Anda di halaman 1dari 29

FILSAFAT PANCASILA

DAN PENDIDIKAN

Pengertian Filsafat

Istilah filsafat secara etimologis merupakan


padanan kata falsafah (Arab) dan philosophy
(Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani
(philosophia).

Kata philosophia merupakan kata majemuk yang


tersusun dari kata philos atau philein yang berarti
kekasih, sahabat, mencintai dan kata sophia yang
berarti
kebijaksanaan,
hikmat,
kearifan,
pengetahuan.

Ada dua pengertian filsafat :


Filsafat sebagai Proses Vs produk.
Filsafat sebagai ilmu atau metode dan filsafat

sebagai pandangan hidup


Filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti
praktis.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti
produk, sebagai pandangan hidup, dan dalam arti praktis.
Bagi bangsa Indonesia, filsafat Pancasila mempunyai
fungsi
dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam
sikap,
tingkahlaku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari,
dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Pancasila sebagai Filsafat


Filsafat Pancasila refleksi kritis dan rasional tentang

Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan


budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan
pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh.

Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila

merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam


yang dilakukan oleh the founding father kita, yang
dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani).

Filsafat

Pancasila memberi pengetahuan dan


pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasila
(Notonagoro).

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat


Sila-sila dalam Pancasila merupakan kesatuan

organis yang saling berkaitan, berhubungan dan


saling mengkualifikasi
Pemikiran dasar yag terkandung dalam

Pancasila yaitu pemikiran tentang manusia yang


berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri,
dengan sesama, dengan masyarakat bangsa
yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia

Susunan Pancasila sebagai sistem yang utuh :


Sila 1, meliputi, mendasari, dan menjiwai sila 2,

3, 4, 5,
Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan
mendasari dan menjiwai sila 3, 4, 5
Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 2, dan
mendasari dan menjiwai sila 4, 5
Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 3, dan
mendasari dan menjiwai sila 5
Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, 3, 4

Inti sila-sila Pancasila meliputi :


Tuhan, sebagai kausa prima
Manusia, makhluk individu dan makhluk sosial
Rakyat, sebagai unsur mutlak negara, harus

bekerjasama dan bergotong royong


Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri
dan orang lain yang menjadi haknya

1. Landasan Ontologis Pancasila


Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai

filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk


mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.
Pancasila terdiri atas lima sila dimana setiap sila
bukanlah merupakan asas yang berdiri sendirisendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar
ontologis.
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya
adalah manusia. Subyek pendukung pokok dari
sila-sila Pancasila adalah manusia.

Hakikat manusia sebagai Ontologis


Pancasila :
Yang

Berketuhanan Yang Maha Esa, yang


berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada
hakikatnya adalah manusia.

Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila

secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu


terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani
dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai
makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan
menjiwai sila-sila Pancasila lainnya. (lihat Notonagoro,
1975: 53).

Yang

Berketuhanan Yang Maha Esa, yang


berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/
perwakilan
serta
yang
berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah
manusia.

Manusia

sebagai pendukung pokok sila-sila


Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang
mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan
jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia
adalah sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila
pertama mendasari dan menjiwai sila-sila
Pancasila lainnya. (lihat Notonagoro, 1975: 53).

2. Landasan Epistemologis Pancasila


Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-

nilai yang ada ada bangsa Indonesia sendiri.


Sebagai suatu sistem pengetahuan, Pancasila
memiliki susunan yang bersifat formal logis,
baik dalam susunan Pancasila maupun arti
dari setiap sila.
Susunan sila bersifat hierarkis piramidal,
dimana sila pertama menjiwai 4 sila
berikutnya, dst.

Susunan isi arti Pancasila


Umum universal merupakan pangkal tolak

pelaksanaan bidang kenegaraan dan tertib


hukum Indonesia dan realisasi praktis
berbagai bidang kehidupan konkrit
Umum kolektif merupakan pedoman
kolektif negara dan bangsa Indonesia dalam
tertib hukum Indonesia
Khusus dan konkrit merupakan panduan
realisasi praktis dalam berbagai bidang
kehidupan yang bersifat khusus, konkrit dan
dinamis.

Sesuai sila pertama, epistemologi Pancasila

mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak


sebagai tingkat kebenaran yang paling tinggi
Kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan
sintesa antara potensi-potensi kejiwaan manusia
untuk mendapatkan kebenaran yang lebih tinggi
Dalam sila ketiga, keempat dan kelima epistemolgi
Pancasila mengakui kebenaran konsensus
(manusia sebagai mahkhluk idividu dan mahkluk
sosial)

Ilmu pengetahuan pada hakekatnya tidak

bebas nilai karena harus diletakkan pada


kerangka moralitas kodrat manusia dan
moralitas religius dalam upaya mendapatkan
suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak
dalam hidup manusia

3. Landasan Aksiologis Pancasila


nilai-nilai dalam Pancasila
3 tingkatan nilai dalam filsafat Pancasila :
1. Nilai Dasar : asas yang diterima sebagai dalil yang bersifat
mutlak, benar dan tidak perlu dipertentangkan yaitu nilai
ketuhanan, kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan
2. Nilai instrumental : nilai yang berbentuk norma sosial dan
norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam
pertauran dan mekanisme lembaga-lembaga negara
3. Nilai Praktis : nilai yang dilaksanakan dalam kenyataan
yang merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan
instrumental tersebut berlaku di masyarakat.
Catatan :
nilai etik dan nilai moral merupakan niai yang mendasari nilai dasar dan nilai
instrumental

Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan

pendukung nilai-nilai Indonesia, yaitu bangsa


yag berketuhanan, berkemanusiaan,
berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan
sosial.
Pengakuan, penerimaan dan penghargaan atas

nilai-nilai Pancasila akan nampak dalam sikap,


tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia
sehingga mencerminkan sifat khas sebagai
manusia Indonesia.

Penjabaran butir-butir sila


dalam Pancasila

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan


Yang Maha Esa.
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing masing
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab


Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan

martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.


Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan

keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di


atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa
apabila diperlukan.
Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah
air Indonesia.
Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka
Tunggal Ika.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan


dalam Permusyawaratan/
Perwakilan

Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai
kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.
Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.

5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia


Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan

suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.


Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menghormati hak orang lain.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain
Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan
gaya hidup mewah.
Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
Suka bekerja keras.
Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan
dan kesejahteraan bersama.
Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.

Implikasi filsafat Pancasila


dalam pendidikan

Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses


pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.

Filsafat Pancasila dan Pendidikan


Hakikat Pancasila sebagai paradigma kehidupan

dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara


mengandung konsekuensi dalam segala aspek bidang
nasional harus berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila
Filsafat Pancasila yang memandang hakikat manusia

sebagai monopluralis akan tercermin dalam


pelaksanaan kegiatan pendidikan yang subyeknya
adalah juga manusia

Unsur-unsur manusia monopluralis


Kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
Kodrat makhluk individu dan makhluk sosial
Kodrat sebagai makhluk pribadi dan makhluk

Tuhan Yang Maha Esa


pendidikan harus meliputi aspek jiwa (akal, rasa,
kehendak), aspek raga (jasmani), aspek individu,
aspek mahluk sosial, aspek pribadi dan juga
aspek kehidupan ketuhanannya.

Implikasi dalam pendidikan


Pendidikan harus meliputi pengembangan seluruh

aspek jiwa (rohani) manusia mencakup akal, rasa,


dan kehendak, serta aspek raga (jasmani) , aspek
individu, aspek mahluk sosial, aspek pribadi dan
aspek kehidupan ketuhanannya. Contoh :
Pemelajaran

Teknologi Informasi adalah bagian dari


pengembangan akal dan kreatifitas manusia
Pemelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan
upaya penguasaan kompetensi terkait dengan
aspek manusia sebagai mahluk sosial
Pemelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan
realisasi dari penguasaan kompetensi terkait
dengan aspek ketuhanan

Pengembangan seluruh aspek manusia harus berlandaskan

nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila sebagai


suatu sistem. Contoh :
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
pendidikan adalah dalam rangka mengolah kekayaan alam
yang disediakakn Tuhan Yang maha Esa (sila ke-1), tujuan
esensialnya adalah untuk kesejahteraan umat manusia,
pengembangan iptek haruslah hasil budaya manusia yang
beradab dan bermoral (sila ke-2), pengembangan iptek sejak
dini diarahkan dapat mengembangkan rasa nasionalisme (sila
ke-3), siswa sebagai ilmuwan perlu diberikan kebebasan
mengem angkan iptek sekaligus menghargai kebebasan orang
lan (silake- 4), pengembangan iptek harus menjaga
keseimbangan kehidupan dirinya sendiri, dengan orang lain,
dirinya dengan Tuhannya, dirinya dengan masyarakat, dan
alam sekitar (sila ke-5).

Kesimpulan
Aplikasi falsafah Pancasila yang

terjabarkan dalam sila-sila Pancasila


secara tepat dan integratif di dalam dunia
pendidikan perlu terus dijaga dan
dikembangkan agar arah dan pelaksanaan
pendidikan mampu mengembangkan
kompetensi manusia secara utuh
berlandaskan nilai-nilai yang berasal dari
akar budaya bangsa Indonesia sendiri.

Anda mungkin juga menyukai