SYOK HIPOVOLEMIK
I.
PENDAHULUAN
Secara umum syok didefinisikan sebagai suatu keadaan hipoperfusi jaringan
yang mengakibatkan metabolisme anaerob yang muncul dari interaksi mekanisme
patofisilogis multipel yang komplek. Syok dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan dan hipoperfusi sel sehingga terjadi sindroma disfungsi organ yang
multipel (MODS) dan kematian (Rodriguez dan Rosenthal, 1997). Pada keadaan
syok terjadi gangguan perfusi pada organ vital karena hipoksia jaringan yang
disebabkan oleh keadaan suplai dan kebutuhan oksigen yang tidak seimbang
(Candido, 1996). Syok dapat pula dianggap suatu keadaan kurangnya oksigen
untuk pembakaran aerob dan berkumpulnya berbagai metabolit dalam sel atau
jaringan. Perubahan metabolisme sel diikuti dengan produksi asam yang
menyebabkan asidosis, kerusakan sel dan kehilangan integritas sel sehingga
terjadi disfungsi organ dan akhirnya terjadi kematian(Rab, 1998). Dengan adanya
perubahan metabolisme anaerob, terdapat akumulasi ion hidrogen yang akan
bergabung dengan laktat dan piruvat yang diproduksi oleh katabolisme glukosa
yang inkomplit. Secara statistik dapat diprediksikan oleh tingkat serum atau
tingkat laktat arterial (Candido, 1996).
Klasifikasi etiologi berdasarkan Blalock tahun 1934 dibagi atas 4 kategori,
yaitu hipovolemik, kardiogenik, septik dan neurogenik (Jurusz dan Gilmore
1996). Sedangkan menurut Rab 1998, syok masa kini dibagi atas: syok distributif,
syok hipovolemik, syok kardiogenik dan syok obstruktif. Yang dimaksud dengan
syok distributif adalah syok yang terjadi akibat otot polos sfingter arteiola dan
venula kehilangan kemampuan kontraksi sehingga arteriola dan venula
mengalami dilatasi. Syok distributif meliputi syok septik dan syok anafilaktik.
Syok hipovolemik atau disebut juga syok preload ditandai dengan menurunnya
volume intravaskuler baik karena perdarahan maupun karena kehilangan cairan
tubuh. Syok kardiogenik didefinisikan sebagai syok yang terjadi akibat kegagalan
92
pompa jantung. Dan syok obstruktif adalah syok yang terjadi akibat obstruksi
aliran darah. Penyebab syok obstruktif yang utama adalah sumbatan pembuluh
darah baik karena tromboemboli paru maupun karena tamponade jantung (Rab,
1998).
Kebanyakkan tanda dan gejala syok merupakan akibat rendahnya aliran
darah perifer dan naiknya aktivitas simpatis adrenal. Pasien akan tampak cemas
dan lemah pada stadium awal dari syok, dan kemudian menjadi apatis dan
kelelahan akibat menurunnya perfusi darah ke otak. Bila tidak cepat diatasi,
gejala-gejala akan berlanjut dan pasien jatuh dalam keadaan koma. Kulit pasien
syok akan terlihat pucat dan dingin, kecuali pada syok septik kulit dapat teraba
hangat dan basah. Denyut nadi biasanya cepat sebagai respon kompensasi
menaikkan curah jantung, respirasi meningkat, pasien merasa haus, mual dan
muntah. Pengeluaran urin mengalami penurunan akibat ginjal mengalami iskemia.
Pada pengukuran hemodinamik seperti tekanan darah, tekanan arteri rata-rata,
curah jantung, tekanan vena sentral, indeks jantung, tekanan nadi, tekanan arteri
paru-paru akan menurun (Bonn dan Davis, 1991).
I.1.1.1 TINJAUAN UMUM SYOK
I.2 Mekanisme Dasar
Sesuatu yang terjadi pada tingkat selular dan molekuler akibat hipoperfusi
jaringan oleh karena syok tanpa melihat etiologinya memiliki kemiripan. Menurunnya
pengangkutan oksigen ke jaringan perifer terjadi akibat penurunan tingkat perfusi.
Hal ini menyebabkan perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob. Energi yang
tersedia dari oksidasi glukosa menurun pada keadaan anaerob. Selain memproduksi
karbondioksida, hasil akhir dari metabolisme aerob secara normal pada sel adalah
asam laktat. Bila asam laktat terakumulasi akan terjadi suatu keadaan asidosis
metabolik. Pada keadaan syok, keadaan asidosis pada tingkat seluler lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan yang dapat diukur dalam darah. Pada saat organ terjadi
kerusakan, hilangnya fungsi organ akan menambah buruk keadaan syok. Pada
akhirnya fungsi sel mengalami kerusakan yang ireversibel. Adenosin Trifosfat (ATP)
93
yang merupakan energi molekul pada sel akan habis sehingga potensial transmembran
hilang. Ion Na
akan masuk ke dalam sel ketika ion K - keluar dari sel. Tidak akan
ada energi yang tersedia untuk respirasi sel, sintesa protein serta enzim-enzim yang
dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan sel. Bila hal ini terjadi sel akan
mengalami kematian (Jurusz dan Gilmore, 1996).
I.3 Mekanisme hemodinamik
Patogenesis syok dapat dipahami dengan prinsip fisiologi hemodinamik.
Hubungan antara tekanan, aliran dan tahanan dapat digambarkan oleh hukum Ohm
yaitu : Tekanan = Aliran x Tahanan.
Secara klinis dapat ditulis sebagai : MAP = CO x SVR
MAP adalah mean arterial pressure (tekanan arteri rata-rata)
CO adalah cardiac output (curah jantung)
SVR adalah systemic vascular resistance (tahanan vaskuler sistemik)
Perfusi diperlukan untuk menyediakan oksigenasi jaringan yang adekuat. Hal ini
dapat ditentukan oleh CO dan SVR. CO ditentukan oleh preload, afterload, denyut
jantung dan kontraktilitas jantung.
94
tendensi yang
berlawanan dengan
95
Afterload adalah suatu tahanan terjadap kontraksi otot jantung. Secara fisiologis
ekivalen dengan tegangan dinding ventrikular selama sistolik. Secara klinis, SVR
adalah suatu pengukuran yang dapat memperkirakan afterload. Hal ini dapat dihitung
melalui MAP, CO dan CVP (Central Venous Pressure) dengan rumus:
SVR = MAP CVP
x 80
CO
Nilai normal adalah 900 dynes/detik/cm-5 . Syok septik dan neurogenik adalah
tipe syok yang mempunyai efek terhadap SVR.
Komponen lain terhadap CO yang harus dipertimbangkan adalah denyut jantung
(HR). Secara umum HR akan meningkatkan CO lebih dari 150 kali permenit. Nilai
ini dapat tergantung pada umur dan kondisi umum. Kenaikan yang melebihi
maksimum biasanya akan mengurangi pengisian diastolik dan menaikkan kebutuhan
O2. Kedua faktor tersebut akan mempengaruhi CO. Bradikardi dapat juga
mengurangi CO (Jurusz dan Gilmore, 1996).
I.4 Patofisiologi
Syok adalah suatu sindroma dinamik yang akan mempengaruhi penderita secara
keseluruhan, dimana masing-masing jenis syok memiliki karakteristik yang berbeda.
Kriteria secara umum, dikatakan syok bila: (a) tekanan sistolik arteri kurang dari 80
mmHg, (b) terdapat oligouri karena penurunan aliran darah pada ginjal (c) asidosis
metabolik (d) adanya perfusi jaringan yang buruk.
Tiga faktor utama untuk pengangkutan oksigen adalah curah jantung, volume
sekucup dan denyut jantung. Bila salah satu dari ketiga faktor mengalami gangguan
akan menyebabkan pengangkutan oksigen akan berkurang pada organ vital. Efek
terhadap organ vital adalah syok. Hipovolemia menyebabkan peningkatan aktivitas
pada karotis dan baroreseptor pada lengkung aorta. Terdapat peningkatan aktifitas
baroreseptor atrial kanan. Aktivitas sistem nervus simpatis meningkat dan
menghasilkan rangsangan pada jantung dan vasokonstriksi perifer. Kelenjar pituitari
96
melepaskan ACTH dan ADH, menghasilkan kenaikan tingkat kortisol dan Natrium
serta retensi cairan dimulai. Kenaikan adrenokortikal yang dilepaskan oleh
epinephrine dan norepinephrine akan terlihat. Plasma renin-angiotensin-aldosterone
meningkat dengan natrium yang banyak dan retensi air serta vasokonstriksi perifer.
Bila keadaan hipovolemia berlanjut, mekanisme kompensasi tidak terjadi dan terjadi
disfungsi organ mayor. (Candido, 1996)
I.5 Perubahan pada tingkat seluler
Pada tingkat seluler, oksigen dan nutrisi dibutuhkan untuk memperoleh energi
sehingga fungsi sel dapat dipertahankan. Pada sel, oksigen dan substrat diubah
menjadi ATP, suatu bentuk energi yang dibutuhkan oleh sel. Sel menggunakan ATP
untuk berbagai macam keperluan, diantaranya mekanisme keluar masuknya natrium
dan kalium pada membran sel. Natrium keluar dari dalam sel, sedangkan kalium
kembali ke dalam sel.
Sel menggunakan dua jalur untuk mengubah nutrisi menjadi energi. Jalur pertama
adalah jalur glikolitik anaerob, yang berlokasi di dalam sitoplasma. Glikolisis
mengubah glukosa menjadi ATP dan piruvat. Jalur kedua adalah jalur aerob yang
disebut sebagai siklus asam sitrat atau siklus Krebs, yang berlokasi di dalam
mitokondria. Pada saat oksigen tersedia, piruvat dari jalur glikolitik berpindah ke
dalam mitokondria dan memasuki siklus asam sitrat dan diubah menjadi ATP dengan
metabolismenya berupa CO2 dan air. Asam lemak dan protein juga dimetabolisme
dalam jalur mitokondria. Pada saat kekurangan oksigen, piruvat tidak memasuki
siklus asam sitrat tetapi diubah menjadi asam laktat. Pada keadaan syok lanjut, proses
metabolisme seluler menjadi anaerob, dimana sejumlah asam laktat terakumulasi di
dalam sel dan ekstraseluler.
Pada jalur anaerob, dimana produksi energi terus berlanjut pada keadaan tidak
tersedianya oksigen, menjadi tidak efisien dan menghasilkan sedikit ATP
dibandingkan dengan jalur aerob. Tanpa adanya produksi energi yang cukup, fungsi
sel yang normal tidak dapat dipertahankan dan aktivitas pompa natrium-kalium
terganggu. Akibatnya natrium klorida terakumulasi di dalam sel dan kalium hilang
97
dari sel. Sel mengalami pembengkakan dan membran robek, enzim-enzim dilepaskan,
sehingga terjadi destruksi intraseluler yang lebih lanjut. Sel akhirnya mengalami
kematian dan enzim (myocardial depressant factor), mediator inflamasi (histamin,
serotonin, tissue necrosis factor) di dalam intraseluler dilepaskan ke dalam ruang
ekstraseluler. Substansi-substansi ini menyebabkan perubahan yang lebih lanjut pada
mikrosirkulasi sehingga kesempatan sel untuk pulih kembali menjadi berkurang.
(Urband dan Porth, 1998)
I.5.1.1 SYOK HIPOVOLEMIK
Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan
menurunnya volume intravaskuler baik karena perdarahan maupun karena hilangnya
cairan tubuh. Bonn dan Davis 1991 menyebut syok hipovolemik sebagai syok
oligemik yang didefinisikan sebagai penurunan jumlah cairan yang dipompa melalui
jaringan vaskuler. Syok oligemik dibagi menjadi dua yaitu syok hemoragik dan non
hemoragik.
Syok hipovolemik merupakan syok yang sering dihadapi oleh para ahli bedah dan
terutama dihubungkan dengan perdarahan dan trauma maksilofasial. Terdapat
beberapa penyebab terjadinya hipovolemik syok, tetapi seluruh penyebab tersebut
pada akhirnya mengacu pada prinsip menurunnya preload dan tekanan pengisian
pada jantung. Dalam hal ini dihubungkan dengan curah jantung sehingga perfusi
perifer mengalami penurunan. Bila hal tersebut berlangsung terus tanpa adanya
intervensi, penurunan tekanan perfusi perifer akan menyebabkan perubahan
biokimia yang lebih parah pada tingkat seluler sehingga akhirnya sel tidak berfungsi
dan mengalami kematian. Penurunan preload dipengaruhi oleh segala sesuatu yang
menyebabkan hilangnya volume intravaskular (Jurusz dan Gilmore, 1996; Bonn dan
Davis, 1991).
Kekosongan volume intravaskular dapat terjadi akibat berbagai penyakit atau
kondisi kritis yaitu antara lain dapat dilihat pada tabel 1.
98
Inflamasi
Fistula vaskular
Non hemoragik
Redistribusi vaskular
Gastrointestinal
Ginjal
Abnormalitas vaskular
Contoh
Hemoperitoneum
Hemothorax
Hemoragik intrapelvic
Peptic ulcer
Divertikulitis
Invasi tumor
Ruptur aorta atau aneurisma arteri
Perdarahan esofageal variseal
Sistitis hemoragik
Esofagitis
Fistula aortic-duodenal setelah operasi aneurisma abdominal
Luka bakar
Inflamasi
Acsites
Sepsis
Muntah
Diare
Diabetes Insipidus
Diabetes Mellitus
Penggunaan diuretik berlebihan
Feokromositoma
Keringat berlebih
99
terjadi pada tingkat lanjut. Sistem organ lainnya akan terpengaruh dan pada akhirnya
akan mempengaruhi jantung dan otak.
Pada kehilangan darah akut (syok hemoragik) penilaian tingkat hematokrit
sebagai indikator kehilangan darah merupakan hal yang tidak tepat dan tidak
mendasar. Kehilangan jumlah darah yang cukup banyak hanya akan menghasilkan
penurunan hematokrit yang minimal pada saat keadaan akut. (Jurusz dan Gilmore,
1996)
I.7 Diagnosa
Syok hipovolemik biasanya didiagnosa dari informasi riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik dan bukan hanya berdasarkan tes laboratorium dan monitor invasif.
Kehilangan cairan yang banyak atau kehilangan darah akan terlihat melalui
pemeriksaan fisik seperti adanya penurunan turgor kulit, membran mukus yang kering
serta vena leher yang datar. Pada situasi akut, tes laboratorium seperti Hb
memperlihatkan adanya nilai batas ambang diagnostik. Adanya keadaan hipokalemia
dan metabolik alkalosis menunjukkan adanya kehilangan cairan akibat muntah dan
penggunaan diuretik, sedangkan keadaan metabolik asidosis terjadi akibat diare,
ketoasidosis diabetik atau syok asidosis laktat. Dengan menggunakan monitoring
invasif akan terlihat penurunan tekanan arteri rata-rata, CVP, tekanan arteri pulmonal
serta indeks jantung.
Walaupun diagnosa syok hipovolemik seringkali dapat diidentifikasi sumber
kehilangan cairan atau perdarahan, para klinisi harus mempertimbangkan adanya
syok lain, seperti adanya syok kardiogenik dan syok septik. (Njoku dan Hoffman,
1997)
I.8 Klasifikasi syok hipovolemik
Komite trauma Amerika membagi syok hipovolemik akibat kehilangan darah
menjadi 4 tingkat berdasarkan perkiraan kehilangan darah yaitu:
Tingkat I. Kehilangan <15 % EBV (Estimated Blood Volume), kehilangan darah
750 ml. Dengan tanda-tanda klinis denyut jantung <100x/menit, tekanan darah
100
normal, capillary refill test normal, respirasi 14-20x/menit, urin output 30 mL/jam,
status mental sedikit cemas. Cairan pengganti yang diberikan adalah kristaloid 3 : 1
(300 ml cairan elektrolit setiap kehilangan darah sebanyak 100 ml)
Tingkat II. Kehilangan 15 30% EBV (750 - 1500 ml per 70 kg), menyebabkan
syok sedang dengan tahikardia, penurunan sistolik dan tekanan darah, sedikit
kenaikan tekanan darah arteri diastolik, denyut jantung >100x/menit, pengisian
kapiler yang tidak lancar. Jumlah urine yang keluar tetap normal pada tingkat ini
(20-30mL/jam). Status mental kecemasan ringan. Cairan pengganti yang diberikan
adalah kristaloid 3:1.
Tingkat III. Kehilangan 30 40% EBV (1500-2000 ml per 70 kg), menyebabkan
syok yang parah, dengan ciri-ciri, kulit dingin, lembab dan pucat. Tekanan darah
menurun 30 40 % (tekanan darah sistolik dan tekanan nadi), capillary refill test
positif, respirasi 30-40x/menit dan terdapat kenaikan tekanan darah arteri diastolik
kira-kira 15 20 %. Terlihat vasokonstriksi ditandai dengan oligouri (5-15ml/jam).
Pada status CNS cemas dan bingung. Tahikardi terjadi akibat adanya asidosis
metabolik sekunder karena hipoksemia, hipoperfusi jaringan dan metabolisme
anaerob. Kecepatan nadi 100 - 120 kali permenit. Cairan pengganti yang diberikan
adalah kristaloid 3:1 dan darah.
Tingkat IV. Kehilangan 40 % EBV (2000 ml per 70 kg) menyebabkan syok yang
sangat dalam, terutama terjadi pada keadaan preterminal. Tidak teraba tekanan
darah, kehilangan denyut perifer, respirasi >35x/menit, capillary refill test positif
dan kemungkinan hilangnya pulsasi arteri karotis. Status mental bingung atau
letargik. Cairan pengganti yang diberikan adalah kristaloid 3:1 dan darah (Candido,
1996; Njoku dan Hoffman, 1997).
Jurusz dan Gilmore 1996 membagi syok hipovolemik menjadi 3 yaitu syok
ringan, sedang dan berat. Klasifikasi, jumlah kehilangan volume cairan dan darah
serta gejala-gejala klinis dapat dilihat pada Tabel 2.
101
Kehilangan
Tekanan
Denyut
volume
darah (ml)
darah
jantung
Pernafasan
Kulit
Pengeluaran
Perubahan
urin
status
darah (%)
mental
Ringan
<20
<1000
Normal
Normal
Normal
Pucat,
dingin
Sedang
20-40
1000-2000
Normal
Sedikit naik
Naik
Berat
>40
>2000
Menurun
Naik
Naik
Pucat,
dingin
Dingin,
lembab
Normal smp
sedikit
menurun
Menurun
Minimal
Menurun
Bingung,
letargik
Cemas
102
Vasokonstriksi menyebabkan penurunan selektif aliran darah pada kulit, otot, dan
sirkulasi splangnik. Demikian juga dengan jaringan yang memerlukan oksigen yang
lebih tinggi seperti otak, jantung dan ginjal akan dipengaruhi oleh vasokonstriksi.
Aliran darah dan pengangkutan oksigen harus dipertahankan agar organ tetap dapat
berfungsi. Jadi, pada fase awal syok hipovolemik, tidak terdapat penurunan tekanan
darah, pengeluaran urin tetap normal atau penurunan kesadaran yang minimal atau
tidak terjadi sama sekali.
Pelepasan adrenergik merupakan mekanisme kompensasi yang terlibat pada syok
hipovolemik yang dini. Vasokonstriksi selektif akan mengembalikan tekanan darah,
curah jantung, naiknya kontraktilitas miokardial dan denyut jantung, naiknya aliran
balik vena dan pada akhirnya mengalihkan darah dari organ yang kurang penting ke
sistem organ tubuh yang lebih penting.
Bila keadaan syok berlanjut, terdapat pertukaran cairan dari ekstraseluler ke
dalam intraseluler. Perpindahan cairan ini untuk membantu mempertahankan volume
darah. Tingkat hematokrit akan turun pada saat terjadi perpindahan cairan ini.
Mekanisme pertukaran cairan ini adalah berdasarkan penurunan tekanan hidrostatik
pada jaringan kapiler. Gambar 2.
Tekanan ini merunun sebagai konsekwensi vasokonstriksi pada sfingter
prekapiler dimana tekanannya lebih besar daripada vasokonstriksi pada sfingter
postkapiler di venula. Jadi turunnya tekanan hidrostatik kapiler merupakan hasil
suatu kombinasi vasokonstriksi prekapiler dengan hipotensi arteri sistemik yang
sudah ada dan juga penurunan resisten aliran keluar pada ujung venula. Rendahnya
tekanan hidrostatik akibat redistribusi air dan elektrolit ke dalam ruang vaskuler
dengan penggantian volume intravaskuler mempengaruhi curah jantung.
Mekanisme kompensasi ini terjadi secara lambat pada waktu tekanan interstisial
lebih besar daripada tekanan plasma. Keadaan sebaliknya terjadi pada syok sedang
karena permeabilitas kapiler mengalami perubahan dan protein keluar dari plasma
menuju ruang interstisial. Pada saat jumlah protein meningkat pada ruang
insterstisial, air dan partikel aktif osmotik akan tertarik dari rongga vaskuler ke
dalam ruang interstisial. Juga pada saat keadaan syok berlanjut, sfingter prekapiler
103
104
akan menyebabkan terjadinya aksi reabsorbsi air dari tubulus ginjal. Vasopresin juga
mempunyai kemampuan aksi vasokonstriksi.
Sebagai tambahan, renin dilepaskan oleh ginjal sebagai respon penurunan perfusi
arteri ginjal. Gambar 3.
105
yang berlangsung terus akan menaikkan afterload ventrikel kanan melalui tahanan
vaskular pulmonal. Afterload ventrikel kiri juga mengalami kenaikan melalui
tahanan vaskular sistemik. Kenaikkan tahanan aliran keluar untuk kedua ventrikel
menyebabkan penurunan curah jantung. Penurunan tekanan perfusi koronari akan
menyebabkan iskemia miokardial. Penurunan tekanan perfusi di otak juga
mengalami hal yang sama. Manifestasi klinisnya adalah iskemia serebral sehingga
terjadi perubahan status mental dan bila berlanjut akan terjadi kehilangan kesadaran.
Peralihan aliran darah dari otot dan organ splangnik menyebabkan terjadinya
iskemia yang ireversibel. Metabolisme pasien berubah dari aerob menjadi anaerob
bila jaringan kekurangan oksigen secara terus menerus. Tingkat asam laktat serum
bila metabolisme anaerob berlanjut akan meningkat sehingga pH darah akan turun
dan terjadi keadaan asidosis metabolik. Keadaan asidosis akan menaikkan
vasodilatasi arteri dan merupakan stimulus yang lebih kuat daripada penghentian
rangsangan simpatis. Keadaan asidosis juga bertanggungjawab terhadap efek
inotropik negatif jantung.
Bila kematian sel berlanjut, substansi vasoaktif, ion natrium, radikal bebas dan
enzim lisosom dilepaskan pada membran sel yang terganggu menuju ruang
instertisial kemudian menuju sirkulasi. Semua substansi ini bersifat amat merugikan
terhadap vitalitas organ. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kegagalan organ
multisistem (multisystem organ failure) bersamaan dengan terjadinya gagal paru, hati
dan ginjal. Hal ini akan menyebabkan kematian (Jurusz dan Gilmore, 1996).
I.10
106
keseimbangan
yang
cepat
pada
ekstraseluler
untuk
107
108
yang lebih tinggi dibanding albumin. Seperti juga cairan koloid cairan ini
mengembalikan volume intravaskular pada permukaan yang lebih luas di
rongga interstisial yang sudah mengalami keadaan kompromi bila
digunakan sebagai resusitasi selama keadaan syok. Resusitasi dengan
cairan ini sulit dikontrol karena ekuilibrasi yang lambat dari molekul yang
besar dan dapat menyebabkan fluktuasi yang cepat pada tekanan vena
sentral. Koagulopati ringan dan sementara dapat terjadi pada pasien yang
diresusitasi dengan cairan ini dan juga dapat terjadi depresi sistem
retikuloendotelial. Selain itu kerugian penggunaan cairan ini adalah
adanya reaksi anafilaksis dan koagulopati (Barber,1999; Candido, 1996).
b. Dekstran
Dekstran adalah suatu polisakarida, polimer glukosa dengan dua
macam preparat yang biasa digunakan, yaitu dekstran dengan berat
molekul yang tinggi (D70) dan berat molekul rendah (D40). Dekstran
dengan berat molekul rendah digunakan pertama kali untuk mencegah
trombosis vena dan tromboembolisme. Cairan dekstran merendahkan
viskositas darah, memperbaiki aliran mikrosirkulasi dengan mencegah
terjadinya aglutinasi dan endapan darah. Dekstran juga digunakan sebagai
109
Albumin
Albumin tersedia dalam preparat 5% dengan berat molekul 69.000,
mengandung natrium 100 160 mEq/L, dengan waktu paruh intravaskular
24-36 jam. Osmolaritas 288 mOsm/L dan tekanan osmotik koloid rata-rata
20 mmHg dan pH 7,0. Albumin memperbaiki tekanan osmotik koloid
sehingga terjadi redistribusi air dari ruang interstisial ke dalam ruang
intravaskuler. Albumin juga memberikan asam amino yang dibutuhkan
untuk metabolisme nitrogen yang dibutuhkan untuk perbaikkan jaringan
dan penyembuhan luka.
Penggunaan albumin pada syok biasanya dikombinasi dengan cairan
kristaloid untuk mendapatkan hasil yang maksimal (Candido, 1996).
3. Cairan Hipertonik
Penelitian klinis dan eksperimental menunjukkan sedikit larutan hipertonik
(7,5 % NaCl, 2.400 mOsm/l) merupakan cairan resusitatif awal yang efektif.
Penggunaannya secara intravena menghasilkan kenaikkan volume plasma
sementara, serta meningkatkan fungsi sirkulasi dengan menurunnya tahanan
perifer total. Cairan ini dapat mengisi ruang intravaskuler dan interstisial.
Curah jantung juga meningkat lebih besar dibandingkan dengan penggunaan
cairan RL dengan volume yang sama. Selain itu tekanan arteri rata-rata juga
terdapat kenaikkan.
110
Cairan ini menghasilkan beban air yang lebih rendah dibandingkan dengan
cairan resusitasi cairan garam yang ekivalen. Walaupun demikian, pasien
yang diberikan cairan hipertonik sebagai cairan resusitasi memerlukan
monitoring
yang
ketat
untuk
mencegah
koma
hipernatremia
dan
kapasitas
pembawa
oksigen yang
111
112
3. Transfusi trombosit
Transfusi trombosit diindikasikan untuk memperbaiki hemostasis
terhadap pasien dengan keadaan trombositopenia absolut atau relatif.
Keadaan trombositopenia tsb dapat terjadi pada keadaan adanya perdarahan
akibat trauma maupun perdarahan spontan, keadaan fungsi platelet yang
abnormal, penggunaan aspirin dalam jangka waktu lama atau bila dibutuhkan
satu volume pengganti darah selama resusitasi pada keadaan perdarahan. Tiap
unit trombosit dapat menaikkan jumlah trombosit sebanyak 7000 sampai
10000/mm3. Transfusi trombosit tidak diindikasikan untuk disfungsi
trombosit uremik karena transfusi trombosit pada keadaan uremik akan
mengganggu pelepasan faktor von-Willebrand sehingga menurunkan adesi
trombosit. Pada pasien dengan keadaan uremik, dianjurkan menggunakan
desmopressin acetate, cryoprecipitate dan estrogen konjugasi. (Njoku dan
Hoffman, 1997)
4. Transfusi granulosit
Granulosit dapat dipertimbangkan bila jumlah granulosit kurang yang
didapat sebagai akibat sepsis, neonatus pansitopenik dan febril netropenik
(Rab, 1998).
5. Pemberian plasma (Njoku dan Hoffman, 1997)
a.
b.
Cryoprecipitate
113
Cryoprecipitate
mengandung
faktor VIII,
faktor
IX,
von
114
5. Steroid
Pada penelitian menunjukkan produksi steroid adrenokortikal terstimulasi
secara maksimal pada keadaan syok hipovolemik. Penurunan steroid pada
keadaan hipovolemik dapat terjadi pada pasien dengan usia lanjut atau pada
pasien dengan penyakit adrenokortikal yang spesifik seperti penyakit Addison,
postadrenalectomy atau pasien dengan supresi adrenal dengan steroid
adrenokortikal eksogenus. Pada kondisi spesifik yang demikian, pemberian
hidrokortison intravena dibutuhkan. Pada pasien trauma dengan syok
hipovolemik, pemberian adrenokortikoid bukan merupakan indikasi.(Barber,
1999)
I.11
Monitoring
Pasien-pasien syok merupakan pasien dengan kondisi kritis yang memerlukan
115
sampai 800 ml per 70 kg berat badan akan menurunkan tekanan vena sentral sebesar
7 cm air.
Curah jantung dapat diperkirakan dengan pengukuran PCWP (pulmonary
capillary wedge pressure) dengan menggunakan kateter Swan-Ganz atau dengan
menggunakan tehnik termodilusi. (Candido, 1996; Njoku dan Hoffman, 1997; Barber
1999)
I.11.1.1
KESIMPULAN
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan hipoperfusi jaringan akibat
116