Jurnal 5. Melawati, Latif Sahubawa, Iwan Yusuf 2009
Jurnal 5. Melawati, Latif Sahubawa, Iwan Yusuf 2009
A. PENGANTAR
Hasil laut Indonesia terutama ikan disamping untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan juga
sebagai penghasil devisa negara. Ekspor ikan dalam bentuk ikan segar, ikan kaleng dan sebagainya
menghasilkan devisa cukup besar bagi negara setiap tahunnya. Diantara hasil tangkapan tersebut
adalah jenis kakap merah (Lutjanus spp.).
Kakap merah merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan yang memberikan devisa yang
besar. Produksi perikanan Indonesia pada tahun 2003 mencapai 6 juta ton (http://www.pikiran_
rakyat.com/cetak/1004/06/0604.htm), termasuk di dalamnya kakap merah sebesar 36.118 ton,
mampu memberikan kontribusi terhadap pasokan produk perikanan di dunia (www.forek.or.id/
detail.php?.rubrik=ekonomi&berita ID=3691). Hasil sampingan pengolahan kakap merah adalah
kulit yang sampai kini belum dimanfaatkan secara optimal untuk bahan baku industri kulit,
padahal kulit ikan ini apabila diolah dengan baik dapat menghasilkan kulit dengan motif yang
cenderung mendekati kulit reptile yang bernilai ekonomi tinggi (Puturuhu 1996).
Penyamakan nabati adalah proses penyamakan kulit mentah menjadi kulit samak dengan zat
penyamak dari tumbuh-tumbuhan yaitu tannin. Menurut Purnomo (2001) kulit yang disamak
menggunakan bahan nabati umumnya berwarna coklat muda dan kulitnya agak kaku. Mimosa
(mimosa ekstrak) adalah sari kulit kayu akasia (Acasia deoureus) yang sudah diproses dengan
bahan-bahan kimia. Kulit kayu akasia merupakan salah satu bahan penyamak nabati yang
mengandung 35% tannin dalam bentuk babakan kulit, sedangkan dalam bentuk ekstrak padat
mengandung 63% tannin. Dalam sari akasia terkandung beberapa macam bahan antara lain 63%
zat penyamak, 16% zat bukan penyamak, 19.5% air, dan 1% ampas (Purnomo 2001).
Mochtar dkk. (1990) menyatakan bahwa dengan dilakukannya penggabungan dua atau lebih bahan
penyamak maka kekurangan-kekurangannya akan saling mengisi, sehingga mutu kulit yang
dihasilkan lebih ditingkatkan. Misalnya kulit yang disamak dengan bahan chrom akan mempunyai
sifat-sifat lemas, tahan terhadap temperatur tinggi dan kulit terasa kosong, sedangkan kulit yang
1) = Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM
Hal. 111
disamak dengan bahan penyamak syntan sebagai bahan penyamak ulang mempunyai sifat berisi
dan tidak mulur, tetapi daya tariknya berkurang.
Penimbangan
Perendaman (Soaking)
Pencucian
Pengapuran (Liming)
Pencucian
Penimbangan
Pencucian
Hal. 112
Pencucian
Pengasaman (Pickling)
Pemeraman
Pencucian
Pemeraman
Pengeringan (Aging)
Pementangan (Stacking)
Perataan (Buffing)
Perapihan
Finishing pengkilapan
Pengepresan (Ironning)
Hal. 113
(3). Dipersiapkan untuk proses penyamakan dengan cara dicuci bersih dengan air leding.
(4). Pra penyamakan (ditimbang, direndam dalam air leding, dicuci bersih dengan air
leding).
(5). Penyamakan (mulai dari pengapuran, pencucian, penghilangan kapur, pembuangan
daging, pengikisan protein, pembuangan lemak, penyamakan, sampai perataan dan
perapihan).
(6). Finishing (pengkilapan dan pengepresan)
(7). Pengamatan sifat fisik kulit tersamak.
(8). Pembuatan produk kulit bawal sabit tersamak (dompet dan cover HP.)
b. Rancangan dan perlakuan
Desain statistik yang dipakai dalam penelitian adalah Ranangan Acak Lengkap (RAL) factor
tunggal dengan 3 (tiga) kali ulangan. Data dianalisis dengan analisis keragaman, dilanjutkan
dengan uji perbandingan berganda (Uji BNT) pada tingkat signifikansi 95%. Faktor yang
dicobakan sebagai sumber perlakuan adalah bahan kimia penyamak alami (mimosa), yang
terdiri atas konsentrasi mimosa 16%, 20% dan 24%.
c. Parameter pengamatan
Parameter fisik kulit tersamak yang diamati yaitu: (1) kekuatan tarik (N/cm2), (2) kemuluran
(%), (3) kekuatan sobek (N/cm) dan (4) kelemasan, menggunakan Standar Nasional Indonesia
(SNI) 06-4586-1998 dan IUP-36, 1998.
Penelitian menggunakan konsentrasi bahan penyamak nabati (mimosa) sebagai perlakuan, masingmasing perlakuan a1 (konsentrasi mimosa 16%), a2 (konsentrasi mimosa 20%) dan a3 (perlakuan
mimosa 24%).
Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi bahan penyamak nabati (mimosa)
terhadap kualitas fisik (kekuatan tarik, kemuluran, kekuatan sobek dan kelemasan) kulit pari
tersamak, rerata nilai serta perlakuan terbaik berdasarkan Standar Nasional dan Internasional
seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengukuran parameter kualitas kulit nila tersamak
Konsentrasi
Mimosa
a1 (16%)
a2 (20%)
a3 (24%)
Rerata
Standar SNI 064586-1998
Perlakuan Terbaik
Sesuai SNI
Kekuatan Tarik
(N/cm2)
904,978
1.115,013
684,036
901,339
Min. 1.000
a2 (20%)
Parameter Perlakuan
Kemuluran (%) Kekuatan Sobek
(N/cm2)
32,250
294,942
33,000
226,408
29,750
283,443
31,669
268,264
Maks. 30,0
Min. 150
a3 (24%)
a1 (16%)
Kelemasan
3,250
3,304
3,350
3,301
IUP-36,
Kisaran 3-4.
a3 (24%)
Hal. 114
Berdasarkan hasil pengujian laboratoris (Tabel 2), ternyata nilai rerata kekuatan tarik dari
perlakuan konsentrasi mimosa 20% memperlihatkan nilai tertinggi (terbaik) sebesar 1.115,103
N/cm2 berdasarkan SNI 06-4586-1998, sedangkan nilai terendah (jelek) dihasilkan dari perlakuan
konsentrasi mimosa 24% (684,339 N/cm2 ) (Gambar 3). Hal ini menunjukan bahwa konsetrasi
mimosa 20% lebih efektif, dalam arti kata bahwa kemampuan penetrasi bahan penyamak
konsentrasi 20% ke dalam pori kulit lebih besar dibandingkan konsentrasi 16% dan 24%.
Dari hasil analisis keragaman, ternyata perlakuan konsentrasi mimosa berpengaruh nyata
terhadap kekuatan tarik kulit tersamak. Perlakuan konsentrasi mimosa umumnya berbeda nyata
satu dengan lainnya pada tingkat signifikansi 95%.
Adanya pengaruh nyata pada konsentrasi yang digunakan karena bahan penyamak nabati
merupakan bahan penyamak yang menghasilkan kulit tersamak yang tampak berisi dan rata,
berwarna kecoklatan, awet, dan mudah diwarnai dan sifatnya akan menghasilkan kekuatan tarik
yang baik. Semakin tinggi nilai kekuatan tarik, semakin baik kulit samak yang dihasilkan. Menurut
Purnomo (1991), kulit yang disamak dengan bahan penyamak nabati akan didapatkan kulit yang
padat, berisi, tetapi kaku, sehingga kemulurannya rendah dan kekuatan tariknya cukup tinggi.
1115
1200
904,98
1000
800
684,03
600
400
200
0
Hal. 115
33,00
33
32,25
32
31
29,75
30
29
28
Gambar 4. Rerata nilai kemuluran kulit kakap merah tersamak
Hal. 116
baku barang kulit berkisar antara 2 4. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kulit ikan kakap
merah tersamak yang dihasilkan dapat diolah untuk berbagai barang kulit sesuai peruntuk-kannya.
294,94
283,44
300
226,41
250
200
150
100
50
0
3,35
3,36
3,34
3,304
3,32
3,3
3,28
3,25
3,26
3,24
3,22
3,2
Hal. 117
b. Konsentrasi bahan penyamak nabati (mimosa) yang paling baik terhadap kualitas sifat
fisik kulit kakap merah tersamak yaitu konsentrasi bahan penyamak 20%.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, ternyata perlakuan konsentrasi mimosa 20% menghasilkan
kualitas kulit kakap merah tersamak yang memenuhi syarat SNI 06-4586-1998 tentang kulit jadi
dari kulit ular air tawar. Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan biaya proses produksi,
penggunaan mimosa 20% lebih ekonomis dibandingkan dengan pemakaian mimosa 16% atau
24%. Dengan demikian, disarankan untuk menggunakan konsentrasi mimosa 20% dalam
penelitian dan atau pengembangan produk barang kulit untuk usaha/bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. SNI Cara Uji Kekuatan Sobek dan Kekuatan Sobek Lapisan Kulit (SNI 06-17941990). Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta.
________. SNI Cara Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran Kulit (SNI 06-1795-1990). Dewan
Standardisasi Nasional. Jakarata.
________. 1991. Laporan Penelitian Pemanfaatan Kulit Pari. Proyek Penelitian dan
Pengembangan Industri Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP). Yogyakarta.
________. 1991. Pengawetan Kulit Ikan Laut Secara Penggaram Basah (Wet Salting). Seri I.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP).
Yogyakarta.
________. 1996. Pengawetan Kulit Mentah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri
Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP). Yogyakarta.
________. 1996. Standar Klasifikasi Statistik Ikan Perikanan Laut. Pusat Litbang Perikanan.
Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Yogyakarta.
________. SNI Kulit Jadi Dari Kulit Ular Air Tawar (SNI 06-4586-1998). Badan Standardisasi
Nasional. Jakarta.
________. SNI Kulit Ikan Pari Untuk Barang Kulit (SNI 06-6121-1999). Badan Standardisasi
Nasional. Jakarta.
________. 1999. Standar Klasifikasi Statistik Ikan Perikanan Laut. Pusat Litbang Perikanan.
Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Yogyakarta.
________. 1989. Measurement of Leather Softness-IUP/36 (Pengukuran dari Kelemasan KulitIUP/36). m:\products\leather\st300\standard\iup-36.doc.
Burhanuddin, A. Djamali, M. Hutomo, dan S. Martosewojo, 1986. Sumberdaya Ikan Kakap
(Lutjanus spp.) dan Bambangan (Lates calcarifer) di Indonesia. Proyek Potensi
Sumberdaya Alam Indonesia. Studi Potensi Sumberdaya Hayati Ikan. Lembaga
Oseanologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan indonesia. Jakarta.
Djamali, A et. al. 1986. Sumber Daya Ikan Kakap (Lutjanus spp.) dan Bambangan (Lates
calcarifer) di Indonesia. LIPI. Jakarta.
http://www.banEFishHunt2-468x60.com
http://www.pikiran_rakyat.com/cetak/1004/06/0604.htm
Irawan, A. 1997. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. CV. Aneka. Solo.
Judoamidjojo, R. M. 1981. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Fakultas Teknologi Hasil Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hal. 118
________. 1982. Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan. Fakultas Teknologi Hasil Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lutfie, M. 1991. Penelitian Pemanfaatan Kulit Pari. Simposium Nasional Pengulitan 1991.
Himpunan Ahli Kimia dan Teknologi Kulit Indonesia. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Industri Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP). Yogyakarta.
________. 1991. Pengawetan Kulit Ikan Laut Secara Digaram Basah (Wet Salting). Balai Besar
penelitian dan Pengembangan Industri Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP). Yogyakarta.
Purnomo, E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi Kulit.
Yogyakarta.
________. 2001. Penyamakan Kulit Reptil. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Puturuhu, B. R. I. 1996. Pemanfaatan Kulit Ikan Kakap Sebagai Bahan Baku Industri Garmen
Kulit. Buletin Sains dan Teknologi Kulit. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP). Yogyakarta.
________. 1996. Pemanfaatan Kulit Ikan Kakap Sebagai Bahan Baku Industri Garmen Kulit.
Buletin Sains dan Teknologi Kulit. 5:47-54.
Rachmi, R. 1997. Teknologi Penyamakan Kulit Ikan Kakap. Universitas Diponegoro. Semarang.
Skripsi.
Saanin, H. 1968. Toksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan. Binatjipta. Bandung.
Sahubawa L., 2004. Teknologi Pengolahan Kulit Ikan. Bahan Ajar Pengolahan Hasil Perikanan,
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Ilmu Perikanan Fakultas Pertanian
UGM.
Situmorang, R. 2004. Pengaruh Penggunaan Mimosa Terhadap Sifat Fisik Kulit Ikan Pari
Tersamak. Fak. Pertanian. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi.
Soemarmi. 1989. Pedoman Pengawetan Kulit Mentah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Kulit, Karet, dan Plastik. Yogyakaarta.
Untari, S. 2000. Penyamakan Kulit Ikan Pari. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri
Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP). Yogyakarta.
________. 2004. Penyamakan Kulit Ikan Pari. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri
Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP). Yogyakarta.
www.forek_or.id/detail.php?.rubrik=ekonomi&beritaID=3691
Hal. 119