PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Secara historik, defisini EPF (Early pregnancy failure) meliputi missed
abortus, abortus inkomplet, abortus berulang dan blighted ovum. Sebagian besar,
istilah-istilah tersebut masih digunakan secara luas. Namun relevansi kliniknya
sering out of date. Blighted ovum atau telur busuk merupakan istilah yang
outdated yang mengacu pada suatu kantong gestasi yang kosong tanpa adanya
penjelasan patofisiologi dibalik definisi tersebut. Kehamilan anembrionik
didefinisikan sebagai suatu kantung kehamilan yang mana embrio gagal untuk
berkembang atau mati pada fase dimana terlalu dini untuk dapat divisualisasikan
dengan USG.3,5
Definisi sekarang EPF, atau juga disebut dengan istilah kehamilan tanpa
embrio dan kematian embrionik/janin, tergantung pada patofisiologi inplantasi
dan perkembangan embrionik. Pada kehamilan anembrionik, trofoblas masuk ke
dalam batas desidua uterus, tetapi lempeng embrionik tidak berkembang atau
diserap setelah kehilangan viabilitasnya. Pada janin yang mati/hilang, diskus
embrionik berkembang dengan hilangnya viabilitas yang sering kali tampak pada
gambaran USG oleh kutub janin/embrio 5 mm tanpa adanya aktivitas jantung.3
Definisi untuk EPF yaitu:6,7
Kantung gestasi tidak ditemukan fetus dan diameter rerata kantung > 25
mm (kehamilan anembrionik/kantung tanpa janin/blighted ovum)
Janin ada tetapi tidak ditemukan adanya kativitas kardiak dengan crownrump length 7 mm (missed aborsi dan/atau tidak adanya pertumbuhan
dalam > 1 minggu untuk kantung gestasi dan atau janin)
Bila kehamilan masih belum jelas, ini mesti ditangani sebagai kcurigaan
adanya kehamilan ektopik
Diagnosis formal untuk EPF atau abortus mesti dibuat oleh dokter yang
berpengalaman
2.2. Diagnosis
Evaluasi
laboratorium
dan
USG
seringkali
digunakan
untuk
dengan mengukur MSD (mean sac diameter) atau pole/ panjang crown rump.
crown dan rump sebenannya mesti terlihat pada MSD sekitar 18 mm;sebelum
waktu tersebut, evaluasi USG hanya dapat mengidentifikasi pole embrionik (aksis
panjang embrio). MSD ditentukan dengan menghitung panjang, lebar dan dalam
kantung kehamilan. Dengan menggunakan USG transvaginal, kuning telur mesti
dapat divisualisasi ketika MSD paling tidak 8 mm. Sama halnya, pole embrionik
mesti divisualisasi dengan MSD ketika berukuran 16 mm. Bagaimanapun,
Rowling dkk melaporkan 22% dari 135 pasien tanpa kantung kuning telur dengan
ukuran MSD 8mm terdapat perkembangan embrio yang hidup. 8% dari 59 pasien
dengan MSD berukuran 16 mm dan tidak terlihat perkembangan pole embrionik
yang berkembang menjadi embrio yang hidup. Oleh karena itu, pada pasien
dengan temuan USG yang meragukan dan mengharapkan suatu kehamilan, follow
up sering dengan pemeriksaan USG berulang diperlukan sebelum menentukan
diagnosis EPF. Nyberg dkk menggunakan acuan (ambang) 20 mm untuk MSD
tanpa kantung kuning telur atau 25 mm tanpa embrio melalui pemeriksaan USG
per abdominal untuk mendiagnosis BO. Penelitian ini juga menemukan, kantung
MSD dengan ukuran 0.6 mm/d merupakan indikasi kehamilan dini yang
abnormal. Oleh karena itu peningkatan yang < 3mm selama 5 hari atau < 4 mm
selama 7 hari dapat didiagnosis sebagai EPF.3
2. CRL (Crown rump Length) untuk pole janin 7 mm atau lebih besar tanpa
adanya denyut jantung yang terlihat. Area denyut janyung mesti
diobservasi selama paling tidak 30 detik
Suatu pseudosac, yang dapat berisi darah atau cairan dalam kavitas
uterine dengan tampak adanya pergerakan cairan dari pemeriksaan USG yang
dilakukan, dapat tampak seperti kehamilan ektopik. Membedakannya dengan
psuedosac ini dengan kantung kehamilan penting unyuk diagnosisi dini
kehamilan. Pseudosac hanya dapat disingkirkan dengan visualisasi suatu kantung
kuning telur atau embrio di dalam kantung kehamilan.3
2.4. Manajemen
Standar manajemen untuk EPF adalah melakukan D & C untuk
mengevakuasi isi uterus.
pervaginal atau keram pada perut, evakuasi surgikal mesti dilakukan untuk
mengurnagi kejadian perdarahan dan sepsis. Ini masih dianggap illegal di banyak
Negara berkembang dan dianggap sebagai tindakan
aborsi. Bagaimanapun,
pilihan yang aman untuk penanganan EPF ini ,termasuk di antaranya manajemen
konservatif dan manajemen medis, pada wanita yang secara hemodinamik stabil
dan tanpa adanya bukti infeksi, kehamilan ektopik atau kehamilan mola. Semua
pasien dengan RH negatif mesti diterapi dengan globulin imun anti-D untuk
mencegah isoimunisasi Rh tanpa memperhatikan tipe manajemen yang akan
diberikan.3
10
berhasil bila setelah pemberian obat itu jika ketebalan endometrium < 15
mm,berhentinya perdarahan per vaginal, atau urin dengan b-hCG yang negatif.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Harwood dkk, mereka yang menjalani aborsi
medik, dengan ketebalan endometrium dalam 24 jam setelah aborsi medis adalah
11
17.5 mm dengan range antara 7.6-29.0 mm. Pada minggu pertama, 15% subjek
dengan ET (endometrium thickness) > 16 mm. Oleh karena itu, batas 15 mm
untuk ketebalan endometrium bukanlah faktor prediktor kesuskesan terapi.3,10
Manajemen operatif
Keuntungan terapi operatif yaitu waktu yang cepat untuk pasien dan tingkat
keberhasilan yang tinggi, berkisar antara 93% hingga 100%, yang mana sebagian
besar penelitian melaporkan dengan kesuksesan 98%. Risiko tindakan bedah ini
yaitu infeksi, perforasi uterus, trauma servikal, dan sinekia uterine, namun ini
relatif jarang terjadi. Risiko anestesi sangat bervariasi tergantung pada apakah
anestesi general, sedasi intravena atau anestesi lokal yang digunakan. Dari suatu
studi pemberian antibiotik profilaksis tidak menunjukkan penurunan terhadap
risiko infeksi ataupun demam post operatif.3
Manajemen konservatif
Manajemen
spontan, bagi mereka yang menghindari anestesi dan tindakan surgikal dan
merupakan pilihan yang lebih alamiah. Risiko dan efek samping termasuk
diantaranya waktu yang tidak dapat diprediksi hingga resolusi sempurna, adanya
nyeri dan perdarahan dan berpotensi memerlukan evakuasi surgikal sito.3
Nielsen
dan
Hahlin
melakukan
randomized
trial
pertama
12
13
14