PENDAHULUAN
Dermatitis atopik ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal yang
pada umumnya terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan
kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Diagnosis DA ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis dan adanya riwayat atopik (dalam keluarga maupun
sendiri).Berbagai faktor dapat memicu dermatitis atopik, antara lain alergen makanan, alergen
hirup, berbagai bahan iritan, dan stres. Tetapi, seberapa besar peran alergen makanan dan alergen
hirup ini masih kontroversial. Meski pada pasien dermatitis atopik kerap dijumpai peningkatan
IgE spesifik terhadap kedua jenis alergen ini, tetapi tidak selalu dijumpai korelasi dengan kondisi
klinisnya. Hasil tes positif terhadap suatu alergen, tidak selalu menyatakan alergen tersebut
sebagai pemicu dermatitis atopik, tetapi lebih menggambarkan bahwa pasien telah tersensitasi
terhadapnya. Secara umum, alergen makanan lebih berperan pada dermatitis atopik usia dini.
penyebab pasti dermatitis atopik sampai saat ini belum diketahui, tetapi faktor keturunan
merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit, dimana diduga diturunkan secara autosomal
resesif dan dominan.1
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang umumnya sering dikaitkan dengan gangguan
lainnya, seperti rhinitis alergi dan asma, dan dermatitis atopik ini diduga merupakan awal dari
Penyakit alergi yang meliputi asma dan penyakit alergi lainnya. Kelainan ini terutama terjadi
pada bayi dan anak, dan menghilang pada 50% kasus pada saat remaja, tetapi ada juga yang
menetap dan terus terjadi hingga dewasa. 2,3
Dermatitis atopik umumnya tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Sebagian
penderita mengalami perbaikan sesuai dengan bertambahnya usia. Dalam penatalaksanaan
penderita DA adalah menghindari atau sedikitnya mengurangi faktor penyebab, misalnya
eliminasi makanan, faktor inhalan, atau faktor pencetus.4
DA sering ditemukan pada pasien dengan latar belakang asma, alergi, dan demam
(kumpulan kondisi disebut diatesis atopik). Pasien seringkali akan menunjukkan berbagai
kombinasi erat terkait kecenderungan atopik. Dari 70% menjadi 80% dari pasien akan memiliki
riwayat keluarga atopik disease.1 Hal ini diyakini bahwa pola pewarisan adalah poligenik,
dengan atopi menjadi interaksigenetik dan faktor lingkungan. 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DEFINISI
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita atau keluarganya.
Dermatitis atopik disebut juga penyakit multifaktorial, termasuk di antaranya faktor
genetik, emosi, trauma, keringat, dan faktor imunologis.1,3,4
2. 2
EPIDEMIOLOGI
Kejadian dermatitis atopik menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, baik
di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara industri, angka kejadian dermatitis
atopik yang tinggi.2
Dinegara maju (amerika,eropa,jepang dan negara industri lain) Prevalensi DA
telah meningkat selama 30tahun Terakir. Saat ini diperkirakan bahwa 10-20% dari anakanak dan 1-3% orang dewasa Menderita Dermatitis Actopic dimana Penderita wanita
lebih banyak menderita dermatitis atopi dari pada pria dengan rasio 1,3 : 1.4
Dermatitis atopik sering dimulai pada masa bayi awal (yang disebut awal-awal
dermatitis atopik). Sebanyak 45% dari semua kasus dermatitis atopik dimulai dalam 6
bulan pertama kehidupan, 60% mulai pada tahun pertama, dan 85% dimulai sebelum usia
5 tahun. Lebih dari 50% anak yang terpengaruh dalam 2 tahun pertama kehidupan tidak
memiliki tanda sensitisasi IgE, tetapi mereka menjadi peka selama terjadi dermatitis
atopik.4 Sampai dengan 70% dari anak-anak ini memiliki remisi spontan sebelum masa
remaja. Penyakit ini juga dapat dimulai pada orang dewasa (yang disebut dermatitis
atopik onset lambat).3
2.3.
FAKTOR PENCETUS
Makanan
Makanan yang diberikan kepada bayi akan berdampak pada terjadinya alergi,
termasuk dermatitis atopik. Sebab, sejumlah makanan mengandung alergen yang
dapat memicu terjadinya dermatitis atopik. Menurut beberapa peneliti, bahan
makanan yang banyak menimbulkan reaksi alergi adalah bahan makanan yang
mempunyai kandungan protein tinggi, misalnya susu sapi, telur, kacang tanah, coklat,
ikan laut. Karena itu, pengenalan makanan yang mengandung alergen sebelum 4
bulan akan meningkatkan angka kejadian dermatitis atopik sebesar 1,6 kali.
Sensitisasi umumnya terjadi terhadap alergen makanan, terutama susu sapi, telur,
kacang-kacangan, dan gandum. Oleh karena itu, salah satu cara yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya dermatitis atopik adalah memberikan asuhan susu ibu (ASI)
secara eksklusif. Banyak penelitian memperlihatkan bahwa pemberian ASI eksklusif
yang berarti penghindaran terhadap paparan alergen susu sapi, menurunkan angka
kejadian dermatitis atopik. Dimana secara umum, alergi makanan kemungkinan dapat
memperburuk keadaan penyakitnya. Sebaliknya, alergi makanan kurang berperan
peran pada penderita DA dewasa .2,5
Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus DA, suhu udara
yang terlampau panas/dingin, keringat dan perubahan udara tiba-tiba dapat menjadi
masalah bagi penderita DA.4
Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh
kuman umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Akibat infeksi kuman
Stafilokokus
akan
dilepaskan
sejumlah
toksin
yang
bekerja
sebagai
Stres Emosi 5
Stress emosi tidak menyebabkan dermatitis atopik, namun sering menjadi
faktor pencetus kekambuhan penyakit. Penderita dermatitis atopik sering kali frustasi,
malu dan mengalami tekanan mental lain yang menyebabkan nilai ambang gatal
menurun sehingga meningkatkan siklus gatal dan garukan. Relaksasi atau perubahan
modifikasi perilaku dan kebiasaan mungkin dapat membantu penderita dermatitis
atopik yang mempunyai kebiasaan menggaruk
2. 4.
ETIOLOGI
Penyebab pasti dermatitis atopik belum diketahui, tetapi faktor keturunan,
interaksi
antara
kerusakan
fungsi
barier
kulit,
kelainanimunitas,lingkungan,
PATOFISIOLOGI 1,3
2.5.1. Genetika Dermatitis Atopik
Tingkat penurunan secara genetik untuk DA lebih tinggi pada kembar
monozigot (77%) apabila dibandingkan dengan kembar dizigotik (15%). Asma
dan rhinitis alergi pada orang tua tampaknya menjadi faktor kecil dalam
pengembangan dermatitis atopik pada keturunannya. Scan geenome wide telah
menyoroti beberapa kemungkinan dermatitis aktopik berhubungan dengan lokus
pada kromosom 3q21,1q21 16q,17q25, 20p, dan 3p26.3
Dermatitis atopik sangat berkaitan erat dengan atopi, yaitu istilah yang
menunjukkan suatu kecenderungan individu dan atau keluaga untuk tersensitisasi
dan memproduksi antibodi IgE sebagai respons terhadap pajanan alergen yang
biasanya berupa protein dan menyebabkan timbulnya gejala alergik tipikal. Faktor
herediter pada individu diyakini penyebab terjadinya kecenderungan atopik pada
bayi dan anak. Riwayat keluarga dengan penyakit alergi sangat berguna sebagai
penanda dini penyakit atopi. Bayi dan anak dengan riwayat keluarga alergi lebih
mudah mengalami peningkatan kadar IgE dan memperlihatkan manifestasi klinis
alergi jika terpajan dengan alergen pada usia dini. Banyak penelitian epidemiologi
telah
membuktikan
bahwa
faktor
genetik
mempunyai
peranan
dalam
menimbulkan penyakit atopi. Anak yang lahir dari keluarga yang mempunyai
riwayat penyakit atopi, kemungkinan besar akan menderita penyakit atopi di
kemudian hari. Bila salah satu orang tua mempunyai riwayat penyakit atopi, maka
kemungkinan anaknya menjadi atopi juga adalah 19,8%. Bila atopi mengenai
kedua orang tua, maka frekuensi kemungkinan anaknya menderita atopi menjadi
42,9%, dan 72,2% menjadi atopi bila kedua orang tua mempunyai riwayat atopi
yang sama, serta 85% menjadi atopi jika baik kedua orang tua maupun saudara
kandung mempunyai riwayat atopi.2
2.5.2. Mekanisme Pelindung Fungsi Kulit
Pelindung Fisik
Pada kompartemen epidermis yang intak merupakan syarat fungsi kulit
sebagai barier fisik dan barier kimiawi. Barier itu sendiri merupakan stratum
korneum, struktur seperti batu dan semen dari lapisan epidermis atas.
Perubahan pada barier yang menyebabkan meningkatnya hilangnya cairan
melalui epidermis, merupakan tanda khas dermatitis atopik. Lapisan lemak
interselular pada lapisan epidermis bertanduk diproduksi oleh badan lamellar,
yang di produksi oleh eksositosis dari keratinosit diatasnnya. Perubahan pada
ceramides yang disebabkan oleh adanya variasi pH pada stratum dapat
mengganggu pematangan badan lamellar dan merusak fungsi barier.
Perubahan pada ekspresi enzim yang terlibat pada keseimbangan struktur
trans
epidermal
water
loss
meningkat,
skincapacitance
Staphylococcus aureus
Sistem imun bawaan kulit oleh peradangan micromilieu dari dermatitis
atopik menjelaskan kolonisasi kulit dengan S. aureus di lebih dari 90% dari pasien
dengan atopik dermatitis.Fitur ini memberikan kontribusi untuk alergi sensitisasi
dan peradangan . Menggaruk meningkat mengikat S. aureus kulit, dan
peningkatan jumlah S. aureusderived ceramidase dapat memperburuk cacat pada
Inflammation.
Berdasarkan beberapa mekanisme, S. aureus dan produk-produknya
memberikan sinyal yang mendukung sensitisasi dan peradangan. S. aureus
derivate ceramidase meningkatkan permeabilitas dari stratum korneum, dan
kapasitas superantigenic dari enterotoksin S. aureus mengaktifkan sel-sel T secara
alergen-independen. S. aureus menginduksi ekspresi dari reseptor Skin-homing
cutaneous lymphocyte-associated antigen (CLA) pada sel T. Keratinosit yang
diturunkan kemokin, thymic stromal lymphopoietin (TSLP), dan sekresi
interleukin-31 diinduksi dan diperkuat dengan enterotoksin S. aureus. Mereka
juga berkontribusi terhadap resistensi kortikosteroid dalam sel T dan mengubah
aktivitas dari Regulatory Sel T. S. aureus-IgE spesifik yang dihasilkan oleh sistem
kekebalan tubuh dapat mengikat reseptor pada sel dendritik FcRI dan memulai
reaksi IgE-mediated untuk mikroba ini. 1,3
Mekanisme Pruritus
Gejala yang paling penting dalam dermatitis atopik adalah pruritus yang
menetap, yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien.Kurangnya efek antihistamin
dapat memperberat peran histamin dalam menyebabkan dermatitis atopik terkait
pruritus.Neuropeptida,
protease,
kinins,
dan
sitokin
menyebabkan
gatal-
antibodi IgE terhadap protein dari keratinosit dan sel endotel seperti superoksida
dismutase mangan dan kalsium mengikat kadar serum proteins. Auto antibodies
IgE berkorelasi dengan penyakit sederhana. Garukan mungkin melepaskan
protein intraseluler dari keratinosit. Protein ini bisa meniru molekul struktur
mikroba dan dengan demikian bisa menginduksi IgE autoantibodies. Sekitar 25%
orang dewasa dengan dermatitis atopik memiliki antibodi IgE. Selanjutnya,
antibodi IgE dapat dideteksi pada pasien dengan dermatitis atopik kurang dari 1
tahun. Beberapa antiallergens merupakan inducers kuat. IgE dalam dermatitis
atopik dapat disebabkan oleh alergen lingkungan, tetapi IgE antibodi terhadap
autoantigens di kulit dapat menyebabkan alergi inflammation. Oleh karena itu,
dermatitis atopik tampaknya berdiri di perbatasan antara alergi dan autoimmunity.
Karena disfungsi penghalang dari kulit dan peradangan kronis merupakan
karakteristik dermatitis atopik, pengelolaan jangka panjang klinis harus
menekankan pencegahan, intensif dan individual disesuaikan perawatan kulit,
pengurangan kolonisasi bakteri dengan cara aplikasi lokal lotion yang
mengandung antiseptik seperti triclosan dan chlorhexidine, dan yang paling
penting kontrol peradangan oleh penggunaan rutin dari kortikosteroid topikal atau
inhibitor kalsineurin topikal. 2,3
Pada anak-anak, sebelum dan setelah diagnosis IgE-mediated sensitisasi,
langkah-langkah yang mencegah paparan alergen harus terapi saat beneficial.
Terapi dermatitis atopik adalah perlu mengobati kekambuhan tetapi manajemen
harus mencakup intervensi dini dan proaktif dengan kontrol yang efektif dan
berkesinambungan dari peradangan kulit dan kolonisasi S. aureus. Strategi ini
telah terbukti efektif dalam mengurangi jumlah flare.Bila diterapkan pada awal
masa kanak-kanak, bisa berpotensi membantu mengurangi sensitisasi kemudian
antigen lingkungan dan autoallergens.3
2.6.
GEJALA KLINIS
Dermatitis atopik memiliki gejala klinis dan perjalanan penyakit yang sangat
bervariasi, dapat membentuk suatu sindrom yang terdiri atas kelompok gejala dan tanda
yang menggambarkan peradangan kulit sesuai dengan cerminan patogenesisnya. Pada
semua usia, manifestasi klinis dermatitis atopik biasanya berupa eritema, papula, dan
pruritus (gatal) yang hebat. Gambaran klinis pertama muncul pada kulit yang terserang
adalah terjadinya eritema yang disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah (flushing)
dan gatal yang diikuti dengan gangguan pada fungsi sawar kulit yang memberi gambaran
kulit tampak kering. Pruritus menyebabkan orang akan menggaruk, dengan demikian
akan menambah parah gambaran klinis, bahkan memperberat keadaan dengan adanya
infeksi sekunder. 2
Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat, dan redup, kadar lipid
di epidermis berkurang dan kehilangan air lewat epidermis meningkat.Penderita
cenderung tampak gelisah,gatal, dan sakit berat.Gejala utama dermatitis atopik ialah
pruritus (gatal) hilang timbul sepanjang hari, akibatnyapenderita menggaruk-garuk
sehingga timbul bermacam-macam ruam berupa papul, likenifikasi,dan lesi ekzematosa
berupa eritema, papulo-vesikel, erosi, eskoriasi, eksudasi dan krusta. 5.6
Dermatitisatopik dapat terjadi pada masa bayi (infantil), anak, maupun remaja dan
dewasa.1
1. Dermatitis Atopik Infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun) 1,2,4
Lesi awal muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah 2 bulan, lesi
mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulovesikel yang halus, karena gatal
digosok, pecah, eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta, lesi bersifat akut, subakut,
rekuren, dan simetris. Lesi tampak berupa bercak kemerahan bersisik yang mungkin
sedikit basah. Lesi kemudian meluas ketempat lain yaitu ke scalp, leher, pergelangan
tangan, leengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut, hal
ini berhubungan dengan area kulit yang kontak dengan tanah pada bayi yang baru
belajar merangkak. Anak biasanya mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa
gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur dan sering
menangis. Pada umumnya lesi dermatitis atopik infantile polimorfik dan eksudatif,
banyak eksudasi, erosi, krusta dan kadang-kadang disertai dengan infeksi sekunder
atau pioderma. Lesi dapat meluas generalisata bahkan dapat menyebabkan
eritroderma walaupun jarang. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi.
Sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya,
sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak.1,2,4
Distribusi lesi biasanya simetris. Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari. Orang
dewasa serimg mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stress.mungkin
karena stress dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Rasa gatal timbul pada saat
latihan fisik karena penderita atopik sulit mengeluarkan keringat. Umumnya
dermatitis atopik remaja dan dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung
menurun atau membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun. Kulit penderita dermatitis
atopik yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan
iritan eksogen. Penderita atopik beresiko tinggi menderita dermatitis tangan variasi
ManifestasiklinisDA sesuai dengan usia. 1,2,4
Gambar 2. a. Dermatitis Atopi pada infantil ; b. D.A pada remaja dan dewasa ; c. Lesi
pada fleksura ; d dan e. Gambaran histopatologi pada D.A
2.7.
DIAGNOSIS.1,2,4.
Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Rajka, 1977
2.8.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM.1,4
Telah dilaporkan pelbagai hasil laboratorium penderita DA, walaupun demikian
sulit untuk menghubungkan hasil laboratorium ini dengan defek yang ada.
Imunoglobulin
IgG, IgM, IgA dan IgD biasanya normal atau sedikit meningkat pada
penderita DA. Tujuh persen penderita DA mempunyai kadar IgA serum yang rendah,
dan defisiensi IgA transien banyak dilaporkan pada usia 3-6 bulan. Kadar IgE
meningkat pada 80-90% penderita DA dan lebih tinggi lagi bila sel asma dan rinitis
alergika. Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat hubungannya dengan berat ringannya
penyakit, dan tinggi rendahnya kadar IgE tidak mengalami fluktuasi baik pada saat
eksaserbasi, remisi, atau yang sedang mendapat pengobatan prednison atau
azatioprin. Kadar IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi remisi. 4
Jumlah eosinofil
Peningkatan jumlah eosinofil di perifer maupun di jaringan kulit umumnya
seirama dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemukan pada keadaan yang
kronis. 4
2.9.
Dermatitis Seboroik
Dermatitis
seboroik
pada
muka
mirip
dengan
dermatitis
atopik.
Dermatitis kontak
Anak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi eksema kronik pada kaki.
Bentuk ini harus dibedakan dengan dermatitis kontak karena sepatu.
2.10 . PENGOBATAN
Prinsip perawatan kulit
Prinsip utama dari manajemen DA adalah perawatan kulit yang tepat setiap hari.
Pembersih yang direkomendasikan yang mengandung moisturizer ,sementara sabun yang
beraroma harus dihindari karena dapat mengiritasi kulit. Setelah mandi, kulit pasien harus
dikeringkan dengan handuk (sehingga tetap sedikit basah), dengan pelembab dan emolien
(misalnya, petroleum jelly, Eucerin, minyak mineral, minyak bayi) dan harus diterapkan
secara berkala untuk membantu mencegah hilangnya kelembaban dan kulit yang kering. 2
Pengobatan Topikal,2,3,4,5,6
Hidrasi kulit
Kulit penderita dermatitis atopik kering dan fungsi sawarnya berkurang,
mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme pathogen, bahan
iritan dan allergen. Segera setelah mandi, daerah kulit yang meradang diberi antiinflamasi topikal, sedangkan kulit yang lainnya diberi pelembab. Pelembab yang
diberikan misalnya krim hidrofilik urea 10% dapat pula ditambahkan hidrokortison
1% di dalamnya. Bila
Topikal kortikosteroid
Kortikosteroid topikal adalah lini pertama untuk Pengobatan DA. Agen ini
efektif mengendalikan kekambuhan DA melalui proses anti-inflamasi, antiproliferatif,
dan imunosupresif. Kortikosteroid topikal diterapkan pada, daerah yang merah dan
meradang pada kulit sebelum penggunaan pasien menggunakan emollients. Beberapa
pasien secara tidak sengaja membalik urutan,yang secara signifikan mengurangi
manfaat kortikosteroid. Penggunaan salep umumnya lebih dipilih daripada krim
karena mereka memberikan cakupan yang lebih seragam dan penetrasi yang lebih
baik, juga merupakan penanganan paling ampuh yang diperlukan untuk mengontrol
DA (terutama di daerah-daerah sensitif seperti wajah, leher pangkal paha, dan ketiak)
harus dimanfaatkan dan, bila memungkinkan, terapi harus dihentikan untuk jangka
pendek untuk mengurangi risiko dari efek samping lokal dan sistemik .1,3
Potensi kortikosteroid topikal sebaiknya dipilih yang paling ringan namun
efektif untuk keadaan lesi kulit, berdasarkan lokasi dan keparahan lesi serta usia
pasien. Pada bayi digunakan salep steroid berpotensi rendah. Pada anak dan dewasa
dipakai steroid berpotensi menengah, kecuali pada daerah muka digunakan steroid
potensi lebih rendah seperti hidrokortison 1% atau setara asetat karena kulitnya lebih
tipis dan vaskularisasi lebih banyak sehingga lebih mudah penetrasi dan penyerapan
sistemik. Kortikosteroid potensi rendah juga dipakai di daerah genitalia dan
intertriginosa, jangan digunakan yang berpotensi kuat. Pada telapak tangan dan kaki
dapat digunakan potensi lebih kuat karena kulitnya tebal. Efek samping yang umum
lokal penggunaan jangka panjang kortikosteroid topikal termasuk striae (stretch
mark), petechiae (kecil merah atau ungu bintik-bintik), kulit telangiectasia (kecil,
pembuluh darah melebar di permukaan kulit), menipis, atrofi dan jerawat, namun,
efek ini jarang terjadi dengan pengobatan kortikosteroid potensi rendah atau
sedang,potensi efek samping Systemic dengan penggunaan kortikosteroid topikal
jarang terjadi, tetapi mungkin termasuk hambatan pertumbuhan pada anak-anak,
kepadatan
tulang
berkurang
dan
hipotalamus-pituitaryadrenal.
Bukti
juga
Antihistamin 5,6
Pengobatan dermatitis atopik dengan anti-histamin topikal tidak dianjurkan
karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dilaporkan bahwa
aplikasi krim doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu), dapat mengurangi
gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila dipakai pada area yang
luas akan menimbulkan efek samping sedatif.
sangat terpengaruh (misalnya, di sekitar, wajah leher mata, dan alat kelamin) di mana
penyerapan sistemik dan risiko atrofi kulit dengan kortikosteroid topikal menjadi
perhatian khusus. Efek samping yang paling umum lokal TCIs adalah kulit terbakar
dan iritasi. Meskipun hubungan sebab akibat belum ditetapkan, kasus yang jarang
terjadi seperti lymphoma dan keganasan juga telah dilaporkan pada pasien
menggunakan pengobatan ini. Penggunaan jangka panjang harus dihindari dan pasien
menggunakan agen ini harus diberi konseling tentang perlindungan terhadap paparan
sinar matahari yang tepat. 2
Pengobatan sistemik
Kortikosteroid Sistemik.
Kortikosteroid sistemik umumnya dicadangkan untuk pengobatan akut DA
yang parah dan kambuh kambuhan. Namun, penggunaan jangka panjang steroid oral
berhubungan dengan efek samping yang tidak diketahui dan efek samping yang
berpotensi serius, karena itu, penggunaan jangka panjang harus dihindari. Selain itu,
penting untuk dicatat bahwa kekambuhan DA umum terjadi setelah penghentian
terapi kortikosteroid oral. 2
Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin
harusdiperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita
dll. Antihistamin yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada
penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir) . Pada kasus sulit dapat diberi
doxepin hidroklorid 10-75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan
blokade reseptor histamin H1 dan H2. 4
pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Bila
ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200
mg/hari untuk 10 hari.4
Interferon
IFN bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel
TH1. Pengobatan IFN rekombinan menghasilkan perbaikan klinis karena dapat
menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi. 2,4
Siklosporin
Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat
dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin
sehingga transkripsi sitokin ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral selama 6 minggu, diberi
dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali. Efek
sampingnya adalah peningkatan kreatinin dalam serum dan bisa terjadi penurunan
fungsi ginjal dan hipertensi.2
Terapi Lain.1,2,4,6
Ultraviolet (UV)
Fototerapi mungkin bermanfaat untuk pengobatan DA pada orang dewasa.
Dipakai untuk DA yang berat. Terapi menggunakan ultra violet atau kombinasi ultra
violet A dan ultra violet B. Terapi kombinasi lebih baik dari pada ultra violet B saja.
Ultra violet A bekerja pada SL dan eosinofil sedangkan ultra violet B mempunyai
efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi SL dan mengubah produksi
sitoksin keratinosit.3,5
Probiotik
Lactobacillus rhamnosus GG 1 kapsul (109) kuman/dosis dalam 2 kali/hari
memperbaiki kondisi kulit setelah 2 bulan. Pemberian probiotik perinatal akan
menurunkan resiko DA pada anak di usia 2 tahun pertama.
Edukasi
Untuk manajemen penyakit yang optimal, pasien dan atau praktisi mereka harus
dididik tentang sifat kronis penyakit, kebutuhan untuk kepatuhan yang berkelanjutan
untuk praktik perawatan kulit yang tepat, dan penggunaan yang tepat dan penerapan
terapi topikal. Waktu yang dihabiskan mendidik pasien dan perawat telah terbukti
memiliki positif pengaruh yang positif pada hasil pengobatan penyakit. Pasien juga harus
diberikan instruksi tertulis atau informasi penggunaan obat yang tepat, perawatan kulit
dan manajemen untuk memperkuat pemahaman dan pembelajaran. 2
2.11.
PROGNOSIS
Penderita dermatitis atopik yang bermula sejak bayi, sebagian ( 40 %) sembuh
spontan,sebagian berlanjut ke bentuk anak dan dewasa. Sulit meramalkannya karena
adanya peran multifaktorial. Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik,
adalah :
- DA yang luas pada anak.
- Menderita rinitis alergika dan asma bronkial.
- Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
- Awitan (onset) DA pada usia muda.
- Anak tunggal.
- Kadar IgE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi asma
bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk mendapat
dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.2,4
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.
3.2.
Identifikasi
Nama
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 7 bulan
Alamat
: Jl lembu sora
Tanggal kunjungan
: 19 Mei 2015
Anamnesis
Keluhan Utama :
Mengeluh terdapat kerusakan kulit yang gatal di kedua tangan, kedua kaki dan
badan pasien.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan kerusakan kulit, dan gatal di kedua tangan, kedua
kaki serta badan 2 minggu yang lalu. Ibu pasien mengaku pasien gelisah, rewel, dan
menangis, lalu pasien menggarukan tangan,kaki dan badan sampai terjadi kerusakan
kulit. Ibu pasien sempat membawa pasien berobat ke bidan. Ibu pasien memberikan salap
pada pasien, yang di belinya dari bidan, tetapi pasien tetap menggaruknya sehingga
menyebabkan kerusakan kulit yang semakin melebar.
Ibu pasien mengaku keluhan seperti ini sudah sering di alami oleh pasien, keluhan
hilang timbul.
Riwayat Penyakit Dahulu
riwayat penyakit apapun selama ini, alergi terhadap obat dan makanan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Baik
Vital sign
-
Kesadaran
: Compos Mentis
TD
Nadi
Suhu
RR
PB
BB
:
: 8 kg
Tidak dilakukan
pemeriksaan
Status Generalisata
a. Kepala
b. Leher
c. Thoraks
d. Abdomen
e. Ekstremitas
f. Kulit
Status Dermatologikus
Pada regio tangan dextra et sinistra terdapat macula eritema multiple bentuk bulat,
batas tegas dengan ukuran 3cm x 2cm dengan distribusi simetris disertai skuama
putih tipis halus yang menutupi seluruh permukaan eritematus. Erosi (+)
Pada region wajah, punggung dan kaki dextra et sinistra terdapat macula eritema
multiple bentuk geografika dengan batas tidak tegas dengan ukuran bervariasi isitu di
wajah 3cm x 2cm, kaki 5cm x 4xm dan punggung 10cm x 5cm dengan distribusi
simetris.
3.4.
Resume
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan utama timbul
kerusakan kulit dan keropeng di kedua tangan,, kedua kaki dan badan serta gatal sejak 2
minggu yang lalu.
Pada pasien ditemukan beberapa kriteria untuk menunjang diagnosis, yaitu
pruritus karena anak sering menggaruk, ditambah kriteria lain yaitu keluhan berulang atau
residif adanya riwayat kulit kering, serta awitan usia dini.
3.5.
Diagnosis Banding
Dermatitis atopik
Dermatitis numularis
3.6.
3.7.
Tes dermografisme untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit.
Diagnosis Kerja
Dermititis Atopik
3.8.
Pentalaksanaan
a. Umum
-
Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini adalah penyakit yang dapat
berulang dan sulit untuk sembuh.
Mencegah pasien untuk tidak menggaruk, kuku harus dipotong pendek dan
bersih.
Mandi dengan air sedang (jangan terlalu dingin ataupun panas), jangan terlalu
sering mandi supaya kulit tidak kering, jangan menggosok kulit terlalu kuat
ketika mandi, dan memakai sabun yang non alkali lembut (sabun bayi), hindari
sabun yang mengandung antiseptik dan pengharum.
b. Khusus
1) Cortamine syrup
2) Mesone cream + Chloramphenicol 2 %
3.9.
Prognosis
a. Quo ad vitam
: bonam
b. Quo ad functionam
: bonam
c. Quo ad sanationam
: bonam
d. Quo ad cosmetica
: dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Dermatitis atopik adalah peradangan pada epidermis dan dermis yang bersifat kronik,
sering berhubungan dengan individu atau keluarga dengan riwayat atopik, biasanya ada riwayat
alergi pada penderita atau keluarganya. Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor
genetik, immunologik, lingkungan, sawar kulit dan farmakologi. Konsep dasar terjadinya
dermatitis atopik adalah melalui reaksi immunologik.
Untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik, Hanifin dan Rajka telah menyusun
kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok kerja Inggris dikoordinasi oleh Williams
(1994). Pada pasien ditemukan beberapa kriteria untuk menunjang diagnosis, yaitu pruritus
karena anak sering menggaruk, ditambah kriteria lain yaitu keluhan berulang atau residif adanya
riwayat kulit kering, serta awitan usia dini.
Pada regio tangan dextra et sinistra terdapat macula eritema multiple bentuk bulat, batas
tegas dengan ukuran 3cm x 2cm dengan distribusi simetris disertai skuama putih tipis halus yang
menutupi seluruh permukaan eritematus. Erosi (+).Pada region wajah, punggung dan kaki dextra
et sinistra terdapat macula eritema multiple bentuk geografika dengan batas tidak tegas dengan
ukuran bervariasi isitu di wajah 3cm x 2cm, kaki 5cm x 4xm dan punggung 10cm x 5cm dengan
distribusi simetris.
Bentuk anak, secara klinis dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul
sendiri. Lesi sekadar erosi, sedikit papul, likenifikasi, dan banyak skuama tipis. Letak kelainan
kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan, bagian flexor, kelopak mata, leher, jarang di
muka, rasa gatal sering membuat penderita menggaruk; dapat terjadi erosi dan eksoriasi,
likenifikasi dan mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dam
perubahan yang menyebabkan gatal, sehingga ada lingkaran setan siklus gatal-garuk
rangsangaan menggaruk sering diluar kendali.
Pada kasus ini, diagnosis banding setelah dermatitis atopik adalah dermatitis kontak
alergi. Untuk lebih memastikan diagnosisnya, bisa dilakukan pemeriksaan laboratorium khusus
yaitu tes demografisme untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit.
Reaksi dermografisme putih tampak pada kasus dermatitis atopi. Bila kulit seseorang
dengan atopi diberi trauma berupa goresan, maka yang timbul bukanlah respon biasa yang terjadi
pada kulit dermatitis atopi (garis warna merah, bengkak, lalu muncul urtikaria) tetapi yang
muncul adalah garis berwarna putih tanpa urtikaria yang menggantikan warna merah setelah
kira-kira 10 detik.
Tatalaksana yang umum untuk kasus ini adalah menghindari dari faktor pencetus.
Penghindaran faktor alergen pada anak akan mengurangi beratnya gejala DA.
Obat topikal untuk hidrasi kulit dapat diberikan topical kortikosteroid. Kortikosteroid
topikal adalah lini pertama untuk Pengobatan DA. Agen ini efektif mengendalikan kekambuhan
DA melalui proses anti-inflamasi, antiproliferatif, dan imunosupresif. Potensi kortikosteroid
topikal sebaiknya dipilih yang paling ringan namun efektif untuk keadaan lesi kulit, berdasarkan
lokasi dan keparahan lesi serta usia pasien. Pada anak digunakan salep steroid berpotensi rendah.
Obat sistemik berupa cetirizine, prednison, Vit.B. complex, dan amoxsan sirup. Pada
pemberian kortikosteroid sistemik yang paling banyak digunakan adalah prednison karena telah
lama digunakan dan harganya murah. Obat cetirizine merupakan antihistamin generasi kedua,
dimana obat ini tidak jauh menembus batas antara darah dan otak, sehingga lebih sedikit
menyebabkan efek pada sistem saraf pusat. Vitamin B com diberikan untuk kekebalan tubuh
pada pasien dan dosisnya sebanyak 50 mg. Amoxan sirup adalah antibiotika untuk infeksi kulit.
Untuk prognosis pada kasus ini tergantung dari faktor-faktor yang ada, yaitu DA yang
luas pada anak, menderita rinitis alergika dan asma bronkial, riwayat DA pada orang tua atau
saudaranya, awitan (onset) DA pada usia muda, anak tunggal, dan kadar IgE serum sangat tinggi.
Tabel 4.1 Diagnosis Banding
KASUS
Pasien 7 bulan
Dapat
D.A
terjadi
D.K.A
D. N
pada Dpat diderita semua Dapat terjadi pada
anak
tahun),
remaja
65
dan
dewasa.
Timbul kerusakan Tempat predileksi:
tahun)
dewasa
sesuai
tahun)
dengan Lesinya di tungkai
bawah,
kedua
tangan,
badam,
tangan.
Status
Penderita pada
dermatologikus
umumnya mengeluh
perifolikular coklat
bergantung pada
terdapat
sampai kemerahan,
keparahan dermatitis.
papul berubah
eritema
macula
multiple Lesi lebih kering,
bentuk
dimulai dengan
batas
mirip gambaran
bercak eritema
medallion seboroic ,
berbatas jelas,
simetris
erupsi berskuama
kemudian diikuti
edema, papulo
halus
berwarna salmon,
vesikel, vesikel /
permukaan
berminyak, ditemukan
menimbulkan erosi
disertai hipopigmentasi,
yang skuama halus
menyebabkan
tegas
sinistra
berskuama, papul,
macula
likenifikasi, dan
multiple
mungkin fisur,
geografika
dengan
tidak
tegas setempat,generalisata
dibedakan dengan
dermatitis kontak
simetris.
iritan kronis,
mungkin
penyebabnya juga
campuran.
DAFTAR PUSTAKA
1.) Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Dermatitis actopic. Dalam, Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009; 138-147.
2.) Bakhtiar.Faktor Risiko, Diagnosis, dan Tatalaksana Dermatitis Atopik pada Bayi dan
Anakdi unduh dari: http://translate.googleusercontent.com/translate_c?
depth=1&ei=sCbPUImoEMXjrAfm94HIBQ&hl=en&prev=/search%3Fq%3Djurnal
%2Bdermatitis%2Batopik%26start%3D10%26hl%3Den%26sa%3DN%26tbo%3Dd%26biw
%3D1366%26bih
%3D645&rurl=translate.google.com&sl=id&twu=1&u=http://majour.maranatha.edu/index.p
hp/jurnal-kedokteran/article/view/832/pdf&usg=ALkJrhhiu8V1owTeYMLdS_7CNUHqjL8zg
3.) Bieber Thomas. Mechanisms of Disease Atopic Dermatitis. T h e new england
o f medicine. September 3, 2012.
[cited: 2012
agustus 10] di
dari :http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra074081
4.) Chairiyah Tanjung, SpKK(K), dr. Dermatitis Atopik.Diunduh dari:
journal
unduh
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000112-dermatomusculoskeletalsystem/dms146_slide_dermatitis_atopik.pdf
5) Scott Murray, MD, FRCP(C), BSc . atopic dermatitis.Diunduh dari:
http://www.stacommunications.com/journals/pdfs/cme/cmenov2003/dermatitis.pdf
6) Hywel C. Williams, Ph.D. Atopic Dermatitis. Diunduh dari:
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp042803