Anda di halaman 1dari 3

2.

4 Kelembagaan Pertanian
Kelembagaan adalah keseluruhan pola-pola ideal, organisasi, dan aktivitas yang berpusat
di sekeliling kebutuhan dasar seperti kehidupan keluarga, negara, agama dan mendapatkan
makanan, pakaian, dan kenikmatan serta tempat perlindungan. Suatu lembaga dibentuk selalu
bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia sehingga lembaga mempunyai fungsi.
Selain itu, lembaga merupakan konsep yang berpadu dengan struktur, artinya tidak saja
melibatkan pola aktivitas yang lahir dari segi sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi
juga pola organisasi untuk melaksanakannya. (Roucek dan Waren, 1984).
Kelembagaan pertanian adalah norma atau kebiasaan yanag terstruktur dan terpola serta
dipraktekan terus menerus untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat yang terkait erat
dengan penghidupan dari bidang pertanian di pedesaan. Kelembagaan petani dibentuk pada
dasarnya mempunyai beberapa peran, yaitu: (a) tugas dalam organisasi (interorganizational task)
untuk memediasi masyarakat dan negara, (b) tugas sumberdaya (resource tasks) mencakup
mobilisasi sumberdaya lokal (tenaga kerja, modal, material, informasi) dan pengelolaannya
dalam pencapaian tujuan masyarakat, (c) tugas pelayanan (service tasks) mungkin mencakup
permintaan pelayanan yang menggambarkan tujuan pembangunan atau koordinasi permintaan
masyarakat lokal, dan (d) tugas antar organisasi (extra-organizational task) memerlukan adanya
permintaan lokal terhadap birokrasi atau organisasi luar masyarakat terhadap campur tangan oleh
agen-agen luar (Esman dan Uphoff dalam Garkovich, 1989).
3.4 Kebudayaan petani
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani bahwa kebudayaan petani masih sangat
tradisional. Hal ini dikarenakan pada proses budidaya tanaman masih menggunakan cara-cara
tradisional dengan memanfaat kan alat-alat pertanian seadanya. Tanaman yang dibudidayakan
adalah tanaman jagung dengan tanaman tambahan seperti ucet dan tanaman rumput gajah.
Tanaman jagung merupakan tanaman utama yang dibudidayakan oleh petani narasumber kami di
Desa Sumberbendo. Pada saat pengolahan tanah saat sebelum tanam, petani menggunakan
cangkul sebagai alat pengolahan tanah nya. Untuk sumber benih nya petani menggunakan hasil
tanaman jagung sisa panen sebagai benih pada saat penanaman selanjutnya. Proses penanaman
tanaman jagung dilaukakan dengan membuat lubang tanam sesuai kira-kira sekitar 20x20 cm
dengan jumlah benih setiap lubang nya 2-3 benih. Kebutuhan air tanaman diperoleh dari air

hujan dan jika tidak hujan petani tidak memberikan air irigasi untuk tanaman jagung. Pemupukan
dilakukan pada awal panen dengan jenis pupuk kompos. Kemudian saat tanaman sudah tumbuh
dilakukan pemupukan dengan pupuk anorganik seperti Urea. Berdasarkan informasi bahwa
petani memberikan pupuk anorganik dengan cara kira-kira secukupnya. Untuk membersihakan
lahan dari gulma, petani membersihakan dengan cara dicabut dengan tangan serta dengan
menggunakan cangkul. System irigasi pada lahan jagung yang diolah oleh bapak Suparno
menggunakan irigasi tadah hujan. Jenis hama dan penyakit yang ditemukan oleh bapak Suparno
adalah ulat yang menyerang tanaman jagung. Pengendalian hama dan penyakit biasanya
menggunakan pestisida untuk mengurangi intensitas serangan. Informasi dari petani menjelaskan
bahwa saat tanaman jagun sudah siap dipanen maka akan mongering atau terlihat sudah mulai
tua. Cara pemanenan yang yang dilakukan oleh petani yaitu menggunakan sabit atau ani-ani
untuk memotong jagung. Hasil panen disimpan oleh petani karena hasil nya yang tidak banyak,
sebagian dikonsumsi dan sebagian lagi digunakan pakan ayam serta benih pada penanaman
selanjutnya.
Bapak Suparno memperoleh pengetahuan tentang cara budidaya tanaman berdasarkan
belajar dari orang tua. Belum ada penyuluh pertanian lapang (PPL) atau dari perusahaan swasta
seperti PT Sygenta. Selama lebih dari 10 tahun dalam budidaya tanaman, petani selalu
menggunakan jagung sebagai tanaman utama. Tidak ada rotasi tanam yang dilakukan oleh petani
dengan alasan ekonomi petani yang sangat kurang. Hasil yang diperoleh dari budidaya tanaman
hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan tidak sampai mencapai keuntungan.
Jika pertanian adalah kegiatab budidaya atau budaya, maka paradigm yang relevan untuk
menaungi aktivitas pertanian sesungguhnya adalah paradigm ekologi budaya. Benih yang tanam,
lalu tumbuh dan menumbuhkan hasil diatas tanah adalah proses sekaligus karya budaya. Karena
menurut teori ekologi budaya, pola pertanian itu sendiri pada dasarnya menunuuk pada suatu inti
budaya (Geertz, 1963).
*catatan : TOLONG DI CHECK LAGI DEK, DATA KU KURANG LENGKAP SOAL NYA.

DAFTAR PUSTAKA
Garkovich, Lorraine E. 1989. Local Organizations and Leadership in Community
Development dalam Community Development in Perspective. Editor James A.
Christenson dan Jerry W. Robinson, Jr. Iowa State University Press. Iowa. Hal. 196 218.
Geertz, C. 1963. Agricultural Inovation : The Processes of Ecological Change in Indonesia,
Barkeley: University of California Press.
Roucek, Joseph S. dan Roland L. Warren. 1984. Pengantar Sosiologi. Terjemahan oleh Sahat
Simamora. Bina Aksara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai