Disusun Oleh:
Rizky MasAh
G99141130
Pembimbing Residen
Pembimbing
dr. Okta
BAB I
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama
: An. MN
Umur
: 13 hari
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Karangjati, Ngawi
Tanggal Masuk
: 10 Januari 2015
No. RM
: 01286011
Riwayat operasi
Riwayat Trauma
Riwayat Mondok
: (-)
: (-)
: (+) 3 hari setelah lahir pasien dirawat di klinik
spesialis anak. Pasien diinfus, diinjeksi obat
obatan dan dirawat selama 5 hari.
Riwayat Alergi
: (-)
: disangkal
kuat. BB = 2800 gr
b. Vital sign :
N : 160 kali per menit, regular, simetris, isi dan tegangan cukup
RR : 48 x/menit
T : 37,5o C per aksilar
II. General Survey
a. Kulit
hiperpigmentasi (-)
b. Kepala
: mesocephal
c. Mata
: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-),
reflex cahaya (+/+), pupil isokhor 2mm/2mm
d. Telinga
: sekret (-/-), darah (-/-).
e. Hidung
: Terpasang OGT dengan produk berwarna kehijauan,
bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-), keluar darah (-).
f. Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-), jejas (-).
g. Leher
: pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi leher (-)
h. Thorak
: bentuk normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada
simetris.
i. Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
j. Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor.
Auskultasi
k. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
: supel, NT (-)
l. Genitourinaria
m. Ekstremitas
Akral dingin
Oedema
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I.
Laboratorium Darah (10 Januari 2015) di RSI At-Tin Husada
Pemeriksaan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Index Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
II.
Hasil
Satuan
Rujukan
14,7
34
3,0
1296
3,64
g/dL
%
Ribu/l
Ribu/l
Juta/l
12,3 15,3
33 45
4,5 14,5
150 450
3,8 5,8
93,4
40,4
43,2
/um
pg
g/dl
80,0-96,0
28,0-33,0
33,0-36,0
Kesimpulan :
Gambaran atresia duodenum
D. ASSESMENT I
Atresia duodenum
E. PLANNING I
OGT (puasa, dialirkan)
Infus D0,25% 238 ml + D40% 60 ml + KCl 4 ml + Ca Gluconas 10
ml 15 cc/jam
Injeksi aminofushin 2 gr/kgbb/hari --- 112 ml/hari --- 4,7 cc/jam
Injeksi cefotaxim 50 ml/kgbb/12 jam --- 140 mg/12 jam
Injeksi gentamicin 5 ml/12 jam --- 14 mg/24 jam
Cek darah rutin
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Laboratorium Darah (11 Januari 2015) di RSDM
Pemeriksaan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Index Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Golongan Darah
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu
Hasil
Satuan
Rujukan
15,4
48
13,6
322
4,93
g/dL
%
Ribu/l
Ribu/l
Juta/l
12,3 15,3
33 45
4,5 14,5
150 450
3,8 5,8
97,7
31,2
32,0
16,0
/um
pg
g/dl
%
80.0-96.0
28.0-33.0
33.0-36.0
11.6-14.6
1,40
0.10
48,50
37,20
12,80
O
%
%
%
%
%
0.00-4.00
0.00-1.00
18.00-74.00
60.00-66.00
0.00-6.00
162
mg/dl
50-80
Albumin
Elektrolit
Natrium Darah
Kalium Darah
Calsium Ion
3,6
g/dl
3.8-5.4
133
4,1
1,25
mmol/l
mmol/l
mmol/l
129-147
3.6-6.1
1.17-1.29
J. ASSESMENT II
Atresia duodenum
K. PLANNING II
Kultur darah
Cek TSH, FTH
Pro laparotomy side-to-side duodenoduodenostomi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi
Usus manusia secara umum terdiri atas usus besar dan usus halus.
Segmen pada usus halus terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum.
Duodenum merupakan bagian pertama dari usus setelah lambung. Duodenum
akan diikuti oleh bagian usus yang panjang yang disebut jejunum. Jejunum
diikuti oleh ileum yang merupakan bagian akhir dari usus halus yang akan
menghubungkan usus halus dengan usus besar. Apabila bagian dari usus ini
gagal untuk berkembang pada fetus akan mengakibatkan terjadinya sumbatan
pada usus. Kondisi ini disebut dengan atresia intestinal.
Atresia intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada
neonatus yang baru lahir. Atresia intestinal dapat terjadi pada 1 dari 1000
kelahiran. Atresia intestinal dapat terjadi pada berbagai tempat pada usus
halus. 50% kasus atresia intestinal terjadi pada duodenum dengan 57%
perempuan dan 43% laki-laki. 46% kasus terjadi pada jejunoileal dengan 61%
laki-laki dan 39% perempuan.
Atresia
duodenum
adalah
kondisi
dimana
duodenum
tidak
inkomplit
pada
duodenum
akibat
dari
membranous
web atau
muskular.
Gerakan
peristaltik
menyebabkan
diafragma
C.
D.
Patogenesis
disebabkan
kegagalan
rekanalisasi
epitelial
(kegagalan
proses
Klasifikasi
Atresia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe morfologi. Atresia
tipe I terjadi pada lebih dari 90 % kasus dari semua obstruksi duodenum.
Kandungan lumen diafragma meliputi mukosa dan submukosa. Terdapar
two
end
atresia,
dimana
antara
ujung
atresia
F.
Manifestasi Klinis
Pasien dengan atresia duodenal memiliki gejala obstruksi usus.
Gejala akan nampak dalam 24 jam setelah kelahiran. Pada beberapa pasien
dapat timbul gejala dalam beberapa jam hingga beberapa hari setelah
kelahiran. Muntah yang terus menerus merupakan gejala yang paling sering
terjadi pada neonatus dengan atresia duodenal. Muntah yang terus-menerus
ditemukan pada 85% pasien.
Muntah akan berwarna kehijauan karena muntah mengandung
cairan empedu (biliosa). Akan tetapi pada 15% kasus, muntah yang timbul
yaitu non-biliosa apabila atresia terjadi pada proksimal dari ampula
veteri.5,6,7 Muntah neonatus akan semakin sering dan progresif setelah
neonatus mendapat ASI. Karakteristik dari muntah tergantung pada lokasi
obstruksi. Jika atresia diatas papila, maka jarang terjadi. Apabila obstruksi
pada bagian usus yang tinggi, maka muntah akan berwarna kuning atau
seperti susu yang mengental.
Apabila pada usus yang lebih distal, maka muntah akan berbau dan
nampak adanya fekal. Apabila anak terus menerus muntah pada hari pertama
kelahiran ketika diberikan susu dalam jumlah yang cukup sebaiknya
dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti roentgen dan harus
dicurigai mengalami obstruksi usus.
Ukuran feses juga dapat digunakan sebagai gejala penting untuk
menegakkan diagnosis. Pada anak dengan atresia, biasanya akan memiliki
mekonium yang jumlahnya lebih sedikit, konsistensinya lebih kering, dan
berwarna lebih abu-abu dibandingkan mekonium yang normal. Pada
beberapa kasus, anak memiliki mekonium yang nampak seperti normal.
Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama biasanya tidak terganggu.
Akan tetapi, pada beberapa kasus dapat terjadi gangguan. Apabila kondisi
anak tidak ditangani dengan cepat, maka anak akan mengalami dehidrasi,
penurunan berat badan, gangguan keseimbangan elektrolit. Jika dehidrasi
tidak ditangani, dapat terjadi alkalosis metabolik hipokalemia atau
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan saat prenatal maupun saat
postnatal.
(Prenatal)
Diagnosis
saat
masa
prenatal
yakni
dengan
alkalosis
dengan hipokalemia
atau
hipokloremia
dengan
paradoksikal aciduria. Oleh karena itu, gangguan elektrolit harus lebih dulu
dikoreksi sebelum melakukan operasi. Disamping itu, dilakukan pemeriksaan
H.
Tata Laksana
Tata laksana yang dilakukan meliputi tata laksana preoperatif,
intraoperatif serta postoperatif.
-
yang
bervariasi,
meliputi
side-to-side
duodenoduodenostomi,
akan didapatkan diamater anatomosis yang lebih besar, dimana kondisi ini
lebih baik untuk mengosongkan duodenum bagian atas. Pada beberapa kasus,
duodenoduodenostomi dapat sebagai alternatif dan menyebabkan proses
perbaikan yang lebih mudah dengan pembedahan minimal.
Untuk open duodenoduodenostomi, dapat dilakukan insisi secara
tranversal pada kuadran kanan atas pada suprambilikal. Untuk membuka
abdomen maka diperlukan insisi pada kulit secara tranversal, dimulai kurang
lebih 2 cm diatas umbilikus dari garis tengah dan meluas kurang lebih 5 cm
ke kuadran kanan atas. Setelah kita menggeser kolon ascending dan
tranversum ke kiri, kemudian kita akan melihat duodenal yang mengalami
obstruksi. Disamping mengevaluasi duodenal stresia, dapat dievaluasi adanya
malrotasi karena 30% obstruksi duodenal kongenital dihubungkan dengan
adanya malrotasi. Kemudian dilakukan duodenotomi secara tranversal pada
dinding anterior bagian distal dari duodenum proksimal yang terdilatasi serta
duodenostomi yang sama panjangnya dibuat secara vertikal pada batas
antimesenterik pada duodenum distal. Kemudian akan dilakukan anstomosis
dengan menyatukan akhir dari tiap insisi dengan bagian insisi yang lain.
Disamping melakukan open duodenoduodenostomi, pada negara
maju dapat dilakukan teknik operasi menggunakan laparoscopic. Teknik
dimulai dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi, kemudian akan
diinsersikan dua instrument. Satu pada kuadran kanan bayi, dan satu pada
mid-epigastik kanan.
Duodenum dimobilisasi dan diidentifikasi regio yang mengalami
obstruksi. Kemudian dilakukan diamond shape anastomosis. Beberapa ahli
bedah melakukan laparoscopik anatomosis dengan jahitan secara interrupted,
akan tetapi teknik ini memerlukan banyak jahitan. Metode terbaru yang
dilaporkan, kondisi ini dapat diselesaikan dengan menggunakan nitinol Uclips untuk membuat duodenoduodenostomi tanpa adanya kebocoran dan
bayi akan lebih untuk dapat segera menyusui dibandingkan open
duodenoduodenostomi secara konvensional.
Komplikasi
Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi
dehidrasi, terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan,
dapat
terjadi
komplikasi
lanjut
seperti
pembengkakan
duodenum
Prognosis
Angka harapan hidup untuk bayi dengan duodenal atresia yakni 9095%. Mortalitas yang tinggi disebabkan karena prematuritas serta
abnormalitas kongenital yang multiple. Komplikasi post operatif dilaporkan
pada 14-18% pasien, dan beberapa pasien memerlukan operasi kembali.
Beberapa kondisi yang sering terjadi dan menyebabkan pasien perlu dioperasi
kembali, yakni kebocoran anstomosis, obstruksi fungsional duodenal, serta
adanya adhesi.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E, et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta : EGC,
2000.
Escobar MA, Ladd AP, Grosfeld JL, et al. Duodenal atresia and stenosis: longterm follow-up over 30 years. J Pediatr Surg. Jun 2004
Jong, Wim D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. ECG: Jakarta.
Kartono D. Atresia Duodenum dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Editor
Reksoprodjo S. Binarupa Aksara. FKUI.
Karrer