24010211120001)
METODE TAGUCHI
Metode Taguchi pertama kali dicetuskan oleh Dr. Genichi Taguchi pada tahun
1949 saat mendapat tugas untuk memperbaiki sistem komunikasi di Jepang. Dr.
Genichi Taguchi memiliki latar belakang engineering, juga mendalami statistika dan
metematika tingkat lanjut, sehingga ia dapat menggabungkan antara teknik statistik
dan pengetahuan engineering. Ia mengembangkan metode Taguchi untuk melakukan
perbaikan kualitas dengan metode percobaan baru, artinya melakukan pendekatan
lain yang memberikan tingkat kepercayaan yang sama dengan SPC (Statistical
Process Controll).
Taguchi memiliki pandangan yang berbeda mengenai kualitas, ia tidak hanya
menghubungkan biaya dan kerugian dari suatu produk saat proses pembuatan produk
tersebut, akan tetapi juga dihubungkan pada konsumen dan masyarakat. Kualitas
adalah kerugian setelah produk digunakan oleh masyarakat di samping kerugian yang
disebabkan oleh mutu produk itu sendiri.
Taguchi menghasilkan disiplin dan struktur dari disain eksperimen. Hasilnya
adalah standarisasi metodologi disain yang mudah diterapkan oleh investigator.
Adapun konsep Taguchi adalah :
1. Kualitas seharusnya didisain ke dalam suatu produk dan bukan diinspeksi ke
dalamnya.
2. Kualitas dapat diraih dengan baik dengan cara meminimasi deviasi target.
Produk tersebut harus dirancang sedemikian rupa hingga dapat mengantisipasi
faktor lingkungan yang tak terkontrol.
3. Biaya dari kualitas seharusnya diperhitungkan sebagai fungsi deviasi dari standar
yang ada dan kerugiannya harus diperhitungkan juga kedalam sistem.
Konsep Taguchi dibuat dari penelitian W.E. Deming, bahwa 85% kualitas
yang buruk diakibatkan oleh proses manufacturing dan hanya 15% dari pekerja. Di
dalam metode Taguchi hasil eksperimen harus dianalisa untuk dapat memenuhi satu
atau lebih kondisi berikut ini :
1. Menentukan kondisi yang terbaik atau optimum untuk sebuah produk atau sebuah
proses.
2. Memperkirakan kontribusi dari masing-masing faktor.
3. Memperkirakan respon atau akibat yang mungkin dari kondisi optimum.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Taguchi
Kelebihan dari penggunaan metode Taguchi adalah :
1. Dapat mengurangi jumlah pelaksanaan percobaan jika dibandingkan
dengan menggunakan percobaan full factorial, sehingga dapat menghemat
waktu dan biaya.
2. Dapat melakukan penghematan terhadap rata-rata dan variasi karakteristik
kualitas sekaligus, sehingga ruang lingkup pemecahan masalah lebih luas.
3.
Sedangkan kekurangan dari metode Taguchi ini adalah apabila percobaan ini
dilakukan dengan banyak faktor dan interaksi, akan terjadi pembauran beberapa
interaksi oleh faktor utama. Akibatnya, keakuratan hasil percobaan akan berkurang,
jika interaksi yang diabaikan tersebut memang benar-benar berpengaruh terhadap
karakteristik yang diamati.
Tahap-tahap dalam Desain Produk / Proses Menurut Taguchi
Dalam metode Taguchi terdapat 3 tahap untuk mengoptimasi desain produk
atau produksi yaitu :
1. System Design
Merupakan tahap pertama dalam desain dan merupakan tahap konseptual pada
pembuatan produk baru atau inovasi proses. Konsep mungkin berasal dari
percobaan sebelumnya, pengetahuan alam / teknik, perubahan baru atau
kombinasinya.
Tahap
ini
adalah
untuk
memperoleh
ide-ide
baru
dan
Panjang
Lebar
Kerapatan
Ketebalan
Diameter
Luas
Kecepatan
Volume
Jarak
Tekanan
Waktu
Persen Kontaminasi
Hambatan
Penyimpangan
Kebisingan
Produk Gagal
Waktu Proses
Waktu Respon
Kerusakan
Kekuatan Tarik
Efisiensi
Diamati banyaknya produk yang cacat untuk setiap 100 produk, diperoleh hasil sebagai
berikut:
Faktor
A
B
C
D
Persentase Bahan
Temperatur
Tekanan Injeksi
Kecepatan Mesin
Unit Satuan
(%)
(0K)
(kPa)
(m/min)
Taraf
1
60
217
92
81
2
70
225
93
83
3
80
233
94
85
Faktor Terkontrol
A
B
1
1
1
2
1
3
2
1
2
2
2
3
3
1
3
2
3
3
Jumlah Cacat
C
1
2
3
2
3
1
3
1
2
D
1
2
3
3
2
2
2
3
1
14
4
61
8
14
27
0
0
9
B
1
2
3
1
2
3
1
2
C
1
2
3
2
3
1
3
1
D
1
2
3
3
1
2
2
3
y
14
4
61
8
14
27
0
0
SNRA2
-22.9226
-12.0412
-35.7066
-18.0618
-22.9226
-28.6273
0
0
MEAN2
14
4
61
8
14
27
0
0
-19.0849
A
-23.56
-23.20
-19.08
4.47
4
B
-20.49
-17.48
-27.81
10.32
2
C
-25.77
-16.40
-29.31
12.92
1
D
-21.64
-20.33
-26.88
6.55
3
A
26.333
16.333
3.000
23.333
2
B
7.333
6.000
32.333
26.333
1
C
13.667
7.000
25.000
18.000
3
D
12.333
10.333
23.000
12.667
4
Analisis
Analisis S/NR
Level
1
2
A
-23.56
-23.20
B
-20.49
-17.48
C
-25.77
-16.40
D
-21.64
-20.33
3
Delta
Rank
-19.08
4.47
4
-27.81
10.32
2
-29.31
12.92
1
-26.88
6.55
3
Efek faktor A
Taraf 1 mempunyai nilai S/NR yaitu -23.56, taraf 2 mempunyai nilai S/NR yaitu -23.20,
dan taraf 3 yaitu -19.08, dari hasil terlihat bahwa taraf 3 memberikan nilai S/NR paling
besar, itu berarti bahwa taraf 3 memberikan pengaruh terhadap kecacatan produk paling
kecil.
Efek faktor B
Taraf 1 mempunyai nilai S/NR yaitu -20.49, taraf 2 mempunyai nilai S/NR yaitu -17.48
dan taraf 3 yaitu -27.81, dari hasil terlihat bahwa taraf 2 memberikan nilai S/NR paling
besar, itu berarti bahwa taraf 2 memberikan pengaruh terhadap kecacatan produk paling
kecil.
Efek faktor C
Taraf 1 mempunyai nilai S/NR yaitu -25.77, taraf 2 mempunyai nilai S/NR yaitu -16.40,
dan taraf 3 yaitu -29.31, dari hasil terlihat bahwa taraf 2 memberikan nilai S/NR paling
besar, itu berarti bahwa taraf 2 memberikan pengaruh terhadap kecacatan produk paling
kecil.
Efek faktor D
Taraf 1 mempunyai nilai S/NR yaitu -21.64, taraf 2 mempunyai nilai S/NR yaitu -20.33,
dan taraf 3 yaitu -26.88, dari hasil terlihat bahwa taraf 2 memberikan nilai S/NR paling
besar, itu berarti bahwa taraf 2 memberikan pengaruh terhadap kecacatan produk paling
kecil.
-15
Mean of SN ratios
-20
-25
-30
1
-15
-20
-25
-30
1
A
26.333
16.333
3.00
23.333
2
B
7.333
6.000
32.333
26.333
1
C
13.667
7.000
25.00
18.00
3
D
12.333
10.333
23.00
12.667
4
30
Mean of Means
20
10
0
1
2
C
2
D
30
20
10
0
Faktor A
Perbandingan dari setiap pasangan taraf faktor A disajikan sebagai berikut:
A1
A2
A3
26.333
16.333
3.00
Faktor A (persentase bahan) taraf rendah (A3) mempunyai efek menghasilkan produk
cacat paling rendah yaitu 3.00, dan secara statistik berbeda dengan efek faktor lainnya.
Faktor B
Perbandingan dari setiap pasangan taraf faktor B disajikan sebagai berikut:
B1
B2
B3
7.33
6.00
32.33
Faktor B (temperatur) taraf rendah (B2) mempunyai efek menghasilkan produk cacat
paling rendah yaitu 6.000, dan secara statistik tidak berbeda dengan efek factor B1, tetapi
berbeda dengan B3.
Faktor C
Perbandingan dari setiap pasangan taraf faktor C disajikan sebagai berikut:
C1
13.667
C2
7.00
C3
5.00
Faktor C taraf rendah (C3) mempunyai efek menghasilkan produk cacat paling rendah
yaitu 5.00, dan secara statistik berbeda dengan efek faktor C lainnya.
Faktor D
Perbandingan dari setiap pasangan taraf faktor D disajikan sebagai berikut:
D1
D2
D3
12.333
10.333
23.00
Faktor D taraf rendah (D2) mempunyai efek menghasilkan produk cacat paling rendah
yaitu 10.333, dan secara statistik secara statistik tidak berbeda dengan efek faktor D1,
tetapi berbeda dengan D3.
SIX SIGMA
Six sigma adalah suatu cara untuk mengukur kemungkinan perusahaan dapat membuat
atau menghasilkan berbagai jumlah unit yang ditentukan dari suatu produk atau jasa dengan
jumlah cacat nol ( zero defects ). Tujuannya tidak hanya mengurangi produksi jumlah cacat
pada barang tetapi juga menghilangkan cacat pada organisasi itu. Six Sigma merupakan
penilaian yang menandakan terbaik di kelasnya, dengan hanya 3.4 cacat per juta unit atau
produksi.
Six sigma merupakan kegiatan yang dilakukan oleh semua anggota perusahaan yang menjadi
budaya dan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Tujuannya meningkatkan efisiensi proses
bisnis dan memuaskan keiginan pelanggan, sehingga meningkatkan nilai perusahaan.
Six sigma sesuai dengan arti sigma, yaitu distribusi atau penyebaran (variasi) dari rata-rata
(mean) suatu proses atau prosedur. Six sigma diterapkan untuk memperkecil variasi (sigma).
Six sigma sebagai sistem pengukuran menggunakan Defect per Million
Oppurtunities (DPMO) sebagai satuan pengukuran. DPMO merupakan ukuran yang baik
bagi kualitas produk ataupun proses, sebab berkorelasi langsung dengan cacat, biaya dan
waktu yang terbuang. Dengan menggunakan tabel konversi ppm dan sigma pada lampiran,
akan dapat diketahui tingkat sigma. Cara menentukan DPMO adalah sebagai berikut:
DPU =
(1)
Hitung DPMO terlebih dahulu menentukan probabilitas jumlah kerusakan.
DPMO =
(2)
Tabel Hubungan sigma dan DPMO
Sigma
Parts per Million
6 Sigma
3,4 defects per million
5 Sigma
233 defects per million
4 Sigma
6.210 defects per million
3 Sigma
66.807 defects per million
2 Sigma
308.537 defects per million
1 Sigma
Untuk membandingkan tingkatan sigma ini dapat dilihat contoh berikut ini
Ketika adanya kesalahan dalam pengejaan kata, tiga sigma menulis kesalahan 7.6 kata-kata
per halaman di dalam satu buku. Tetapi, empat sigma menulis kesalahan hanya satu kata per
bab dalam satu buku., sedangkan enam sigma menghasilkan kesalahan satu kata dalam semua
buku yang ada di suatu perpustakaan kecil. Hubungan yang logaritmis ini antar jumlah sigma
dan kesalahan menandakan bahwa semakin tinggi sigma semakin baik kualitas produknya
1. Keunggulan Six Sigma
Six Sigma sebagai program kualitas juga sebagai tool untuk pemecahan masalah.Six
sigma menekankan aplikasi tool ini secara metodis dan sistematis yang akan dapat
menghasilkan terobosan dalam peningkatan kualitas. Metodologi yang sistematis ini bersifat
generik sehingga dapat diterapkan baik dalam industri manufaktur maupun jasa.
Six Sigma juga dikatakan sebagai metode yang berfokus pada proses dan pencegahan cacat
(defect) (Snee, 1999). Pencegahan cacat dilakukan dengan cara mengurangi variasi yang ada
di dalam setiap proses dengan menggunakan teknik-teknik statistik yang sudah dikenal secara
umum.
Keuntungan dari penerapan Six Sigma berbeda untuk tiap perusahaan yang bersangkutan,
tergantung pada usaha yang dijalankannya. Biasanya Six Sigma membawa perbaikan pada
hal-hal berikut ini (Pande, Peter. 2000):
1. Pengurangan biaya
2. Perbaikan produktivitas
3. Pertumbuhan pangsa pasar
4. Retensi pelanggan
5. Pengurangan waktu siklus
6. Pengurangan cacat
7. Pengembangan produk / jasa
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Six Sigma dibanding metode lain adalah:
1. Six Sigma jauh lebih rinci daripada metode analisis berdasarkan statistik. Six Sigma
dapat diterapkan di bidang usaha apa saja mulai dari perencanaan strategi sampai
operasional hingga pelayanan pelanggan dan maksimalisasi motivasi atas usaha.
2. Six Sigma sangat berpotensi diterapkan pada bidang jasa atau non manufaktur
disamping lingkungan teknikal, misalnya seperti bidang manajemen, keuangan,
pelayanan pelanggan, pemasaran, logistik, teknologi informasi dan sebagainya.
3. Dengan Six Sigma dapat dipahami sistem dan variabel mana yang dapat dimonitor
dan direspon balik dengan cepat.
4. Six Sigma sifatnya tidak statis. Bila kebutuhan pelanggan berubah, kinerja sigma akan
berubah.
Langkah Langkah Six Sigma
1. Define
Define merupakan langkah pertama dalam pendekatan Six Sigma. Langkah ini
mengidentifikasi masalah penting dalam proses yang sedang berlangsung.
2. Measure
Measure merupakan tindak lanjut dari langkah Define dan merupakan sebuah jembatan untuk
langkah berikutnya yaitu Analyze. Langkah measure memiliki dua sasaran utama, yaitu :
Mendapatkan data untuk memvalidasi dan mengkuantifikasi masalah atau peluang.
Memulai menyentuh fakta dan angka-angka yang memberikan petunjuk tentang akar
masalah. Milestone (batu loncatan) pada langkah measure adalah mengembangkan ukuran
sigma awal untuk proses yang sedang diperbaiki.
3. Analyze
Langkah ini mulai masuk kedalam hal-hal detail, meningkatkan pemahaman terhadap proses
dan masalah, serta mengidentifikasi akar masalah. Pada langkah ini, pendekatan Six Sigma
menerapkan statistical tool untuk memvalidasi akar permasalahan. Tujuan dari tahap ini
adalah untuk mengetahui seberapa baik proses yang berlangsung dan mengidentifikasi akar
permasalahan yang mungkin menjadi penyebab timbulnya variasi dalam proses. Untuk
mengetahui seberapa baik proses berlangsung, maka perlu adanya suatu nilai atau indeks
yaitu Indeks Kemampuan Proses (Process Capability Index).
4. Improve
Selama tahap ini, diuraikan ide-ide perbaikan atau solusi-solusi yang mungkin untuk
dilaksanakan.
5. Control
Sebagai bagian dari pendekatan Six Sigma, perlu adanya pengawasan untuk meyakinkan
bahwa hasil-hasil yang diinginkan sedang dalam proses pencapaian.
*Untuk Contoh penerapan metode six sigma ada di lampiran
Diagram paretto
Diagram Pareto dikembangkan oleh Vilfredo Frederigo Samoso pada akhir abad ke-19
merupakan pendekatan logic dari tahap awal pada proses perbaikan suatu situasi yang
digambarkan dalam bentuk histogram yang dikenal sebagai konsep vital few and the trivial
many untuk mendapatkan menyebab utamanya. Diagram Pareto telah digunakan secara luas
dalam kegiatan kendali mutu untuk menangani kerangka proyek; proses program; kombinasi
pelatihan, proyek dan proses, sehingga sangat membantu dan memberikan kemudahan bagi
para pekerja dalam meningkatkan mutu pekerjaan. Pareto chart sangat tepat digunakan jika
menginginkan hal-hal seperti menentukan prioritas karena keterbatasan sumberdaya,
menggunakan kearifan tim secara kolektif, menghasilkan consensus atau keputusan akhir,
dan menempatkan keputusan pada data kuantitatif
Manfaat Diagram Pareto
Diagram Pareto merupakan metode standar dalam pengendalian mutu untuk
mendapatkan hasil maksimal atau memilih masalah-masalah utama dan lagi pula dianggap
sebagai suatu pendekatan sederhana yang dapat dipahami oleh pekerja tidak terlalu terdidik,
serta sebagai perangkat pemecahan dalam bidang yang cukup kompleks. Diagram Pareto
merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut
urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan
yang terpenting untuk segera diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan yang tidak harus
segera diselesaikan (ranking terendah). Selain itu, Diagram Pareto juga dapat digunakan
untuk membandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses, sebelum dan
setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses
Diagram Pareto dibuat berdasarkan data statistik dan prinsip bahwa 20% penyebab
bertanggungjawab terhadap 80% masalah yang muncul atau sebaliknya. Kedua aksioma
tersebut menegaskan bahwa lebih mudah mengurangi bagian lajur yang terletak di bagian kiri
diagram Pareto daripada mencoba untuk menghilangkan secara sistematik lajur yang terletak
di sebelah kanan diagram. Hal ini dapat diartikan bahwa diagram Pareto dapat menghasilkan
sedikit sebab penting untuk meningkatkan mutu produk atau jasa. Keberhasilan penggunaan
diagram Pareto sangat ditentukan oleh partisipasi personel terhadap situasi yang diamati,
dampak keuangan yang terlihat pada proses perbaikan situasi dan penetapan tujuan secara
tepat. Faktor lain yang perlu dihindari adalah jangan membuat persoalan terlalu kompleks
dan juga jangan terlalu mencari penyederhanaan pemecahan.
Tahapan penggunaan dari Diagram Pareto adalah mencari fakta dari data ciri gugus
kendali mutu yang diukur, menentukan penyebab masalah dari tahapan sebelumnya dan
mengelompokkan sesuai dengan periodenya, membentuk histogram evaluasi dari kondisi
awal permasalahan yang ditemui, melakukan rencana dan pelaksanaan perbaikan dari
evaluasi awal permasalahan yang ditemui, melakukan standarisasi dari hasil perbaikan yang
telah ditetapkan dan menentukan tema selanjutnya.
Prinsip Diagram Pareto
Prinsip Pareto juga dikenal sebagai aturan 80/20 dengan melakukan 20% dari pekerjaan
bisa menghasilkan 80% manfaat dari pekerjaan itu. Aturan 80/20 dapat diterapkan pada
hampir semua hal, seperti: 80% dari keluhan pelanggan timbul 20% dari produk atau jasa,
80% dari keterlambatan jadwal timbul 20% dari kemungkinan penyebab penundaan, 20%
dari produk atau account untuk layanan, 80% dari keuntungan Anda, 20% dari-tenaga
penjualan menghasilkan 80% dari pendapatan perusahaan Anda, atau 20% dari cacat sistem
penyebab 80% masalah nya.
Prinsip Pareto untuk seorang manajer proyek adalah mengingatkan untuk fokus pada
20% hal-hal yang materi, tetapi tidak mengabaikan 80% masalah. Berikut Hukum Pareto
dalam bentuk visual:
Umumnya Diagram Pareto merupakan diagram batang tempat batang tersebut diurutkan
mulai dari yang terbanyak sampai terkecil. Diagram Pareto memiliki banyak aplikasi dalam
bisnis dan pekerjaan. Demikian halnya Diagram Pareto dapat diaplikasikan dalam kontrol
kualitas. Ini adalah dasar bagi diagram Pareto, dan salah satu alat utama yang digunakan
dalam pengendalian kualitas total dan Six Sigma.Satu persatu masalah di breakdown
berdasarkan kategori masing masing. item Diagram Pareto yaitu : 1) Apa (what). Apa saja
yang menjadi penyebab masalah tersebut, 2) Kapan (when).Kapan masalah tersebut paling
sering muncul, 3) Dimana (where). Dimana masalah tersebut paling sering muncul, 4) Siapa
(who).Siapa orang atau kelompok yang mengalami paling banyak masalah, 5) Mengapa
(why). Mengapa masalah tersebut banyak terjadi, 6) Bagaimana (how). Bagaimana masalah
tersebut bisa terjadi, 7) Berapa biayanya (how much), 8) Masalah mana yang biayanya paling
besar? / atau berapa besar biasa yang sudah ditimbulkan?
Contoh Diagram Pareto
Contoh di atas adalah contoh sederhana dari sebuah diagram pareto dengan menggunakan
sampel data frekuensi relatif dari penyebab IP rendah. Ini memungkinkan kita untuk melihat
20% dari kasus yang menyebabkan 80% dari masalah dan di mana upaya kita harus
difokuskan untuk mencapai peningkatan terbesar.
Cara Membuat Diagram Pareto
Ada delapan tahap yang tercakup dalam pembuatan diagram Pareto, seperti :1)
kumpulkanlah sebanyak mungkin data yang menunjukkan sifat dan frekuensi peristiwa
tersebut, 2) tentukan kategori yang akan digunakan untuk menganilisa data tersebut, 3)
alokasikan frekuensi peristiwa menjadi kategori yang berbeda, 4) hitunglah frekuensi
tersebut ke dalam prosentase, 5) buatlah diagram batang. 6) kemudian urutkanlah diagram
batang tersebut mulai dari yang terbanyak, 7) ceklah dampak pareto dalam diagram batang
tersebut, 8) apabila dampak pareto jelas, ambil tindakan pada item / fakto yang paling
umum.
Namun demikian, penyusunan Diagram Pareto dapat juga menggunakan tujuh langkah
berikut ini 1). Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan
masalah, penyebab jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya. 2). Menentukan satuan yang
digunakan untuk membuat urutan karakteristik karakteristik tersebut, misalnya rupiah,
frekuensi, unit, dan sebagainya. 3). Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang
telah ditentukan. 4). Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari
yaang terbesar hingga yang terkecil. 5). Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase
kumulatif yang digunakan. 6). Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat
kepentingan relatif masing- masing masalah. 7). Mengidentifikasi beberapa hal yang penting
untuk mendapat perhatian.
Pertanyaan:
1. Eko siswanto
Proporsi 80/20 apakah kemutlakan?
Jawab: kemutlakan, karena 80/20 merupakan prinsip dari diagram pareto
2. Irfan afifi
Antara taguchi dan six sigma yang lebih efektif?
jawab: secara statistika tidak ada yang paling efektif semua tergantung keadaan