Patofisiologi
Pada gagal ginjal akut terjadi ketidakmampuan ginjal untuk memfiltrasi sisa buangan,
pengaturan cairan, dan mempertahankan keseimbangan kimia.
Tipe prerenal merupakan hasil dari penurunan perfusi renal yang dapat disebabkan oleh
dehidrasi, asfiksia perinatal, hipotensi, septic syok, syok hemoragik atau obstruksi pada
arteri renal, diare atau muntah, syok yang disebabkan oleh pembedahan, luka bakar,
hipoperfusi berat ( pada pembedahan jantung ). Hal ini menimbulkan penurunan aliran
darah renal dan terjadi iskemik.
Tipe intrarenal merupakan hasil dari kerusakan jaringan ginjal yang mungkin disebabkan
oleh nefrotoksin seperti aminoglycosides, glomerulonefritis, dan pyelonefritis.
Tipe postrenal adanya obstruksi pada aliran urine. Obstruksi dapat meningkatkan tekanan
dalam ginjal yang mana dapat menurunkan fungsi renal. Penyebabnya dapat
obstruksiureteropelvic, obstruksi ureterovesical, neurogenik bladder, posterior urethral
valves, tumor atau edema.
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3 stadium (stadium I, II, III) :
Stadium I (penurunan cadangan ginjal)
Kreatinin serum dan kadar BUN normal.
Stadium II (Insufiensi ginjal)
> 75% jaringan fungsinya rusak. BUN meningkat diatas normal
Stadium III (Uremia)
Sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur.
Kreatinin serum dan BUN meningkat sangat menyolok.
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, tetapi dalam
prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium tersebut..
Komplikasi
Ketidakseimbangan cairan elektrolit.
Pemberian resin ion perubah seperti polystyrene sodium sulfonate (kayexalate), 1 / kgbb
diberikan secara oral atau rektal yang bertujuan untuk mengikat kalium dan
mengeluarkannya dari tubuh.
Dialisis dilakukan jika disertai dengan tanda tanda asidosis berat yang sudah berlangsung
lama, cara cara lain sudah ditempuh untuk mengurangi kalium, terlihat gejala gejala
uremik, overload sirkulasi, hipertensi, gejala gagal jantung.
2. KONSEP DASAR ASKEP
Pengkajian
Biodata
70 % kasus GGA terjadi pada bayi di bawah 1 tahun pada minggu pertama kahidupannya.
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Urine klien kurang dari biasanya kemudian wajah klien bengkak dan klien muntah.
Riwayat penyakit dahulu
Diare hingga terjadi dehidrasi
Glomerulonefritis akut pasca streptokok
Penyakit infeksi pada saluran kemih yang penyembuhannya tidak adekuat sehingga
menimbulkan obstruksi.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada hubungan secara langsung dalam timbulnya penyakit gagal ginjal.
Activity Daily Lifa
1) Nutrisi : Nafsu makan menurun (anorexia), muntah
2) Eliminasi : Jumlah urine berkurang sampai 10 30 ml sehari (fase oliguria)
3) Aktivitas : Klien mengalami kelemahan
4) Istirahat tidur : Kesadaran menurun
Pemeriksaan
Pemeriksaan Umum:
BB meningkat, TD dapat normal, meningkat atau berkurang tergantung penyebab primer
gagal ginjal.
Pemeriksaan Fisik:
Kepala : Edema periorbital
Dada : Takikardi, edema pulmonal, terdengar suara nafas tambahan.
Abdomen : Terdapat distensi abdomen karena asites.
Pemeriksaan Penunjang
Tes Darah
Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum meningkat.
Natrium dan Kalsium serum menurun.
Kalium dan Fosfor serum meningkat.
pH dan bikarbonat (HCO3) serum menurun (asidosis metabolik).
Haemoglobin, hematokrit, trombosit menurun (disertai penurunan fungsi sel darah
putih dan trombosit).
Albumin serum menurun.
Glukosa serum menurun (umum terjadi pada bayi)
Dx. Kep. II
Tujuan : Pola nafas anak menjadi efektif kembali.
Kriteria hasil : Bunyi nafas bersih.
Intervensi :
Kaji bunyi nafas
R/ Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema paru dibuktikan oleh terjadinya bunyi napas
tambahan.
Bila sesak, posisikan kepala lebih tinggi, pemberian oksigen dan latihan nafas dalam
R/ Meningkatkan lapang paru.
Dx. Kep. III
Tujuan : Anak menunjukkan BB yang sesuai dan ada nafsu makan serta dapat menyelesaikan
makanan sesuai diit.
Kriteria hasil : Klien menghabiskan porsi diitnya.
Intervensi :
Timbang BB tiap hari
R/ Px. puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2 0,5 kg/hari. Perubahan
kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
Kaji pola makan anak dan pembatasan makanan
R/ Memberikan Px. tindakan terkontrol dalam pembatasan diit.
Jelaskan tentang diit yang diberikan dan alasannya
R/ Pengetahuan Px./keluarganya tentang diit yang diberikan membuat klien/keluarga lebih
kooperatif.
Dx. Kep. IV
Tujuan : Anak dan keluarga akan memahami proses penyakit, prognosis dan pengobatan yang
diberikan.
Kriteria hasil : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat dan kooperatif terhadap tindakan
keperawatan.
Intervensi:
Kaji tingkat pamahaman anak dan keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan
pengobatan.
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana Px./keluarga dapat membuat pilihan informasi.
Dx. Kep. V
Tujuan : Kebutuhan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil : Klien dapat beristirahat dengan tenang
Intervensi :
Temani dan bantu bila anak muntah.
R/ Dengan ditemani dan dibantu pada saat muntah akan menghilangkan kegelisahan dan
kecemasan anak.
Batasi aktivitas fisik dan hindarkan anak dari stress emosional (menangis, sedih,
bercanda berlebihan).
R/ Pembatasan aktivitas fisik dan stress emosional penting untuk menghindarkan adanya
penyebab serangan batuk.
Anjurkan keluarga memberikan lingkungan yang tenang.
R/ Lingkungan yang tenang merupakan sebagian dari terapi suportif yang memberikan
rasa aman dan nyaman bagi pasien.
Dx. Kep. VI
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif, pola nafas dan pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil : Suara nafas vesikuler.
Intervensi :
Lakukan auskultasi suara 2 4 jam sekali.
R/ Mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan menifestasinya pada suara nafas.
Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki
R/ Penurunan diafragma dapat membantu ekspansi paru maskimal.
Ubah posisi klien tiap 2 jam.
R/ Posisi klien yang tetap secara terus menerus dapat mengakibatkan akumulasi sekret
dan cairan pada lobus yang berada dibagian bawah.
Monitor tanda vital tiap 4 jam.
R/ Peningkatan frekwensi nafas mengindikasi tingkat keparahan.
Dx. Kep. VII
Tujuan : Meningkatkan derajat rasa nyaman klien.
Kriteria hasil : Klien terlihat rileks, dapat tidur dan beristirahat.
Intervensi :
Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi.
Tingkatkan istirahat di tempat tidur.
R/ Tirah baring mungkin diperlukan sampai perbaikan objektif dan subjektif didapat.
Dorong penggunaan tekhnik manajemen sterss, misalnya relaksasi.
R/ Meningkatkan relaksasi, meningkatkan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan
kemampuan koping.
Libatkan dalam aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot / spasme memudahkan untuk ikut
serta dalam dalam terapi.
Dx. Kep. VIII
Tujuan : Klien tidak menunjukkan tanda-tanda adanya kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil : Mempertahankan kulit utuh / kulit tidak pecah-pecah.
Intervensi :
Inspeksi kulit terhadap perubahan warna dan turgor kulit.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan decubitus atau
infeksi.
Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit.
R/ Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan
integritas pada tingkat seluler.
Inspeksi area tergantung terhadap edema.
R/ Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.
Ubah posisi dengan sering, beri bantalan pada tonjolan tulang.
R/ Menurunkan tekanan pada edema.
Pertahankan linen tetap kering.
R/ Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit
DAFTAR PUSTAKA
Cecily L. Bets Linda A. Sowden, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatrik, EGC : Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC: Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, 2002, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI: Jakarta.
Suriadi dan Yuliani, Rita, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak, Edisi I, Fajar Interpratama:
Jakarta.