Anda di halaman 1dari 12

Makalah Kimia Farmasi

PEMANFAATAN, POTENSI OBAT BAHAN ALAMI


DAN KEAMANANYA

Dosen pembimbing:
Elok Kamilah Hayati,M.Si

Oleh:
Ahamd helmi
(05530012)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG
2008
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia, penggunaan obat alami yang lebih dikenal sebagai jamu,
telah meluas sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus dilestarikan
sebagai warisan budaya.
Bahan baku obat alami ini, dapat berasal dari sumber daya alam biotik
maupun abiotik. Sumber daya biotik meliputi jasad renik, flora dan fauna serta
biota laut, sedangkan sumber daya abiotik meliputi sumber daya daratan,
perairan dan angkasa dan mencakup kekayaan/ potensi yang ada di dalamnya.
Mengingat manfaat keanekaragaman hayati tersebut bagi manusia
sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum, penyegar, pewarna,
senyawa model dan lain-lain, selain sebagai penghasil senyawa organik yang
jenis dan jumlahnya hampir tak terhingga, tidaklah heran apabila banyak
pihak, baik peneliti maupun pengusaha dalam dan luar negeri yang melirik
sumber daya alam Indonesia tersebut.

1.2 Tujuan
Di dalam makalah ini akan dicoba untuk memberikan gambaran
mengenai manfaat dan keberadaan/ posisi obat alami di dalam usaha-usaha
pelayanan kesehatan baik kesehatan manusia maupun kesehatan hewan, dan
efek yang ditimbulkannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Obat Bahan Alami
Yang dimaksud dengan obat alami adalah sediaan obat, baik berupa
obat tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia (bahan
segar atau yang dikeringkan), ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni
yang berasal dari alam, dan khusus dalam makalah ini yang dimaksud dengan
obat alami adalah obat asal tanaman.
Obat alami dapat pula didefinisikan sebagai obat-obatan yang berasal
dari alam, tanpa rekayasa atau buatan, bisa berupa obat yang biasa digunakan
secara tradisional, namun cara pembuatannya dipermodern. Apabila obat
tersebut diperuntukkan bagi hewan maka obat alami tersebut diberi keterangan
tambahan “untuk hewan”.
Pada tabel di bawah ini dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat
yang mempunyai prospek pengembangan yang potensial.
Tabel 1. Tanaman obat fitofarmaka yang prospektif
No. Tanaman obat Bagian tan. Indikasi potensi
obat
1. Temulawak Umbi Hepatitis, artritis
(Curcuma xantorrhiza
oxb)
2. Kunyit Umbi Hepatitis, artritis,
(Curcuma domestica Val) antiseptik
3. Bawang putih Umbi Kandidiasis,
(Allium sativum Lynn) hiperlipidemia
4. Jati Blanda Daun Anti hiperlipidemia
(Guazuma ulmifolia
Lamk)
5. Handeuleum (Daun ungu) Daun Hemoroid
(Gratophyllum pictum
Griff)
6. Tempuyung Daun Nefrolitiasis, diuretik
(Sonchus arvensis Linn)
7. Kejibeling Daun Nefrolitiasis, diuretik
(Strobilanthes crispus Bl)
8. Labu merah Biji Taeniasis
(Cucurbita moschata
Duch)
9. Katuk Daun Meningkatkan produksi
(Sauropus androgynus ASI
Merr)
10. Kumis kucing Daun Diuretik
(Orthosiphon stamineus
Benth)
11. Seledri Daun Hipertensi
(Apium graveolens Linn)
12. Pare Buah Diabetes mellitus
(Momordica charantia Biji
Linn)
13. Jambu biji (klutuk) Daun Diare
(Psidium guajava Linn)
14. Ceguk (wudani) Biji Askariasis, oksiuriasis
(Quisqualis indica Linn)
15. Jambu Mede Daun Analgesik
(Anacardium occidentale)
16. Sirih Daun Antiseptik
(Piper betle Linn)
17. Saga telik Daun Stomatitis aftosa
(Abrus precatorius Linn)
18. Sebung Daun Analgesik, antipiretik
(Blumea balsamifera D.C)
19. Benalu the Batang Anti kanker
(Loranthus spec. div.)
20. Pepaya Getah Sumber papain
(Carica papaya Linn) Daun Anti malaria
Biji Kontrasepsi pria
21. Butrawali Batang Anti malaria, diabetes
(Tinospora rumphii Boerl) melitus
22. Pegagan (kaki kuda) Daun Diuretika, antiseptik,
(Centella asiatica Urban) antikeloid, hipertensi
23. Legundi Daun Antiseptik
(Vitex trifolia Linn)
24. Inggu Daun Analgesik, antipiretik
(Ruta graveolens Linn)
25. Sidowajah Daun Antiseptik, diuretik
(Woodfordia floribunda
Salibs)
26. Pala Buah Sedatif
(Myristica fragrans Houtt)
27. Sambilata Seluruh Antiseptik, diabetes
(Adrographis paniculata tanaman daun melitus
Nees)
28. Jahe (Halia) Umbi Analgesik. Antipiretik,
(Zingibers officinale Rosc) antiinflamasi
29. Delima putih Kulit buah Antiseptik, antidiare
(Punica granatum Linn)
30. Dringo Umbi Sedatif
(Acorus calamus Linn)
31. Jeruk nipis Buah Antibatuk
(Citrus aurantifolia
Swiqk)

2.2 Potensi Obat Bahan Alami


1. Manfaat obat bahan alami bagi kesehatan manusia
Di samping kebutuhan akan sandang, pangan, papan serta
pendidikan, kesehatan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia, karena dengan kondisi kesehatan yang baik dan kondisi tubuh
yang prima, manusia dapat melaksanakan proses kehidupan, tumbuh dan
menjalankan aktivitasnya dengan baik. Apabila terjadi suatu keadaan sakit
atau gangguan kesehatan, maka obat akan menjadi suatu bagian penting
yang berperan aktif dalam upaya pemulihan kondisi sakit tersebut.
Ketika manusia terganggu kesehatannya, harmoni
kehidupannyapun terganggu. Pada saat inilah manusia membutuhkan obat
untuk memulihkan kesehatannya.
Berbicara mengenai obat alami, sumber penggunaannya dapat
ditelusuri dari budaya dan konsep kesehatan dari beberapa prinsip pandang
di antaranya Ayurveda, Cina dan Unani-Tibb.
Sistem Ayurveda yang berkembang di India dan kawasan Asia
Tenggara menganut konsep pemulihan kesehatan berdasarkan
pengembalian (restorasi) dan menjaga keseimbangan tubuh pada keadaan
normal. Sistem Cina, yang berkembang di Cina, Jepang, Korea dan
Taiwan, pada intinya menekankan pada pengembalian hubungan
fungsional yang dinamis antar organ tubuh. Sedangkan sistem Unani-Tibb
yang berkembang di Timur Tengah terutama Mesir dan Turki, berdasarkan
konsep terapi yang sistematis. Di Indonesia sendiri, landasan ilmiah
konsep pengobatan tradisional belum didokumentasikan secara sistematis,
namun manfaatnya telah dirasakan terutama oleh masyarakat yang
hidupnya jauh dari fasilitas pengobatan modern.
Penggunaan tanaman obat di kalangan masyarakat sangat luas,
mulai untuk bahan penyedap hingga bahan baku industri obat-obatan dan
kosmetika. Namun, di dalam sistim pelayanan kesehatan masyarakat,
kenyataannya peran obat-obat alami belum sepenuhnya diakui, walaupun
secara empiris manfaat obat-obat alami tersebut telah terbukti. Sebagai
salah satu contoh adalah penggunaan jamu sebagai obat kuat, obat pegal
linu, mempertahankan keayuan, pereda sakit saat datang bulan dan lain-
lain, menyiratkan penggunaan jamu yang sangat luas di masyarakat.
Memang disadari, bahwa produksi jamu belum banyak tersentuh oleh
hasil-hasil penelitian karena antara lain disebabkan para produsen jamu
pada umumnya masih berpegang teguh pada ramuan yang diturunkan
turun-temurun. Akibatnya, hingga saat ini obat tradisional masih
merupakan bahan pengobatan alternatif di samping obat modern.
Kecenderungan kuat untuk menggunakan pengobatan dengan
bahan alam, tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga berlaku di
banyak negara karena cara-cara pengobatan ini menerapkan konsep back
to nature atau kembali ke alam yang diyakini mempunyai efek samping
yang lebih kecil dibandingkan obat-obat modern .
Mengingat peluang obat-obat alami dalam mengambil bagian di
dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat cukup besar dan supaya
dapat menjadi unsur dalam sistem ini, obat alami perlu dikembangkan
lebih lanjut agar dapat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan
mutu.
Obat alami bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk hewan.
Penggunaan obat tradisional untuk hewan juga telah lama dilakukan oleh
para petani di pedesaan dan ternyata penggunaannya semakin meningkat
pula akhir-akhir ini. Berdasarkan info di lapangan, beberapa peternak
yang menggunakan obat-obat tradisional tersebut mendapatkan hasil
bahwa obat-obat tersebut mampu meningkatkan produktivitas ternaknya.
Beberapa obat alami yang digunakan dalam dunia hewan adalah
jahe merah (Zingiber officinalis var. rubra) sebagai koksidiostat yang
dapat mengatasi koksidiosis ayam dan meningkatkan respon vaksinansi,
Kineni untuk obat malaria unggas, putih telur (albumin) ayam untuk
mengatasi mastitis pada kambing, pule pandak (Alstonia scholaris) untuk
mengatasi cacingan pada ruminansia, unsur pedas Kapsaisin pada cabe
yang ampuh untuk menahan serangan bakteri penyebab tifus pada unggas,
jamu godogan untuk meningkatkan nafsu makan ayam dan meningkatkan
kesehatan, jamu-jamu untuk pertumbuhan badan yang mengandung
temulawak, daun turi, merica bolong, daun cengkeh dan banyak lagi.
Akhir-akhir ini perhatian terhadap penggunaan obat alami untuk
hewanpun meningkat pula. Hanya saja sosialisasi dan promosi obat alami
untuk hewan agak kurang gencar dibandingkan dengan obat alami untuk
manusia.
Biasanya, obat yang dikenal untuk obat hewan merupakan obat
klasik farmasetik antibiotik dan antiparasitik. Mengingat dalam
penggunaan obat-obatan pada hewan harus diwaspadai adanya dampak
residu obat terutama residu antibiotik, maka semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat akan bahaya residu tersebut telah mendorong
masyarakat untuk mencari alternatif pengganti antibiotik sebagai obat bagi
ternaknya. Dan sebagai pilihan pengganti adalah penggunaan tanaman
obat sebagai imbuhan pakan yang ternyata terbukti selain menambah daya
tahan tubuh ternak juga menambah nafsu makan.

2.3 Efek Obat Bahan Alam


Anggapan masyarakat bahwa obat yang berasal dari bahan alam adalah
aman, terbebas dari efek toksik merupakan pendapat keliru. Setiap bahan atau
zat memiliki potensi bersifat toksik, seberapa besar efek itu ditimbulkan
tergantung dari takarannya dalam tubuh. Efek toksik merupakan efek yang
dapat menimbulkan gejala-gejala keracunan dengan tingkat gangguan yang
bervariasi dari ringan sampi terjadinya kematian.
Hal demikian disampaikan Prof.dr. Amir Syarif, SKM, SpF(K) pada
pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Farmakologi
dan Terapeutik pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di
Auditorium FK UI, 23 Februari 2008 lalu.
Dalam orasinya, Prof Amir mengangkat tema " Peran Toksikologi
dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam di Indonesia".
Menurutnya, obat bahan alam adalah obat yang dikembangkan dari tanaman
atau tumbuhan.Sebagaimana obat konvensional, obat bahan alam juga mesti
diwaspadai. Pasalnya, keberadaan obat dalam takaran tertentu dapat
menimbulkan efek toksik. Kadar obat dalam tubuh akan menentukan seberapa
besar efek suatu obat atau dikenal dose-response relationship. Dalam hal ini,
toksikologi akan berperan untuk menentukan berapa besar efek toksik yang
ditimbulkan oleh suatu obat. "Dengan mengatur kadar obat maka efek toksik
dapat dicegah." kata suami R. Enar Suminar itu.
Obat bahan alam, selayaknya bahan kimia, akan mengalami proses
kinetik, berupa proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.Absorpsi
merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian masuk ke sirkulasi
sistemik. Distribusi sendiri merupakan proses perdaran obat ke seluruh cairan
tubuh baik kedalam cairan antar sel ( interstitial) maupun ke dalam sel
(intracellular). Pada wanita hamil, obat dapat pula terdistribusi ke dalam janin.
Melalui proses ditribusi , obat akan samapai ke organ target tempat obat
bekerja. Sedangkan metabolisme atau biotrasformasi adalah proses perubahan
senyawa obat dalam tubuh. Pada akhirnya kebanyakan senyawa aktif akan
mengalami perubahan menjadi senyawa tidak aktif dan lebih mudah
diekskresi, sehingga efek obat tersebut akan hilang. Proses metabolisme ini
bida terjadi diseluruh jaringa tubuh, dimana hati merupakan organ metabolime
obat yang paling utama. Sementara ekskresi adalah proses pengularan obat
dari tubuh, baik dalam bentuk senyawa aktif maupun senyawa tidak aktif.
Berkurangnya senyawa aktif, menyebakan berkurang efek obat tersbut. Organ
yang paling berperan dalam proses ekskresi adalah ginjal. Di samping itu,
proses ekskresi juga dapat terjadi melalui empedu, sekres cairan intestinal,
keringat , saliva, dan air susu ibu.
Di pasaran dikenal tiga jenis obat bahan alam, yaitu obat tradisional,
obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Pengembangan obat bahan alam
tersebut harus melalui prinsip-prinsip ilmiah. Bisa berawal dari obat
tradisional, atau dari tanaman yang diduga memiliki khasiat sebagai obat. Bila
obat tradisional telah dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik,
maka obat tersebut digolongkan sebagai fitofarmaka.
Sedikitnya ada empat tahap yang mesti dilalui untuk menjadi
fitofarmaka, yaitu standarisasi bahan baku dari tanaman, pembuktian terbebas
dari bahan cemaran, uji praklinik, dan uji klinik terhadap khasiat dan
keamanannya. Sementara obat herbal terstandar adalah obat baha alam yang
bahan bakunya telah mengalami standarisasi dan telah melalui tahapan uji
praklinik.
Standarisasi obat bahan alam tidak berbeda dengan obat konvensional.
Begitu pula dengan pemanfaatannya, dimana dalam memakai obat bahan alam
juga mempertimbangkan faktor dosis dan lama pemberian, usia, kehamilan
dan menyusui, jenis penyakit khususnya yang disertai dengan gangguan fungsi
hati dan ginjal, serta kombinasi obat.
Untuk mendapat khasiat serta keamanan obat bahan alam, Prof. Amir
pada akhir pidatonya, berpesan pada sejawat dokter agar jangan melupakan
prinsip-prinsip farmakologi dalam berpraktik. Dan bagi calon dokter spesialis
farmakologi diharap sesegera mungkin dapat menyelesaikan pendidikannya
agar dapat mengisi kekurangan farmakolog di negeri ini dan menggantikan
farmakolog yang sebagian besar mendekati usia pensiun.

BAB III
KESIMPULAN/ PENUTUP
Sebagai suatu negara dengan keanekaragaman hayati yang melimpah,
Indonesia mempunyai peluang yang amat besar dalam mengembangkan potensi
yang dimilikinya tersebut dalam bidang obat bahan alami.
Untuk mengembangkan potensi tersebut tentunya pertamakali harus
mengetahui terlebih dahulu beberapa efek samping dari bahan alami yang tadinya
akan dijadikan obat bahan alami, dan cara meminimalsir kadar efek samping tadi.
Dalam upaya meningkatkan peran tanaman obat asli Indonesia sebagai bahan
baku obat alami yang diakui keabsahannya secara medis oleh pemerintah dan
masyarakat di dalam dan di luar negeri perlu melibatkan partisipasi aktif yang
terintegrasi dari berbagai pihak yang terkait. .

BAB IV
PUSTAKA
 Anonim, Puslitbangtri-Departemen Pertanian (1992). Sepuluh Tahun Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 1982-1991. Sumbangan
Penelitian dalam Pembangunan Perkebunan Rakyat, Bogor.
 Fellows, L (1992). The Lancet, 339, 130.
 Meijer, W (1982). Indonesia Cycle, 25, 1710
 Padmawinata, K (1995). Potensi, Peluang dan Kendala Pengembangan
Agroindustri Tanaman Obat. BALITRO.
 Sidik (1998). Perkembangan Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Indonesia.
Makalah seminar pengobatan tradisional, FK Unpad.
 Wijesekera, R. O. B (1991). Plant-Derived Medicines and Their Role in
Global Health in the Medicine Plant Industry, Wijesekera (Ed), CRC
Press, Inc., Florida.

Anda mungkin juga menyukai