Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,

lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa
tersebut disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari
manfaatdan resiko penggunaan obat.
Farmakologi terutama terfokus pada duasubdisplin, yaitu farmakodinamik
dan farmakokinetik. Farmakokinetik adalah apa yang dialami obat yang diberikan
pada suatu makhluk, yaitu absorbsi, distribusi, biotransformasi dan ekskresi.
Kesuksesan dari terapi obat adalah sangat tergantung pada pilihan produk
obat dan obat dan pada desain pengaturan dosis. Pilhan produk obat dan obat,
misalnya intermediete release ( ini sediaan konvensional seperti tablet, kapsul dan
sebagainya ) versus modified release ( seperti transdermal ), ini beradasar pada
karakteristik pasien dan farmakokinetika obat. Dengan merancang pengaturan
dosis mencoba unuk mencapai konsentrasi spesfik obat pada reseptor untuk
menghasilkan respon optimal dengan efek samping yang minimal. Variasi
individu

didalam

farmakokinetik

dan

farmakodinamik

membuat

desain

pengaturan dosis mejadisulit. Oleh karena itu, aplikasi farmakokinetika untuk


desain pengaturan dosis harus diatur dngan benar pada evaluasi klinis paien dan
pemantauan.
Disinilah ilmu farmakokinetik berbicara, salah satu disiplin ilmu sebagai
tools dalam memprediksi nasib obat dalam badan meliputi ADME-nya ( Absorbsi,
Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi ).
Farmakokinetik klinik adalah disiplin ilmu yang menerapkan konsep dan
prinsip farmakokinetik pada manusia, bertujuan untuk merancang aturan dosis
secar individual sehungga dapat mengoptimalka respon terapeutik obat seraya
meminimalkan kemungkinan efek sampingnya.

1.2

Tujuan
1. Memenuhi tugas biofarmasetika
2. Memahami penggunaan farmakokinetika dalam keadaan klinik

1.3

Manfaat
1. Membantu mahasiswa untuk mengatahui serta memahami penggunaan
farmakokinetika dalam keadaan klinik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemamtauan Obat Terapeutik


Dalam pemberian obat-obat yang poten kepada penderita, sudah seharusnya
mempertahankan kadar obat dalam plasma berada dalam batas yang dekat dengan
konsentrasi terapetik. Berbagai mode farmakokinetik dapat digunakan untuk
menghitung dosis awal atau untuk aturan dosis. Biasanya, atura dosis awal
dihitung secara empiric atau diperkirakan setelah mempertimbangkan dengan
hati-hati farmakokinetika obat yang diketahui, kondisi patofisiologik penderita
dari riwayat penggunaan obat dari penderita.
Karena perubahan antara penderita dalam hal absorpsi, distribusi dan
eliminasi obat maupun perubahan kondisi patofisiologik penderita, maka dalam
beberapa rumah sakit telah ditetapkan adanya pelayanan pemantauan terapetik
obat (TDM) untuk menilai respons penderita terhadapa aturan dosis yang
dianjurkan. Fungsi dari pelayanan TDM dicantumkan berikut ini:
a. Memilih obat.
b. Merancang aturan dosis.
c. Menilai respons penderita.
d. Menentukan perlunya pengukuran konsentrasi obat dalam serum.
e. Menetapkan kadar obat.
f. Melakukan penilain secara farmakokinetik kadar obat.
g. Menyesuaikan kembali aturan dosis.
h. Memantau konsentrasi obat dalam serum
i. Menganjurkan adanya persyaratan khusus
2.1.1 Pemilihan Obat
Pemilihan obat dan terapi dengan obat biasanya dilakukan oleh dokter. Akan
tetapi banyak praktisi berunding dengan farmasis klinik dalam memilih produk
obat dan merancang aturan dosis.
Pemilihan terapi dengan obat biasanya dibuat atas dasar diagnosis fisik
penderita, adanya berbagai masalah patofisiologik pada penderita, riwayat
pengobatan penderita sebelumnya, terapi obat yang bersamaan, alergi atau
kepekaan yang diketahui, dan aksi farmakodinamik obat.
2.1.2 Rancangan Aturan Dosis
Setelah obat yang tepat dipilih untuk penderita, ada sejumlah factor yang
harus dipertimbangkan pada waktu merancang aturan dosis terapetik. Pertama,

pertimbangkan farmakokinetika yang umum dari obat yang meliputi profil


absorpsi, distribusi, dan eliminasi pada penderita. Kedua, pertimbangan fisiologi
penderita seperti umur, berat badan, jenis kelamin, status nutrisi. Ketiga, setiap
kondisi patofisiologik seperti tidak berfungsinya ginjal, penyakit hati, dan
kegagalan jantung kongestif, dipertimbangkan exposure penderita terhadap
pengobatan yang lain atau faktor-faktor lingkungan ( seperti merokok ) yang
mungkin juga dapat mengubah farmakokinetik yang umum. Terakhir, rancangan
aturan dosis seharusnya mempertimbangkan sasaran konsentrasi obat pada
reseptor penderita yang meliputi berbagai perubahan kepekaan reseptor terhadap
obat. Pendekatan matematik untuk rancangan aturan dosis akan diberikan di
bagian berikutnya.
2.1.3 Penilaian Respons Penderita
Setelah suatu produk obat dipilih dan penderita nemerima aturan dosis awal,
praktisi hendaknya menilai secara klinik respons penderita. Jika penderita tidak
memberikan reaksi terhadap terapi obat seperti yang diharapkan, maka obat dan
aturan dosis hendaknya ditinjaun kembali.
Aturan dosis hendaknya ditinjau kembali tentang kecukupan, ketelitian, dan
kepatuhan penderita terhadap terapi obat. Praktisi hendaknya menentukan perlu
atau tidak konsentrasi obat dalam serum penderita diukur. Dalam banyak keadaan
keputusan klinik dapat menghindari perlunya pengukuran konsentrasi obat dalam
serum.
2.1.4 Pengukuran Konsentrasi Obat Dalam Serum
Sebelum cuplikan darah diambil dari penderita, praktisi hendaknya
meneptakan apakah diperlukan pengukuran konsentrasi obat dalam serum. Dalam
beberap hal respons penderita tidak dapat dikaitkan dengan konsentrasi obat
dalam serum. Sebagai contoh, alergi dan rasa mual ringan tidak dikaitkan dengan
dosis.
Sebagian besar anggapan yang dibuat oleh praktisi menyatakan bahwa
konsentrasi obat dalam serum berkaitan dengan efek terapetik dan/atau efek toksik
obat. Untuk banyak obat, studi klinik telah menunjukkan bahwa ada suatu rentang
efektif terapetik dari konsentraasi obat dalam serum. Oleh karena itu, pengetahuan
tentang konsentrasi obat dalam serum dapat menjelaskan mengapa seorang

penderita idak diingmengalami suatu efek yang tidak diinginkan. Sebagai


tambahan, praktisi mungkin ingin memjelaskan ketelitian dari aturan dosis.
Pada pengukuran konsentrasi obat dalam serum, suatu konsentrasi tunggal
dari obat dalam serum dapat tidak menghasilkan informasi yang berguna kecuali
kalau fakto-faktor lain dipertimbangkan. Sebagai contoh, aturan dosis obat rute
pemberian obat, serta waktu pengambilan cuplikan (puncak, palung atau keadaan
tunak), hendaknya diketahui.
Dalam banyak hal cuplikan darah tunggal tidak mencukupi oleh karena itu
beberapa cuplikan darah diperlukan untuk menjelaskan kecukupan aturan dosis.
Dalam praktek, konsentrasi palung serum lebih mudah diperoleh daripada

cuplikan puncak atau C cv

selama pemberian dosis ganda. Sebagai tambahan,

mungkin ada keterbatasan dalam hal cuplikan darah yang dapat diambil,
keseluruhan volume darah yang diperlukan untuk penetapan kadar, dan waktu
untuk melakukan analisis obat. Praktisi yang melakukan pengukuran konsentrasi
serum hendaknya juga mempertimbangkan biaya penetapan kadar,risiko, dan
ketidaksenangan penderita, dan kegunaan informasi yang diperoleh.
2.1.5 Penetapan Kadar Obat
Analisis obat biasanya dilakukan oleh laboratorium kimia klinik atau
laboratorium farmakokinetik klinik. Beberapa teknik analisis tersedia untuk
pengukuran obat yang meliputi metode kromatografi cair dengan tekanan tinggi,
kromatografi

gas,

spektrofotometri,

fluorometri,

immunoassay,

dan

radioisotope. Metode yang digunakan oleh laboratorium analitik bergantung pada


beberapa factor seperti sifat fisiko kimia obat, konsentrasi yang diukur, jumlah
dan sifat contoh biologik ( serum dan urin), instrument yang tersedia, biaya untuk
tiap penetapan kadar, dan ketrampilan analitik dari personil laboratorium.
Laboratorium hendaknya mempunyai suatu standar prosedur penyelenggaraan
untuk tiap teknik analisis obat dan mengikuti analisis yang digunakan untuk
penetapan kadar obat dalam serum hendaknya telah sahih, berkenaan dengan halhal berikut :
a. Spesifitas
b. Linearitas
c. Kepekaan

d. Ketepatan
e. Ketelitian
f. stabilitas
SPESIFISITAS. Spesifisitas hendaknya ditetapkan dengan percobaan melalui
bukti kromatografik bahwa metode spesifik untuk obat.
Metode hendaknya menunjukkan bahwa tidak ada gangguan antar obat,
metabolit-metabolit obat, dan zat-zat endogen atau eksogen. Sebagai tambahan,
standar internal hendaknya dapat dipisahkan secara lengkap dan menunjukkan
tidak adanya gangguan senyawa-senyawa lain.
Penetapan kadar secara kolorimetri dan spektrometrik biasanyakurang
spesifik. Gangguan dari zat lain dapat memperbesar kesalahan hasil.
KEPEKAAN. Kepekaan adalah kadar minimum yang dapat terdeteksi atau
konsentrasi obat dalam serum yang dapat diperkirakan sama dengan konsentrasi
terendah obat yaitu 2-3 kali gangguan latar belakang (background noise). Kadar
minimum yang dapat diukur (MQL) adalah metode statistic untuk penentuan
ketepatan pada kadar terendah.
LINEARITAS. Penetapan kadar harus menunjukkan linearitas yang sesuaii
dengann menggunakan konsentrasi standar yang dikerjakan dengan cara tertentu,
mencakup rentang konsentrasi yang tidak diketahui yang diprakirakan. Linearitas
menunjukkan hubungan proposional antara konsentrasi obat dan respons
instrument ( signal) yang dipergunakan untuk mengukur obat.
KETEPATAN. Ketepatan berkaitan dengan variasi atau reproducibility
data. Ketepatan pengukuran hendaknya diperoleh melalui pengukuran ulang
(replikasi) dari berbagai konsentrasi obat dan melalui pengukuran ulang kurva
konsentrasi standar yang disiapkan seara terpisah pada hari pada hari yang
berbeda. Kemudian dilakukan perhitungan statistic yang sesuai dari penyebaran
data, seperti standar penyimpangan atau koefisien variasi.
KETELITIAN. Ketelitian menunjukkan perbedaan antara harga penetapan
kada rata-rata dan harga yang sebenarnya atau konsentrasi yang diketahui.
Konsentrasi control obat dalam serum (yang diketahui) hendaknya disiapkan oleh

seorang teknisi bebas yang menggunakan teknik sedimikian rupa untuk


memperkecil berbagai kesalahan dalam penyiapannya. Cuplikan-cuplikan ini,
yang meliputi konsentrasi obat nol, ditetapkan kadarnyaoleh teknisi yang
ditugaskan untuk meneliti dengan menggunakan suatu kurva konsentrasi obat
standar yang sesuai.
STABILITAS. Konsentrasi obat standar hendaknya dipertahankan dalam
kondisi penyimpanan yang sama seperti halnya kondisi cuplikan serum yang tidak
diketahui dan ditetapkan kadarnya secara periodik.
Penelitian stabilitas hendaknya berlanjut paling sedikit waktunya sama seperti
waktu yang diperlukan untuk penyimpanan cuplikan yang diteliti.
Cuplikan serum yang diperoleh dari subjek pada suatu penelitian obat,
hendaknya ditetapkan bersama-sama dengan minimum tiga cuplikan serum
standar yang mengandung konsentrasi obat standar yang telah diketahui, dan
minimum tiga cuplikan serum control ini hendaknya diulangi dua kali untuk
menilai ketepatan dalam satu hari, dan ketepatan antar hari yang satu dengan yang
lain. Konsentrasi obat dalam tiap cuplikan serum didasarkan atas kurva standar
yang dibuat tiap hari penetapan kadar.
Karena tiap metode penetapan kadar obat mempunyai perbedaan kepekaan,
ketepatan, dan spesifisitas, maka ahli farmakokinetika hendaknya memahami
metode penetapan kadar obat yang mana yang digunakan dalam laboratorium.

2.1.6 Penilaian Secara Farmakokinetik


Setelah konsentrasi obat dalam serum diukur, ahli farmakokinetik hendaknya
menilai data secara tepat. Sebagian besar laboratorium melaporkan konsentrasi
total obat (obat bebas dan yang terikat) dalam serum. Ahli farmakokinetik
hendaknya mengetahui rentang terapetik yang umum dari konsentrasi obat dalam
serum dari kepustakaan. Tetapi kepustakaan mungkin tidak menunjukkan jika
harga-harga tersebut merupakan kadar palung atau kadar puncak. Lebih lanjut,
penetapan kadar yang digunakan dalam melaporkan metodologi mungkin berbeda
dalam hal spesifisitas dan ketepatan.

Hasil penetapan kadar dari laboratorium dapat menunjukkan bahwa kadar


obat dalam serum penderita lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan kadar
serum yang diharapkan. Ahli farmokokinetik hendaknya menilai hasil ini secara
hati-hati dengan mempertimbangkan kondisi dan patofisiologik penderita. Tabel
15-1 memberi sejumlah faktor untuk dipertimbangkan oleh ahli farmakokinetik
dalam menafsirkan konsentrasi obat dalam serum. Sering, data lain seperti
kreatinin serum yang tinggi dan urea nitrogen darah yang tinggi (BUN) dapat
membantu membuktikan alasan bahwa konsentrasi obat dalam serum yangtinggi
disebabkan oleh klirens ginjal yang lambat sehubungan dengan fungsi ginjal.
Sebagai tambahan, keluhan penderita adanya rangsangan yang berlebihan dan
insomnia, mungkin juga daripada konsentrasi teofilina yang lebih tinggi daripada
konsentrasi teofilina dalam serum yang diharapkan. Oleh karena itu dokter atau
ahli farmakokinetik hendaknya menilaidata debgan menggunakan pertimbangan
medic dan pengamatan. Keputusan terapetik hendaknya tidak didasarkan
semata-mata atas konsentrasi obat dalam serum.

TABEL 15-1. PENILAIAN SECARA FARMAKOKINETIK


KONSENTRASI OBAT DALAM SERUM
Konsentrasi serum lebih rendah daripada yang diharapkan
Konsentrasi penderita
Kesalahan dalam aturan dosis
Salah produk obat ( pelepasan terkendali sebagai pengganti pelepasan
segera ).
Bioavailabilitas yang jelek
Eliminasi cepat
Peningkatan volume distribusi
Keadaan tunak tidak tercapai
Jadwal waktu pengambilan darah
Konsentrasi serum lebih tinggi daripada yang diharapkan
Kepatuhan penderita kesalahan dalam aturan dosis

Sala produk obat ( pelepasan segera sebagai pengganti pelepasan


terkendali).
Bioavailabilitas cepat
Volume distribusi lebih kecil daripada yang diharapkan
Eliminasi lambat
Konsentrasi serum benar tetapi penderita tidak member reaksi terhadapa
terapi
Kepekaan reseptor berubah ( misalnya, toleransi).
Interaksi obat pada reseptor

2.1.7 Penyesuaian Dosis


Dari data konsentrasi obat dalam serum dan observasi penderita,dokter atau
ahli farmakokinetik dapat menganjurkan adanya penyesuaian dalam aturan dosis.
Secara idela aturan dosis yang baru hendaknya dihitung dengan menggunakan
parameter-parameter farmakokinetik yang didapat dari konsentrasi obat dalam
serum penderita. Walau mungkin tidak cukup data untuk suatu profil
farmakokinetik yang lengkap, ahli farmakokinetik harus dapat memperoleh aturan
dosis yang baru yang didasarkan atas data yang diperoleh dan parameter
farmakokinetik dalam kepustakaan yang didasarkan atas data populasi rata-rata.
2.1.8 Pemantauan Konsentrasi Obat Dalam serum
Dalam beberapa kasus, patofisiolgi penderita mungkin tidak stabil, apakah
membaik atau memburuk. Sebagai contoh, waktu pembekuan protombin mungkin
berguna untuk kegagalan jantung kongestif akan membebaiki curah jantung dan
perfusi ginjal, sehingga menaikkan klirens ginjal dari obat. Oleh karena itu perlu
pemantauan yang bekesinambungan dari konsentrasi obat dalam serum untuk
menyakinkan tetapi obat yang tepat pada penderita. Untuk beberapa obat respons
farmakologik akut dapat dipantau sebagai pengganti konsentrasi obat dalam serum
yang sebenarnya. Untuk pemantauan terapi antikoagulan dan pemantauan tekanan
darah untuk obat hipotensif.
2.1.9

Rekomendasi khusus
Pada suatu waktu karena faktor-faktor lain penderita mungkin tidak

memberikan reaksi terhadap terapi obat. Sebagai contoh, penderita tidak


mematuhi instruksi pengobatan (kepatuhan penderita). Penderita mungkin

memakai obat setelah makan yang seharusnya sebelum makan. Penderita tidak
mematuhi diet khusus (misalnya, rendah garam). Oleh karena itu, penderita
mungkin membutuhkan instruksi khusus yang sederhana dan mudah diikuti.
2.1.10 Rancangan Aturan Dosis
Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk merancang suatu aturan
dosis. Pada umumnya, dosis awal obat dieperkirakan dengan menggunakan
parameter farmakokinetik populasi rata-rata yang diperoleh dari kepustakaan.
Kemudian respons terapetik penderita dipantau melalui pengukuran kadar obat
dalam serum. Setelah penilaian dilakukan pada penderita, maka suatu
penyesuaiankembali aturan dosis dapat ditunjukkan dengan pemantauan terapetik
obat lebih lanjut.
2.1.11 Aturan Dosis Secara Individual
Pendekatan yang paling teliti untuk rancangan aturan dosis adalah
perhitungan dosis yang didasarkan atas farmakokinetika obat pada penderita.
Pendekatan ini tidak memungkinkan untuk perhitungan dosis awal. Segera
sesudah penderita mendapat pengobatan, penyesuaian kembali dosis dapat
dihitung dengan menggunakan parameter-parameter yang didapat dari pengukuran
kadar obat dalam setelah dosis awal.
2.1.12 Aturan Dosis Didasarkan Atas Harga Rata-rata Populasi
Metode yang paling sering digunakan untuk menghitung atura dosis
didasarkan atas parameter farmakokinetik rata-rata yang diperoleh dari studi
klinik yang telah diterbitkan dalam kepustakaan obat. Metode ini dapat didasarkan
atas suatu model yang pasti atau yang disesuaikan.1,2
Dalam model yang pasti dianggap bahwa parameter farmakokinetik rata-rata
populasi dapat digunakan secara langsung untuk menghitung aturan dosis
penderita tanpa suatu perubahan. Biasanya parameter farmakokinetik, seperti
tetapan laju absorpsi Ka factor bioavailabilitas F, volume distribusi Vd dan tetapan
laju eliminasi K, dianggap tetap. Paling sering obat dianggap mengikuti
farmakokinetik model kompartemen- satu. Bila suatu aturan dosis ganda
dirancang, maka untuk menilai dosis digunakan persamaan dosis ganda yang
didasarkan prinsip superposisi. Praktisi dapat menggunakan dosis yang lazim
dianjurkan oleh kepustakaan, dan juga membuat penyesuaian sedikit dari dosis
yang didasarkan atas berat badan dan/ atau umur penderita.

2.1.13 Aturan Dosis Didasarkan atas Parameter Farmakokinetik Parsial


Untuk banyak obat, disayangkan profil farmakokinetik yang lengkap tidak
diketahui atau tidak terdapat. Oleh karena itu ahli farmakokinetik dapat membuat
beberapa anggapan umum adalah memisalkan factor bioavailabilitas F sama
dengan 1 atau 100%. Jadi, jika obat kurang lengkap diabsorpsi sistemik, maka
penderita akan undermedicated daripada overmadiated. Tentuu saja, beberapa
anggapan ini akan bergantung pada sifat obat dan rentang terapetiknya.

2.1.14 Aturan Dosis Disesuaikan dengan Umpan- Balik


Suatu metode yang lebih teliti untuk menghitung suatu aturan dosis,
digunakan parameter farmakokinetik obat yang ada dan karakteristik penderita
untuk menetapkan aturan dosis awal. Kemudian penderita dipantau dengan
menggunakan respons farmakologik akut dan/ atau konsentrasi obat dalam serum
sebagai suatu cara penyesuaian kembali aturan dosis yang tepat. Sebagai
tambahan untuk rancangan aturan dosis, simulasi komputer dari konsentrasi obat
dalam serum yang diprakirakan dibandingkan dengan konsentrasi obat dalam
serum yang teramati dari penderita. Metode ini mempunyai satu keuntungan yaitu
mencocokkan aturan dosis yang lebih mendekati keperluan penderita. Sebagai
tambahan, hal ini member pelajaran dari segi mana praktisi dapat memperbaiki
perhitungan aturan dosis awal untuik penderita lain yang mempunyai simdrom
yang sama.
2.1.15 Pengaturan Dosis Secara Empirik
Dalam banyak kasus, dokter memilih suatu aturan dosis untuk penderita tanpa
menggunakan berbagai variable farmakokinetik. Dalam keadaan ini, dokter
membuat keputusan yang didasarkan atas data klinik empririk, pengalaman
pribadi, dan pengamatan. Dokter menggolongkan penderita sebagai wakil dari
suatu populasi klinik yang sama yang telah diteliti dengan baik yang
menggunakan obat dengan berhasil.

2.1.16 Konversi Dari Infusi Intravena ke Pemberian Dosis Oral

Konversi dari infusi intravena ke suatu pengobatan oral lepas lambat yang
diberikan satu atau dua kali sehari telah umum dilakukan dengan tersedianya
produk obat lepas lambat seperti Teofilina atau kinidina. Simulasi komputer untuk
konversi terapi Teofilin ( Aminofilina ) secara intravena ke Teofilina oral melepas
lambat menunjukan bahwa terapi oral hendaknya dimulai pada waktu yang sama
saat infusi intravena dihentikan. Dengan metode ini fluktuasi kadar puncak
teofilina dalam serum dan kadar palung teofilina dalam sm kecil. Lebih lanjut
pemberian dosis pertama oral dapat mempermudah perawat atau penderita untuk
mematuhi dosis. Metode berikut dapat digunakan untuk menghitungsuatu aturan
dosis oral yang sesuai untuk penderita dengan kondisi yang telah distabilkan
dengan suatu infusi obat intravena.
Metode 1
Metode ini beranggapan bahwa konsentrasi tunak obat dalam plasma, Css, setelah
infusi IV identik dengan

C av

yang diinginkan setelah pemberian oral dosis

ganda. Oleh karena itu persamaan berikut dapat digunakan :


C av =

SF D0
K V d

Penyelesaian untuk laju pemberian dosis :


Do
T

CavClT
SF

S adalah bentuk garam dari obat.


Metode 2 :
Metode ini beranggapan bahwa laju inusi intravena ( mg/jam ) sama dengan laju
dosis oral yang diingikan. Dengan menggunakan contoh dalam metode 1,
perhitungan berikut dapat digunakan.

2.1.17 Penentuan Dosis


Dosis suatu obat diperkirakan dengan tujuan dapat memberikan kadar terapetik
obat yang diinginkan dalam tubuh. Suatu obat yang diberikan untuk jangka
panjang, dosis biassanya dihitung sedmikian sehingga kadar tunak dalam darah
rata-rata berada dalam rentang teraperik.

C av

1,44 D t 1/ 2 F
Vd

2.1.18 Penetuan Frekuensi Pemberian Obat


Besarnya suatu dosis obat sering dikaitkan dengan frekuensi pemberian obat.
Makin sering suatu obat diberikan, dosis harus lebih kecil. Akan tetapi, jarak aktu
pemberian dosis lebih panjang, maka besaran dosis yang diberikan untuk
mempertahankan konsentrasi rata-rata obatb dalam plasma yang bersesuaian
menjadi lebih besar. Adapun obat yang mempunyai indeks terapetik yang sempit,
seperi digoksin dan fenitonin, harus diberikan relative sering untuk memperkecil
fluktuasi yang berlebihan dari kadar puncak dan kadar palung dalam darah.

BAB III
SOAL DAN PEMECAHANNYA

1. Seorang penderita asmatik pria dewasa (umur 55,berat badan 78kg)


dipertahankan dengan infusi intravena aminofilina pada laju 36 mg/jam.
Konsentrasi tunak teofilina adalah 12g/ml dan klirens tubuh total adalah
3,0 1/jam. Hitung aturan dosis oral yang sesuai dari teofilina untuk
penderita ini.
Penyelesaian :
Aminofilina adalah suatu garam dari teofilina yang larut dan
mengandung 85%(S=0,85). Teofilina 100% bioavailable (F=1) setelah
pemberian suatu dosis oral. Karena klirens tubuh total Clt=K Vd, dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Do
T

CavClT
SF

(12 ) (3,0)
( 0,85 ) (1)

= 42,35 mg/jam

2. Data farmakokinetik dari klindamisin dilaporkan oleh Dehann dan kawankawan (1972) sebagai berikut :
K= 0,247 jam-1
T = 2,81 jam
Vd= 43,91/1,73m
Berapakah konsentrasi tunak obat setelah 150 mg obat diberikan secara
oral setiap 6 jam selama satu minggu (anggap obat 100% terabsorpsi) ?
Penyelesaian :
1,44 Do
Cav =

t1
F
2

VdT
1,44 X 150,000 X 2,81 X 1 G/ml
43,300 x 6

= 2,3 g/ml
3. Waktu paruh eliminasi dari tobramisin dilaporkan oleh Regamey dan
kawan kawan sama dengan 2,15 jam ; volume distribusi dilaporkan sama
dengan 33,5 % berat badan.
a. Berapakah dosis untuk seorang individu dengan berat badan 80 kg
jika diinginkan kadar tunak 2,5

g /ml

? dianggap obat

diberikan secra intravena setiapa 8 jam.


b. Pabrik menganjurkan bahwa dalam kasus normal tobramisin
hendaknya diberikan pada laju 1 mg/ml setiap 8 jam. Dengan
aturan dosis ini, berapakah kadar tunak rata rata ?
Penyelesaian :
t1
1,44 Do F
2
a. Cav =
Vd T
2,5 =

1,44 X 2,15 X 1 X Do
80 x 0,335 x 1000 x 8

Do =

2,5 x 80 x 0,335 x 1000 x 8 g


1,44 x 2,15
=173 mg
Jadi dosis hendaknya 173 mg setiap jam
b. Cav =

1,44 x 1 x 1000 x 2,15


0,335 x 1000 x 8

= 1,16 g/ml
4. Klirens litium ditentukan dalam suatu kelompok penderita dengan rata
rata umur 25 tahun, didapat 41,5 ml/menit. Dalam suatu kelompok
penderita usia lanjut dengan rata rata umur 63 tahun, klires litium adalah
7,7 ml/menit. Berapakah prosentase dosis normal litium yang seharusnya
diberikan kepada seorang penderita yang berumur 65 tahun ?
Penyelesaian :
Dosis hendaknya proposional dengan klirens ; oleh karena itu,
7,7 x 100
Penurunan dosis (%) =
= 18,5 %
41,5
Dosis litium untuk penderita yang berumur 65 tahun dapat dikurangi
sekitar 20% dari dosis biasa tanpa mempengaruhi kadar tunak dalam
darah.
5. Waktu paruh eliminasi penisilin G pada orang dewasa 0,5 jam, dan pada
bayi ( umur 0-7 hari ) 3,2 jam. Dengan menganggap dosis penisilin G
untuk orang dewasa normal 4 mg/kg setiap 4 jam, hitung dosis penisilin G
untuk seorang bayi 11 pon.
Penyelesaian :
t1
1
2
TI
T2 =
t1
2
2

( )
( )

t 1/2 = 0,5 jam


4 X 3,2
T2 =
= 25,6 jam
0,5
Oleh karena itu, bayi ini dapat diberi dosis berikut :
11 pon
Dosis = 4 mg/kg x 2,2 pon/kg = 20 mg setiap 24 jam.

6. Fungsi dari pelayanan TDM adalah...


Penyelesaian :
Memilih obat
Merancang aturan dosis
Menilai respons penderita
Menentukan perluya pengukuran konsentrasi obat dakam serum
Menetapkan kadar obat
Melakukan penilaian secara farmakokinetik kadar obat
Menyesuaikan kembali aturan dosis
Memantau konsentrasi obat dalam serum
Manganjurkan adanya persyaratan khusus
7. Pada rancangan aturan dosis ada 4 pertimbangan yang harus dilakukan,
salah satunya pertimbangan farmakokinetika yang umum dari obat yang
meliputi....
Penyelesaian :
Profil absorpsi
Distribusi
Eliminasi
8. Hal yang tidak dapat dikaitkan dengan dengan dosis adalah...
Penyelesaian :
Alergi dan rasa mual ringan
9. Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kadar obat dalam serum
berkenaan dengan hal hal...
Penyelesaian :
Spesifitas
Linearitas
Kepekaan
Ketepatan
Ketelitian
Stabilitas
10. Metode yang paling sering digunakan untuk menghitung aturan dosis
didasarkan atas.....
Penyelesaian :
Parameter farmakokinetik rata rata yang diperoleh dari studi klinik
yang telah diterbitkan dalam kepustakaan obat.
`

Anda mungkin juga menyukai