Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
Dermatitis atopik ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal yang
pada umumnya terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan
kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Diagnosis DA ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis dan adanya riwayat atopik (dalam keluarga maupun
sendiri).Berbagai faktor dapat memicu dermatitis atopik, antara lain alergen makanan, alergen
hirup, berbagai bahan iritan, dan stres. Tetapi, seberapa besar peran alergen makanan dan alergen
hirup ini masih kontroversial. Meski pada pasien dermatitis atopik kerap dijumpai peningkatan
IgE spesifik terhadap kedua jenis alergen ini, tetapi tidak selalu dijumpai korelasi dengan kondisi
klinisnya. Hasil tes positif terhadap suatu alergen, tidak selalu menyatakan alergen tersebut
sebagai pemicu dermatitis atopik, tetapi lebih menggambarkan bahwa pasien telah tersensitasi
terhadapnya. Secara umum, alergen makanan lebih berperan pada dermatitis atopik usia dini.
penyebab pasti dermatitis atopik sampai saat ini belum diketahui, tetapi faktor keturunan
merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit, dimana diduga diturunkan secara autosomal
resesif dan dominan.1
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang umumnya sering dikaitkan dengan gangguan
lainnya, seperti rhinitis alergi dan asma, dan dermatitis atopik ini diduga merupakan awal dari
Penyakit alergi yang meliputi asma dan penyakit alergi lainnya. Kelainan ini terutama terjadi
pada bayi dan anak, dan menghilang pada 50% kasus pada saat remaja, tetapi ada juga yang
menetap dan terus terjadi hingga dewasa. 2,3
Dermatitis atopik umumnya tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Sebagian
penderita mengalami perbaikan sesuai dengan bertambahnya usia. Dalam penatalaksanaan
penderita DA adalah menghindari atau sedikitnya mengurangi faktor penyebab, misalnya
eliminasi makanan, faktor inhalan, atau faktor pencetus.4
DA sering ditemukan pada pasien dengan latar belakang asma, alergi, dan demam
(kumpulan kondisi disebut diatesis atopik). Pasien seringkali akan menunjukkan berbagai
kombinasi erat terkait kecenderungan atopik. Dari 70% menjadi 80% dari pasien akan memiliki
riwayat keluarga atopik disease.1 Hal ini diyakini bahwa pola pewarisan adalah poligenik,
dengan atopi menjadi interaksigenetik dan faktor lingkungan. 5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

DEFINISI
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita atau keluarganya.
Dermatitis atopik disebut juga penyakit multifaktorial, termasuk di antaranya faktor
genetik, emosi, trauma, keringat, dan faktor imunologis.1,3,4

2. 2

EPIDEMIOLOGI
Kejadian dermatitis atopik menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, baik
di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara industri, angka kejadian dermatitis
atopik yang tinggi.2
Dinegara maju (amerika,eropa,jepang dan negara industri lain) Prevalensi DA
telah meningkat selama 30tahun Terakir. Saat ini diperkirakan bahwa 10-20% dari anakanak dan 1-3% orang dewasa Menderita Dermatitis Actopic dimana Penderita wanita
lebih banyak menderita dermatitis atopi dari pada pria dengan rasio 1,3 : 1.4
Dermatitis atopik sering dimulai pada masa bayi awal (yang disebut awal-awal
dermatitis atopik). Sebanyak 45% dari semua kasus dermatitis atopik dimulai dalam 6
bulan pertama kehidupan, 60% mulai pada tahun pertama, dan 85% dimulai sebelum usia
5 tahun. Lebih dari 50% anak yang terpengaruh dalam 2 tahun pertama kehidupan tidak
memiliki tanda sensitisasi IgE, tetapi mereka menjadi peka selama terjadi dermatitis
atopik.4 Sampai dengan 70% dari anak-anak ini memiliki remisi spontan sebelum masa
remaja. Penyakit ini juga dapat dimulai pada orang dewasa (yang disebut dermatitis
atopik onset lambat).3

2.3.

FAKTOR PENCETUS

Makanan

Makanan yang diberikan kepada bayi akan berdampak pada terjadinya alergi,
termasuk dermatitis atopik. Sebab, sejumlah makanan mengandung alergen yang
dapat memicu terjadinya dermatitis atopik. Menurut beberapa peneliti, bahan
makanan yang banyak menimbulkan reaksi alergi adalah bahan makanan yang
mempunyai kandungan protein tinggi, misalnya susu sapi, telur, kacang tanah, coklat,
ikan laut. Karena itu, pengenalan makanan yang mengandung alergen sebelum 4
bulan akan meningkatkan angka kejadian dermatitis atopik sebesar 1,6 kali.
Sensitisasi umumnya terjadi terhadap alergen makanan, terutama susu sapi, telur,
kacang-kacangan, dan gandum. Oleh karena itu, salah satu cara yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya dermatitis atopik adalah memberikan asuhan susu ibu (ASI)
secara eksklusif. Banyak penelitian memperlihatkan bahwa pemberian ASI eksklusif
yang berarti penghindaran terhadap paparan alergen susu sapi, menurunkan angka
kejadian dermatitis atopik. Dimana secara umum, alergi makanan kemungkinan dapat
memperburuk keadaan penyakitnya. Sebaliknya, alergi makanan kurang berperan
peran pada penderita DA dewasa .2,5

Faktor lingkungan (Alergen)


Paparan aeroallergen debu rumah serta serbuk sari merupakan alergen hirup
yang berkaitan erat dengan asma bronkiale pada atopi dapat menjadi faktor pencetus
DA. 95% penderita DA mempunyai IgE spesifik terhadap debu rumah. Derajat
sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan langsung dengan tingkat keparahan
DA.4
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat
dibuktikan dengan uji tempel positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi.
Reaksi positif dapat terlihat pada alergi debu rumah, dimana IgE diukur secara in
vitro dengan teknik RAST (Radio Allergo Sorbent Test) 95% penderita DA
mengandung IgE spesifik positif terhadap debu rumah dibandingkan pada penderita
asma yang hanya 42% di Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga
bisa diakibatkan oleh alergen hirup lainnya seperti bulu binatang rumah tangga, jamur
di negara-negara dengan 4 musim. 6

Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus DA, suhu udara
yang terlampau panas/dingin, keringat dan perubahan udara tiba-tiba dapat menjadi
masalah bagi penderita DA.4

Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh
kuman umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Akibat infeksi kuman
Stafilokokus

akan

dilepaskan

sejumlah

toksin

yang

bekerja

sebagai

superantigen,mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan


histamin. Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi
antibiotika terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal.3

Stres Emosi 5
Stress emosi tidak menyebabkan dermatitis atopik, namun sering menjadi
faktor pencetus kekambuhan penyakit. Penderita dermatitis atopik sering kali frustasi,
malu dan mengalami tekanan mental lain yang menyebabkan nilai ambang gatal
menurun sehingga meningkatkan siklus gatal dan garukan. Relaksasi atau perubahan
modifikasi perilaku dan kebiasaan mungkin dapat membantu penderita dermatitis
atopik yang mempunyai kebiasaan menggaruk

2. 4.

ETIOLOGI
Penyebab pasti dermatitis atopik belum diketahui, tetapi faktor keturunan,
interaksi

antara

kerusakan

fungsi

barier

kulit,

kelainanimunitas,lingkungan,

danalergendiduga sebagai penyebab DA.1,3,4,5


2. 5.

PATOFISIOLOGI 1,3
2.5.1. Genetika Dermatitis Atopik
Tingkat penurunan secara genetik untuk DA lebih tinggi pada kembar
monozigot (77%) apabila dibandingkan dengan kembar dizigotik (15%). Asma
dan rhinitis alergi pada orang tua tampaknya menjadi faktor kecil dalam
pengembangan dermatitis atopik pada keturunannya. Scan geenome wide telah
menyoroti beberapa kemungkinan dermatitis aktopik berhubungan dengan lokus
pada kromosom 3q21,1q21 16q,17q25, 20p, dan 3p26.3

Dermatitis atopik sangat berkaitan erat dengan atopi, yaitu istilah yang
menunjukkan suatu kecenderungan individu dan atau keluaga untuk tersensitisasi
dan memproduksi antibodi IgE sebagai respons terhadap pajanan alergen yang
biasanya berupa protein dan menyebabkan timbulnya gejala alergik tipikal. Faktor
herediter pada individu diyakini penyebab terjadinya kecenderungan atopik pada
bayi dan anak. Riwayat keluarga dengan penyakit alergi sangat berguna sebagai
penanda dini penyakit atopi. Bayi dan anak dengan riwayat keluarga alergi lebih
mudah mengalami peningkatan kadar IgE dan memperlihatkan manifestasi klinis
alergi jika terpajan dengan alergen pada usia dini. Banyak penelitian epidemiologi
telah

membuktikan

bahwa

faktor

genetik

mempunyai

peranan

dalam

menimbulkan penyakit atopi. Anak yang lahir dari keluarga yang mempunyai
riwayat penyakit atopi, kemungkinan besar akan menderita penyakit atopi di
kemudian hari. Bila salah satu orang tua mempunyai riwayat penyakit atopi, maka
kemungkinan anaknya menjadi atopi juga adalah 19,8%. Bila atopi mengenai
kedua orang tua, maka frekuensi kemungkinan anaknya menderita atopi menjadi
42,9%, dan 72,2% menjadi atopi bila kedua orang tua mempunyai riwayat atopi
yang sama, serta 85% menjadi atopi jika baik kedua orang tua maupun saudara
kandung mempunyai riwayat atopi.2
2.5.2. Mekanisme Pelindung Fungsi Kulit

Pelindung Fisik
Pada kompartemen epidermis yang intak merupakan syarat fungsi kulit
sebagai barier fisik dan barier kimiawi. Barier itu sendiri merupakan stratum
korneum, struktur seperti batu dan semen dari lapisan epidermis atas.
Perubahan pada barier yang menyebabkan meningkatnya hilangnya cairan
melalui epidermis, merupakan tanda khas dermatitis atopik. Lapisan lemak
interselular pada lapisan epidermis bertanduk diproduksi oleh badan lamellar,
yang di produksi oleh eksositosis dari keratinosit diatasnnya. Perubahan pada
ceramides yang disebabkan oleh adanya variasi pH pada stratum dapat
mengganggu pematangan badan lamellar dan merusak fungsi barier.
Perubahan pada ekspresi enzim yang terlibat pada keseimbangan struktur

perlekatan epidermis juga kemungkinan berperan dalam kerusakan barier


epidermis pada pasien dengan dermatitis atopik. 3
Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Kekeringan
kulit pada dermatitis atopik ditandai dengan kulit yang retak dan berfisura.
Kulit terlihat kering, kasar, kusam, dan bila dioles pelembab akan segera
kering kembali 2. Hal ini diduga terjadi akibat kadar lipid epidermis yang
menurun,

trans

epidermal

water

loss

meningkat,

skincapacitance

(kemampuan stratum korneum meningkat air) menurun. Kekeringan kulit ini


mengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi relatif rendah dan
menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan
sawar kulit sehingga memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan atau
alergen lain (seperti sabun, detergen, antiseptik, pemutih, pengawet) untuk
melalui kulit dengan segala akibat-akibatnya. 4
2.5.3. Mekanisme Immunopatologi Dermatitis Atopik

Genetika Mekanisme Awal Peradangan Kulit


Awal-awal dermatitis atopik biasanya muncul tanpa adanya terdeteksi
IgE-mediated sensitisasi alergi, dan pada beberapa anak - kebanyakan
perempuan, sensitisasi tersebut tidak pernah terjadi. Mekanisme awal yang
menginduksi peradangan kulit pada pasien dengan dermatitis atopik tidak
diketahui. Mereka mungkin memerlukan neuropeptide-terinduksi, peradangan,
atau garukan diinduksi rasa gatal, yang melepaskan sitokin pro-inflamasi dari
keratinosit, atau mereka bisa menjadi T-cell-dimediasi IgE-independen, tetapi
reaksi terhadap alergen terutama terjadi karena penghalang epidermal
terganggu atau karena makanan (disebut makanan-sensitif dermatitis atopik).

Staphylococcus aureus
Sistem imun bawaan kulit oleh peradangan micromilieu dari dermatitis
atopik menjelaskan kolonisasi kulit dengan S. aureus di lebih dari 90% dari pasien
dengan atopik dermatitis.Fitur ini memberikan kontribusi untuk alergi sensitisasi
dan peradangan . Menggaruk meningkat mengikat S. aureus kulit, dan
peningkatan jumlah S. aureusderived ceramidase dapat memperburuk cacat pada

penghalang kulit. S. aureus enterotoxins84 meningkatkan peradangan dalam


dermatitis atopik dan memprovokasi generasi IgE enterotoxin khusus, yang
berkorelasi dengan tingkat keparahan suatu penyakit. Enterotoxins ini berinteraksi
secara langsung dengan kelas II molekul histocompatibility mayor kompleks dan
rantai beta reseptor sel t untuk merangsang antigen-independen proliferasi sel T.
Mereka juga mengatur ekspresi kulit-merpati reseptor Cornu terkait limfosit
antigen pada sel t dan produksi derivasi keratinocyte chemokines yang merekrut
sel T. Oleh merangsang bersaing -isoform dari glucocorticoid reseptor pada sel
mononuklear, enterotoxins berkontribusi terhadap munculnya resistensi terhadap

pengobatan lokal corticosteroid. S. aureus enterotoxins juga menyebabkan


ekspresi ligan glucocorticoid-induced protein yang berkaitan dengan reseptor
faktor nekrosis tumor pada antigen menyajikan, menghasilkan sel-sel inhibisi
aktivitas penekanan sel T. 3
Gambar 1. Multiple Pathway Staphylococcus aureus-Driven Sensitization and

Inflammation.
Berdasarkan beberapa mekanisme, S. aureus dan produk-produknya
memberikan sinyal yang mendukung sensitisasi dan peradangan. S. aureus
derivate ceramidase meningkatkan permeabilitas dari stratum korneum, dan
kapasitas superantigenic dari enterotoksin S. aureus mengaktifkan sel-sel T secara
alergen-independen. S. aureus menginduksi ekspresi dari reseptor Skin-homing
cutaneous lymphocyte-associated antigen (CLA) pada sel T. Keratinosit yang
diturunkan kemokin, thymic stromal lymphopoietin (TSLP), dan sekresi
interleukin-31 diinduksi dan diperkuat dengan enterotoksin S. aureus. Mereka
juga berkontribusi terhadap resistensi kortikosteroid dalam sel T dan mengubah
aktivitas dari Regulatory Sel T. S. aureus-IgE spesifik yang dihasilkan oleh sistem
kekebalan tubuh dapat mengikat reseptor pada sel dendritik FcRI dan memulai
reaksi IgE-mediated untuk mikroba ini. 1,3
Mekanisme Pruritus
Gejala yang paling penting dalam dermatitis atopik adalah pruritus yang
menetap, yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien.Kurangnya efek antihistamin
dapat memperberat peran histamin dalam menyebabkan dermatitis atopik terkait
pruritus.Neuropeptida,

protease,

kinins,

dan

sitokin

menyebabkan

gatal-

gatal.Interleukin-31 merupakan sitokin yang diproduksi oleh sel T yang


meningkatkan kelangsungan hidup sel hematopoietik dan merangsang produksi
sitokin inflamasi oleh sel epitel. Hal ini sangat pruritogenik, dan interleukin-31 serta
receptor diekspresikan dalam kulit yang mengalami lesi . Selain itu, interleukin-31
dapat distimulasi oleh paparan exotoxins staphylococcal dalam penelitian in vitro.
Temuan ini dapat membuktikan bahwa interleukin-31 sebagai faktor utama dalam
timbulnya pruritus pada dermatitis atopik. 3
2.5.4. Autoimunitas pada Dermatitis Atopik
Selain peningkatan antibodi IgE akibat makanan dan alergen hirup,
spesimen serum dari pasien dengan dermatitis atopik yang berat mengandung

antibodi IgE terhadap protein dari keratinosit dan sel endotel seperti superoksida
dismutase mangan dan kalsium mengikat kadar serum proteins. Auto antibodies
IgE berkorelasi dengan penyakit sederhana. Garukan mungkin melepaskan
protein intraseluler dari keratinosit. Protein ini bisa meniru molekul struktur
mikroba dan dengan demikian bisa menginduksi IgE autoantibodies. Sekitar 25%
orang dewasa dengan dermatitis atopik memiliki antibodi IgE. Selanjutnya,
antibodi IgE dapat dideteksi pada pasien dengan dermatitis atopik kurang dari 1
tahun. Beberapa antiallergens merupakan inducers kuat. IgE dalam dermatitis
atopik dapat disebabkan oleh alergen lingkungan, tetapi IgE antibodi terhadap
autoantigens di kulit dapat menyebabkan alergi inflammation. Oleh karena itu,
dermatitis atopik tampaknya berdiri di perbatasan antara alergi dan autoimmunity.
Karena disfungsi penghalang dari kulit dan peradangan kronis merupakan
karakteristik dermatitis atopik, pengelolaan jangka panjang klinis harus
menekankan pencegahan, intensif dan individual disesuaikan perawatan kulit,
pengurangan kolonisasi bakteri dengan cara aplikasi lokal lotion yang
mengandung antiseptik seperti triclosan dan chlorhexidine, dan yang paling
penting kontrol peradangan oleh penggunaan rutin dari kortikosteroid topikal atau
inhibitor kalsineurin topikal. 2,3
Pada anak-anak, sebelum dan setelah diagnosis IgE-mediated sensitisasi,
langkah-langkah yang mencegah paparan alergen harus terapi saat beneficial.
Terapi dermatitis atopik adalah perlu mengobati kekambuhan tetapi manajemen
harus mencakup intervensi dini dan proaktif dengan kontrol yang efektif dan
berkesinambungan dari peradangan kulit dan kolonisasi S. aureus. Strategi ini
telah terbukti efektif dalam mengurangi jumlah flare.Bila diterapkan pada awal
masa kanak-kanak, bisa berpotensi membantu mengurangi sensitisasi kemudian
antigen lingkungan dan autoallergens.3
2.6.

GEJALA KLINIS
Dermatitis atopik memiliki gejala klinis dan perjalanan penyakit yang sangat
bervariasi, dapat membentuk suatu sindrom yang terdiri atas kelompok gejala dan tanda
yang menggambarkan peradangan kulit sesuai dengan cerminan patogenesisnya. Pada
semua usia, manifestasi klinis dermatitis atopik biasanya berupa eritema, papula, dan

pruritus (gatal) yang hebat. Gambaran klinis pertama muncul pada kulit yang terserang
adalah terjadinya eritema yang disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah (flushing)
dan gatal yang diikuti dengan gangguan pada fungsi sawar kulit yang memberi gambaran
kulit tampak kering. Pruritus menyebabkan orang akan menggaruk, dengan demikian
akan menambah parah gambaran klinis, bahkan memperberat keadaan dengan adanya
infeksi sekunder. 2
Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat, dan redup, kadar lipid
di epidermis berkurang dan kehilangan air lewat epidermis meningkat.Penderita
cenderung tampak gelisah,gatal, dan sakit berat.Gejala utama dermatitis atopik ialah
pruritus (gatal) hilang timbul sepanjang hari, akibatnyapenderita menggaruk-garuk
sehingga timbul bermacam-macam ruam berupa papul, likenifikasi,dan lesi ekzematosa
berupa eritema, papulo-vesikel, erosi, eskoriasi, eksudasi dan krusta. 5.6
Dermatitisatopik dapat terjadi pada masa bayi (infantil), anak, maupun remaja dan
dewasa.1
1. Dermatitis Atopik Infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun) 1,2,4
Lesi awal muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah 2 bulan, lesi
mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulovesikel yang halus, karena gatal
digosok, pecah, eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta, lesi bersifat akut, subakut,
rekuren, dan simetris. Lesi tampak berupa bercak kemerahan bersisik yang mungkin
sedikit basah. Lesi kemudian meluas ketempat lain yaitu ke scalp, leher, pergelangan
tangan, leengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut, hal
ini berhubungan dengan area kulit yang kontak dengan tanah pada bayi yang baru
belajar merangkak. Anak biasanya mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa
gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur dan sering
menangis. Pada umumnya lesi dermatitis atopik infantile polimorfik dan eksudatif,
banyak eksudasi, erosi, krusta dan kadang-kadang disertai dengan infeksi sekunder
atau pioderma. Lesi dapat meluas generalisata bahkan dapat menyebabkan
eritroderma walaupun jarang. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi.
Sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya,
sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak.1,2,4

2. Dermatitis atopik fase anak (2-10 tahun) 1,2,4


Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantile atau timbul sendiri (denovo).
Sejalan dengan pertumbuhan bayi menjadi anak-anak, pola distribusi lesi kulit
mengalami perubahan. Maifestasi dermatitis subakut dan cenderung kronis. Lesi lebih
kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi,dan sedikit skuama.
Tempat predileksi terutama di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian
fleksor, kelopak mata, leher, dan sangat jarang di daerah wajah.
Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk, dapat terjadi erosi,
ekskoriasi yang disebut scratch mark, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi
sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan
gatal, sehingga terjadi linngkaran setan siklus gatal-garuk. Rangsangan menggaruk
sering di luar kendali. Kulit tangan biasanya kering,kasar, garis palmar lebih dalam
dan nyata serta mengalami luka (fisura). Bibir terlihat kering, bersisik, sudut bibir
terlihat terbelah (kheilitis), bagian sudut lobus telinga sering mengalami fisura.lesi
dermatitis atopik pada anak juga dapat ditemukan di paha dan bokong. Penderita
sensitive terhadap wol, bulu kucing dan anjing juga bulu ayam, burung dan
sejenisnya. Dermatitis atopik berat yang melebihi 50% permukaan tubuh dapat
memperlambat pertumbuhan. 1,2,4
3. Dermatitis atopik fase remaja dan dewasa (13-30 tahun) 1,2,4
Bentuk lesi kulit pada fase dewasa hampir serupa dengan lesi kulit pada fase
akhir anak-anak. Lesi dapat berupa plak paular-eritematosa dan berskuama, atau plak
likenifikasi yang gatal. Pada dermatitis atopik remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat
lutut dan samping leher, dahi dan sekitar mata. Pada dermatitis atopik dewasa,
distribusi lesi kurang karakteristik, serinng mengenai tangan dan pergelangan tangan,
dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva,
puting susu, atau scalp. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan;
mengalami likenifiakasi. Lesi kering, agak menimbu, papul datar dan cenderung
bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering terjadi
ekskoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi hiperpigmentasi

Distribusi lesi biasanya simetris. Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari. Orang
dewasa serimg mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stress.mungkin
karena stress dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Rasa gatal timbul pada saat
latihan fisik karena penderita atopik sulit mengeluarkan keringat. Umumnya
dermatitis atopik remaja dan dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung
menurun atau membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun. Kulit penderita dermatitis
atopik yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan
iritan eksogen. Penderita atopik beresiko tinggi menderita dermatitis tangan variasi
ManifestasiklinisDA sesuai dengan usia. 1,2,4

Gambar 2. a. Dermatitis Atopi pada infantil ; b. D.A pada remaja dan dewasa ; c. Lesi
pada fleksura ; d dan e. Gambaran histopatologi pada D.A

2.7.

DIAGNOSIS.1,2,4.
Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Rajka, 1977

Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 2 kriteria mayor dan 3


kriteriaminor.

2.8.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM.1,4
Telah dilaporkan pelbagai hasil laboratorium penderita DA, walaupun demikian
sulit untuk menghubungkan hasil laboratorium ini dengan defek yang ada.

Imunoglobulin
IgG, IgM, IgA dan IgD biasanya normal atau sedikit meningkat pada
penderita DA. Tujuh persen penderita DA mempunyai kadar IgA serum yang rendah,
dan defisiensi IgA transien banyak dilaporkan pada usia 3-6 bulan. Kadar IgE
meningkat pada 80-90% penderita DA dan lebih tinggi lagi bila sel asma dan rinitis
alergika. Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat hubungannya dengan berat ringannya

penyakit, dan tinggi rendahnya kadar IgE tidak mengalami fluktuasi baik pada saat
eksaserbasi, remisi, atau yang sedang mendapat pengobatan prednison atau
azatioprin. Kadar IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi remisi. 4

Uji kulit dan IgE-RAST


Pemeriksaan uji tusuk dapat memperlihatkan allergen mana yangberperan,
namun kepositifannya harus sejalan dengan derajat kepositifanIgE RAST ( spesifik
terhadap allergen tersebut). Khususnya pada alergimakanan, anjuran diet sebaiknya
dipertimbangkan secara hati-hatisetelah uji tusuk, IgE RAST dan uji provokasi. Cara
laim adalah dengandouble blind placebo contolled food challenges (DPCFC) yang
dianggapsebagai baku emas untuk diagnosis alergi makanan.1,4

Peningkatan kadar IgE pada sel langerhans


Hasil penelitian danya IgE pada sel langerhans membuktikan mekanisme
respon imun tipe I pada dermatitis atopik, adanya pajanan terhadap allergen luar dan
peran IgE di kulit.4

Jumlah eosinofil
Peningkatan jumlah eosinofil di perifer maupun di jaringan kulit umumnya
seirama dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemukan pada keadaan yang
kronis. 4

Faktor imunogenik HLA


Walaupun belum secara bermakna HLA-A9 diduga berperan sebagai factor
predisposisi intrinsic pasien atopik. Pewarisan genetiknya bersifat multifactor.
Dugaan lain adalah kromosom 11q13 juga diduga ikut berperan pada timbulnya
dermatitis atopik.

Kultur dan resistensi


Mengingat adanya kolonisasi Stapylococcus aureus pada kulit pasien atopik
terutama yang eksudatif (walaupun tidak tampak infeksi sekunder), kultur dan
resistensi perlu dilakukan pada dermatitis atopik.

2.9.

DIAGNOSIS BANDING 1,3

Dermatitis Seboroik

Dermatitis

seboroik

pada

muka

mirip

dengan

dermatitis

atopik.

Dermatitisseboroik berlokasi di tempat-tempat seboroik yakni kulit kepala yang


berambut, muka terutama alis mata dan lipatan nosolabial, ketiak, dada di atas
sternum, interskapular, daerah genitalis eksterna dan perianal. Kulit pada dermatitis
seboroik, berskuama kekuningan dan berminyak. Tidak terdapat stigmata atopi,
eosinofilia,peninggian kadar IgE, tes asetilkolin negatif maupun dermografisme putih.
1,4

Dermatitis kontak
Anak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi eksema kronik pada kaki.
Bentuk ini harus dibedakan dengan dermatitis kontak karena sepatu.

2.10 . PENGOBATAN
Prinsip perawatan kulit
Prinsip utama dari manajemen DA adalah perawatan kulit yang tepat setiap hari.
Pembersih yang direkomendasikan yang mengandung moisturizer ,sementara sabun yang
beraroma harus dihindari karena dapat mengiritasi kulit. Setelah mandi, kulit pasien harus
dikeringkan dengan handuk (sehingga tetap sedikit basah), dengan pelembab dan emolien
(misalnya, petroleum jelly, Eucerin, minyak mineral, minyak bayi) dan harus diterapkan
secara berkala untuk membantu mencegah hilangnya kelembaban dan kulit yang kering. 2
Pengobatan Topikal,2,3,4,5,6

Hidrasi kulit
Kulit penderita dermatitis atopik kering dan fungsi sawarnya berkurang,
mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme pathogen, bahan
iritan dan allergen. Segera setelah mandi, daerah kulit yang meradang diberi antiinflamasi topikal, sedangkan kulit yang lainnya diberi pelembab. Pelembab yang
diberikan misalnya krim hidrofilik urea 10% dapat pula ditambahkan hidrokortison
1% di dalamnya. Bila

memakai pelembab yang mengandung asam laktat,

konsentrasinya jangan lebih dari 5% karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya


masih aktif .

Penggunaan emolien/pelembab yang adekuat secara teratur sangat penting


untuk mengatasi kekeringan kulit dan memperbaiki integritas sawar kulit, walaupun
tidak ada keluhan maupun lesi dermatitis atopik. Bermacam emolien dapat dicoba
sehingga mendapatkan yang paling cocok sesuai pilihan, usia dan keadaan kelaianan
kulit. Bentuk salep dan krim memberikan fungsi sawar lebih baik daripada lotion.
Bila terlalu berminyak, misalnya salep dapat menyebabkan kulit menjadi panas dan
dapat timbul folikulitis. Emolien dalam bentuk krim lebih dapat diterima, tetapi krim
dan lotion dapat menyebabkan iritasi karena sering mengandung bahan pengawet,
pelarut, dan pewangi. Lotion yang mengandung air dapat lebih mengeringkan karena
efek penguapan. Jenis emolien dapat disesuaikan dengan berbagai waktu atau
kegiatan pasien. Lama kerja emolien maksium 6 jam. Penting untuk mengoleskan
kembali emolien beberapa kali terutama setelah dicuci dan di daerah kulit terbuka.3

Topikal kortikosteroid
Kortikosteroid topikal adalah lini pertama untuk Pengobatan DA. Agen ini
efektif mengendalikan kekambuhan DA melalui proses anti-inflamasi, antiproliferatif,
dan imunosupresif. Kortikosteroid topikal diterapkan pada, daerah yang merah dan
meradang pada kulit sebelum penggunaan pasien menggunakan emollients. Beberapa
pasien secara tidak sengaja membalik urutan,yang secara signifikan mengurangi
manfaat kortikosteroid. Penggunaan salep umumnya lebih dipilih daripada krim
karena mereka memberikan cakupan yang lebih seragam dan penetrasi yang lebih
baik, juga merupakan penanganan paling ampuh yang diperlukan untuk mengontrol
DA (terutama di daerah-daerah sensitif seperti wajah, leher pangkal paha, dan ketiak)
harus dimanfaatkan dan, bila memungkinkan, terapi harus dihentikan untuk jangka
pendek untuk mengurangi risiko dari efek samping lokal dan sistemik .1,3
Potensi kortikosteroid topikal sebaiknya dipilih yang paling ringan namun
efektif untuk keadaan lesi kulit, berdasarkan lokasi dan keparahan lesi serta usia
pasien. Pada bayi digunakan salep steroid berpotensi rendah. Pada anak dan dewasa
dipakai steroid berpotensi menengah, kecuali pada daerah muka digunakan steroid
potensi lebih rendah seperti hidrokortison 1% atau setara asetat karena kulitnya lebih
tipis dan vaskularisasi lebih banyak sehingga lebih mudah penetrasi dan penyerapan
sistemik. Kortikosteroid potensi rendah juga dipakai di daerah genitalia dan

intertriginosa, jangan digunakan yang berpotensi kuat. Pada telapak tangan dan kaki
dapat digunakan potensi lebih kuat karena kulitnya tebal. Efek samping yang umum
lokal penggunaan jangka panjang kortikosteroid topikal termasuk striae (stretch
mark), petechiae (kecil merah atau ungu bintik-bintik), kulit telangiectasia (kecil,
pembuluh darah melebar di permukaan kulit), menipis, atrofi dan jerawat, namun,
efek ini jarang terjadi dengan pengobatan kortikosteroid potensi rendah atau
sedang,potensi efek samping Systemic dengan penggunaan kortikosteroid topikal
jarang terjadi, tetapi mungkin termasuk hambatan pertumbuhan pada anak-anak,
kepadatan

tulang

berkurang

dan

hipotalamus-pituitaryadrenal.

Bukti

juga

menunjukkan bahwa kortikosteroid topikal mungkin bermanfaat untuk profilaksis


keparahan DA. 3,5,6

Antihistamin 5,6
Pengobatan dermatitis atopik dengan anti-histamin topikal tidak dianjurkan
karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dilaporkan bahwa
aplikasi krim doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu), dapat mengurangi
gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila dipakai pada area yang
luas akan menimbulkan efek samping sedatif.

Imunomodulator topikal 4,6


Agen imunosupresan yang juga telah terbukti efektif untuk pengobatan DA.
Dua obat tersebut adalah pimekrolimus (Elidel) dan tacrolimus (Protopic).
Tacrolimus.Digunakan takrolimus 0,1 % dan 0,03 % topikal dua kali sehari. Obat ini
umumnya menunjukan perbaikan pada luasnya lesi dan rasa gatal pada minggu
pertama pengobatan. Tacrolimus tidak mempengaruhi fibroblasts sehingga tidak
menyebabkan atropi kulit.Pimecrolimus .Pemakaian pimecrolimus 1,0 % mereduksi
gejala sebesar 35 %. 4
Pengobatan pasien dengan kesehatan yang baik yang sudah berumur 2 tahun
atau lebih dengan DA derajat sedang sampai berat. Mengingat biaya yang sangat
tinggi dari agen-agen ini dan fakta bahwa keamanan jangka panjang mereka tidak
sepenuhnya diketahui, mereka umumnya dicadangkan untuk pasien dengan penyakit
persisten dan atau kekambuhan sering yang akan memerlukan perawatan
kortikosteroid topikal terus menerus, atau pada pasien yang sensitifitas kulit nya

sangat terpengaruh (misalnya, di sekitar, wajah leher mata, dan alat kelamin) di mana
penyerapan sistemik dan risiko atrofi kulit dengan kortikosteroid topikal menjadi
perhatian khusus. Efek samping yang paling umum lokal TCIs adalah kulit terbakar
dan iritasi. Meskipun hubungan sebab akibat belum ditetapkan, kasus yang jarang
terjadi seperti lymphoma dan keganasan juga telah dilaporkan pada pasien
menggunakan pengobatan ini. Penggunaan jangka panjang harus dihindari dan pasien
menggunakan agen ini harus diberi konseling tentang perlindungan terhadap paparan
sinar matahari yang tepat. 2
Pengobatan sistemik

Kortikosteroid Sistemik.
Kortikosteroid sistemik umumnya dicadangkan untuk pengobatan akut DA
yang parah dan kambuh kambuhan. Namun, penggunaan jangka panjang steroid oral
berhubungan dengan efek samping yang tidak diketahui dan efek samping yang
berpotensi serius, karena itu, penggunaan jangka panjang harus dihindari. Selain itu,
penting untuk dicatat bahwa kekambuhan DA umum terjadi setelah penghentian
terapi kortikosteroid oral. 2

Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin
harusdiperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita
dll. Antihistamin yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada
penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir) . Pada kasus sulit dapat diberi
doxepin hidroklorid 10-75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan
blokade reseptor histamin H1 dan H2. 4

Pengobatan infeksi kulit 4


Seperti disebutkan sebelumnya, kulit pasien dengan DA sering sangat
diperparah dengan S. aureus. Untuk menghindari perkembangan resistensi bakteri,
terapi jangka pendek antibiotik topikal dan / atau sistemik sangat dibutuhkan. Oleh
karena itu dianjurkan ketika terjadi infeksi bakteri sekunder digunakan antibiotik
sistemik yang sesuai dan diindikasikan untuk infeksi sekunder yang luas, Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S.aureus

pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Bila
ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200
mg/hari untuk 10 hari.4

Interferon
IFN bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel
TH1. Pengobatan IFN rekombinan menghasilkan perbaikan klinis karena dapat
menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi. 2,4

Siklosporin
Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat
dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin
sehingga transkripsi sitokin ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral selama 6 minggu, diberi
dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali. Efek
sampingnya adalah peningkatan kreatinin dalam serum dan bisa terjadi penurunan
fungsi ginjal dan hipertensi.2

Terapi Lain.1,2,4,6

Ultraviolet (UV)
Fototerapi mungkin bermanfaat untuk pengobatan DA pada orang dewasa.
Dipakai untuk DA yang berat. Terapi menggunakan ultra violet atau kombinasi ultra
violet A dan ultra violet B. Terapi kombinasi lebih baik dari pada ultra violet B saja.
Ultra violet A bekerja pada SL dan eosinofil sedangkan ultra violet B mempunyai
efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi SL dan mengubah produksi
sitoksin keratinosit.3,5

Probiotik
Lactobacillus rhamnosus GG 1 kapsul (109) kuman/dosis dalam 2 kali/hari
memperbaiki kondisi kulit setelah 2 bulan. Pemberian probiotik perinatal akan
menurunkan resiko DA pada anak di usia 2 tahun pertama.

Edukasi
Untuk manajemen penyakit yang optimal, pasien dan atau praktisi mereka harus
dididik tentang sifat kronis penyakit, kebutuhan untuk kepatuhan yang berkelanjutan

untuk praktik perawatan kulit yang tepat, dan penggunaan yang tepat dan penerapan
terapi topikal. Waktu yang dihabiskan mendidik pasien dan perawat telah terbukti
memiliki positif pengaruh yang positif pada hasil pengobatan penyakit. Pasien juga harus
diberikan instruksi tertulis atau informasi penggunaan obat yang tepat, perawatan kulit
dan manajemen untuk memperkuat pemahaman dan pembelajaran. 2
2.11.

PROGNOSIS
Penderita dermatitis atopik yang bermula sejak bayi, sebagian ( 40 %) sembuh
spontan,sebagian berlanjut ke bentuk anak dan dewasa. Sulit meramalkannya karena
adanya peran multifaktorial. Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik,
adalah :
- DA yang luas pada anak.
- Menderita rinitis alergika dan asma bronkial.
- Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
- Awitan (onset) DA pada usia muda.
- Anak tunggal.
- Kadar IgE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi asma
bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk mendapat
dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.2,4

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.

3.2.

Identifikasi
Nama

: Ari wikananta made mas

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 7 bulan

Alamat

: Jl lembu sora

Tanggal kunjungan

: 19 Mei 2015

Anamnesis
Keluhan Utama :
Mengeluh terdapat kerusakan kulit yang gatal di kedua tangan, kedua kaki dan
badan pasien.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan kerusakan kulit, dan gatal di kedua tangan, kedua
kaki serta badan 2 minggu yang lalu. Ibu pasien mengaku pasien gelisah, rewel, dan
menangis, lalu pasien menggarukan tangan,kaki dan badan sampai terjadi kerusakan
kulit. Ibu pasien sempat membawa pasien berobat ke bidan. Ibu pasien memberikan salap
pada pasien, yang di belinya dari bidan, tetapi pasien tetap menggaruknya sehingga
menyebabkan kerusakan kulit yang semakin melebar.
Ibu pasien mengaku keluhan seperti ini sudah sering di alami oleh pasien, keluhan
hilang timbul.
Riwayat Penyakit Dahulu

Berdasarkan keterangan yang disampaikan, pasien diketahui tidak pernah


menderita

riwayat penyakit apapun selama ini, alergi terhadap obat dan makanan

disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keterangan dari pasien menyatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang memiliki
keluhan serupa.
Riwayat Sosial dan Lingkungan
Gejala penyakit yang sama di lingkungan pasien disangkal
Dirumah pasien sering menggunakan kipas angina
3.5.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Baik

Vital sign
-

Kesadaran

: Compos Mentis

TD

Nadi

Suhu

RR

PB
BB

:
: 8 kg

Tidak dilakukan
pemeriksaan

Status Generalisata
a. Kepala

: dalam batas normal

b. Leher

: pembesaran KGB (-)

c. Thoraks

: dalam batas normal

d. Abdomen

: dalam batas normal

e. Ekstremitas

: dalam batas normal

f. Kulit

: lihat status dermatologikus

Status Dermatologikus

Pada regio tangan dextra et sinistra terdapat macula eritema multiple bentuk bulat,
batas tegas dengan ukuran 3cm x 2cm dengan distribusi simetris disertai skuama

putih tipis halus yang menutupi seluruh permukaan eritematus. Erosi (+)
Pada region wajah, punggung dan kaki dextra et sinistra terdapat macula eritema
multiple bentuk geografika dengan batas tidak tegas dengan ukuran bervariasi isitu di
wajah 3cm x 2cm, kaki 5cm x 4xm dan punggung 10cm x 5cm dengan distribusi
simetris.

3.4.

Resume
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan utama timbul
kerusakan kulit dan keropeng di kedua tangan,, kedua kaki dan badan serta gatal sejak 2
minggu yang lalu.
Pada pasien ditemukan beberapa kriteria untuk menunjang diagnosis, yaitu
pruritus karena anak sering menggaruk, ditambah kriteria lain yaitu keluhan berulang atau
residif adanya riwayat kulit kering, serta awitan usia dini.

3.5.

Diagnosis Banding

Dermatitis atopik

Dermatitis kontak alergi

Dermatitis numularis

3.6.

Pemeriksaan Laboratorium Khusus


-

3.7.

Tes dermografisme untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit.

Diagnosis Kerja
Dermititis Atopik

3.8.

Pentalaksanaan
a. Umum
-

Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini adalah penyakit yang dapat
berulang dan sulit untuk sembuh.

Mencegah pasien untuk tidak menggaruk, kuku harus dipotong pendek dan
bersih.

Mandi dengan air sedang (jangan terlalu dingin ataupun panas), jangan terlalu
sering mandi supaya kulit tidak kering, jangan menggosok kulit terlalu kuat
ketika mandi, dan memakai sabun yang non alkali lembut (sabun bayi), hindari
sabun yang mengandung antiseptik dan pengharum.

b. Khusus
1) Cortamine syrup
2) Mesone cream + Chloramphenicol 2 %
3.9.

Prognosis
a. Quo ad vitam

: bonam

b. Quo ad functionam

: bonam

c. Quo ad sanationam

: bonam

d. Quo ad cosmetica

: dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN
Dermatitis atopik adalah peradangan pada epidermis dan dermis yang bersifat kronik,
sering berhubungan dengan individu atau keluarga dengan riwayat atopik, biasanya ada riwayat
alergi pada penderita atau keluarganya. Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor
genetik, immunologik, lingkungan, sawar kulit dan farmakologi. Konsep dasar terjadinya
dermatitis atopik adalah melalui reaksi immunologik.
Untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik, Hanifin dan Rajka telah menyusun
kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok kerja Inggris dikoordinasi oleh Williams
(1994). Pada pasien ditemukan beberapa kriteria untuk menunjang diagnosis, yaitu pruritus
karena anak sering menggaruk, ditambah kriteria lain yaitu keluhan berulang atau residif adanya
riwayat kulit kering, serta awitan usia dini.
Pada regio tangan dextra et sinistra terdapat macula eritema multiple bentuk bulat, batas
tegas dengan ukuran 3cm x 2cm dengan distribusi simetris disertai skuama putih tipis halus yang
menutupi seluruh permukaan eritematus. Erosi (+).Pada region wajah, punggung dan kaki dextra
et sinistra terdapat macula eritema multiple bentuk geografika dengan batas tidak tegas dengan

ukuran bervariasi isitu di wajah 3cm x 2cm, kaki 5cm x 4xm dan punggung 10cm x 5cm dengan
distribusi simetris.
Bentuk anak, secara klinis dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul
sendiri. Lesi sekadar erosi, sedikit papul, likenifikasi, dan banyak skuama tipis. Letak kelainan
kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan, bagian flexor, kelopak mata, leher, jarang di
muka, rasa gatal sering membuat penderita menggaruk; dapat terjadi erosi dan eksoriasi,
likenifikasi dan mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dam
perubahan yang menyebabkan gatal, sehingga ada lingkaran setan siklus gatal-garuk
rangsangaan menggaruk sering diluar kendali.
Pada kasus ini, diagnosis banding setelah dermatitis atopik adalah dermatitis kontak
alergi. Untuk lebih memastikan diagnosisnya, bisa dilakukan pemeriksaan laboratorium khusus
yaitu tes demografisme untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit.
Reaksi dermografisme putih tampak pada kasus dermatitis atopi. Bila kulit seseorang
dengan atopi diberi trauma berupa goresan, maka yang timbul bukanlah respon biasa yang terjadi
pada kulit dermatitis atopi (garis warna merah, bengkak, lalu muncul urtikaria) tetapi yang
muncul adalah garis berwarna putih tanpa urtikaria yang menggantikan warna merah setelah
kira-kira 10 detik.
Tatalaksana yang umum untuk kasus ini adalah menghindari dari faktor pencetus.
Penghindaran faktor alergen pada anak akan mengurangi beratnya gejala DA.
Obat topikal untuk hidrasi kulit dapat diberikan topical kortikosteroid. Kortikosteroid
topikal adalah lini pertama untuk Pengobatan DA. Agen ini efektif mengendalikan kekambuhan
DA melalui proses anti-inflamasi, antiproliferatif, dan imunosupresif. Potensi kortikosteroid
topikal sebaiknya dipilih yang paling ringan namun efektif untuk keadaan lesi kulit, berdasarkan
lokasi dan keparahan lesi serta usia pasien. Pada anak digunakan salep steroid berpotensi rendah.
Obat sistemik berupa cetirizine, prednison, Vit.B. complex, dan amoxsan sirup. Pada
pemberian kortikosteroid sistemik yang paling banyak digunakan adalah prednison karena telah
lama digunakan dan harganya murah. Obat cetirizine merupakan antihistamin generasi kedua,
dimana obat ini tidak jauh menembus batas antara darah dan otak, sehingga lebih sedikit
menyebabkan efek pada sistem saraf pusat. Vitamin B com diberikan untuk kekebalan tubuh
pada pasien dan dosisnya sebanyak 50 mg. Amoxan sirup adalah antibiotika untuk infeksi kulit.

Untuk prognosis pada kasus ini tergantung dari faktor-faktor yang ada, yaitu DA yang
luas pada anak, menderita rinitis alergika dan asma bronkial, riwayat DA pada orang tua atau
saudaranya, awitan (onset) DA pada usia muda, anak tunggal, dan kadar IgE serum sangat tinggi.
Tabel 4.1 Diagnosis Banding
KASUS
Pasien 7 bulan

Dapat

D.A
terjadi

D.K.A
D. N
pada Dpat diderita semua Dapat terjadi pada

bayi (2 bulan 2 orang oleh berbagai dewasa (55 tahun dan


tahun),

anak

(2-10 golongan umur

tahun),

remaja

65

dan

dewasa.
Timbul kerusakan Tempat predileksi:

tahun)

dewasa

muda (15 tahun- 25


Lesi

sesuai

tahun)
dengan Lesinya di tungkai

kulit dan gatal di Letak kelainan kulit di tempat kontak.

bawah,

kedua

lengan dan punggung

tangan, lipat siku, lipat lutut,

kedua kaki, badan pergelangan


dan wajah,

tangan,

badam,

tangan.

telapak tangan, bagian


flexor, kelopak mata,

Status

leher, jarang di muka.


Diagnosis DA harus Ditandai dengan

Penderita pada

dermatologikus

mempunyai 3 kriteria eritema, papul

umumnya mengeluh

Pada regio tangan mayor dan 3 kriteria folikular daan

gatal. Kelainan kulit

dextra et sinistra minor.

perifolikular coklat

bergantung pada

terdapat

sampai kemerahan,

keparahan dermatitis.

papul berubah

Pada yang akut

eritema

macula
multiple Lesi lebih kering,

bentuk

bulat, tidak begitu eksudatif,

menjadi patch tebal

dimulai dengan

batas

tegas lebih banyak papul

mirip gambaran

bercak eritema

dengan distribusi eritema,

medallion seboroic ,

berbatas jelas,

simetris

erupsi berskuama

kemudian diikuti

skuama putih tipis likenifikasi, dan

halus kasar yang

edema, papulo

halus

berwarna salmon,

vesikel, vesikel /

menutupi seluruh sedang. Rasa gatal

colored atau kuning

bula. Vesikel atau

permukaan

berminyak, ditemukan

bula dapat pecah

krusta yang mengeras,

menimbulkan erosi

disertai hipopigmentasi,
yang skuama halus
menyebabkan

eritematus. Erosi penderita sering

(+). Pada region menggaruk, dapat

bau, batas kurang

dan eksudasi (basah).

wajah, punggung terjadi erosi,

tegas

Pada yang kronis

dan kaki dextra et likenifikasi, mungkin

terlihat kulit kering,

sinistra

terdapat juga mengalami

berskuama, papul,

macula

eritema infeksi sekunder.

likenifikasi, dan

multiple

bentuk Batasnya sirkumkrip

mungkin fisur,

geografika

dapat pula difus.

batasnya tidak jelas.

dengan

batas Penyebarannya dapat

Kelainan ini sulit

tidak

tegas setempat,generalisata

dibedakan dengan

dengan distribusi dan universalis.

dermatitis kontak

simetris.

iritan kronis,
mungkin
penyebabnya juga
campuran.

DAFTAR PUSTAKA
1.) Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Dermatitis actopic. Dalam, Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009; 138-147.
2.) Bakhtiar.Faktor Risiko, Diagnosis, dan Tatalaksana Dermatitis Atopik pada Bayi dan
Anakdi unduh dari: http://translate.googleusercontent.com/translate_c?
depth=1&ei=sCbPUImoEMXjrAfm94HIBQ&hl=en&prev=/search%3Fq%3Djurnal
%2Bdermatitis%2Batopik%26start%3D10%26hl%3Den%26sa%3DN%26tbo%3Dd%26biw
%3D1366%26bih
%3D645&rurl=translate.google.com&sl=id&twu=1&u=http://majour.maranatha.edu/index.p
hp/jurnal-kedokteran/article/view/832/pdf&usg=ALkJrhhiu8V1owTeYMLdS_7CNUHqjL8zg
3.) Bieber Thomas. Mechanisms of Disease Atopic Dermatitis. T h e new england
o f medicine. September 3, 2012.

[cited: 2012

agustus 10] di

dari :http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra074081
4.) Chairiyah Tanjung, SpKK(K), dr. Dermatitis Atopik.Diunduh dari:

journal
unduh

http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000112-dermatomusculoskeletalsystem/dms146_slide_dermatitis_atopik.pdf
5) Scott Murray, MD, FRCP(C), BSc . atopic dermatitis.Diunduh dari:
http://www.stacommunications.com/journals/pdfs/cme/cmenov2003/dermatitis.pdf
6) Hywel C. Williams, Ph.D. Atopic Dermatitis. Diunduh dari:
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp042803

Anda mungkin juga menyukai