Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Kegagalan kehamilan dini atau kehamilan yang tidak viabel merupakan


istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi kehamilan
anembrionik dan kematian embrionik, yang mana keduanya ini dapat didagnosis
secara jelas dengan menggunakan USG transvaginal. Kondisi ini merupakan
komplikasi umum pada separuh kehamilan pertama, dan insidensinya hingga
mencapai 44.5% pada pasien dengan perdarahan pada kehamilan pertamanya.1
Blighted ovum adalah suatu komplikasi kehamilan yang umum terjadi
sekitar 15-20% secara klinik dengan berakhirnya kehamilan dalam bentuk
keguguran/abortus. Sekitar 1 dari 4 wanita akan mengalami blighted ovum ini
pada masa kehidupannya. Lebih dari separuh abortus spontan yang dini tidak
mengandung janin (anembrionik). Dalam mendiagnosis EPF (early pregnancy
failure) ini perlu dikaji dari riwayat klinik yang biasa bermanifestasi berupa
adanya perdarahan pervaginal. Selain itu, dalam menegakkan diagnosis pasti
mutlak dilakukan pemeriksaan USG oleh ahli obstetrik ginekologi yang
berpengalaman dengan melakukan pengukuran kantung gestasi ,panjang crown
rumph dan ini tidak dapat hanya dari satu pemeriksaan, mesti dilakukan serial
pemeriksaan untuk memastikan janin tidan ada atau tidak tumbuh dalam kantung
kehamilan.2,3
EPF ini dapat dibedakan atas 2 kategori yaitu terdiri atas kehamilan
anembrionik atau tidak ada janin dalam kantung kehamilan dan janin yang ada

dalam kantung kehamilan namun tidak ditemukan adanya tanda-tanda aktivitas


janin. Manajemennya terdiri atas berbagai pilihan yaitu manajemen operatif,
konservatif dan medikamentosa dan untuk pemilihan terapi ini mesti dijelaskan
kepada pasien mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing modalitas
terapi.4
Berikut di bawah ini dilaporkan suatu kasus kehamilan anembrionik pada
wanita berusia 36 tahun yag datang dengan keluhan perdarahan pervaginal dan
terasa keram pada bagian perut bawah, yang dirawat sejak tanggal 2 Desember
2013 dan ditatalaksanai dengan manajemen operatif (kuretase).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Secara historik, defisini EPF (Early pregnancy failure) meliputi missed
abortus, abortus inkomplet, abortus berulang dan blighted ovum. Sebagian besar,
istilah-istilah tersebut masih digunakan secara luas. Namun relevansi kliniknya
sering out of date. Blighted ovum atau telur busuk merupakan istilah yang
outdated yang mengacu pada suatu kantong gestasi yang kosong tanpa adanya
penjelasan patofisiologi dibalik definisi tersebut. Kehamilan anembrionik
didefinisikan sebagai suatu kantung kehamilan yang mana embrio gagal untuk
berkembang atau mati pada fase dimana terlalu dini untuk dapat divisualisasikan
dengan USG.3,5
Definisi sekarang EPF, atau juga disebut dengan istilah kehamilan tanpa
embrio dan kematian embrionik/janin, tergantung pada patofisiologi inplantasi
dan perkembangan embrionik. Pada kehamilan anembrionik, trofoblas masuk ke
dalam batas desidua uterus, tetapi lempeng embrionik tidak berkembang atau
diserap setelah kehilangan viabilitasnya. Pada janin yang mati/hilang, diskus
embrionik berkembang dengan hilangnya viabilitas yang sering kali tampak pada
gambaran USG oleh kutub janin/embrio 5 mm tanpa adanya aktivitas jantung.3
Definisi untuk EPF yaitu:6,7

Kantung gestasi tidak ditemukan fetus dan diameter rerata kantung > 25
mm (kehamilan anembrionik/kantung tanpa janin/blighted ovum)

Janin ada tetapi tidak ditemukan adanya kativitas kardiak dengan crownrump length 7 mm (missed aborsi dan/atau tidak adanya pertumbuhan
dalam > 1 minggu untuk kantung gestasi dan atau janin)

Bila kehamilan masih belum jelas, ini mesti ditangani sebagai kcurigaan
adanya kehamilan ektopik

Diagnosis formal untuk EPF atau abortus mesti dibuat oleh dokter yang
berpengalaman

2.2. Diagnosis
Evaluasi

laboratorium

dan

USG

seringkali

digunakan

untuk

mendiagnosis EPF ini. Indikasi umum dilakukannya pemeriksaan USG adalah


pada kehamilan dini dengan adanya perdarahan pervaginal, nyeri pelvik dan
untuk menentukan usia gestasi.3

Gambar kehamilan anembrionik5

Kehamilan intrauterin dapat didiagnosis lebih dini dengan visualisasi


kantong kehamilan dengan menggunakan USG. Usia gestasi dapat diperkirakan

dengan mengukur MSD (mean sac diameter) atau pole/ panjang crown rump.
crown dan rump sebenannya mesti terlihat pada MSD sekitar 18 mm;sebelum
waktu tersebut, evaluasi USG hanya dapat mengidentifikasi pole embrionik (aksis
panjang embrio). MSD ditentukan dengan menghitung panjang, lebar dan dalam
kantung kehamilan. Dengan menggunakan USG transvaginal, kuning telur mesti
dapat divisualisasi ketika MSD paling tidak 8 mm. Sama halnya, pole embrionik
mesti divisualisasi dengan MSD ketika berukuran 16 mm. Bagaimanapun,
Rowling dkk melaporkan 22% dari 135 pasien tanpa kantung kuning telur dengan
ukuran MSD 8mm terdapat perkembangan embrio yang hidup. 8% dari 59 pasien
dengan MSD berukuran 16 mm dan tidak terlihat perkembangan pole embrionik
yang berkembang menjadi embrio yang hidup. Oleh karena itu, pada pasien
dengan temuan USG yang meragukan dan mengharapkan suatu kehamilan, follow
up sering dengan pemeriksaan USG berulang diperlukan sebelum menentukan
diagnosis EPF. Nyberg dkk menggunakan acuan (ambang) 20 mm untuk MSD
tanpa kantung kuning telur atau 25 mm tanpa embrio melalui pemeriksaan USG
per abdominal untuk mendiagnosis BO. Penelitian ini juga menemukan, kantung
MSD dengan ukuran 0.6 mm/d merupakan indikasi kehamilan dini yang
abnormal. Oleh karena itu peningkatan yang < 3mm selama 5 hari atau < 4 mm
selama 7 hari dapat didiagnosis sebagai EPF.3

Gambar anatomi USG untuk pemeriksaan selama kehamilan8

Aktivitas jantung dalam kantung kehamilan mesti muncul dalam 21 hari


setelah konsepsi (hari ke 35 dari hari menstruasi) dan dapat dilihat dengan USG
ketika pole embrionik sekecil 2 mm. Bagaimanapun, kurang terdeteksinya
aktivitas kardiak pada embrio 3 masih berhubungan dengan kemungkinan 41%
berlanjut. Untuk mendiagnosis embrio yang mati, pole embrionik mesti terukur
5 mm tanpa adanya aktivitas jantung.3
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan, kriteria diagnosis untuk
EPF mesti berdasarkan standarisasi kriteria dengan menggunakan temuan klinik
dan USG dengan adanya tes kehamilan yang positif. Bila diagnosis masih belum
pasti, dan pasien tidak mengeluhkan adanya suatu gejala, scanning/evaluasi uang
dapat dilakukan 1 minggu kemudian.6
Langkah-langkah dalam mendiagnosis EPF yaitu:6
1. MSD (mean sac diameter) 25mm atau lebih besar tanpa adanya pole janin
dengan denyut jantung yang terlihat atau

2. CRL (Crown rump Length) untuk pole janin 7 mm atau lebih besar tanpa
adanya denyut jantung yang terlihat. Area denyut janyung mesti
diobservasi selama paling tidak 30 detik

Gambar berbagai macam varian dalam pengukuran CRL tergantung pada


posisi janin yang tampak pada USG. A. USG teransvaginal untuk CRL
janin dengan hitungan beberapa detik setiap pengambilan sehingga
perhitungan usia gestasi dengan perbedaan tidak lebih dari 3 hari. B. CRL
konsisten selama 8 minggu dan gestasi 6 hari. C. CRL konsisten dalam 7
minggu dan usia gestasi 0. D. CRL konsisten dalam 6 minggu dan usia
gestasi 1 hari.
3. Sebagai diagnosis EPF tidak dapat dibuat hingga ukuran kantung
mencapai 25 mm (atau gagal mencapai ukuran tersebut), kemudian diikuti
dalam waktu ini.
Tabel rekomendasi kriteria USG yang digunakan oleh berbagai senter dalam
mendiagnosis EPF8

Gambar alur diagnosis dalam mendiagnosis EPF8


2.3. Diagnosis banding
Tabel diagnosis banding untuk berbagai macam tipe abortus masing-masing
manifestasinya9

Pada pasien dengan adanya keluhan perdarahan pevaginal dan nyeri


abdomen atau pelvik, walaupun kehamilan normal (dengan ancaman aborsi) dan
EPF lebih umum terjadi, kehamilan ektopik merupakan diagnosis yang penting
pula untuk disingkirkan sebagai diagnosis banding. Pemeriksaan USG
transvaginal maupun pemeriksaan (b-hCG) penting untuk membedakan dengan
kasus ini. Perbedaaannya adalah (b-hCG) pada kehamilan intrauterin dapat diukur
dan bervariasi pada berbagai institusi. Sebagian besar, suatu kantung kehamilan
yang dapat divisualisasi sebagai kehamilan normal dengan USG transvaginal
dengan kadar (b-hCG) lebih besar dari 2000 mIU/ml atau dengan USG per
abdominal dengan kadar (b-hCG) lebih dari 6500 mIU/ml. Kemungkinan
kehamilan multipel mesti dipertimbangkan, namun, kadar (b-hCG) yang lebih
besar dari 2000 mIU/mL dan tidak tampak adanya kehamilan intrauterine.3
Bila (b-hCG) kurang dari ambang, pemeriksaan (b-hCG) serial kuantitatif
dapat membantu untuk mendiagnosis kehamilan yang abnormal. Peningkatan
66% atau lebih besar dalam 48 jam klasiknya berhubungan dengan kehamilan
intrauterin yang normal. Perubahan (b-hCG) pada usia gestasi < 5 minggu dan
kemudian meningkat lambat pada kehamilan lebih dari 5.5 minggu.3
9

Suatu pseudosac, yang dapat berisi darah atau cairan dalam kavitas
uterine dengan tampak adanya pergerakan cairan dari pemeriksaan USG yang
dilakukan, dapat tampak seperti kehamilan ektopik. Membedakannya dengan
psuedosac ini dengan kantung kehamilan penting unyuk diagnosisi dini
kehamilan. Pseudosac hanya dapat disingkirkan dengan visualisasi suatu kantung
kuning telur atau embrio di dalam kantung kehamilan.3

2.4. Manajemen
Standar manajemen untuk EPF adalah melakukan D & C untuk
mengevakuasi isi uterus.

Ketika perempuan timbul keluhan perdarahan

pervaginal atau keram pada perut, evakuasi surgikal mesti dilakukan untuk
mengurnagi kejadian perdarahan dan sepsis. Ini masih dianggap illegal di banyak
Negara berkembang dan dianggap sebagai tindakan

aborsi. Bagaimanapun,

pilihan yang aman untuk penanganan EPF ini ,termasuk di antaranya manajemen
konservatif dan manajemen medis, pada wanita yang secara hemodinamik stabil
dan tanpa adanya bukti infeksi, kehamilan ektopik atau kehamilan mola. Semua
pasien dengan RH negatif mesti diterapi dengan globulin imun anti-D untuk
mencegah isoimunisasi Rh tanpa memperhatikan tipe manajemen yang akan
diberikan.3

Prosedur dalam penatalaksanaan EPF ini yaitu:6


Anti-D

10

Menggunakan anti-Rh gamma globulin untuk menginaktifkan sel-sel rhesus


positif janin yang dapat melalui barier plasenta dan memasuki sirkulasi maternal.
Immunoglobulin Anti-D diberikan pada wanita dengan Rh(D) negatif diikuti
dengan tindakan sensitisasi dan mesti diberikan dalam 72 jam.6
Pemberian 500 IU dapat digunakan untuk memberikan proteksi wanita dengan
Rh(D) negatif. Pada kasus dengan kehamilan multipel diberikan 625 IU.6
Modalitas terapi
Untuk penanganan, banyak pilihan terapi yang dapat digunakan, sehingga mesti
dilakukan konseling kepada ibu mengenai terapi apa yang akan diberikan yang
dapat berupa surgikal vs konservatif vs manajemen medikasi serta keuntungan
dan kerugian masing-masing modalitas terapi tersebut. Suksesnya penanganan
didefinisikan sebagai kosongnya uterus tanpa adanya evakuasi sekunder
dilakukan, dan ini mungkin lebih tinggi pada interval yang lebih lama. Terdapat
risiko 2-4% evakuasi inkomplet dengan pembedahan.6
Pilihan terapi untuk EPF antara lain (missed abortus/BO):6

Manajemen konservatif (tunggu dan lihat)

Manajemen medic (evakuasi uterus dibawah tindakan anestesi)

Manajemen medic (pemberian misoprostol).


Untuk penanganan dengan terapi ekspektan dan obat (medik), dikatakan

berhasil bila setelah pemberian obat itu jika ketebalan endometrium < 15
mm,berhentinya perdarahan per vaginal, atau urin dengan b-hCG yang negatif.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Harwood dkk, mereka yang menjalani aborsi
medik, dengan ketebalan endometrium dalam 24 jam setelah aborsi medis adalah

11

17.5 mm dengan range antara 7.6-29.0 mm. Pada minggu pertama, 15% subjek
dengan ET (endometrium thickness) > 16 mm. Oleh karena itu, batas 15 mm
untuk ketebalan endometrium bukanlah faktor prediktor kesuskesan terapi.3,10
Manajemen operatif
Keuntungan terapi operatif yaitu waktu yang cepat untuk pasien dan tingkat
keberhasilan yang tinggi, berkisar antara 93% hingga 100%, yang mana sebagian
besar penelitian melaporkan dengan kesuksesan 98%. Risiko tindakan bedah ini
yaitu infeksi, perforasi uterus, trauma servikal, dan sinekia uterine, namun ini
relatif jarang terjadi. Risiko anestesi sangat bervariasi tergantung pada apakah
anestesi general, sedasi intravena atau anestesi lokal yang digunakan. Dari suatu
studi pemberian antibiotik profilaksis tidak menunjukkan penurunan terhadap
risiko infeksi ataupun demam post operatif.3
Manajemen konservatif
Manajemen

konservatif ini memungkinkan produk konsepsi keluar secara

spontan, bagi mereka yang menghindari anestesi dan tindakan surgikal dan
merupakan pilihan yang lebih alamiah. Risiko dan efek samping termasuk
diantaranya waktu yang tidak dapat diprediksi hingga resolusi sempurna, adanya
nyeri dan perdarahan dan berpotensi memerlukan evakuasi surgikal sito.3
Nielsen

dan

Hahlin

melakukan

randomized

trial

pertama

membandingkan penanganan manajemen konservatif dengan D&C pada wanita


dengan abortus inkomplit. Batasan ET USG 15 mm sebagai standar. Resolusi
spontan produk kehamilan dalam 3 hari tercatat pada 79% wanita yang diterapi
dengan manajemen konservatif. Namun

12

19 dari 22 subjek pada kelompok

konservatif menjalani D&C karena ET yang lebih dari 15 mm 3 hari setelah


inklusi; prosedur dilakukan karena perdarahan, nyeri dan alasan elektif.3
Dari bebagai penelitian yang ada, manajemen konservatif ini tergantung pada
toleransi pasien.3
Manajemen medik
Pada manajemen medik, medikasi digunakan untuk menginduksi ekspulsi atau
pengeluaran produk konsepsi dari uterus. Regimen yang digunakan termasuk
diantaranya analog prostaglandin (yang paling umum digunakan adalah
misoprostol), atau kombinasi mifepristone (antagonis reseptor progesteron) atau
metotreksat dengan misoprostol.3,11
Misoprostol dan manajemen konservatif
Misoprostol merupakan analog prostaglandin E1 yang disetujui FDA untuk
mencegah ulkus gaster. Obat ini memiliki efek anti-sekresi dan protektif terhadap
mukosa dan aslinya dikembangkan pada tahun 1970an untuk pencegahan NSAID
yang menginduksi ulkus peptik. Ini juga digunakan untuk indikasi di bidang
obstetrik ginekologi, termasuk diantaranya persalinan, perlunakan servik, dan
aborsi medis yang dikombinasikan dengan mifepriston. Misoprostol dapat
diberikan dengan berbagai cara secara oral, bukal, sublingual, vaginal dan per
rektal. Misoprostol yang diberikan pervaginal memiliki aksi dalam 20 menit dan
durasinya berlansung selama 4 jam.3,12,13
Terdapat berbagai cara dan dosis pemberian misoprostol ini. Pemberian
misoprostol pervaginal (800 atau 600 ug), diulang dalam 24 jam bila keguguran
belum tuntas. Kesuksesan dengan pemberian dosis tunggal ini berkisar antara

13

33%-60% pada 24 jam. Kesuksesan meningkat bila diberikan lagi. Penelitian


ketiga dengan dosis misoprostol 400 ug yang diberikan secara pervaginal dengan
kesuksesan 81% dalam 1 minggu dan 81%.3
Kesimpulannya, manajemen medik dengan pemberian misoprostol pervaginal
400-800 ug dengan kesuksesan 80-88% untuk evakuasi komplet dibandingkan
dengan manajemen konservatif yang berkisar antara 16-60% dengan kesuksesan
yang lebih besar pada wanita yang didiagnosis dengan abortus inkomplet
dibandingkan dengan EPF yang menerima dosis misoprostol berulang, yang
diikuti lebih dari 48 jam.3
Pemberian misoprostal peroral atau sublingual diketahui memiliki efek samping
yang lebih besar seperti diare dibandingkan dengan pemberian misoprostol
pervaginal. Dosis penguangan dalam 3-4 jam tampaknya tidak meningkatkan
kesuksesan bahkan cenderung lebih menimbulkan efek samping.3

14

Anda mungkin juga menyukai