Anda di halaman 1dari 9

Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 ( terdiri dari 11 bab dan terperinci dalam 106 pasal) Pasal 1

angka 1 ditegaskan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah Nya, yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum dan pemerintahan dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini
masing-masing
2. Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan

- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata
hukum.
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Dalam Undang-Undang No 39 tahun 1999 Tentang HAM pada BAB III : Hak Asasi Manusia
Dan Kebebasan Dasar Manusia diterangkan beberapa hak asasi manusi diantaranya :
1.

Hak Untuk Hidup (Pasal 9)

2.

Hak berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan (Pasal 10)

3.

Hak untuk mengembangkan diri (Pasal 11, 12, 13, 14, 15 dan 16)

4.

Hak memperoleh keadilan (Pasal 17, 18 dan 19)

5.

Hak atas kebebasan pribadi (Pasal 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26 dan 27)

6.

Hak rasa aman (Pasal 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34 dan 35)

7.

Hak atas kesejahteraan (Pasal 36, 37, 38, 39, 40, 41 dan 42)

8.

Hak turut serta dalam pemerintah (Pasal 43 dan 44)

9.

Hak wanita (Pasal 45, 46, 47, 48, 49, 50 dan 51)

10.

Hak anak (Pasal 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65 dan 66)
Instrumen Hukum HAM :

1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.

Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.


UU No. 5 Tahun 1998 tentang pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or
Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia)
UU No. 11 Tahun 2005 Konvenan Internasional Tentang Hak Ekonomi, sosial, dan Budaya
/ICESCR.
UU No. 12 Tahun 2005 Konvenan tentang Internasional tetang Hak Sipil dan Politik/ICCPR
Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Keppres No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia Indonesia.
Inpres No, 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi
dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan
Kegiatan Penyelenggaraan Pemenintahan.
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

10.

Amandemen kedua UUD 1945 (2000) Bab XA Pasal 28A 28J mengatur secara eksplisit
Pengakuan dan Jaminan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia.
Pengertian dan Definisi HAM :
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan
yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita
mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan,
jabatan, dan lain sebagainya.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi
manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas
HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas
sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah
satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda
dari Indonesia.
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
1 . Pengertian pelanggaran HAM
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk
aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal
1 ayat 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
2. Faktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM
Mengapa pelanggaran hak asasi manusia sering terjadi di Indonesia, meskipun seperti telah
dikemukakan di atas telah dijamin secara konstitusional dan telah dibentuknya lembaga penegakan hak
asasi manusia. Apa bila dicermati secara seksama ternyata faktor penyebabnya kompleks. Faktor - faktor
penyebabnya antara lain:
A. masih belum adanya kesepahaman pada tataran konsep hak asasi manusia antara paham yang
memandang HAM bersifat universal (universalisme) dan paham yang memandang setiap bangsa memiliki
paham HAM tersendiri berbeda dengan bangsa yang lain terutama dalam pelaksanaannya (partikularisme);
B. adanya pandangan HAM bersifat individulistik yang akan mengancam kepentingan umum
(dikhotomi antara individualisme dan kolektivisme);
C.

kurang berfungsinva lembaga - lembaga penegak hukum (polisi, jaksa dan pengadilan); dan

D.

pemahaman belum merata tentang HAM baik dikalangan sipil maupun militer.

3. Cara mencegah terjadinya pelanggaran HAM antara lain :

1. Mempelajari peratran perundang-undangan mengenai HAM maupn peraturan hokum pada


umumnya.
2. Kegiatan belajar bersama untuk memahami pengertian HAM.
3. Memahami tentang peran lembaga-lembaga perlindungan HAM (baik Komnas HAM, LSM dll).
4. Menghormati hak orang lain baik dalam keluarga, kelas, sekolah maupun masyarakat.
5. Memasyarakatkan tentang pentingnya memahami dan melaksanakan HAM, agar kehidupan
bersama menjadi tertib dan sejahtera.
6. Berbagai kegiatan untuk mendorong aparat pnegak hokum bertindak adil.
7. Mematuhi peraturan dikeluarga, sekolah dan masyarakat.
8. Berbagai kegiatan untk mendorong agar Negara mencegah brbagai tindakan antipluralisme
kemajemukan etnis, budaya, daerah dan agama.
Dilihat dari ringan atau beratnya pelanggaran HAM. HAM terbagi 2, yaitu:
1.

Pelanggaran HAM ringan

Pelanggaran HAM ringan adalah diuar genosida dan kejahatan kemanusiaan.


Pelanggaran HAM bermotif rasialisme, merupakan bentuk perlakuan dengan memberi pembedaan
hak-hak terhadap rasa atau etnis tertentu. Pelanggaran HAM bermotif diskriminasi apartheid, adalah
pembedaan hak-hak terhadap etnis tertentu berdasarkan warna kulit .
2. Pelanggaran HAM BERAT
UU No. 39 Th 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dalam pasal 104 ayat (1) Yang dimaksud dengan
pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan
sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan,
penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
(systematic diserimination).
Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:
a.

kejahatan genosida

Pasal 8 UU 26/2000: setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompoketnis, kelompok agama, dengan cara:
..
Jenis kelahatan GENOSIDA:
1.

Membunuh anggota kelompok;

2.

Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;

3.
Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara
fisik baik seluruh atau sebagiannya;
4.

Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam kelompok; atau

5.

Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu kekelompok lain.

b.

kejahatan terhadap kemanusiaan

Pasal9 UU 26/2000: salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas
atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk
sipil, berupa:
Jenis kejahatan terhadap MANUSIA:
a.

Pembunuhan;

b.

.Pemusnahan;

c.

Perbudakan;

d.

Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;

e.
Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang
yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
f.

Penyiksaan;

g.
Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan
atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
h.

Penghilangan orang secara paksa; atau

i.

Kejahatan apartheid

Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham
politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
Kasus Pelanggaran HAM : Tragedi Trisakti
Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia.
Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung DPR/MPR, termasuk mahasiswa
Universitas Trisakti. Seorang mahasiswi tergeletak di jalan setelah pecah bentrokan antara petugas
keamanan dan para mahasiswa Universitas Trisakti dalam unjuk keprihatinan di depan Kampus Universitas
Trisakti, Jakarta, Selasa (12/5/1998) petang]] Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada 12 Mei
1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya.
Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju gedung DPR/MPR pada pukul 12.30.
Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polrimiliter datang kemudian. Beberapa mahasiswa

mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri. Akhirnya, pada pukul 17.15 para mahasiswa bergerak mundur,
diikuti bergerak majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah
mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di universitas Trisakti.
Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke RS
Sumber Waras.
Satuan pengamanan yang berada dilokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian RI,
Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202,
Pasukan Anti Huru Hara Kodam seta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air mata,
Styer, dan SS-1. Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang
dalam keadaan kritis serta puluhan lainnya luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri
Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru
tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, leher, dan dada.
Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, hasil otopsi
menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Inilah sekilas dari apa yang telah terjadi 12 Mei 1998 di
Jakarta yang mewakili apa yang terjadi di Indonesia.
Tragedi Trisakti sangat terkenal, disini para mahasiswa menjadi korban akan rezim Soeharto.
Dalam penertiban aksi unjuk rasa ini ternyata para aparat keamanan tidak melakukan apa yang seharusnya
mereka lakukan. Penemuan 4 mayat sebagai korban aksi ini memecah emosi mahasiswa dan masyarakat.
Aparat keamanan melanggar hak asasi dari para mahasiswa.
Pelanggaran hak asasi yang tejadi yaitu para pemerintah dan para aparat keamanan merebut hak
mereka untuk beraspirasi, menyuarakan pendapat mereka. Para mahasiswa itu menuntut agar Soeharto,
yang saat itu menjabat sebagai Presiden RI, turun dari jabatannya. Mengapa? Ternyata Soeharto
menjalankan pemerintahannya secara diktator, hak-hak masyarakat tidak diakui, krisis moneter yang
menjadi akibat dari perbuatannya, dan masih banyak keburukan ain dari pemerintahannya.
Yang kedua adalah hak keempat mahasiswa untuk memperoleh pendidikan yang layak juga telah
diambil bersama dengan hak hidup mereka. Suatu kekejian yang dilakukan oleh pemrintah melalui aparat
keamanan yang ada saat itu.
Mahasiswa yang saat itu hanya ingin menyuarakan aspirasi mereka akan apa yang terjadi di negara
mereka dan menyampaikan apa yang menjadi keinginan mereka dan bangsa Indonesia ternyata harus
mendapat tindakan penertiban dari aparat keamanan. Kekerasan yang terjadi menjadi suatu keprihatinan
bangsa, kekecewaan rakyat terhadap respon dan tindakan pemerintah. Katanya Indonesia adalah Negara
yang adil dan merdeka, namun apa yang terjadi? Saat generasi mudanya ingin mengkritisi negaranya
sendiri ternyata mereka dicegah, dipukul, disiksa, kampus mereka dilempari gas air mata, peluru karet
ditembakkan, dan tewasnya emapt generasi muda bangsa.

Saat kejadian itu usai, para pejabat dan komnas HAM mengunjungi para korban dan mengatakan
akan mengusut kasus ini. Namun ternyata sampai detik ini tidak ada langkah tegas yang diambil
pemerintah. Tidak mungkin peperintah melupakan kejadian ini apalagi selalu diperingati tiap tahunnya.
Bagaimana mengatasi kasus pelanggaran HAM pada kasus Trisakti ini?
Pertama, pemerintah melalui Komnas HAM, harus menyelidiki dengan seksama apa yang terjadi
saat itu, siapa yang menembaki mahasiswa itu dan mengapa mereka harus ditembaki. Komnas HAM harus
segera menuntaskannya agar kepercayaan bangsa Indonesia terhadap pemerintahnya tidak hilang akibat
janji-janji kosong mengenai tindakan lanjut dari tragedi di Trisakti.
Kedua, tidak hanya Komnas HAM, pemerintah pun harus mendukung penyelesaian kasus ini, yaitu
dengan mendukung Komnas HAM dalam investigasi dengan menyediakan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam investigasi. Para pejabat tinggi militer pun harus mendisiplinkan mereka yang saat itu
bertugas menjaga ketertiban massa, karena ternyata mereka membunuh empat mahasiswa dengan peluru
bermesiu, bukan peluru karet. Dan suatu hal yang tidak biasa menertibkan massa dengan peluru karet.
Saat penyelidikan usai, giliran lembaga yudikatif kita untuk mengadili dengan adil tiap mereka
yang bertanggung jawab akan aksi kekerasan dan penembakan yang terjadi. Jangan sampai keputusan yang
diambil tidak sebanding denagn perbuatan mereka. Bila ternyata Komnas HAM dan pemerintah ternyata
tidak sanggup melakukan penegakan HAM di Indonesia, masyarakat kita harus meminta lembaga yang
lebih tinggi lagi, yaitu PBB, untuk mengambil alih kasus ini sebelum kasus ini kadaluarsa dan ditutup
sehingga mengecewakan masyarakat Indonesia.
Yang terakhir yang dapat saya uraikan agar menjadi suatu cara untuk mengatasi terulangnya
kejadian ini adalah pembenahan akan jiwa pemerintah agar menghargai hak-hak asasi dari warga
Indonesia, melalui mengusahakn secara maksimal agar hak mereka untuk hidup dijunjung tinggi, begitu
pula hak asasi lain seperti hak mereka untuk memperoleh penghidupan yang layak, perekonomian yang
baik, kebebasab individu diakui sesuai nilai Pancasila yangberkembang dalam masyarakat. Maka
pemerintah Indonesia harus memperbaiki hidup bangsa ini.
Kasus Munir
Kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib, dianggap sebagai persoalan yang sangat
serius bagi pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM di Indonesia. Penyelesaian kasus itu wajib
dilakukan untuk mencegah kejadian itu terjadi lagi menimpa pembela aktivis HAM. Itulah yang
disampaikan komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah, di kantor Komnas HAM, Senin (15/12).
Kasus bullying
Kasus bullying dalam lingkungan sekolah kerap terjadi. Ternyata, bullying sudah termasuk tindak
pidana. Ancamannya penjara. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto mengatakan
bullying masuk tindak pidana dan pelakunya bisa dikenakan Pasal 281 tentang pelanggaran kesusilan dan
kesopanaan di muka umum dengan sengaja. "Ancamannya dua tahun enam bulan penjara. Yang jelas,
pelaku sudah melakukan pelanggaran pidana Pasal 281 KUHP," katanya di Mapolda Metro Jaya, Senin
(18/8). Tak hanya melanggar UU KUHP, pelaku bullying juga bisa dikenakan Pasal 82 UU perlindungan
anak dan UU lainnya yang terkait.

Rikwanto mengatakan bullying di sekolah semakin sering terjadi. Meski jarang dilaporkan, kali ini
polda mendapatkan aduan dari masyarakat terkait kasus senioritas yang terjadi di SMAN 9 Kota Tangerang
Selatan. Sebelumnya, pada 15 Agustus 2014, seorang pelajar berinisial CPN melaporkan perkara
perbuatan cabul terhadapnya yang terjadi sepulang sekolah pada 12 Agustus 2014. Korban yang baru tujuh
hari bersekolah di SMAN 9 Kota Tangerang Selatan, ditarik seniornya ke dalam sebuah kelas setelah
pulang sekolah. Di dalam kelas tersebut baju korban dirobek oleh salah satu dari senior wanita hingga dua
kancing bajunya lepas. Dalam kelas tersebut ada sekitar 23 senior wanita dan sejumlah senior laki-laki
yang berdiri di pintu kelas. CPN melaporkan IAS dan kawan-kawan dengan Pasal 82 UU Nomor 23
tentanf
perlindungan
anak
Jo
Pasal
281
KUHP
dengan
nomor
laporan
LP
2878/VIII/2014/PMJ/Ditreskrimum.
Berikut adalah pendekatan yang dapat dilakukan untuk menangani kasus bullying ini yaitu :
a. Pendekatan penghapusan (obilition)
Merupakan pendekatan yang dilakukan dengan cara menghapus kasus bullying yang terdapat
disekolahan. Dengan melakukan upaya-upaya prefentif dan interventif dengan menindak tegas pelaku
bullying yaitu dengan mengatasi masalah yang menjadi akar dari fenomena tersebut.
b. Pendekatan perlindungan
Ialah suatu pendekatan yang menitik beratkan pada perlindungan dan pemberian hak-hak kepada
setiap siswa. Karena setiap orang memiliki hak masing-masing yang tertuang kedalam Hak Asasi Manusia
seperti hak kebebasan, termasuk memperoleh perlindungan. Perlindungan tersebut dapat melalui
perumusan hukum-hukum dan aturan sekolah. selain itu juga melalui peningkatan peran lembaga sekolah,
dan keluarga.
Sadar hukum
Menurut Sekjen Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA) Arist Merdeka Sirait di Jakarta,
Senin (10/3/08), paradigma kekerasan pada anak-anak untuk menimbulkan efek jera dan sikap disiplin
sudah saatnya harus diubah. Paradigma tersebut merupakan produk lama yang sudah usang. Dalam UU
Perlindungan Anak Th 2002 Pasal 59, sekolah diwajibkan untuk melindungi murid dari segala bentuk
kekerasan. Sedangkan Pasal 1 butir 1 UU Sisdiknas menyatakan, pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan peserta didik agar memiliki kepribadian, kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian
diri, kecerdasan, dan akhlak mulia.
Bab XI Sisdiknas tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pasal 40 ayat 2 menyatakan bahwa
pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban : (1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (2) Memiliki komitmen secara profesional untuk
meningkatkan mutu pendidikan; (3) Memberikan teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Namun dalam realitasnya, tidak sedikit guru sekolah yang belum memenuhi harapan sebagaimana
tertuang dalam sistem pendidikan nasional itu. Artinya, dalam banyak hal mereka tidak menjadi seorang
pengayom, melainkan cenderung menjadi penghukum (punisher). Aksi tindak penganiayaan oknum guru
terhadap murid di lingkungan sekolah merupakan salah satu indikatornya.

Pelaku penganiayaan terhadap anak dapat dikenai Pasal 80 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak atau Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan. Tindak penganiayaan guru pada murid
juga bertentangan dengan UU HAM No 39/1999 Bab III, HAM dan Kebebasan Manusia. Pasal 66
menyatakan, setiap anak berhak bebas dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman
yang tidak manusiawi.
Sedangkan Pasal 11 menyatakan, setiap anak berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk
tumbuh dan berkembang secara layak. Jadi, tindak kekerasan guru yang lepas kendali terhadap murid, apa
pun bentuknya dan apa pun alasannya, jelas menyalahi UU yang berlaku. Pelaku dapat dikenai hukuman
minimal 3,5 tahun penjara sesuai UU tentang Perlindungan Anak No. 80/2002.
Strategi penanganan
Dewasa ini kita patut prihatin terhadap maraknya tindakan bullying karena sebagian orang
menganggap hal itu sebagai sesuatu hal yang wajar. Padahal, kalau kita diam saja, seolah-olah telah
melegalkan tradisi kekerasan, khususnya di sekolah-sekolah. Sebab itu pemerintah cq Depdiknas
seharusnya memiliki kebijakan anti-bullying yang jelas. Misalnya, bagaimana sekolah-sekolah melakukan
pendekatan solusi untuk mencegah/mengatasi tindakan bullying, baik kepada setiap pelaku, para korban
atau pihak-pihak yang mengetahuinya.
Guru-guru perlu dibekali dengan keterampilan berkomunikasi untuk mencegah/ menyelesaikan
kasus bullying. Mereka dapat menghadirkan semua pihak yang terkait dengan tindakan bullying. Hal ini
memerlukan dua strategi :
(1) Strategi umum dengan menciptakan kultur sekolah yang sehat. Kultur sekolah sebagai pola
nilai-nilai, norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang
sekolah. Kultur sekolah dilaksanakan oleh warga sekolah secara bersama baik oleh kepala sekolah, guru,
staf administrasi maupun murid sebagai dasar dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang
muncul. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menciptakan situasi yang saling menghargai, menyenangkan,
menyejukkan, mengasyikan dan mencerdaskan.
(2) Strategi khusus dengan mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal yang menyebabkan
terjadinya tindakan bullying di lingkungan sekolah, mengaktifkan semua komponen secara proporsional
sesuai perannya dalam menanggulangi perilaku bullying. Tidak kurang pentingnya adalah menyusun
program aksi penanggulangan bullying berdasarkan analisis secara menyeluruh, melakukan evaluasi, serta
pemantauan secara periodik dan berkelanjutan

Anda mungkin juga menyukai