Anda di halaman 1dari 4

Persiapan Pilkada Kota Mojokerto

Jumlah Calon Perseorangan Bisa


Bertambah
Oleh Imam Buchori, ST
Divisi Sosialisasi KPU Kota Mojokerto

Setelah sempat mengalami perdebatan dan silang pendapat, pemerintah


akhirnya telah mengesahkan UU No. 8/2015 tentang perubahan atas UU No.
1/2015 tentang Penetapan Perppu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota, pada 18 Maret 2015. Pengesahan itu tercatat dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2015 nomor 57. Pasca
pengesahan tersebut, pemerintah merencanakan pemilihan kepala daerah
(Pilkada) digelar serentak dalam beberapa tahap (gelombang) pelaksanaan.
Bagi daerah dengan klasifikasi Akhir Masa Jabatan (AMJ) kepala daerah pada
tahun 2015 dan semester pertama tahun 2016, maka Pilkada digelar pada
bulan Desember tahun 2015. Sedang daerah dengan klasifikasi AMJ kepala
daerah pada semester kedua tahun 2016 dan tahun 2017, maka Pilkada
digelar pada Pebruari 2017. Jika AMJ berakhir pada tahun 2018 dan 2019,
maka Pilkada digelar pada bulan Juni tahun 2018. Adapun serentak secara
nasional baru digelar pada tahun 2027.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Pilkada akan digelar dalam beberapa
tahapan, semisal tahap pencalonan dan penghitungan suara. Dalam
tahapan-tahapan tersebut ada beberapa perubahan. Dalam hal syarat
pencalonan, misalnya, UU No. 8/2015 mengamanatkan setiap calon harus
mendapat dukungan dari partai politik (parpol) atau gabungan parpol, paling
sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi
perolehan suara sah hasil Pemilu DPRD di daerah yang bersangkutan.
Ini berbeda dengan UU No. 12/2008 yang mensyaratkan dukungan partai
politik atau gabungan parpol paling sedikit 15 persen dari jumlah kursi DPRD
atau 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu DPRD di
daerah tersebut. Syarat pencalonan untuk calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah dari jalur perseorangan juga berubah. (lihat tabel)
Syarat calon perseorangan versi UU
N Calon gubernur/wakil gubernur
o
1
Provinsi dengan jumlah penduduk
sampai dengan 2.000.000 jiwa
harus didukung sedkitnya 6,5%

No. 12/2008
Calon bupati/walikota dan
wakil
Kabupaten/ kota dengan jumlah
penduduk sampai dengan
250.000 jiwa harus didukung

dari jumlah penduduk


2

Provinsi dengan Jumlah penduduk


lebih dari 2.000.000 sampai
dengan 6.000.000 didukung
sedikitnya 5% dari jumlah
penduduk
Provinsi dengan Jumlah penduduk
lebih dari 6.000.000 sampai
dengan 12.000.000 didukung
sedikitnya 4% dari jumlah
penduduk
Provinsi dengan Jumlah penduduk
lebih dari 12.000.000 didukung
sedikitnya 3% dari jumlah
penduduk
Jumlah dukungan dimaksud di atas
tersebar di lebih dari 50% jumlah
kab/kota di provinsi dimaksud

Syarat calon perseorangan versi UU


N Calon gubernur/wakil gubernur
o
1
Provinsi dengan jumlah penduduk
sampai dengan 2.000.000 jiwa
harus didukung sedkitnya 10%
dari jumlah penduduk
2

Provinsi dengan Jumlah penduduk


lebih dari 2.000.000 sampai
dengan 6.000.000 didukung
sedikitnya 8,5% dari jumlah
penduduk
Provinsi dengan Jumlah penduduk
lebih dari 6.000.000 sampai
dengan 12.000.000 didukung
sedikitnya 7,5% dari jumlah
penduduk
Provinsi dengan Jumlah penduduk
lebih dari 12.000.000 didukung
sedikitnya 6,5% dari jumlah

sedikitnya 6,5% dari jumlah


penduduk
Kabupaten/ kota dengan jumlah
penduduk sampai dengan
250.000 sampai dengan 500.000
jiwa harus didukung sedikitnya
5% dari jumlah penduduk
Kabupaten/ kota dengan jumlah
penduduk sampai dengan
500.000 sampai dengan
1.000.000 jiwa harus didukung
sedikitnya 4% dari jumlah
penduduk
Kabupaten/ kota dengan jumlah
penduduk lebih dari 1.000.000
jiwa harus didukung sedikitnya
3% dari jumlah penduduk
Jumlah dukungan dimaksud di
atas tersebar di lebih dari 50%
jumlah kecamatan di kab/kota
dimaksud
No. 8 Tahun 2015
Calon bupati/walikota dan
wakil
Kabupaten/ kota dengan jumlah
penduduk sampai dengan
250.000 jiwa harus didukung
sedikitnya 10% dari jumlah
penduduk
Kabupaten/ kota dengan jumlah
penduduk sampai dengan
250.000 sampai dengan 500.000
jiwa harus didukung sedikitnya
8,5% dari jumlah penduduk
Kabupaten/ kota dengan jumlah
penduduk sampai dengan
500.000 sampai dengan
1.000.000 jiwa harus didukung
sedikitnya 7,5% dari jumlah
penduduk
Kabupaten/ kota dengan jumlah
penduduk lebih dari 1.000.000
jiwa harus didukung sedikitnya

penduduk
Jumlah dukungan dimaksud di atas
tersebar di lebih dari 50% jumlah
kab/kota di provinsi dimaksud

6,5% dari jumlah penduduk


Jumlah dukungan dimaksud di
atas tersebar di lebih dari 50%
jumlah kecamatan di kab/kota
dimaksud

Bagi calon perseorangan di Kota Mojokerto, yang hanya terdiri dari dua
kecamatan dengan jumlah penduduk sekitar 135.000 jiwa dengan luas
sekitar 16 kilo meter persegi, syarat dukungan pencalonan sebesar 10
persen dari jumlah penduduk, hanya sekitar 1.350 jiwa saja. Dukungan itu
bisa dituangkan dalam bentuk surat dukungan disertai KTP yang
bersangkutan.
Karena jumlah dukungan yang tidak mencapai 1.500 orang, diperkirakan
jumlah calon perseorangan bisa bertambah. Sebab pada Pilkada tahun 2013,
dari 6 pasangan calon walikota dan wakil walikota, dua di antaranya berasal
dari jalur perseorangan, yaitu pasangan nomor urut 2, Drajat Stariaji dan
Yanto, serta pasangan nomor urut 4, Iwan Sulistiyono dan Edi Suhartono.
Namun pelaksanaan Pilkada di Kota Mojokerto diproyeksikan pada Juni 2018
mendatang. Bukan tahun 2015 ini. Sebab AMJ Walikota Mojokerto pada
Desember 2018.
Di tahun 2015 ini, jumlah daerah yang menggelar Pilkada bertambah.
Penambahan ini merupakan konsekuensi dari revisi UU No. 1/2015 menjadi
UU No. 8/2015. Pilkada yang semula hanya untuk kepala daerah yang akhir
masa jabatannya habis di tahun 2015, kemudian ditambah 68 daerah karena
kepala daerah tersebut masa jabatannya habis di semester pertama
(Januari-Juni) tahun 2016. Hal ini berdampak pada sumber pendanaan
Pilkada.
Dalam Pasal 166 UU No. 8/2015 disebutkan: Pendanaan kegiatan pemilihan
dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan dapat didukung
oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Ini berbeda dengan materi Perppu 1/2014
yang kemudian disahkan menjadi UU No. 1/2015 yang memandatkan
pendanaan Pilkada dibebankan pada APBN dan dapat didukung APBD.
Perubahan materi UU yang signifikan ini, membuat banyak daerah yang
masa akhir jabatan pada semester pertama tahun 2016, belum
mengalokasikan anggaran Pilkada dalam pos APBD tahun 2015. Hal ini
menjadi suatu keniscayaan, sebab perubahan dan revisi UU Pilkada baru
berlangsung di bulan Pebruari tahun 2015. Sementara di bulan itu APBD
sudah ditetapkan di masing-masing daerah, yang masa akhir jabatan kepala
daerah pada semester pertama tahun 2016. Bahkan hingga awal April 2015,
dari 68 daerah tersebut, sudah ada 10 daerah yang mengonfirmasi ke KPU,

belum menyiapkan anggaran untuk pilkada pada Desember 2015 (Kompas:


8/4, 2015).
Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik, ada 273 daerah yang akan menggelar
Pilkada. Namun ada 68 daerah yang belum memiliki anggaran untuk
menggelar Pilkada (detik.com: 31/3, 2015). Dalam situs resmi Kementerian
Dalam Negeri, Mendagri Tajhjo Kumolo menjamin pemerintah pusat
membantu daerah yang belum menyiapkan anggaran Pilkada. Nanti kalau
daerah tidak siap, akan diberikan payung hukumnya, kata Menteri Tjahjo di
Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/4/2015).
Namun hingga 17 April 2015 ini, payung hukum yang dijanjikan Mendagri
belum ada. Hal ini berdampak pada tahapan Pilkada. Jika merujuk pada
Peraturan KPU No. 2/2015 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pilkada,
yang sudah disusun oleh KPU, maka tahapan persiapan Pilkada sudah
dimulai sejak 18 Pebruari 2015. KPU di masing-masing daerah sudah harus
mulai membentuk PPK dan PPS pada tangggal 19 April 2015. Dengan
anggaran yang belum ada, maka setelah PPK dibentuk, maka paling lambat
sejak 6 bulan sebelum pemungutan suara, petugas PPK dan Sekretariat PPK
sudah harus mendapatkan dana operasional dan honor setiap bulan, selama
paling lambat 6 bulan sebelum pemungutan suara dan 2 bulan sesudah
pemungutan suara.
Menurut analisa lembaga swadaya Perludem, pada bulan April ini masih
terdapat daerah yang belum mempunyai anggaran untuk menyelenggarakan
Pilkada pada 9 Desember 2015 mendatang. Penyebabnya, dalam proses
penyusunan APBD-Perubahan tahun 2015, masih ada daerah yang belum
selesai diperiksa atau diaudit oleh BPK. Sebab banyak pemerintah daerah
yang tidak mengetahui dengan pasti jumlah Sisa Lebih Penghitungan
Anggaran (SiLPA) tahun 2014.
Hal ini menjadi wajar. Sebab SiLPA faktual hanya dapat dikonfirmasi setelah
keluarnya laporan audit BPK, yang paling lambat akan dikeluarkan pada
tanggal 31 Mei 2015. Sedangkan di bulan itu tahapan Pilkada serentak sudah
dimulai. Pengambilan keputusan penganggaran tanpa payung hukum yang
kuat akan berisiko hukum bagi pihak pengambil keputusan maupun
pengguna anggaran. []

Anda mungkin juga menyukai