Anda di halaman 1dari 12

Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak


dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium
Edward ML Tobing
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150
Teregistrasi I tanggal 5 Juli 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 23 November 2012
Disetujui terbit tanggal: 31 Desember 2012

ABSTRAK
Tahap awal kegiatan studi skala laboratorium untuk peningkatan perolehan pada lapangan minyak
T adalah melakukan penyaringan metoda Enhanced Oil Recovery (EOR). Hasil penyaringan tersebut
menunjukkan bahwa metoda yang cocok adalah dengan menginjeksikan larutan polimer kedalam reservoir
minyak. Uji penyaringan polimer dilakukan terhadap 2(dua) jenis polimer polyacrylamide cyanatrol-750
dan 720H. Dari hasil kajian lebih lanjut dipilih polimer polyacrylamide cyanatrol-750 dengan konsentrasi
1200 ppm yang selanjutnya digunakan dalam uji core ooding. Pengujian core ooding dilakukan 3(tiga)
tahap secara berurutan, yaitu tahap pertama menginjeksikan air sebanyak 1.3 PV, kemudian dilanjutkan
tahap kedua menginjeksikan larutan polimer dengan konsentrasi 1200 ppm sebanyak 0.4 PV, dan tahap
ketiga kembali menginjeksikan air sebanyak 0.5 PV. Kumulatif perolehan minyak dari uji core ooding
tersebut sebanyak 68.36 % OOIP.
Kata kunci: injeksi polimer, perolehan minyak
ABSTRACT
The rst step of laboratory study for incremental recovery in the T oil eld is to screen the suitable
enhanced oil recovery method. The result of screening showed that the most suitable method is to
inject polymer solution into oil reservoir. Two type of polymer were screened which are polyacrylamide
cyanatrol-750 and 720H. Results of further studies, polyacrylamide cyanatrol 750 with concentration of
1200 ppm was chosen for core ooding test. Core ooding test was planned in 3(three) steps, as following:
at rst, water of 1.3 PV injected into the sample, followed by polymer solvent at 1200 ppm concentrated
of 0.4 PV, then nally injected with water of 0.5 PV. The result of core ooding showed oil recovery of
68.36 % OOIP.
Keywords: polymer injection, oil recovery

I. PENDAHULUAN
Dengan bertambahnya waktu produksi suatu
reservoir minyak, maka produktivitasnya akan
semakin berkurang. Hal ini karena berkurangnya
energi atau tekanan reservoir yang diperlukan
untuk mengalirkan minyak ke sumur produksi
secara alamiah seiring dengan waktu produksi.
Untuk dapat memproduksikan minyak setelah
energi alamiah reservoir berkurang diperlukan
usaha pengurasan tahap lanjut (secondary recovery)
secara intensif (1). Usaha tersebut diantaranya adalah

dengan menginjeksikan air, yang ditujukan untuk


mempertahankan tekanan reservoir dan mendorong
minyak tersisa setelah tahap awal pengurasan. Pada
beberapa reservoir minyak, injeksi air ini amat
esien. Namun karena viskositas air lebih rendah
dari vikositas minyak, maka kemungkinan terjadinya
fingering amat besar dimana fluida pendesak
bergerak mendahului uida yang didesak, sehingga
efisiensi penyapuan minyakpun menjadi kurang
efektif(6). Efektitas penyapuan dapat ditingkatkan
dengan menambahkan polimer ke dalam air injeksi
95

Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106

agar mobilitas air injeksi mengecil(5). Injeksi air yang


telah ditambahkan polimer tersebut dikenal sebagai
injeksi polimer, dimana metode ini merupakan
salah satu metode Enhanced Oil Recovery (EOR).
Diharapkan larutan polimer dengan mobility rendah
akan mendorong minyak ke sumur produksi,
sehingga peningkatan perolehan minyak dapat dicapai bila harga mobility ratio antara air dan minyak
menurun.
Polimer adalah zat kimia dengan rantai
panjang dan mempunyai berat molekul yang besar.
Kemampuan polimer untuk meningkatkan perolehan
minyak sangat dipengaruhi oleh karakteristik
aliran larutan polimer di dalam media berpori.
Karakteristik alirannya dipengaruhi oleh sifat polimer
sebagai uida non-newtonian dan sifat polimer itu
sendiri yang terdiri dari molekul berat. Selain itu
karakteristik aliran polimer juga dipengaruhi oleh
jarak antar molekul, kandungan ion, konsentrasi
larutan serta faktor lingkungan seperti karakteristik
batuan reservoir, salinitas, dan suhu.
Lapangan T adalah lapangan minyak tua yang
diproduksikan sejak tahun 1948 terletak di cekungan
Sumatera Selatan. Reservoir minyak produktif pada
lapangan ini terdiri dari 4(empat) reservoir, dan yang
menjadi fokus dalam studi laboratorium ini adalah
reservoir A. Berdasarkan metoda volumetrik, diperkirakan minyak isi reservoir awal (Original Oil
In Plac-OOIP) dari reservoir A sebanyak 101.61
juta bbl. Prakiraan pengambilan maksimum dengan
metoda material balance diperoleh sebanyak 26.45
juta bbl atau sekitar 26.03 % OOIP. Produksi
kumulatif minyak yang diproduksikan dari reservoir
ini sampai dengan akhir tahun 2011 sebesar 25.33
juta bbl. Dengan demikian minyak yang masih tertinggal di dalam reservoir sebesar 76.27 juta bbl,
yang kemudian menjadi target untuk diproduksikan
dengan menerapkan teknologi EOR.
II. TAHAPAN KEGIATAN DAN HASIL
ANALISIS
A. Penyaringan Metoda EOR
Tahap awal studi injeksi polimer pada reservoir A
skala laboratorium adalah melakukan penyaringan dari
beberapa metoda EOR yang ada, sehingga diperoleh
salah satu metoda yang memadai untuk diterapkan.
Langkah kerja penyaringan tersebut dilakukan
dengan cara membandingkan data karakteristik uida
96

dan batuan reservoir A terhadap kriteria penyaringan


metode EOR yang dikembangkan oleh J.J Taber, dkk,
19772). Metoda yang telah dikembangkan tersebut
mengacu pada beberapa proyek injeksi polimer yang
telah sukses diterapkan. Karakteristik uida dan
batuan reservoir yang digunakan sebagai parameter
pembanding adalah oAPI gravity minyak, viskositas
minyak, saturasi minyak, jenis batuan reservoir,
permeabilitas rata-rata batuan, kedalaman formasi,
suhu reservoir, tekanan reservoir, porositas, dan
saturasi air. Data karakteristik uida dan batuan
reservoir A ditampilkan pada Tabel 1. Kemudian
data tersebut dibandingkan dengan parameter kriteria
penyaringan yang dikembangkan oleh J.J Taber, dkk,
1977. Hasil penyaringan menunjukkan bahwa metoda
injeksi kimia polimer cocok untuk diterapkan pada
reservoir A.
B. Analisis Fluida Reservoir
Sampel uida reservoir yang diambil terdiri dari
minyak, air formasi, dan air injeksi. Sampel minyak
dan air formasi berasal dari salah satu sumur di
reservoir A, dan sampel air injeksi dari stasiun
water injection plant.
1. Analisis Air Injeksi dan Air Formasi
Hasil analisis air injeksi dan air formasi
menunjukkan bahwa total dissolved solids pada air
formasi lebih tinggi dari air injeksi, yaitu masingmasing sebesar 13,900 mg/liter dan 13,400 mg/liter.
Kandungan kation Mg++ dan Ca++ pada air formasi
lebih rendah dibandingkan dengan air injeksi yaitu
masing-masing sebesar 2.345 mg/liter dan 8.416
mg/liter, serta 17.15 mg/liter dan 73.00 mg/liter.
Kandungan Fe ++ untuk air injeksi 15 kali lipat
dibandingkan air formasi, yaitu masing-masing
sebesar 3.156 mg/liter dan 0.252 mg/liter. Kandungan
Na++ untuk air injeksi dan air formasi masing-masing
sebesar 2439 mg/liter dan 2762 mg/liter. Akan tetapi
kandungan Ba++ untuk air formasi hanya sebesar
1.627 mg/liter, sedangkan untuk air injeksi sebesar
12.78 mg/liter. Derajat keasaman atau pH diukur
pada suhu 77oF, dan hasil yang diperoleh sebesar 8.05
untuk air formasi dan 8.30 untuk air injeksi. Hasil
lengkap air formasi dan air injeksi ditampilkan pada
Tabel 2 dan Tabel 3.
2. Analisis Minyak.
Sampel minyak diambil pada kondisi permukaan
di kepala sumur, dan tidak diperoleh gas sebagai

Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

Tabel 1
Hasil penyaringan metoda injeksi polimer pada reservoir A

Tabel 2
Analisis air formasi

Kandungan Padatan
Kation

Anion
mg/l

meq/l

mg/l

meq/l

Fe++

0.252

0.01

CO3=

0.000

0.00

Mg++

2.345

0.19

So4=

14.000

0.29

Ca++

8.416

1.42

4,238.200

70.20

Na++

2,762.00

120.14

9,110.000

256.80

Ba++

1.627

pH @77oF

Conductivity

TDS (Total Dissolved Solid)

Resistivity (ohm-meter)

8.05
24.80 ms/cm
13,900.00 mg/l
0.42 @ 77.6oF

97

Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106

terhadap parameter porositas dan permeabilitas


tersebut, masing masing didapat sebesar 18.1% dan
522.3 mD.

gas ikutan. Beberapa sifat minyak telah dianalisis,


diantaranya gravity minyak dan viskositas minyak.
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa gravity
minyak sebesar 25.39 oAPI pada suhu 60oF, dan
viskositas minyak pada suhu reservoir (177 oF)
sebesar 11.09 cp.

Dari sisa pemotongan perconto core batuan


reservoir A yang termasuk jenis batu pasir, telah
dilakukan analisis x-ray diffraction untuk mengetahui
persentase kandungan mineral di dalamnya. Hasil
analisis ditunjukkan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa pada batuan
tersebut ditemui mineral clay yang terdiri dari illite
dan kaolinite dengan konsentrasi masing-masing
5.0%. Kandungan mineral karbonat didapat sebesar
15.0% yang terdiri dari calcite, dolomite dan siderite.
Dan mineral lain yang ditemui didomonasi oleh
mineral quartz sebanyak 73.0%, dan mineral pyrite
serta gypsum masing-masing 1.0%.

C. Analisis Batuan Reservoir


Sampel batu inti (core) reservoir A yang
tersedia hanya dari kedalaman 1161.8 mbpl, dengan
ukuran yang sangat terbatas untuk dapat dilakukan
pengukuran karakteristik batuan reservoir seperti
porositas dan permeabilitas. Dari hasil pemotongan
terhadap sampel core tersebut, hanya 1(satu) core
dengan diameter 1.5 inch dan panjang 2.5 inch yang
memadai untuk dilakukan pengukuran besaran
porositas dan permeabilitas absolut. Hasil pengukuran

Tabel 3
Analisis air injeksi

Kandungan Padatan
Kation

Anion
mg/l

++

meq/l

mg/l
=

492.000

16.40

9.000

0.19

3.64

2,183.800

35.79

106.09

10,311.330

290.66

3.158

0.11

CO3

Mg

++

17.150

1.41

So4=

Ca++

73.000

Na++

2,439.000

12.780

Fe

++

Ba

pH @77oF

Conductivity

TDS (Total Dissolved Solid)

Resistivity (ohm-meter)

8.30
23.60 ms/cm
13,400.00 mg/l
0.40 @ 76.8oF

Tabel 4
Hasil analisis X-Ray Diffraction

98

meq/l

Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

D. Uji Kompatibilitas
Tujuan dilakukannya uji kompatibilitas antara
air injeksi dan air formasi adalah untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya endapan baru apabila kedua
jenis air ini dicampur. Air injeksi dan air formasi
tersebut dicampur dengan berbagai kombinasi
komposisi dan dimasukkan dalam suatu bejana, dan
dikocok selama 24 jam pada suhu reservoir 177oF
di dalam oven. Perbandingan kombinasi komposisi
volume antara air formasi (AF) dan air injeksi (AI)
adalah sebagai berikut:

Gambar 1
Berat endapan terhadap perbandingan
campuran air injeksi dan air formasi

1. AF (100%) : AI (0%)
2. AF (75%) : AI (25%)
3. AF (50%) : AI (50%)
4. AF (25%) : AI (75%)
5. AF (0%) : AI (100%)
Setelah dikocok selama kurang lebih 24 jam,
campuran kedua cairan ini disaring dengan
menggunakan kertas saring berdiameter pori 0.45
mikron dan endapan yang tersaring kemudian
dikeringkan dan ditimbang. Dari hasil pengujian
tersebut, berat endapan yang terbentuk bervariasi
sesuai dengan komposisi perbandingan air formasi
(AF) dan air injeksi (AI). Gambar 1 menunjukkan
total jumlah endapan terbanyak terdapat pada 100
% air injeksi (0.0060 gr/liter), dan endapan terendah
terdapat pada 100 % air formasi (0.0043 gr/liter).

Gambar 2
Laju alir terhadap kumulatif volume (air formasi)

E. Uji Kualitas Air


Metoda pengujian yang dikembangkan oleh
NACE (Standart TM-01-73)(7) digunakan untuk
menguji kualitas air formasi dan air injeksi. Pengujian
ini dengan cara mengalirkan air formasi atau air
injeksi dari suatu tabung yang diberi tekanan 20
psig melalui membrane lter (0.45 mikron), dan
ditampung pada gelas ukur. Dari setiap 10.0 ml air
yang tertampung dalam gelas ukur, diukur jumlah
waktu mengalirnya hingga mencapai volume 300
ml. Plot laju alir terhadap kumulatif volume untuk
air formasi dan air injeksi dapat dilihat pada Gambar
2 dan Gambar 3.
Secara kuantitatif uji kualitas air dapat ditentukan
dari parameter relative plugging index (RPI), dengan
persamaan berikut:

RPI TSS  MSTN

(1)

Gambar 3
Laju alir terhadap kumulatif volume (air injeksi)

dimana :
TSS

= Total jumlah endapan, mg/liter

MSTN = Millipore test slope number


Harga MSTN dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan

MSTN

Log Qa / Qb 2500
Va  Vb

(2)

99

Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106

dimana,
Va = kumulatif volume, 100 ml
Vb = kumulatif volume, 300 ml
Qa = laju alir pada Va, ml/detik
Qb = laju alir pada Vb, ml/detik
Dari harga total jumlah endapan untuk air formasi
dan air injeksi masing masing sebesar 4.3 mg/liter
dan 6.0 mg/liter, maka harga RPI yang diperoleh
untuk air formasi adalah 6.56 dan untuk air injeksi
sebesar 9.97.
F. Uji Rheology Polimer

6 (shear rate = 7.344 detik-1), yaitu untuk polimer


cyanatrol-750 dengan konsentrasi 600 ppm, 900
ppm, dan 1200 masing-masing sebesar 9.6 cp, 17.2
cp dan 24.2 cp. Dan untuk polimer cyanatrol-720H
dengan konsentrasi 600 ppm, 900 ppm, dan 1200
harga viskositas masing-masing sebesar 8.0 cp, 13.0
cp, dan 18.6 cp.
G. Uji Thermal Stability Polimer
Uji thermal stability penting dilakukan untuk
melihat ketahanan larutan polimer terhadap suhu
pada perioda waktu tertentu. Pengujian thermal
stability dalam hal ini hanya dilakukan terhadap
polimer jenis cyanatrol-750, karena berdasarkan
hasil uji rheology menghasilkan harga viskositas
yang lebih tinggi. Pada pengujian ini pengamatan
dilakukan setiap 1 minggu satu kali selama 7 minggu
terhadap viskositas polimer cyanatrol-750 dengan
konsentrasi 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm
pada suhu 177oF (dalam oven). Untuk pengujian
ini larutan polimer disiapkan agar terhindar dari
berkembang biaknya bakteri dan mengurangi kadar

Rheology polimer dilakukan terhadap 2 (dua)


jenis polimer terpilih yaitu cyanatrol-750 dan
cyanatrol-720H, yang termasuk jenis polimer anionic
dry polyacrylamide dalam bentuk solid powder, dan
sebagai pelarut yang digunakan adalah air injeksi.
Proses pencampuran polimer kedalam pelarutnya
dilakukan sedikit demi sedikit dalam keadaan diaduk
dengan mengunakan pengocok dengan
300 putaran per menit, dan dilakukan
sampai larutan tercampur secara merata.
Selanjutnya larutan polimer dibuat
pada konsentrasi 600 ppm (part per
million), 900 ppm, dan 1200 ppm dengan
langkah kerja yang mengacu pada
API Recommended Practice 63(RP
63), First Edition, 1990(4). Pengukuran
viskositas terhadap larutan polimer
tersebut menggunakan viscometer DV-III
Ultra Brookeld. Untuk dapat mengukur
viskositas larutan polimer tersebut pada
Gambar 4
Plot viskositas polimer cyanatrol-750 terhadap RPM
suhu reservoir (177oF), maka dilengkapi
dengan UL Adapter yang dihubungkan
dengan pemanas. Pengukuran viskositas
dapat dilakukan pada berbagai putaran
per menit, atau harga shear rate (detik-1)
sama dengan 1.224 dikalikan putaran
per menit. Plot harga viskositas polimer
terhadap putaran per menit untuk polimer
cyanatrol-750 dengan konsentrasi
600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm
ditunjukkan pada Gambar 4, dan untuk
polimer cyanatrol-720H ditampilkan
pada Gambar 5. Harga viskositas polimer
Gambar 5
tertinggi pada berbagai konsentrasi
Plot viskositas polimer cyanatrol-720H terhadap RPM
dicapai pada putaran per menit sebesar
100

Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

oksigen dengan cara menginjeksikan gas nitrogen dan


menempatkan larutan polimer dalam tabung kedap
udara. Pengukuran harga viskositas polimer pada 3
(tiga) konsentrasi tersebut dilakukan pada putaran
per menit sebesar 6 (shear rate = 7.344 detik-1).
Plot viskositas polimer pada suhu reservoir (177oF)
terhadap waktu untuk larutan polimer 600 ppm,
900 ppm, dan 1200 ppm dapat dilihat pada Gambar
6, yang menunjukkan harga viskositas polimer
cenderung sama setelah minggu ke 5. Pada minggu
ke 7, harga viskositas polimer untuk konsentrasi
600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm, masing-masing
sebesar 2.5 cp, 10 cp dan 17.1 cp.
H. Uji Filtrasi

mg/L, dan batuan reservoir yang diuji berasal dari


perconto batu inti reservoir A dari kedalaman
1161.8 mbpl (meter bawah permukaan laut). Batuan
tersebut digerus hingga halus dan lolos dengan
saringan ukuran 50-200 mesh, hingga terkumpul
sebanyak 100 gram. Pada kajian ini konsentrasi
polimer yang dipilih adalah 600 ppm, 900 ppm, dan
1200 ppm. Batuan yang halus tersebut kemudian
direndam dalam botol dengan larutan polimer
seberat 50 gram dan dipanaskan hingga suhu 177oF
selama 2 hari. Kemudian larutan polimer tersebut
didinginkan hingga suhu ruang, dan kembali dihitung
konsentrasinya dengan bantuan spektrofotometer
ultra violet. Hasil perhitungan konsentrasi polimer
sesudah uji adsorpsi statik berdasarkan pengamatan
adsorben dari spektrofotometer, ditampilkan pada
Tabel 5 yang menunjukkan adanya penurunan

Uji ltrasi perlu dilakukan untuk memastikan


bahwa larutan polimer bebas dari aggregates yang
dapat menyebabkan penyumbatan
pada batuan reservoir. Larutan polimer
600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm
(cyanatrol 750) dipompakan melalui
membrane filter (5 mikron) dengan
tekanan 2 bar. Selama pengujian, laju
alir larutan polimer diusahakan konstan.
Waktu (T) yang dibutuhkan untuk setiap
penambahan volume 20 ml hingga
mencapai 300 ml dicatat. Kemudian
digunakan parameter lter ratio (FR)
yang didenisikan sebagai = (T300ml
- T200 ml) / (T200ml T100 ml). Plot volume
larutan polimer terhadap waktu untuk
Gambar 6
ketiga larutan di atas ditunjukkan pada
Plot viskositas polimer cyanatrol-750 terhadap waktu
Gambar 7. Filter ratio untuk larutan
polimer 600 ppm, 900 ppm, dan 1200
ppm, masing-masing diperoleh sebesar
0.995, 1.048, dan 1.078.
I. Uji Adsorpsi Statik
Uji adsorpsi statik dilakukan untuk
mempelajari seberapa banyak molekulmolekul polimer yang melekat pada
permukaan batuan reservoir, yaitu
dengan mengamati perubahan harga
konsentrasi polimer cyanatrol-750
sebelum dan sesudah batu inti direndam
dalam larutan polimer, berdasarkan
langkah kerja API-RP 63. Pelarut
yang digunakan adalah air injeksi
dengan kadar kegaraman sebesar 13400

Gambar 7
Uji ltrasi polimer cyanatrol 750

101

Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106

konsentrasi antara 8.3% sampai dengan 9.08% dari


konsentrasi awal untuk ketiga konsentrasi polimer
yang diuji.
J. Core Flooding
Tujuan dilakukannya uji pendesakan atau core
ooding adalah untuk mengetahui seberapa banyak
penambahan perolehan minyak dari rancangan uida
injeksi yang telah disiapkan. Karena terbatasnya
sampel core dari reservoir A dengan ukuran yang
memadai untuk digunakan pada uji core ooding,
maka selanjutnya digunakan sampel core standard
dari jenis classhach. Pertimbangan menggunakan
sampel core standard tersebut karena: (1) jenis
batuan classhach adalah batu pasir yang sama dengan
batuan dari reservoir A, (2) harga porositas dan
permeabilitas absolut batuan classhach masingmasing sebesar 17.50 % dan 552.4 mD, yang hampir
sama dengan harga porositas dan permeabilitas dari
reservoir A. Sampel core classhach berdiameter
3.75 cm dan panjang 29.7 cm, yang dapat dilihat
pada Gambar 8. Dalam bagian ini akan dijelaskan
peralatan yang digunakan dalam uji core ooding,
rancangan uida pendesak, dan langkah kerja core
ooding.
1. Peralatan Core Flooding
Untuk melakukan uji core ooding digunakan
alat dengan susunan secara skematik yang dapat
dilihat pada Gambar 9. Alat utama yang
digunakan terdiri dari: pompa injeksi,
tabung uida (minyak, air dan polimer),
core holder, back pressure, dan gelas ukur.
Pompa injeksi yang digunakan adalah jenis
pompa torak Quizix SC-1010 yang dapat
menginjeksikan fluida dengan laju alir
konstan (minimum laju alir injeksi 0.01 cc/

menit). Dengan pompa tersebut dapat menginjeksikan


uida (minyak, air, dan polimer) secara bergantian
menuju core holder. Core tersimpan pada core holder
yang dilengkapi dengan overburden pressure agar
uida pendesak hanya melewati seluruh permukaan
core, dan tidak melewati pada bagian sisi luar.
Sedangkan back pressure yang mendapat tekanan
dari gas nitrogen, berfungsi mempertahankan sistem
tekanan pada core holder, akan tetapi tetap dapat
mengalirkan fluida ke gelas ukur pada tekanan
ruang.
2. Rancangan Fluida Pendesak
Berdasarkan pertimbangan kemungkinan dapat
diterapkannya teknologi injeksi polimer di reservoir
A, maka rancangan uida injeksi dilakukan secara
bersinambung dengan mengikuti urutan: 1.3 pore
volume air injeksi, 0.4 pore volume polimer 1200 ppm
(cyanatrol 750), dan 0.5 pore volume air injeksi.
3. Langkah Kerja Core Flooding
Core ooding dengan rancangan uida injeksi
yang telah disiapkan akan dilakukan dalam 5
(lima) tahap langkah kerja, yang kemudian dapat
digambarkan dalam diagram alir (Gambar 10).
Kelima tahap langkah kerja tersebut terdiri dari:
a. Resaturasi Air Formasi.
Core classhach yang telah disiapkan terlebih
dahulu ditimbang dalam keadaaan kering dan
kemudian direndam dalam air formasi dan dimasukkan
dalam ruang desikator. Selanjutnya ruang desikator

Gambar 8
Core classshach

Tabel 5
Data pengamatan spektrofotometer larutan polimer cyanatrol 750

102

Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

tersebut dihubungkan dengan pompa vakum sehingga


mencapai tekanan minus 1 atmosr dalam beberapa
jam, sehingga diharapkan seluruh ruang pori dalam
core akan tersaturasi oleh air formasi, atau pada
kondisi saturasi air (Sw) 100%. Kemudian core
tersebut ditimbang kembali, sehingga diperoleh
volume pori atau pore volume (PV) sebanyak 59.337
cc.
b. Injeksi Minyak.
Core yang telah disiapkan pada tahap-1, kemudian
dimasukkan dalam core holder dan dipanaskan
hingga mencapai suhu reservoir 177oF dan tekanan
operasi sebesar 100 psig. Minyak yang tersedia pada
tabung minyak diinjeksikan ke core holder dengan
bantuan pompa injeksi sebanyak 8 PV, dengan laju
alir injeksi minyak 0.5 cc/menit. Pada awalnya air
formasi yang ada di dalam core didesak oleh minyak
dan beberapa jam kemudian yang keluar pada gelas
ukur adalah campuran air dan minyak. Pendesakan
dilanjutkan hingga yang keluar hanya minyak saja,
sehingga pada akhir pendesakan diperoleh saturasi
water connate (Swc) 36.93 % dan saturasi minyak
initial (Soi) 63.07 % OOIP atau sebanyak 37.42 cc.
c. Injeksi Air - 1
Pada tahap-3 ini merupakan kelanjutan dari
tahap-2, yaitu menginjeksikan air injeksi (AI)
sebanyak 1.3 PV dari tabung yang berisi air
injeksi. Laju alir injeksi minyak tersebut dirancang
agar setara dengan laju alir di reservoir, yaitu
dari sumur injeksi ke sumur produksi 1 feet/hari,
atau setelah dikonversikan dengan skala core di
laboratorium, maka laju alir injeksi sebanyak 0.04
cc/menit. Minyak maupun air yang
keluar ditampung pada gelas ukur dan
dilakukan pencatatan. Pada tahap-3
ini perolehan minyak maksimum
didapat sebanyak 51.32% OOIP, yang
merepresentasikan perolehan minyak
pada tahap secondary recovery, dengan
saturasi minyak tersisa-1 (Sor1) sebesar
30.67% dan saturasi air-1 (Sw1) sebesar
69.30%.
d. Injeksi Polimer
Polimer dengan konsentrasi 1200
ppm (cyanatrol 750) yang terlebih
dahulu dimasukkan pada tabung
polimer, dan kemudian diinjeksikan
pada core setelah tahap-3 berakhir.

Dengan laju alir injeksi sebanyak 0.04 cc/menit dan


jumlah volume polimer diinjeksikan sebanyak 0.4
PV, maka dilakukan kembali pencatatan produksi
minyak dan air. Pada tahap-4 ini perolehan minyak
maksimum didapat sebanyak 62.01% OOIP, dan
saturasi minyak tersisa-2 (Sor2) sebesar 23.96% dan
saturasi air-2 (Sw2) sebesar 76.04%.
e. Injeksi Air - 2
Pada tahap-5 ini, kembali air injeksi (AI) diinjeksikan ke dalam core setelah tahap-4 selesai
yaitu sebanyak 0.5 PV dengan laju alir injeksi sama
seperti pada tahap sebelumnya yaitu 0.04 cc/menit.
Minyak yang dapat diproduksikan setelah penyapuan
oleh polimer menghasilkan perolehan minyak sebesar
68.36% OOIP, dengan saturasi minyak tersisa-3
(Sor3) sebesar 19.95% dan saturasi air-3 (Sw3) sebesar
80.05%. Plot perolehan minyak terhadap volume
injeksi dari lima tahap rancangan fluida injeksi
tersebut, ditampilkan pada Gambar 11.
III. PEMBAHASAN
Pada umumnya hasil penyaringan metoda EOR
yang dilakukan terhadap karakteristik uida dan
batuan reservoir, dimungkinkan diperoleh metode
yang cocok lebih dari satu. Namun hasil penyaringan
metoda EOR terhadap karakteristik uida dan batuan
reservoir A menunjukkan bahwa hanya metoda
injeksi polimer yang cocok untuk diterapkan. Uji
laboratorium untuk menunjang layak tidaknya
menerapkan injeksi polimer pada reservoir A telah
dilakukan.

Gambar 9
Skema rangkaian peralatan core ooding

103

Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106

Berdasarkan hasil analisis air


terhadap air formasi dan injeksi disimpulkan bahwa kedua jenis air ini
termasuk dalam kategori soft brine.
Dengan demikian air injeksi yang
akan digunakan sebagai pelarut
dalam pembuatan larutan polimer
tidak signikan pengaruhnya terhadap
degradasi larutan polimer akibat adanya
kation Mg++ dan Ca++. Demikian juga bila
larutan polimer tersebut diinjeksikan ke
dalam batuan reservoir yang didalamnya
sebagian telah terdapat air formasi.
Derajat keasaman (pH) dari kedua jenis
air tersebut menunjukkan suasana basa.
Suasana inilah yang dianjurkan dalam
penerapan injeksi polimer agar dicapai
kondisi memadai terhadap rheologi
polimernya.
Hasil analisis karakteristik fluida
minyak diperoleh gravity minyak
sebesar 25.39 o API dan viskositas
minyak pada suhu reservoir, 177 oF
sebesar 11.09 cp, termasuk kategori
jenis minyak sedang. Karena harga
viskositas minyak jauh lebih tinggi dari
air, sehingga bila dilakukan injeksi air
pada reservoir ini, maka kemungkinan
terjadinya fingering dimana air
bergerak mendahului minyak, sehingga
esiensi penyapuan minyak tidak efektif.
Usaha untuk mengatasi hal tersebut
yaitu dengan menginjeksikan larutan
polimer.
Dari analisis x-ray diffraction batuan
reservoir didominasi oleh mineral quartz sebesar
73%, dan kandungan lainnya adalah karbonat 15%,
serta mineral clay 10% (mineral illit dan kaolinit).
Dari hasil analisis yang diperoleh menunjukkan
bahwa kemungkinan terjadinya fenomena swelling
tidak terbentuk, karena tidak ditemuinya mineral
smectite (termasuk mineral clay) yang dapat mendominasi terjadinya swelling.
Setelah uji kompatibilitas terhadap air formasi
dan air injeksi dilakukan, maka hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa jumlah endapan maksimum
sebanyak 0.0060 gr/liter terdapat pada 100% air
104

Gambar 10
Diagram alir langkah kerja core ooding

Gambar 11
Perolehan minyak terhadap volume injeksi

injeksi, dan minimum sebanyak 0.0043 gr/liter


terdapat pada 10% air formasi. Endapan yang
terbentuk dalam campuran pada komposisi lainnya
tidak menunjukkan jumlah yang melebihi dari
total jumlah endapan yang terdapat pada air injeksi
maupun air formasi. Hal ini berarti bahwa campuran
air injeksi dan air formasi cocok dimana keduanya
tidak membentuk endapan baru. Sedangkan dari hasil
uji kualitas air harga relative plugging index (RPI)
yang diperoleh untuk air formasi adalah sebesar 6.56
dan untuk air injeksi sebesar 9.97. Mengacu pada
petunjuk peringkat kualitas air yang dikembangkan

Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak dengan Injeksi Polimer Skala Laboratorium (Edward ML Tobing)

perusahaan Amoco, maka harga RPI pada rentang 3


sampai dengan 10 menunjukkan kualitas yang baik.
Dengan demikian kualitas air formasi dan air injeksi
berdasarkan harga RPI yang diperoleh termasuk
kategori baik.
Hasil uji rheologi yang telah dilakukan terhadap
larutan polimer cyanatrol-750 dan cyanatrol-720H
menunjukkan bahwa harga viskositas larutan polimer
berkurang sejalan dengan naiknya putaran per menit.
Pada putaran per menit diatas 60, penurunan harga
viskositas polimer cenderung lebih kecil atau harga
viskositas polimer hampir konstan. Sedangkan
penurunan harga viskositas larutan polimer pada
putaran per menit antara 6 sampai dengan 60 cukup
signikan. Yang menjadi perhatian adalah harga
viskositas pada putaran per menit = 6 atau shear
rate = 7.344 detik-1, yang merepresentasikan laju
alir larutan polimer di dalam reservoir dari sumur
injeksi ke sumur produksi yang diperkirakan sebesar
1 feet/hari. Sedangkan pada shear rate yang tinggi
merepresentasikan laju alir di sekitar lubang sumur
injeksi. Dari hasil uji rheologi ini, dipilih larutan
polimer cyanatrol-750 untuk uji selanjutnya, karena
mempunyai harga viskositas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan larutan polimer cyanatrol720H.
Dari uji thermal stability terhadap larutan polimer
Cyanatrol-750 dengan konsentrasi 600 ppm, 900
ppm, dan 1200 ppm menunjukkan bahwa harga
viskositas polimer tersebut cenderung konstan setelah
mengalami pemanasan pada suhu reservoir (177oF)
setelah minggu ke 5. Meskipun pada minggu pertama
hingga minggu ke empat harga viskositas larutan
polimer mengalami penurunan yang signikan karena
adanya degradasi polimer yang disebabkan pengaruh
suhu. Dengan demikian jika diperkirakan pergerakan
larutan polimer dari sumur injeksi ke sumur produksi
memerlukan waktu kurang lebih 3 bulan, maka harga
viskositas polimer setelah 7 minggu uji thermal
stability dianggap sudah tidak mengalami penurunan
harga viskositas. Berdasarkan hasil uji ltrasi terhadap
larutan polimer 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm,
maka harga lter ratio yang didapat masing-masing
sebesar 0.995, 1.048, dan 1.078. Dari ketiga harga
lter ratio tersebut menunjukkan harga lebih kecil
dari 2. Dengan demikian maka jika larutan polimer
tersebut diinjeksikan ke dalam reservoir diperkirakan

tidak akan terjadi penyumbatan di dalam ruang pori.


Dari uji adsorpsi statik yang telah dilakukan terhadap
larutan polimer 600 ppm, 900 ppm, dan 1200 ppm
tersebut pada batuan reservoir, maka penurunan
konsentrasi larutan polimer masing-masing menjadi
548 ppm, 825 ppm dan 1091 ppm, yang menunjukkan
penurunan konsentrasi larutan polimer yang tidak
signikan yaitu kurang dari 10%.
Mengacu pada pengujian yang telah dilakukan,
maka larutan polimer cyanatrol-750 dengan
konsentrasi 1200 ppm dipilih untuk uji core ooding,
karena harga viskositas pada putaran per menit = 6
setelah uji thermal stability selama 7 minggu sebesar
17.1 cp, yang sama dengan 1.54 kali harga viskositas
minyak. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi pendorongan minyak secara makro.
Rancangan uida injeksi yang telah dilakukan secara
kontinyu dengan urutan: 1.3 pore volume air injeksi
(AI), 0.4 pore volume polimer dan 0.5 pore volume
air injeksi (AI). Perolehan minyak akibat injeksi air
(1) sebanyak 1.3 PV didapat sebanyak 51.32% OOIP.
Dari plot perolehan minyak terhadap volume injeksi
pada Gambar 11, menunjukkan bahwa injeksi air dari
0.85 PV hingga 1.3 PV memberikan penambahan
perolehan minyak hanya 1.82% OOIP. Hal tersebut
karena perolehan minyak sudah mendekati saturasi
minyak tersisa atau residual oil saturation. Pengaruh
injeksi larutan polimer cyanatrol-750 (1200 ppm)
sebanyak 0.4 PV pada core telah menambah perolehan
minyak sebanyak 10.69% OOIP. Perolehan minyak
akibat injeksi polimer tersebut masih mungkin untuk
ditingkatkan dengan cara menambah jumlah PV
injeksi larutan polimer, karena pada bagian akhir
dari plot perolehan minyak terhadap volume injeksi
masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Dan
penambahan perolehan minyak akibat injeksi air (2)
sebanyak 0.5 PV setelah akhir injeksi larutan polimer
adalah sebesar 6.35% OOIP. Sehingga perolehan
maksimum yang didapat dari rancangan injeksi uida
tersebut adalah sebesar 68.36% OOIP.
Berdasarkan kajian laboratorium yang telah
dilakukan, maka selanjutnya dapat dikembangkan
pemodelan simulasi injeksi polimer ke dalam
reservoir minyak pada pola sumur injeksi tertentu
yang menggunakan simulator injeksi kimia tiga
dimensi. Selanjutnya dapat dilakukan uji sensitivitas
guna memperoleh rancangan uida injeksi dan pola
sumur injeksi yang optimum untuk diterapkan pada
pilot proyek injeksi polimer.
105

Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 3, Desember 2012: 95 - 106

IV. KESIMPULAN
1. Dari hasil uji compatibility campuran air injeksi
dan air formasi menunjukkan bahwa kedua jenis
air tersebut cocok dan tidak membentuk endapan
baru.
2. Berdasarkan hasil uji rheologi, thermal stability,
filtrasi, dan adsorpsi statik terhadap polimer
cyanatrol-750 dan cyanatrol-720H, maka polimer
cyanatrol-750 memadai untuk digunakan pada uji
core ooding.
3. Injeksi uida polimer slug cyanatrol-750 (1200
ppm) terhadap core sebanyak 0.4 PV dapat
menambah perolehan minyak sebanyak 10.69%
OOIP, setelah kondisi residual oil saturation.
4. Dengan urutan rancangan core ooding 1.3 PV
(air), 0.4 PV (polimer cyanatrol 750, 1200 ppm)
dan 0.5 PV (air), menghasilkan perolehan minyak
sebesar 68.36% OOIP.
KEPUSTAKAAN
1. Borchardt K.J.,: A Novel Polymer for Oileld
Application, SPE 37279, SPE International
Symposium on Oileld Chemistry di Houston, Texas,
18-21 October 1977.

106

2. Green W. Don dan Willhite, G. Paul, Enhanced


Oil Recovery , Society of Petroleum Engineers
Richarrdson, Texas, USA, 2003.
3. http://webstore.ansi.org/recordDetail.aspx?sku
=NACE+Standard+TM0173-2005 (Method for
Determining Quality of Subsurface Injection Water
Using Membrane Filters).
4. Recommended Practices for Evaluation of Polymers
Used in Enhanced Oil Recovery Operations, API
Recommended Practice 63 (RP 63), rst Edition, June,
1990.
5. Sorbie, K.S, Polymer Improve Oil Recovery , CRC
Press Inc., Florida, 1991.
6. Taber J.J., Martin F.D., Seright, R.S.,: "EOR
Screening Criteria Revisited-Part 1: Introduction to
Screening Criteria and Enhanced Recovery Field
Projects", SPE Reservoir Engineering, Agustus 1997,
hal 189-198.
7. Taber J.J., Martin F.D., Seright, R.S.,: "EOR
Screening Criteria Revisited-Part 2: Aplications and
Impact of Oil Prices", SPE Reservoir Engineering,
Agustus 1997, hal 199-205.

Anda mungkin juga menyukai