PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keluarga membentuk unit dasar dari masyarakat, dan salah satu
lembaga social yang memiliki efek-efek yang paling menonjol. Unit dasar ini
memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan individu yang
menentukan berhasil tidaknya kehidupan individu tersebut. Keluarga
berfungsi sebagai buffer atau sebagai agen penawaran antara masyarakat
dengan individu. Dengan kata lain fungsi keluarga adalah sebagai perantara
yaitu menanggung semua harapan-harapan dan kewajiban serta membentuk
dan dan mengubah taraf hidup tertentuhingga dapat memnuhi kebutuhan dan
kepentingan setiap anggota. Sebuah keluarga diharapakan dapat bertanggung
jawab dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan setiap anggota keluarga setiap
anggota keluarga demikian pula halnya dengan kesehatan, bila salah satu
anggota keluarga ada yang sakit itu akan sangat mempengaruhi anggota
keluarga lain, oleh sebab itu harus segera ditangani (Friedman, 1998).
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga yang menjadi
prioritas utama adalahkeluarga yang berisiko tinggi, diantaranya keluarga
yang
memiliki
anggota
keluarga
merupakan masalah kesehatan yang serius yang sering terjadi dalam senuah
keluarga. Dari data yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan dari
tahun ke tahun. Diperkirakan ada 450.000 orang penderita tuberculosis baru
setiap tahun, dan sebanyak itu pulayang tidak terdiagnosis dimasyarakat,
sedangkan yang meninggal 175.000 orang pertahun. Penyakit ini merupakan
penyakit yang emngganggu sumber daya manusia dan umumnya menyerang
kelompok masyarakat ekonomi rendah, penyakit ini menular dengan cepat
kepada orang yang rentan dan daya tubuh rendah. Diperkirakan penderita
tuberculosis aktif dapatmenularkan basil tuberculosis kepada 10 orang yang
berada disekitarnya. Peningkatan kasus dan kematian yang disebabkan oleh
tuberculosis antara lain karena tidak terobati, tidak mengerti telah terinfeksi
dan lain-lain. Dalam hal ini peran tenaga kesehatan sangat dibutuhkan
untukdapat menanggulangi bertambah banyaknya penderita dan kematian
karena tuberculosis. Khususnya dalam pengobatan saat ini telah muncul
setrategi baru yang disebut setrategi DOTS (Directly Observed Treatment
Short) yaitu pengobatan tuberculosis jangka pendek dengan pengawasan ketat
dari petugas kesehatan dan keluarga, dalam hal ini peran anggota keluarga
penderita sangat penting agar tidak terjadi putus obat. Strategi ini
diperkenalkan oleh WHO (World Health Organization); DOTS tidak hanya
mencakup pengawasan langsung, tetapi juga pelayanan laboratorium,
penyediaan obat-obat ampuh serta pemantauan langsung, untuk itu diperlukan
PMO (Pengawasan Minum Obat). Diharapkan dengan adanya strategi DOTS
di Indonesia dapat mengurangi jumlah penderita dan penularan tuberculosis.
Di negara seperti Peru, Vietnam, Tanzania, Bangladesh dan Nepal
menunjukkan hasil positif, dilihat dari keberhasilannya dalam memberantas
tuberculosis (Merryani, 2002).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Tuberculosis merupakan penyakit menular granulomatosa kronik yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada umumnya menyerang
paru (tuberculosis paru), tetapi juga dapat mengenai semua organ/jaringan
dalam tubuh (tuberculosis ekstra paru/tuberculosis organ). Secara khas pusat
dari granuloma akan mengalami nekrosis kaseosa yang timbul tuberkel lunak
(Robbin dan Kumar, 1995). Sumber lain menyebutkan tuberculosis paru
adalah infeksi bakteri yang akut dan kronik serta menular (Grifith, 1994).
B. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Penyebab tuberculosis adalah mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/m dan tebal 0,3-0,6/m.
Spesies lain dari kuman ini yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia
adalah mycobacterium bovis, mycobacterium kansasii, mycobacterium
intracellulare.
Sebagian besar dari kuman ini terdari dari asam lemak (lipid). Lipid
inilah yang membuat kuman tahan lebih lama terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara
kering maupun dingin (dapat hidup bertahun-tahun dilemari es). Hal ini terjadi
karenakuman berada dalam sifat Dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bengkit lagi dan menjadikan tuberculosis aktif lagi.
Didalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenangi karena mengandung lemak.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apical paru lebih tinggi daripada bagian lain.,
sehingga bagian apical merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis
(Bahar, 1998)
C. PATHOPHISIOLOGI
Penularan tuberculosis paru terjadi kerena kuman keluar bersamaan
dengen droplet pada saat batuk atau bersin. Partikel infeksius ini dapat
menetap selama 1-2 jam di udara bebas, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultra violet, ventilasiyang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab
dan gelap kumandapat bertahan berhari-hari, berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan.
Baila partikel infelsius ini terhisap oleh orang sehat, akan menmpel pada
jalan nafas atau paru. Kebanyakan pertikel ini kan mati atau dibersihkan oleh
makrofag dan keluar dari cabang tracheo bronchial beserta gerakan sillia
dengan sekretnya. Kuman dapat juga masuk melalui luka pada kulit atau
mukosa tapi hal ini jarang terjadi.
Bila kuman tetap dijaringanparu, kuman akan tumbuh dan berkembang
biak dalam sitoplasma makrofag. Disini kuman dapat terbawa masuk ke organ
tubuh lainnya. Kuman yang bersarang dijaringan paru akan membentuk
sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini dapat terjadi dibagian mana saja dijaringan paru
(Bahar,1998).
1. TUBERCULOSIS PRIMER
Tuberculosis primer adalah suatu penyakit yang berkembang mulamula pada orang yang tidak terpapar dan karenanya orang belun
tersensitasi (Robbins dan Kumar, 1995).
Dari sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening
(limfadenitis regional).
Komplek primer ini selanjutnya dapat terjadi :
1. Sembuh sekali tanpa menimbulkan cacat
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifika di hilus atau kompleks (sarang) Ghon.
3. Berkomplikasi dan menyebar kesekitarnya secara :
a. Perkontuinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
dini
yang
meluas
dimna
granuloma
berkembang
Batuk terjadi karena adanya iiritasi pada bronkus, batu ini berfungsi untuk
membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada
setiap penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni berminggu-minggu
atau berulan-bulan dari peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul perandangan
menjadi produktif ( menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah
berupa batuk darah (hemapnoe) karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk berdarah pada tuberculosis terjadi kavitas, tetapi
dapat juga terjadi ulkus dinding bronchus.
3. Sesak
Pada penyakit ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas, akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut. Dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Mailase
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala mailase
sering ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam dan lain-lain. Mailase makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur (Bahar, 1998)
E. KLASIFIKASI TUBERCULOSIS
Di Indonesia klasifikasi yang dipakai adalah:
1. Tuberculosis paru
2. Bekas tuberculosis paru
3. Tuberculosis tersangka yang terbagi dalam :
a. Tuberculosis paru tersangka yang diobati disini sputum BTA negatif,
tapi tanda-tanda lain positif.
b. Tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati, disini sputum BTA
negatif dan tanda-tanda lainnya juga meragukan.
tersangaka,
tidak
lebih
dari
tiga
bulan
(Ignatavicius, 1991)
F. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tada-tanda :
1. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah)
2. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum
3. Secret di saluran nafas dan ronkhi
4. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung
dengan bronchus (Mansjoer, 1999)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK TUBERCULOSIS
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah (LED normal atau meningkat, limfositosis)
2. Sputum
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Disamping itu juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang
diberikan. Kadang-kadang tidak mudah untuk mendapatkan sputum
terutama pada penderita yang tidak batuk maupun batuk tetapi non
produktif.
Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, penderita
dianjurkan minum sebanyak 2 liter dan idanjurkan melakukan batuk
: hasil negatif
: hasil meragukan
2. Rifamphisin (R)
Bersifat bakteriasid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persister)
yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Dosis 10mg/kgNN diberikan sama
untuk pengobatan harian maupun intermitten seminggu 3 kali.
3. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakteriasid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian dianjurkan 25 mg/kgBB, sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis
35mg/kgBB.
4. Streptomicin (S)
Bersifat baketriasid, dosis hariannya dianjurkan 15 mg/kgBB sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali sehari menggunakan dosis yang sama.
Penderita umur 60 tahun dosisnya 0,75gr/hari. Sedangkan diatas usia 60
tahun diberikan 0,5 gr/hari.
5. Ethambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis hariannya dianjurkan 15 mg/kgBB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu dosis
30mg/kgBB.
Kategori Pengobatan Berdasarkan Kasus :
a. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Diberikan pada pendrita baru BTA (-), tetapi rontgen (+), dan ekstra paru
berat. Diberikan 114 kali dosis harian berupa 60 kombipak II dan fase
lanjutan 54 kombipak III dalam kemasan dos kecil.
b. Kategori II (2HRZES/5H3R3E3)
Diberikan kepada penderita dengan BTA (+) yang pernah mengkonsumsi
OAT (obat anti tuberculosis) sebelumnya lebih dari sebulan, dengan
criteria : penderita kambuh BTA (+) dan gagal pengobatan BTA (+).
Diberikan 156 dosis, fase awal sebanyak 90 kombipak II, fase lanjutan 60
kombipak IV disertai streptomicin
c. Kategori III (2HRZ/4H3R3)
Diberikan kepada penderita dengan BTA (-), rontgen (+) dan penderita
ekstra paru ringan. Pemberian dengan dosis 144. Pada fase awal 60
kombipak I dan fase lanjutan 54 kombipak II.
PATHWAYS
J. FOKUS INTERFENSI
1. Iefektif bersihan jalan nafasberhubungan dengan secret kental (Doengoes,
1993 : 244)
Tujuan
Intervensi :
a. Kaji funsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama dan
kedalaman dan penggunaan otot tambahan
b. Catat kemampuan untuk batuk efektif dan mengeluarkan dahak, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptosis.
c. Berikan pasien posisi semi fowler dan bantu pasien untuk batuk efektif
dan latihan nafas dalam.
d. Bersihkan secret dari mulut dan trachea, penghisapan sesuai
kebutuhan.
e. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500ml/hari kecuali kontra
indikasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif alveoli (Doengoes, 1993 : 245)
Tujuan
: tidak
adanya
penurunan
nafas/dispnue,
menunjukkan
Tujaun
Intervensi :
a. Pantau berat badan
b. Kaji nutrisi
c. Pantau albumin
d. Beringkan pasiendengan posisi fowler saat makan untuk mengurangi
dispnoe.
e. Beri makan dalam porsi kecil, tetapi sering.
f. Berikan dorongan pada orang terdekat untuk membawakan pasien
membawakan makanan kesukaannya.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri dada berhubungan dengan proses
peradangan (Carpenito, 1998 : 55)
Tujuan
: nyeri berkurang
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri .
b. Kaji pasien pada saat merasa nyeri.
c. Berikan indivdu kesempatan untuk istirahat siang secara teratur dan
dengan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari (harus
beristirahat bila nyeri)
d. Ajarkan teknik relaksasi
e. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
5. Resiko
tinggi
penyebaran
infeksi
berhubungan
dengan
terpajan
Inetrvensi :
a. Kaji pathologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui
droplet udara
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuan
b. Kaji RR, warna kulit, nadi setelah pasien beraktivitas
c. Bantu pasien memenuhi kebutuhan ADL seminimal mungkin
d. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL pasien
e. Anjurkan pasien untuk mendemonstrasikan perawatan diri sesuai
dengan kemampuan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, Asril. (1998). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Penerbit FKUI : Jakarta
Friedman, Marilyn M. (1998). Family Nursing Teoryand Practice. Edisi III.
Penerjemah Ina Debora R. L. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Stanhope, Marcia. (1995). Hand Book of Community and Home Health Nursing
Tools for Assesment, Intervention and education. Penterjemah : G.
Prasada. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Doengoes, Marilynn E & Moorehouse, Mary Frances & Geissler, Alice. (1993).
Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patien
Care. Edisi III. F. A Davis Company: Philadelphia.
Griffith, H. Winter. (1994). Complete Guide to Symtomps, Illnessand surgery.
Cetakan I. Penterjemah : Peter Anugrah. Penerbit Arcan : Jakarta.
Ignatavicius, Donna D & Baynes, Marylin Varner. (1991). Medical Surgical
Nursing :
Philadelphia
Mansjoer, Arief.(1999). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid 1. Penerbit
Media Aesculapius FKUI : Jakarta.