Anda di halaman 1dari 5

1

1.1 Malnutrisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, malnutrisi atau malagizi adalah penyakit
yang disebabkan oleh kekurangan gizi, yang biasanya meliputi beberapa jenis nutrien, seperti
protein,karbohidrat, dan vitamin. Malnutrisi bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit
ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam
tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik.
Sumber gizi dapat dibagi kepada dua jenis, yaitu makronutrien dan mikronutrien.
Makronurien adalah zat yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang besar untuk
memberikan tenaga secara langsung yaitu protein sejumlah 4 kkal, karbohidrat sejumlah 4
kkal dan lemak sejumlah 9 kkal. Mikronutrien adalah zat yang penting dalam menjaga
kesehatan tubuh tetapi hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh yaitu
vitamin yang terbagi atas vitamin larut lemak , vitamin tidak larut lemak dan mineral
(Wardlaw et al., 2004).
Malnutrisi dapat dikelompokkan menjadi malnutrisi primer dan malnutrisi
sekunder.Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein
maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena
kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi dan atau peningkatan kehilangan protein
maupun energi dari tubuh (Kleigmen et al., 2007).
1.2 Diare
Menurut Kamus Saku Kedokteran Dorland, diare adalah pengeluaran tinja berair
berkali-kali yang tidak normal. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam (Marcellus, Daldiyono, 2006).
1.2.1

Etiologi Diare
Diare dapat disebabkan oleh banyak penyebab, antara lain infeksi bakteri, jamur,

parasit, dan virus. Selain infeksi, diare juga bisa disebabkan oleh keracunan makanan, efek
obat-obatan, dan lain-lain. (Marcellus, Daldiyono, 2006).
Diare terjadi akibat pergerakan yang cepat dari materi materi tinja sepanjang usus besar.
Beberapa penyebab diare dengan sekuel fisiologis yang penting adalah sebagai berikut.

a. Enteritis
Enteritis berarti peradangan yang biasanya disebabkan virus maupun bakteri pada
traktus intestinalis. Pada diare infeksius umum, infeksi paling luas terjadi pada usus besar
dan ujung distal ileum (Guyton & Hall, 2012).
b. Diare Psikogenik
Tipe diare ini disebut diare emosional psikogenik, yang disebabkan oleh stimulasi
berlebihan dari sistem saraf parasimpatis, yang secara kuat mencetuskan motilitas maupun
sekresi mukus berlebih pada kolon distal (Guyton & Hall, 2012).
c. Kolitis Ulserativa
Kolitis ulserativa adalah penyakit peradangan dan ulserasi daerah yang luas dari usus
besar. Motilitas dari kolon yang mengalami ulserasi sering begitu besar sehingga
perpindahan massa terjadi seharian, dibandingkan keadaan biasa yaitu 10 sampai 30 menit.
Sekresi kolon juga sangat meningkat. Akibatnya, pasien mengalami diare yang berulang
(Guyton & Hall, 2012).
1.2.2 Patofisiologi Diare
Diare karena adanya gangguan proses absorbsi dan sekresi cairan serta elektrolit di
dalam saluran cerna. Pada keadaan normal, usus halus akan mengabsorbsi Na +, Cl-, dan
HCO3-. Timbulnya penurunan dalam absorbsi dan peningkatan sekresi mengakibatkan cairan
berlebihan melebihi kapasitas kolon dalam mengabsorpsi (Guyton & Hall, 2012).
Mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh faktor mukosa maupun faktor intra luminal
saluran cerna. Faktor mukosa dapat berupa perubahan dinamik mukosa yaitu adanya
peningkatan cell turnover dan fungsi usus yang belum matang dapat menimbulkan gangguan
absorpsi-sekresi dalm saluran cerna. Penurunan area permukaan mukosa karena atrofi vilus,
jejas pada brush border serta pemotongan usus dapat menurunkan absorpsi. Selain itu,
gangguan pada sistem pencernaan (enzim spesifik) atau transpor berupa defisiensi enzim
disakaridase dan enterokinase serta kerusakan pada ion transpor (Na +/H+, Cl-/HCO3-) juga
menimbulkan gangguan absorpsi (Guyton & Hall, 2012).
Faktor-faktor dalam intraluminal juga ikut berpengaruh, seperti peningkatan osmolaritas
akibat malabsorpsi (defisiensi disakaridase) dan bacterial overgrowth. Insufisiensi
pankreatik eksokrin, defisiensi garam empedu, dan parasit adalah faktor intra luminal lain
penyebab penurunan absorpsi. Peningkatan sekresi disebabkan oleh toksin bakteri (toksin

kolera, E. Coli), mediator inflamasi (eicosanoids, produk sel mast lain), asam empedu
dihidroksi, asam lemak hidroksi, dan obat-obatan (Guyton & Hall, 2012).
1.3 Atrofi
Pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel disebut atrofi. Apabila mengenai
sel dalam jumlah yang cukup banyak, seluruh jaringan atau organ berkurang massanya,
menjadi atrofi. Harus ditegaskan bahwa walaupun dapat menurun fungsinya, sel atrofi tidak
mati. Pada kondisi yang berlawanan, kematian sel terprogram (apoptotik) bisa juga diinduksi
oleh sinyal yang sama yang menyebabkan atrofi sehingga dapat menyebabkan hilangnya sel
pada atrofi seluruh organ (Robbins et al., 2012).
Penyebab atrofi antara lain berkurangnya beban kerja (misal, imobilisasi anggota gerak
yang memungkinkan proses penyembuhan fraktur), hilangnya persarafan, berkurangnya
suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya rangsangan endokrin, dan
penuaan.Walaupun beberapa rangsang ini bersifat fisiologis (misal, hilangnya rangsangan
hormon pada menopause) dan patologi lain (misal, denervasi), perubahan seluler mendasar
bersifat identik (Robbins et al., 2012).

BAB 4. PEMBAHASAN
4.1 Hubungan antara Malnutrisi dan Diare
Saluran cerna berkembang pesat selama masa pranatal. Tetapi perkembangan saluran
cerna belum lengkap pada saat lahir. Perkembangan fungsi saluran cerna akan berlanjut
setelah kelahiran, terutama pada masa laktasi. Oleh karena itu, masa pranatal dan masa
laktasi merupakan masa yang rentan dikarenakan perkembangan saluran cerna yang belum
sempurna.
Dalam masa rentan ini, usus sangat mudah mengalami kerusakan. Seperti pada balita
yang mengalami malnutrisi, asupan gizi yang kurang akan menyebabkan atrofi vilus usus
halus. Selain itu, malnutrisi juga dapat menyebabkan berkurangnya fungsi imunitas pada
tubuh dan perubahan struktur mukosa usus. Tiga hal itu merupakan faktor pencetus
terjadinya diare pada balita yang menderita malnutrisi.
Vilus merupakan struktur fungsional usus halus. Tiap-tiap vilus terdiri atas saluran limfe
sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epitel. Salah satu jenis epitel vilus berfungsi
mengabsorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Pada keadaan normal, setelah makan dicerna di
dalam lambung, makanan tersebut akan mengalami absorpsi di dalam usus halus. Hasil-hasil
akhir pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein akan diabsorpsi oleh dinding usus ke
dalam sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu,

juga

diabsorpsi air, elektrolit, dan vitamin. Absorpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme
transpor aktif dan pasif.
Pada kasus diare, vilus usus halus mengalami atrofi. Atrofi ini akan menyebabkan
absorbsi air dan zat-zat lain akan terganggu. Air dan zat-zat lain yang harusnya diabsorbsi
dan diedarkan ke dalam sirkulasi darah dan pembuluh limfe menjadi tidak terabsorbsi. Oleh
karena itu, chyme yang terbentuk masih mengandung banyak air dan zat-zat lain.
Sebenarnya, di dalam usus besar chyme mengalami reabsorbsi air. Tetapi, usus besar hanya
dapat mereabsorbsi air maksimal 6-8 liter per hari. Jika kandungan air dalam chyme
melebihi daya reabsorbsi usus besar, maka feses yang dikeluarkan menjadi encer.
Selain menyebabkan atrofi vilus usus halus, malnutrisi juga menyebabkan
berkurangnya fungsi imunitas tubuh. Jika sistem imun pada tubuh terganggu, maka tubuh

akan mudah sekali terkena infeksi. Salah satu penyebab diare adalah infeksi bakter E. coli.
Jika keadaan imun balita itu normal, maka sistem imun tubuh dapat menangkal bakteri
patogen tersebut sehingga tidak akan terjadi diare.
Pada balita yang mengalami malnutrisi, sistem imun tubuh tidak kuat melawan bakteri
tersebut. Oleh karena itu, bakteri itu berkembang dalam usus halus dan dapat menyebabkan
infeksi usus halus. Infeksi ini dapat mengganggu fungsi absorpsi usus halus sehingga air
yang diserap sedikit dan feses menjadi encer.
Faktor penyebab diare yang terakhir yaitu perubahan struktur mukosa usus. Di dalam
mukosa usus halus, terdapat sel goblet yang berfungsi menghasilkan mukus. Mukus ini
untuk melindungi dinding duodenum dari asam lambung.
Malnutrisi menyebabkan kerusakan struktur mukosa usus sehingga produksi mukosa
terhambat. Terhambatnya produksi mukosa usus ini akan meningkatkan kerentanan usus
terhadap infeksi. Selain itu, apabila asam lambung ikut keluar bersama chyme ke duodenum,
maka asam lambung akan mengiritasi usus halus. Usus halus yang teriritasi ini akan
mengalami gangguan absorpsi air dan mengakibatkan feses yang terbentuk menjadi encer.
4.2 Pengaruh Malnutrisi terhadap Diare
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bejo Raharjo di Desa Karangwuni,
Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo, terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi
dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini dilakukan pada 63 anak usia 6-24 bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (76,19%) anak berumur 6-24 bulan
berstatus gizi baik, 22,22% berstatus gizi kurang, 1,59% berstatus gizi lebih, dan tidak ada
yang berstatus gizi buruk. Balita yang menderita diare saat penelitian sebesar 20,63% dan
sebagian besar (57,14%) berstatus gizi kurang dan 10,24% berstatus gizi baik.
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa anak yang menderita diare sebagian
besar (57,14%) mengalami gizi kurang. Data ini dapat membuktikan bahwa malnutrisi dapat
mempengaruhi angka kejadian diare pada balita. Balita yang mengalami malnutrisi akan
lebih mudah terserang diare daripada balita yang status gizinya baik

Anda mungkin juga menyukai