Anda di halaman 1dari 17

ENDAPAN SEDEX

SEDEX (sedimentary exhalative) adalah suatu jenis endapan sulfida masif yang
berasosiasi dengan batuan sedimen.
Sulfida masif terbentuk dari hasil presipitasi larutan hidrotermal yang dialirkan ke dasar
laut melalui suatu saluran (vent). Saluran ini berupa zona yang memotong bagian
bawah perlapisan batuan sedimen (footwall) dan memasuki horizon sulfida masif
diatasnya.
Sedimentary Exhalative sulphide (SEDEX) merupakan endapan melensa stratabound
masif suldifa kecil (0.5 km) terbentuk oleh bukaan sistem hidrotermal bawah laut dari
air saturasi tinggi melapisi cekungan punggungan epikontinental dan intrakontinental
selama ekstensi berlangsung.
SEDEX ditambang untuk diambil Zn dan Pb, namun pirit dan pirhotit seringkali
menjadi sulfida dominan. SEDEX terdiri dari perlapisan (layers) sulfida masif yang
interbedded dengan perlapisan batuan sedimen termasuk sedimen kimia seperti rijang,
barit dan karbonat serta sedimen klastik seperti lanau, mudstone dan argilit, dimana
pegendapannya terjadi di dasar laut.
Mineralisasi sulfida terbentuk ketika fluida hidrotermal yang kaya logam melewati
sedimen induk dan menggantikan pirit hasil tahap awal diagenesa.

Endapan Mineral Epitermal


2.1.2 Proses Epithermal
Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem hidrotermal
yang terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur vulkanik yang
dekat dengan permukaan (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008). Penggolongan
tersebut berdasarkan temperatur (T), tekanan (P) dan kondisi geologi yang dicirikan
oleh kandungan mineralnya. Secara lebih detailnya endapan epitermal terbentuk pada
kedalaman dangkal hingga 1000 meter dibawah permukaan dengan temperatur relatif
rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak lebih dari 100 atm dari cairan meteorik
dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).

Tekstur penggantian (replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas karena jarang
terjadi. Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau berupa fissure vein.
Sedangkan struktur khasnya adalah berupa struktur pembungkusan (cockade structure).
Asosiasi pada endapan ini berupa mineral emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral
penyertanya berupa mineral kalsit, mineral zeolit dan mineral kwarsa. Dua tipe utama
dari endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan
terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan
mineraloginya.
Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai sebuah pipe-seperti zona dimana
batuan mengalami breksiasi dan teralterasi atau terubah tingkat tinggi. Veins juga
ditemukan, khususnya sepanjang zona patahan., namun mineralisasi vein mempunyai
tipe tidak menerus (discontinuous).
Pada daerah volcanic, sistem epithermal sangat umum ditemui dan seringkali mencapai
permukaan, terutama ketika fluida hydrothermal muncul (erupt) sebagai geyser dan
fumaroles. Banyak endapan mineral epithermal tua menampilkan fossil roots dari
sistem fumaroles kuno. Karena mineral-mineral tersebut berada dekat permukaan,
proses erosi sering mencabutnya secara cepat, hal inilah mengapa endapan mineral
epithermal tua relatif tidak umum secara global. Kebanyakan dari endapan mineral
epithemal berumur Mesozoic atau lebih muda.
Mineralisasi epitermal memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya kalsedonik
quartz, kalsit, dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah
satu ciri dari endapan epitermal, yaitu dengan elemen bijih seperti Au, Ag, As, Sb, Hg,
Tl, Te, Pb, Zn, dan Cu. Tekstur bijih yang dihasilkan oleh endapan epitermal termasuk
tipe pengisian ruang terbuka (karakteristik dari lingkungan yang bertekanan rendah),
krustifikasi, colloform banding dan struktur sisir. Endapan yang terbentuk dekat
permukaan sekitar 1,5 km dibawah permukaan ini juga memiliki tipe berupa tipe vein,
stockwork dan diseminasi.
Dua tipe utama dari endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang
dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada
alterasi dan mineraloginya (Hedenquist et al., 1996:2000 dalam Chandra,2009).
Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren, 1933 dalam
Sibarani,2008)):

Suhu relatif rendah (50-250C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.%
Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)
Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan beku,
terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan atau ekstrusif,

biasanya disertai oleh sesar turun dan kekar.


Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan
pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan stockwork.
Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit kenampakan replacement

(penggantian).
Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit, sfalerit, galena,
kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar, orpiment, ruby silvers, argentite,

selenides, tellurides.
Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-Fe,

epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite, zeolit


Ubahan batuan samping terdiri dari chertification (silisifikasi), kaolinisasi, piritisasi,

dolomitisasi, kloritisasi
Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding) yang sangat
umum, sering sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan.

Karakteristik umum dari endapan epitermal (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008)
adalah:

Jenis air berupa air meteorik dengan sedikit air magmatic


Endapan epitermal mengandung mineral bijih epigenetic yang pada umumnya

memiliki batuan induk berupa batuan vulkanik.


Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh kontrol dan
litologi dimana biasanya merefleksikan kondisi paleo-permeability pada kedalaman

yang dangkal dari sistem hidrotermal.


Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang terjal yang
terbentuk sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya terdapat bidang sesar

utama, tetapi biasanya pada sesar-sesar minor.


Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk bijih pada urat.
Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih keras dan

realtif tahan terhadap pelapukan.


Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).

2.1.3 Klasifikasi Endapan Epithermal


Pada lingkungan epitermal terdapat 2 (dua) kondisi sistem hidrotermal (Gambar 2.4)
yang dapat dibedakan berdasarkan reaksi yang terjadi dan keterdapatan mineral-mineral
alterasi dan mineral bijihnya yaitu epitermal low sulfidasi dan high sulfidasi
(Hedenquist et al .,1996; 2000 dalam Sibarani, 2008).

Pengklasifikasian endapan

epitermal masih merupakan perdebatan hingga saat ini, akan tetapi sebagian besar
mengacu kepada aspek mineralogi dan gangue mineral, dimana aspek tersebut
merefleksikan aspek kimia fluida maupun aspek perbandingan karakteristik mineralogi,
alterasi (ubahan) dan bentuk endapan pada lingkungan epitermal. Aspek kimia dari
fluida yang termineralisasi adalah salah satu faktor yang terpenting dalam penentuan
kapan mineralisasi tersebut terjadi dalam sistem hidrotermal.
1. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Rendah / Tipe Adularia-Serisit ( Epithermal
Low Sulfidation )
a. Tinjauan Umum
Endapan epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh larutan hidrotermal yang bersifat
netral dan mengisi celah-celah batuan. Tipe ini berasosiasi dengan alterasi kuarsaadularia, karbonat, serisit pada lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan
perak dan emas relatif tinggi. Mineral bijih dicirikan oleh terbentuknya elektrum, perak
sulfida, garam sulfat, dan logam dasar sulfida. Batuan induk pada deposit logam mulia
sulfidasi rendah adalah andesit alkali, dasit, riodasit atau riolit. Secara genesa sistem
epitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan vulkanisme riolitik. Tipe ini dikontrol
oleh struktur-struktur pergeseran (dilatational jog).
b. Genesa dan Karakteristik
Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan sisa magma
yang berpindah jauh dari sumbernya kemudian bercampur dengan air meteorik di dekat
permukaan dan membentuk jebakan tipe sulfidasi rendah, dipengaruhi oleh sistem
boiling sebagai mekanisme pengendapan mineral-mineral bijih. Proses boiling disertai
pelepasan unsur gas merupakan proses utama untuk pengendapan emas sebagai respon
atas turunnya tekanan. Perulangan proses boiling akan tercermin dari tekstur
crusstiform banding dari silika dalam urat kuarsa. Pembentukan jebakan urat kuarsa

berkadar tinggi mensyaratkan pelepasan tekanan secara tiba-tiba dari cairan hidrotermal
untuk memungkinkan proses boiling. Sistem ini terbentuk pada tektonik lempeng
subduksi, kolisi dan pemekaran (Hedenquist dkk., 1996 dalam Pirajno, 1992).
Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam larutan dan salinitas.
Proses boiling dan terlepasnya CO2 ke fase uap mengakibatkan kenaikan pH, sehingga
terjadi perubahan stabilitas mineral contohnya dari illit ke adularia. Terlepasnya CO2
menyebabkan terbentuknya kalsit, sehingga umumnya dijumpai adularia dan bladed
calcite sebagai mineral pengotor (gangue minerals) pada urat bijih sistem sulfidasi
rendah
Endapan epitermal sulfidasi rendah akan berasosiasi dengan alterasi kuarsaadularia,
karbonat dan serisit pada lingkungan sulfur rendah. Larutan bijih dari sistem sulfidasi
rendah variasinya bersifat alkali hingga netral (pH 7) dengan kadar garam rendah (0-6
wt)% NaCl, mengandung CO2 dan CH4 yang bervariasi. Mineral-mineral sulfur
biasanya dalam bentuk H2S dan sulfida kompleks dengan temperatur sedang (150300 C) dan didominasi oleh air permukaan
Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah adalah andesit
alkali, riodasit, dasit, riolit ataupun batuan batuan alkali. Riolit sering hadir pada
sistem sulfidasi rendah dengan variasi jenis silika rendah sampai tinggi. Bentuk endapan
didominasi oleh urat-urat kuarsa yang mengisi ruang terbuka (open space), tersebar
(disseminated), dan umumnya terdiri dari urat-urat breksi (Hedenquist dkk., 1996).
Struktur yang berkembang pada sistem sulfidasi rendah berupa urat, cavity filling, urat
breksi, tekstur colloform, dan sedikit vuggy (Corbett dan Leach, 1996), lihat Tabel 2.1
Tabel 2.1 Karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah
(Corbett dan Leach, 1996).
Tipe endapan
Posisi tektonik
Tekstur
Asosiasi mineral
Mineral bijih
Contoh endapan
c.

Interaksi Fluida

Sinter breccia, stockwork


Subduction, collision, dan rift
Colloform atau crusstiform
Stibnit, sinnabar, adularia, metal sulfida
Pirit, elektrum, emas, sfalerit, arsenopirit
Pongkor, Hishikari dan Golden Cross

Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem geotermal yang didominasi
oleh air klorit dengan pH netral dan terdapat kontribusi dominan dari sirkulasi air
meteorik yang dalam dan mengandung CO2, NaCl, and H2S
d. Model Konseptual Endapan Emas Epitermal Sulfidasi Rendah

Gambar.2.9 Model endapan emas epitermal sulfidasi rendah (Hedenquist dkk., 1996
dalam Nagel, 2008).
Gambar diatas (Gambar.2.9) merupakan model konseptual dari endapan emas sulfidasi
rendah. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa endapan ephitermal sulfidasi rendah
berasosiasi dengan lingkungan volkanik, tempat pembentukan yang relatif dekat
permukaan serta larutan yang berperan dalam proses pembentukannya berasal dari
campuran air magmatik dengan air meteorit
2. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Tinggi (Epithermal High Sulfidation) atau
Acid Sulfate
a. Tinjauan Umum
Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan host rock berupa batuan vulkanik
bersifat asam hingga intermediet dengan kontrol struktur berupa sesar secara regional
atau intrusi subvulkanik, kedalaman formasi batuan sekitar 500-2000 meter dan
temperatur 1000C-3200C. Endapan Epitermal High Sulfidation terbentuk oleh sistem
dari fluida hidrotermal yang berasal dari intrusi magmatik yang cukup dalam, fluida ini
bergerak secara vertikal dan horizontal menembus rekahan-rekahan pada batuan dengan

suhu yang relatif tinggi (200-3000C), fluida ini didominasi oleh fluida magmatik
dengan kandungan acidic yang tinggi yaitu berupa HCl, SO2, H2S (Pirajno, 1992).

Gambar 2.10 Keberadaan sistem sulfidasi tinggi

Gambar 2.11 Penampang Ideal Endapan Epitermal Menurut Buchanan (1981)


a.

Genesa dan Karakteristik

Endapan epitermal high sulfidation terbentuk dari reaksi batuan induk dengan fluida
magma asam yang panas, yang menghasilkan suatu karakteristik zona alterasi (ubahan)
yang akhirnya membentuk endapan Au+Cu+Ag. Sistem bijih menunjukkan kontrol
permeabilitas yang tergantung oleh faktor litologi, struktur, alterasi di batuan samping,
mineralogi bijih dan kedalaman formasi. High sulphidation berhubungan dengan pH

asam, timbul dari bercampurnya fluida yang mendekati pH asam dengan larutan sisa
magma yang bersifat encer sebagai hasil dari diferensiasi magma, di kedalaman yang
dekat dengan tipe endapan porfiri dan dicirikan oleh jenis sulfur yang dioksidasi
menjadi SO.
b. Interaksi Fluida
Epithermal High Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem magmatic-hydrothermal
yang didominasi oleh fluida hidrothermal yang asam, dimana terdapat fluks larutan
magmatik dan vapor yang mengandung H2O, CO2, HCl, H2S, and SO2, dengan
variabel input dari air meteorik lokal.
2.2 Potensi Dan Keberadaan Endapan Epithermal
Jenis endapan epitermal yang terletak 500 m bagian atas dari suatu sistem hidrotermal
ini merupakan zone yang menarik dan terpenting. Disini terjadi perubahan-perubahan
suhu dan tekanan yang maksimum serta mengalami fluktuasi-fluktuasi yang paling
cepat. Fluktuasi-fluktuasi tekanan ini menyebabkan perekahan hidraulik (hydraulic
fracturing), pendidihan (boiling), dan perubahan-perubahan hidrologi sistem yang
mendadak. Proses-proses fisika ini secara langsung berhubungan dengan proses-proses
kimiawi yang menyebabkan mineralisasi (www.terrasia.tripod.com)
Terdapat suatu kelompok unsur-unsur yang umumnya berasosiasi dengan mineralisasi
epitermal, meskipun tidak selalu ada atau bersifat eksklusif dalam sistem epitermal.
Asosiasi klasik unsur-unsur ini adalah: emas (Au), perak (Ag), arsen (As), antimon (Sb),
mercury (Hg), thallium (Tl), dan belerang (S) (www.terrasia.tripod.com) .
Dalam endapan yang batuan penerimanya karbonat (carbonat-hosted deposits), arsen
dan belerang merupakan unsur utama yang berasosiasi dengan emas dan perak (Berger,
1983), beserta dengan sejumlah kecil tungsten/wolfram (W), molybdenum (Mo),
mercury (Hg), thallium (Tl), antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F) dan
barium (Ba) yang secara setempat terkayakan.

Dalam endapan yang batuan

penerimanya volkanik (volcanic-hosted deposits) akan terdapat pengayaan unsur-unsur


arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), dan thallium (Tl); serta logam-logam mulia
(precious metals) dalam daerah-daerah saluran fluida utama, sebagaimana asosiasinya
dengan zone-zone alterasi lempung. Menurut Buchanan (1981), logam-logam dasar
(base metals) karakteristiknya rendah dalam asosiasinya dengan emas-perak, meskipun

demikian dapat tinggi pada level di bawah logam-logam berharga (precious metals) atau
dalam asosiasi-nya dengan endapan-endapan yang kaya perak dimana unsur mangan
juga terjadi. Cadmium (Cd), selenium (Se) dapat berasosiasi dengan logam-logam
dasar; sedangkan fluor (F), bismuth (Bi), tellurium (Te), dan tungsten (W) dapat
bervariasi tinggi kandungannya dari satu endapan ke endapan yang lainnya; serta boron
(B) dan barium (Ba) terkadang terkayakan. (www.terrasia.tripod.com).
Mineral-mineral ekonomis yang dihasilkan dari epitermal antara lain Au, Ag, Pb, Zn,
Sb, Hg, arsenopirit, pirit, garnet, kalkopirit, wolframit, siderit, tembaga, spalerite,
timbal, stibnit, katmiun, galena, markasit, bornit, augit, dan topaz. Berikut ini adalah
beberapa contoh logam hasil dari endapan epitermal yang memiliki nilai ekonomi yang
tinggi, antara lain: Emas (Au) dan Perak (Ag).
2.2.1 Emas
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa Latin:
'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang
lembek, mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi
dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini
banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan
salah satu logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair
pada suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar
antara 2,5 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan
logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi
dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa,
karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa
emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa
emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa
emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis
lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20% (Sutarto, 2004).
Sebagian besar endapan emas di Indonesia dihasilkan jenis endapan epitermal. Endapan
emas tipe ini umumnya didapatkan dalam bentuk urat, baik dalam urat kuarsa maupun
dlam urat bentuk karbonat yang terbentuk dalam suhu 150-3000C dengan pH sedikit

asam atau mendekati netral Urat-urat tersebut terbentuk oleh hasil aktifitas hidrotermal
yang berada di sekitar endapan porfiri. Dimana emas, perak, tembaga, wolfram, dan
timah terdapat dalam endapan ini (Sukandarrumidi, 2007).
Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan Alterasi
Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH mendekati
netral (Fluida-fluida Khlorida Netral) Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis
fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi atau breksi hidrotermal, dan
stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk seperti rambut (hairline)
Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-alterasi
sehubungan yang terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi dan
mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika
masif, atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan.
Proses terbentuknya emas endapan epitermal dapat diuraikan sebagai berikut: emas
diangkut oleh larutan hidrotermal yang kaya akan ligand HS- dan OH-. Ligan ini
mengangkut emas hingga ke tempat pengendapannya. Kehadiran breksi hidrotermal
merupakan salah satu cirri adanya proses pendidihan pada larutan hidrotermal.
Pendidihan terjadi karena ada pertemuan antara larutan yang bersuhu tinggi
(hidrotermal) dengan larutan yang bersuhu rendah (larutan meteoric). Selama proses
pendidihan ini tekanan menjadi semakin besar sehingga mengancurkan dinding batuan
yang dilalui larutan hidrotermal. Akibat proses pendidihan tersebut, yaitu hilangnya gas
H2S, terjadi peningkatan pH dan penurunan suhu. Ketiga proses tersebut dapat
mengantarkan emas pada batuan sehingga kadar emas primer tinggi biasanya dijumpai
di breksi hidrotermal (Sukandarrumidi, 2007).
Dibawah ini contoh endapan emas epitermal dari sistem low sulfidation dan high
sulfidation.
Tabel 2.2 Contoh endapan emas epitermal (high sulfidation)
(Wayan dalam . www.osun.org)
Endapan

Au (ton)

Umur

Yanacocha/Peru
Pueblo Viejo
Pascua
Pienina/Peru

820
680
640
250

M/P
Cret
M/P
M/P

Lepanto
El Indio
Chinquashih
Summitville
Rodalquilar

210
190
150
20
10

Quat
M/P
Quat
M/P
N/P

Tabel 2.3 Contoh endapan emas epitermal (Low Sulphidation)


(Wayan dalam www.osun.org)
Endapan

Au (ton)

Umur

Lihir
Porgera
Round Mountain
Baguio District
Hishikari
Kelian
Gunung Pongkor
Dukat
Cerro Korikollo

924
600
443
300
250
180
175
150
147

Quat
M/P
M/P
Quat
Quat
M/P
M/P
Cret
M/P

2.2.2 Perak
Dijumpai sebagai unsur (perak murni) atau sebagai senyawa. Sebagai perak murni (Ag)
mempunyai sifat; Kristal-kristal berkelompok tersusun sejajar, menjarum, atau
menjaring, kadang berupa sisik, kilap logam. Dalam bentuk mineral didapatkan sebagai
argentite, cerrargirit, miagirit, dan proustit (Sukandarrumidi, 2007). Perak biasanya
berasosiasi dengan pirit, tembaga, emas, kalsit, dan nikel. Perak terbentuk dari reduksi
sulfide pada bagian bawah endapan Ag, Zn, dan Pb. Terkadang juga terbentuk sebagai
endapan primer urat epitermal berasosiasi dengan kalsit (temperature rendah) (Sutarto,
2004). Kandungan perak pada beberapa mineral dapat mencapai perak murni (100%),
argentite (87%), prousite (65%), miagrite (36%), dan dalam kandungan emas (28%).
Endapan perak yang dihasilkan dari endapan emas kurang lebih 75% didapatkan
sebagai hasil samping dari pengolahan bijih emas, nikel dan tembaga. Endapan perak
dapat berupa endapan pengisian dan endapan penggantian, serta pengayaan sulfide.
Kebanyakan endapan perak didunia dihasilkan dari dari hidrotermal tipe fissure filling
(Sukandarrumidi, 2007).

2.3 Pemanfaatan Hasil Endapan Epitermal


2.3.1 Emas
Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga digunakan
sebagai perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang moneter dan
keuangan berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap berbagai
mata uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di bursa komoditas dunia, harga
emas dicantumkan dalam mata uang dolar Amerika. Bentuk penggunaan emas dalam
bidang moneter lazimnya berupa bulion atau batangan emas dalam berbagai satuan
berat gram sampai kilogram.
2.3.2 Sfalerit (ZnS)
Unsur ini biasanya ditemukan bersama dengan logam-logam lain seperti tembaga dan
timbal dalam bijih logam. Seng diklasifikasikan sebagai kalkofil, yang berarti bahwa
unsur ini memiliki afinitas yang rendah terhadap oksigen dan lebih suka berikatan
dengan belerang. Kalkofil terbentuk ketika kerak bumi memadat di bawah kondisi
atmosfer bumi awal yang mendukung reaksi reduksi. Sfalerit, yang merupakan salah
satu bentuk kristal seng sulfida, merupakan bijih logam yang paling banyak ditambang
untuk mendapatkan seng karena mengandung sekitar 60-62% seng.
Pelapisan seng pada baja untuk mencegah perkaratan merupakan aplikasi utama seng.
Aplikasi-aplikasi lainnya meliputi penggunaannya pada baterai dan campuan logam.
2.3.2 Timbal (Pb)
Timbal tersebut juga memberikan berbagai manfaat, salah satunya adalah pelumasan
pada dudukan katup dalam proses pembakaran khususnya bagi mesin-mesin kendaraan
bermotor keluaran lama (dekade 1980-an dan sebelumnya). Adanya fungsi pelumasan
dari Timbal pada dudukan katup tersebut, akan mengakibatkan dudukan katup terjaga
dari keausan dan resesi (recession valve) sehingga lebih tahan lama/awet. Dengan kata
lain perawatan untuk dudukan katup tersebut menjadi lebih murah.
sifat timbal ini yang tahan terhadap korosi (karatan), timbal ini biasanya digunakan
untuk bahan perpipaan, bahan aditif untuk bensin, baterai, pigmen dan amunisi. Selain

itu dalam dunia permesinan terutama kendaraan bermotor timbal ini juga bermanfaat
buat menambah nilai oktan pada bensin (premium) sehingga efek knocking (ketukan)
pada mesin dapat dihindari. Residu timbal ini berfungsi untuk melapisi katup. Karena
ada lapisan ini, maka ketika katup menutup ada semacam bantalan/pelindung antara
bahan metal katup dengan dudukan katup(valve seat) di cylinder head mesin sehingga
terhindar terjaga dari keausan dan resesi (recession valve) sehingga lebih tahan
lama/awet.
Skarn
3.1. Definisi
Skarn dapat terbentuk selama metamorfisme kontak atau regional. Selain itu juga dari
berbagai macam proses metasomatisme yang melibatkan fluida magmatik, metamorfik,
meteorik, dan yang berasal dari laut. Skarn dapat ditemukan di permukaan sampai
pluton, di sepanjang sesar dan shear zone, di sistem geotermal dangkal, pada dasar
lantai samudra maupun pada kerak bagian bawah yang tertutup oleh dataran hasil
metamorfisme burial dalam. Skarn dibagi menjadi endoskarn dan eksoskarn dengan
didasarkan pada jenis kandungan protolit.
Endapan skarn pertama kali dinyatakan sebagai batuan metamorf hasil kontak antara
batuan sedimen karbonatan dengan intrusi magma oleh ahli petrologi metamorf, dengan
terjadi perubahan kandungan batuan sedimen yang kaya karbonat, besi, dan magnesium
menjadi kaya akan kandungan Si, Al, Fe dan Mg dimana proses yang bekerja berupa
metasomatisme pada intrusi atau di dekat intrusi batuan beku (Best 1982).
Endapan skarn terbentuk sebagai efek dari kontak antara larutan hidrothermal yang kaya
silika dengan batuan sedimen yang kaya kalsium. Proses pembentukannya diawali pada
keadaan temperatur 400C - 650C dengan mineral-mineral yang terbentuk berupa
mineral calc-silicate seperti diopsid, andradit, dan wollastonit sebagai mineral-mineral
utama pembawa mineral bijih (Einaudi et al. 1981). Tapi terkadang dijumpai juga
pembentukan endapan skarn juga terbentuk pada temperatur yang lebih rendah, seperti
endapan skarn yang kaya akan kandungan Pb-Zn (Kwak 1986). Pengaruh tekanan yang

bekerja selama pembentukan endapan skarn bervariasi tergantung pada kedalaman


formasi batuan.
Klasifikasi Endapan Skarn
1. Berdasarkan batuan yang terubah (tergantikan)/batuan sedimen
a. Eksoskarn
Eksoskarn adalah endapan skarn yang terbentuk di sekitar intrusi batuan beku, tidak
mengalami kontak langsung dengan intrusi. Ada juga yang berpendapan bahwa yang
dimaksud eksoskarn jika skarn yang terbentuk itu pada batuan non-intrusinya (misalnya
pada batugampinya dsb)
b. Endoskarn
Endoskarn adalah endapan skarn yang terbentuk pada kontak batuan sedimen dengan
intrusi ataupun di dalam batuan beku intrusi itu sendiri sebagai xenolith. Ada juga yg
berpendapat bahwa endoskarn itu jika yang terubah menjadi skarn adalah batuan
intrusinya (misalnya pada dioritnya dsb)

3.2. Mineralogi
Secara umum, Kuarsa dan kalsit selalu hadir dalam semua jenis skarn. Sedangkan
mineral lain hanya hadir pada jenis skarn tertentu seperti talk, serpentine, dan brusit
yang hadir hanya pada skarn tipe magnesian.
3.2.1. Berdasarkan jenis mineralnya
a. Skarn Prograde
Mineral skarn pada tipe ini terbentuk pada suhu yang tinggi, dan terjadi pada fase awal.
Beberapa jenis mineral pencirinya adalah; garnet, klinopiroksen, biotit, humit,dan
montiselit.

b. Skarn Retrograde
Minineral skarn pada tipe ini terbentuk pada suhu yang rendah. Beberapa contoh
mineral pencirinya adalah; serpentin, amfibol, tremolit, epidot, klorit dan kalsit.

Endapan skarn sangat penting dalam dunia pertambangan. Sebut saja contohnya
beberapa pertambangan emas besar yang beroperasi di Indonesia memiliki endapan tipe
ini, misalnya PT. Freeport Indonesia, selain memiliki endapan tipe porfiri, perusahaan
ini juga memiliki endapan emas tipe skarn.

3.3. Evolusi skarn


Formasi dari skarn deposit merupakan hasil dari proses yang dinamis. Pada sebagian
besar skarn deposit, terdapat beberapa transisi dari metamorfisme distal yang
menghasilkan hornfels dan skarnoid ke metamorfisme proximal yang menghasilkan
skarn yang mengandung bijih berukuran relatif kasar. Selama gradien suhu yang tinggi
dan sirkulasi fluida skala besar akibat intrusi magma, metamorfisme kontak dapat
menjadi lebih kompleks dibandingkan model rekristalisasi isokimia yang menyusun
metamorfisme regional. Semakin kompleks fluida metasomatisme, akan menghasilkan
keterkaitan antara proses metamorfisme yang murni dengan proses metasomatisme.
3.4. Zonasi Skarn deposit
Terdapat pola zonasi pada skarn pada umumnya. Pola zonasi ini berupa proximal garnet,
distal piroksen, dan idiokras (atau piroksenoid seperti wolastonit, bustamit dan rodonit)
yang terdapat pada kontak antara skarn dan marmer. Selain itu, masing-masing mineral
penyusun skarn dapat menunjukan warna yang sistematis atau komposisi yang
bervariasi dalam pola zonasi yang lebih luas.
3.5. Petrogenesis

Sebagian besar skarn deposit secara langsung berhubungan dengan aktivitas pembekuan
batuan beku sehingga terdapat hubungan antara komposisi skarn dengan komposisi
batuan beku. Karakteristik penting lainnya diantaranya tingkat oksidasi, ukuran, tekstur,
kedalaman, maupun seting tektonik dari masing-masing pluton.

3.5.1 Tektonik Setting


Klasifikasi

tektonik

yang

sangat

berguna

dari

deposit

skarn

seharusnya

mengelompokkan tipe skarn yang pada umumnya berada bersama dan membedakannya
yang secara khusus terdapat dalam tektonik setting yang khusus. Sebagai contohnya,
deposit skarn calcic Fe-Cu sebenarnya hanyalah tipe skarn yang ditemukan dalam
wilayah busur kepulauan samudra. Banyak dari skarn ini juga diperkaya oleh Co, Ni,
Cr, dan Au. Sebagai tambahan, beberapa skarn yang mengandung emas yang bernilai
ekonomis muncul dan telah terbentuk pada back arc basin yang berasosiasi dengan
busur volkanik samudra (Ray et al., 1988). Beberapa kenampakan kunci yang menyusun
skarn tersebut terpisah dari asosiasinya dengan magma dan kerak yang lebih
berkembang adalah yang berasosiasi dengan pluton yang bersifat gabbro dan diorit,
endoskarn yang melimpah, metasomatisme yang tersebar luas dan ketidakhadiran Sn
dan Pb.
Kebanyakan deposit skarn berasosiasi dengan busur magmatik yang berkaitan dengan
subduksi dalam kerak benua. Komposisi pluton berkisar dari diorit sampai granit
walaupun pada dasarnya memiliki perbedaan diantara tipe skarn logam yang muncul
untuk mencerminkan lingkungan geologi setempat (kedalaman formasi, pola struktural
dan fluida) lebih pada perbedaan pokok dari petrogenesis (Nakano,et al., 1990).
Sebaliknya, skarn yang mengandung emas pada lingkungan ini berasosiasi dengan
pluton yang tereduksi secara khusus yang mungkin mewakili sejarah geologi yang
khusus. Beberapa Skarn, tidak berasosiasi dengan subduksi yang berkaitan dengan
magmatisme. Pluton yang berkomposisi granit, pada umumnya mengandung muskovit
dan biotit primer, megakristal kuarsa berwarna abu-abu gelap, lubang-lubang miarolitik,

alterasi tipe greisen, dan anomali radioaktif. Skarn yang terasosiasi, kaya akan timah
dan fluor walaupun induk dari elemen lain biasanya hadir dan mungkin penting secara
ekonomis. Perkembangan rangkaian ini termasuk W, Be, B, Li, Bi, Zn, Pb, U, F, dan
REE.
https://www.academia.edu/5381006/Endapan_Sedex_Ephitermal_dan_Skarn

Anda mungkin juga menyukai