I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi adalah kelainan neurologis kronik yang insidensinya di
seluruh dunia cukup tinggi. Saat ini, insiden epilepsi di dunia diperkirakan
33-198 tiap 100.000 penduduk setiap tahunnya. Insiden ini tinggi pada
negara-negara berkembang karena tingginya faktor resiko untuk terkena
kondisi maupun penyakit yang akan mengarahkan pada cedera otak seperti
stroke (WHO, 2006).
Di Indonesia, saat ini sekitar 1,1 juta hingga 1,3 juta penduduk
mengidap penyakit epilepsi. Prevalensi epilepsi di Indonesia berkisar
antara 0,5-2%, yang berarti jauh lebih tinggi dari angka insidensi epilepsi
dunia. Penanganan penderita epilepsi masih menghadapi kendala, karena
sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa epilepsi yang
lebih dikenal masyarakat dengan berbagai nama, diantaranya ayan dan
sawan, disebabkan atau dipengaruhi oleh kekuatan supranatural, dan tiap
jenis serangan dikaitkan dengan nama roh atau setan (Depkes RI, 2006).
Epilepsi dapat menyerang baik laki-laki maupun perempuan pada
berbagai usia. Pada usia lanjut, kejadian epilepsi meningkat seiring dengan
meningkatnya faktor risiko epilepsi pada usia lanjut, yaitu stroke. Hiyoshi
dan Yagi ( dalam Husam, 2008) menyatakan bahwa stroke merupakan
faktor penyebab epilepsy yang penting pada usia lanjut. Penelitian yang
dilakukan oleh Hiyoshi dan Yagi pada 190 pasien epilepsi kelompok usia
lanjut menunjukan bahwa resiko terkena dan mengalami kembali epilepsi
pada kelompok usia lanjut ini meningkat seiring bertambahnya usia dan
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya perbedaan angka kejadian epilepsi pasca
stroke antara stroke hemoragik dan non hemoragik di RS Margono
Soekarjo
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui angka kejadian epilepsi pasca stroke pada stroke
hemoragik
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Epilepsi
1. Definisi
Epilepsi adalah istilah untuk cetusan listrik lokal pada substansia
grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat
(Ginsberg, 2008). Definisi lain epilepsi adalah manifestasi gangguan
pada otak dengan berbagai etiologi namun mempunyai gejala tunggal
yang khas yaitu serangan secara berkala yang disebabkan oleh
pelepasan muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan (Mardjono
dan Sidharta, 2008).
2. Etiologi
Penyebab epilepsi ini dibagi menjadi 3 yaitu epilepsi idiopatik,
epilepsi simtomatik dan kriptogenik oleh International League Against
Epilepsy atau ILAE (Banerjee, 2009). Penjelasan tentang etiologi
epilepsi adalah :
a. Idiopatik
kromosom
abnormal,
radiasi,
infeksi
iii.
suatu sisi
Dapat pula sebagai gejala sensorik fokal menjalar atau
sensorik khusus berupa halusinasi sederhana (visual,
auditorik, gustatorik).
Terkadang ditemukan defisit neurologik fokal pasca sawan
berupa kelumpuhan ekstremitas yang sering disebut dengan
sensorik
(merasakan,
membau,
2) Epilepsi mioklonik
Epilepsi ini mempunyai ciri-ciri seperti serangan yang
mendadak seperti tersentak saat pagi hari bangun dan tiba-tiba
tangan terangkat sesaat dan penderita menjatuhkan apa yang
dia pegang (Epilepsy Foundation, 2010).
3) Epilepsi klonik
Mempunyai ciri-ciri seperti menyetakan tangannya atau kaki
dengan ritme tertentu, terkadang terjadi pada kedua sisi tubuh
(Epilepsy Foundation, 2010).
4) Epilepsi tonik
Epilepsi ini sering memperlihatkan gejala seperti tiba-tiba
mengeras pada tubuh, kedua tangan terangkat di atas kepala
dan muka penderita meringis seperti ditarik. Epilepsi ini
menyebabkan pasien merasa lelah dan inilah juga yang
membedakan dengan serangan epilepsi klonik (Epilepsy
Foundation, 2010).
5) Epilespi atonik
Kejadian epilepsi ini sering menyebabkan pasien jatuh ini
terjadi karena kehilangan tonus otot postural (American
Society Epilepsy, 2010).
c. Epilepsi yang tidak terklasifikasikan
4. Patofisiologi
Dasar serangan epilepsi adalah gangguan fungsi neuron-neuron
otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni
neurotransmitter
melepaskan
eksitasi
yang
memudahkan
depolarisasi
atau
10
muatan
listrik
11
kejadian serangan
dapat
12
11) Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam?
Riwayat penyakit dahulu
Setelah itu pasien pun harus ditanyakan tentang RPD (riwayat
penyakit dahulu). Riwayat medik yang dahulu dapat memberikan
informasi yang berguna dalam menentukan etiologinya. Lokasi
yang berkaitan dengan serangan kejang dan pengetahuan tentang
lesi
yang
mendasari
dapat
membantu
untuk
pengobatan
13
kemanjuran obat
14
15
16
17
proses
patologik
(kausal),
stroke
iskemik
18
4. Patofisiologi
Kejadian stroke terjadi karena adanya gangguan pasokan aliran
darah otak yang dapat terjadi dimana saja dalam arteri yang membentuk
sirkulus willisi, dan bila aliran darah terhenti ke otak selama 15 sampai
20 menit ini akan menyebabkan infark dan kematian jaringan. Proses
patologis yang mendasari mungkin salah satu proses yang terjadi di
dalam pembuluh darah yang mendarahi otak. Patologinya dapat berupa
(Price dan Wilson, 2006) :
a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah seperti aterosklerosis.
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah seperti
syok atau hiperventilasi darah.
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pada pembuluh
darah yang berasal dari jantung atau pembuluh darah ekstra kranium.
d. Ruptur vaskuler di dalam jaringan otak atau ruang subarakhnoid.
5. Penegakan Diagnosis
Untuk mengetahui diagnosis dan penentuan jenis patologi stroke
bisa didapatkan dengan skor stroke yaitu Algoritma Gadjah Mada dan
19
20
21
membran
peroksidasi
juga
disebut
dalam
faktor
yang
aliran
darah
pada
pembuluh
darah
otak
dimana
22
non-hemoragik
khususnya
pada
area
sensitif
seperti
bahwa
pasien
dengan
subarachnoid
hemorrhage
23
8,6% dari pasien dengan stroke iskemik. Serangan epilepsi pada awal
merupakan faktor prognosis buruk. Serangan ini terjadi secara
signifikan lebih sering pada pasien dengan stroke hemoragik dengan
Proporsi kejang berulang kecil dan serangan epilepsi onset terlambat
terutama dari 6 bulan sampai 2 tahun setelah stroke dengan tingkat
kekambuhan tinggi. Epilepsi paska stroke berbahaya dan memerlukan
pengobatan dengan obat antiepilepsi. EEG dapat dilakukan setelah
terkena stroke yang dapat membantu mengidentifikasi pasien yang
beresiko terkena epilepsi paska stroke (Temprano, 2009).
Lokasi kortikal merupakan salah satu faktor risiko yang paling
dapat menyebabkan epilepsi pasca stroke. epilepsi paska stroke lebih
mungkin untuk terjadi pada pasien dengan lesi yang lebih besar yang
melibatkan beberapa lobus otak dibandingkan dengan keterlibatan
lobus tunggal. Namun, setiap stroke subkortikal,
kadang-kadang
pada
pasien
dengan
perdarahan
intraserebral.
24
dari
metabolisme
darah
seperti
hemosiderin,
dapat
subarachnoid
mungkin
juga
memiliki
komponen
25
2+
hasil
depolarisasi,
menurunnya
ambang
batas
26
27
E. Keranga Teori
hipoperfusi
global
jaringan parut
gliotik
Disfungsi dari
daerah
metabolik
Stroke
depolarisasi
potensial
transmembran
Gangguan
akumulasi ion
K dan Na
Epilepsi
28
gangguan
autoregulasi
otak
Gambar 2 : kerangka teori penelitian
F. Keranga konsep
Stroke Hemoragik
Angka kejadian
epilepsi pasca
Stroke non
hemoragik
29
III.
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
observasional analitik yang bertujuan untuk mencari adakah perbedaan angka
kejadian epilepsi grand mal pasca stroke antara stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Cohort.
penelitian
pernah
terkena
epilepsi
sebelum
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas:
Stroke
30
2. Variabel terikat:
Epilepsi
E. Pengumpulan Data
1. Alat Pengumpulan Data
Peralatan yang diperlukan untuk mengetahui data demografi dan
data klinis pasien menggunakan catatan medik pasien yang didata
menggunakan form isian seperti dibawah ini :
Tabel 1. Tabel alat pengumpulan data
No. Nama Usia Jenis
Kelamin
1
2
Stoke
Hemoragik
Stroke
hemoragik
Non
31
3
4
F. Tata Urutan Kerja
Proses urutan kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi subjek penelitian yang berpotensi dalam penelitian
melalui rekam medik pasien epilepsi grand mal pasca stroke yang berada
di RSMS selama Januari 2010 sampai Desember 2012.
2. Peneliti melakukan identifikasi rekam medik dengan mencari subjek yang
memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian.
3. Subjek yang memenuhi kriteria nanti dibagi menjadi dua antara subjek
yang menderita epilepsi grand mal pasca stroke hemoragik dan subjek
yang menderita epilepsi grand mal pasca stroke non hemoragik selama
periode yang telah ditentukan.
4. Setelah itu peneliti mulai menganalisis data yang telah didapatkan untuk
mencari seluruh angka kejadian yang didapatkan. Peneliti pun nanti akan
membandingkan angka kejadian paling besar yang menyebabkan epilepsi
grand mal pasca stroke antara stroke hemoragik dan non hemoragik.
G. Analisis Data
1) Analisis univariat
Analisis univariat ini menggunakan analisis tabel distribusi frekuensi
yang menunjukkan bahwa dalam satu tabel tersebut hanya memuat
informasi satu variabel saja. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui
karakteristik responden, gambaran epilepsi pasca stroke hemoragik, dan
gambaran epilepsi pasca stroke non hemoragik.
2)
Analisis bivariat
Analisis bivariat ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat
32
yang terdapat dalam penelitian. Ditinjau dari skala data pada beberapa
variabel tersebut serta dengan memperhatikan tujuan penelitian, maka uji
statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Chi-square. Uji
alternatif yang dilakukan jika uji chi-square tidak bisa adalah uji
alternatif Fisher.
IV.
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
Tabel 4.1. Karakteristik responden pasien stroke dan epilepsi tahun 20102013
Karakteristik
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jenis Stroke
SH
SNH
Epilepsi
Ya
Tidak
Frekuensi
Persentase
1.738
1.906
47,7
52,3
1.529
2.115
41,7
58,3
23
3.621
0,6
99,4
33
2. Analisis bivariat
Tabel 4.2. Tabulasi Silang Jenis Stroke dan Epilepsi
Epilepsi
Stroke
SH
SNH
Total
Ya
F
16
7
23
Total
Tidak
%
1,0
0,3
0,6
F
1.513
2.108
3.621
%
99,0
99,7
99,4
F
1529
2115
3644
%
100
100
100
34
35
36
(odds ratio atau OR 3,3), lesi sebelumnya (OR 2,2), dan stroke
hemoragik (OR 1,8) (Leona, 2009).
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Olsen (2005). Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui faktor resiko apa saja yang mempengaruhi
epilepsi pasca stroke ini. Menggunakan metode follow up selama 7 tahun
dengan studi kohort, dari 1197 pasien stroke 38 (3,2%) pasien menderita
epilepsi paska stroke. Pasien stroke dengan intracerebral hemoragik
memiliki risiko relatif atau RR 3,3 kali untuk mengalami epilepsi pasca
stroke. Ini yang menjadikan intracerebral hemoragik menjadi salah satu
faktor resiko epilepsi paska stroke (Olsen, 2005).
Epilepsi paska stroke hemoragik bisa terjadi secara onset cepat
dan onset lambat. Penelitian oleh Garrett (2009) membuktikan adanya
perbedaan etiologi pada epilepsi paska stroke hemoragik onset cepat
dengan onset lambat. Onset cepat dipengaruhi oleh volume pendarahan,
adanya pendarahan subarachnoid dan pendarahan subdural, sedangkan
onset lambat dipengaruhi oleh pendarahan subdural dan peningkatan
penerimaan international rasio normalisasi atau INR (Garrett, 2009).
Myint (2005) dalam penelitian tentang epilepsi paska stroke
mendapatkan bahwa 10,6%-15,4% epilepsi paska stroke disebabkan oleh
intracerebral hemoragik, dan hanya 6,5%-8,5% epilepsy paska stroke
yang disebabkan oleh stroke iskemik (Myint, 2005).
Pada penelitian di Semarang, kejadian epilepsi pasca stroke
ditemukan pada sekitar 7% sampai 35% pasien dengan stroke
subarachnoid hemoragik. Bangkitan pada fase awal pendarahan
subarachnoid dapat menyebabkan pendarahan ulang walaupun belum
terbukti menyebabkan peningkatan tekanan intracranial. Pemberian
37
A. Kesimpulan
Terdapat perbedaan angka kejadian epilepsi paska stroke pada pasien
dengan SH dan SNH. Pasien SH memiliki kemungkinan menderita epilepsi
paska stroke lebih tinggi dibandingkan pasien SNH.
B. Saran
1. Perlu ditingkatkan penyuluhan tentang stroke, faktor resiko, komplikasi
dan penatalaksanaanya pada usia produktif.
38
DAFTAR PUSTAKA
American Society Epilepsy. 2010. Epilepsy fact and figures. Diakses dari :
http://www.aesnet.org/go/externallink?
target=http://www.epilepsyfoundation.org/about/factsfigures.cfm
Pada
tanggal 10 februari 2013.
Andejaska, V.A., Fritsch, B., Qashu, F., Braga, M.F.M. 2008. Pathology and
pathophysiology of the amygdala in epileptogenesis and epilepsi. Epilepsy.
78 : 102-116.
Azmi, E., Sukiandra, R., Fridayenti. 2013. Gambaran kadar kolestrol HDL dan
tekanan darah pasien stroke yang dirawat di bagian saraf RSUD ARIFIN
ACHMAD provinsi Riau. Repository Unri. Hal : 1-14.
Banerjee, P.N., Filippi, D., Hauser, W.A. 2009. The descriptive epidemiology of
epilepsy-a review. Epilepsy Res. 85 : 31-45.
Benbir, G., Ince, B., Bozluolcay, M. 2006. The epidemiology of post-stroke
epilepsy according to stroke subtypes. Acta Neurologica Scandinavica. 114 :
8-12.
39
Claassen, J., Jette, N., Chum, F., Green, R., Schmidt, M., et al. 2007.
Electrographic seizures and periodic discharges after intracerebral
hemorrhage. Neurology. 69 : 1356-1365.
Depkes RI. 2006. 1,4 Juta Penduduk Indonesia Mengidap Epilepsi. (online).
Diakses
dari:
http://www.depkes.go.id/index.php?
option=news&task=viewarticle&sid=2237&Itemid=2
Pada tanggal 8
Februari 2013.
Ducros, A., Fiedler, U., Porcher, R., Boukobza, M., Stapf, C., et al. 2010.
Hemorrhagic Manifestations of reversibel cerebral vasocontriction
syndrome : frequency, feature, and risk factors. Stroke. 41: 2505-2511.
Epilepsy foundation. 2010. Partial vs generalized epilepsies. Diakses dari :
http://www.epilepsyfoundation.org/aboutepilepsy/causes/partialgeneralized.
cfm pada tanggal 10 februari 2013.
Ferro, J.M., Pinto, F. 2004. Poststroke epilepsy : epidemiology, pathophysiology,
and management. Drugs Aging. 21 : 639-653.
Fox, C.K., Fullerton, H.J. 2010. Recent advances in childhood arterial ischemic
stroke. Curr Atheroscler Rep. 12 : 217-224.
Garrett, M.C., Komotar, R.J., Starke, R.M., Merkow, M.B., Otten, M.L. 2009.
Predictors of seizure onset after intracerebral hemorrhage and the role of
long-term antiepileptic therapy. Journal of Critical Care. 24(3) : 335-339.
Ginsberg, M.D. 2008. Neuroprotection for ischemic stroke : past, present, and
future. Neuropharmacology. 55 : 363-389.
Hammer, H.M. 2009. Seizure and epilepsy after stroke. Der Nervenarzt. 80 : 405414.
Harsono. 2006. Buku Ajar neurologi klinis. Jogjakarta : Gadjah mada university
press.
Hiyoshi, T., Yagi, K. 2000. Epilepsy in the elderly. Epilepsia. 41 : 31-35.
Husam. 2008. Perbedaan usia dan jenis kelamin pada jenis epilepsi di RSUP dr.
Kariadi. (online). Diakses di http://eprints.undip.ac.id/24557/1/Husam.pdf .
Pada tanggal 9 februari 2013.
Ismail, S. 2013. Penatalaksanaan pendarahan subarachnoid. CDK. 39 : 807-812.
Kammersggard, L.P., Olsen, T.S. 2005. Poststroke epilepsy in the Copenhagen
stroke study: incidence and predictors. Journal of Stroke and
Cerebrovascular Diseases. 14 : 210-214.
40
Khealani, B.A., Ali, S., Baig, S.M. 2008. Post stroke seizure : descriptive study
from a tertiary care centre. J Pak Med Assoc. 58 : 365-366.
Leone, M.A., Tonini, M.C., Bogliun, G., Gionco, M., Tassinari, T. 2009. Risk
factors for a first epileptic seizure after stroke: a case control study. Journal
of the Neurological Sciences. 277 : 138-142.
Lossius, M.I., Ronning, O.M., Slapo, G.D., Mowinckel, P., Gjerstad, L. 2005.
Poststroke epilepsy: occurrence and predictors-a long term prospective
controlled study (arkehsus stroke study). Epilepsia. 48 : 1246-1251.
Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medica Aesculpalus FKUI .
Mardjono, M., Sidharta, P. 2008. Neurologi klinis dasar. Jakarta : Dian rakyat.
Myint, P.K., Staufenberg, E.F.A., Sabanathan, K. 2006. Post stroke seizure and
post stroke epilepsy. Postgrad Med J. 82 : 568-572.
Olsen, T.S. 2004. Post-stroke epilepsy. Current Atherosclerosis Reports. 3 : 340341.
Panitchote, A., Tiamkao, S. 2010. Prevalence of post-stroke seizures in
srinagarind hospital. J Med Assoc Thai. 93 : 1037-1038.
Price, S.A., Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC.
Purwanti, O.S., Maliya, A. 2008. Rehabilitasi klien pasca stroke. Berita Ilmu
Keperawatan ISSN. 1 : 43-46.
Reuck, De.J., Hemelsoet, D., Maele, V.G. 2007. Seizure and epilepsy in patients
with lacunar stroke. Clinical Neurology and Neurosurgery. 109 : 501-504.
Rhoney, D., Tipps, L., Murray, K., Basham, M., Michael, D. 2002. Coplin
W.Anticonvulsant prophylaxis and timing of seizures after aneurysmal
subarachnoid hemorrhage. Neurology. 55 : 258-265.
Soeharto. 2004. Kolesterol dan Lemak Jahat, Kholesterol dan Lemak Baik dan pr
oses Terjadinya Serangan Jantung dan Stroke. Jakarta: Gramedia. pp: 28101.
Sunaryo, O. 2007. Diagnosis epilepsi. Wijaya Kusuma. 1 : 45-52.
Temprano, T., Puig, J.S., Puerta, S.C., AlSibbai, A.A.Z., Lahoz, C.H. 2009.
Epilepsia posticus. REV NEUROL. 48 : 171-177.
WHO. 2006. Epilepsy: epidemiology, etiology, and prognosis. WHO Fact Sheet
No. 165.
41