Anda di halaman 1dari 11

KETERAMPILAN

BERPIKIR KRITIS
MENURUT ENNIS

Oleh : Fise Rahmawati


130373
Kelas B

Istilah asesmen (assessment) dalam Stiggin (1994) sebagai


penilaian proses, kemajuan, dan hasil belajar siswa (outcomes).
Sementara itu asesmen diartikan oleh Kumano (2001) sebagai
The process of collecting data which is shows the develompment
of learning. Dengan demikian dapat disimpukan bahwa asesmen
merupakan istilah yang tepat untuk penilaian proses belajar
siswa. Namun, meskipun proses belajar siswa merupakan hal
yang penting yang dinilai dalam asesmen, faktor hasil belajar
juga tidak dapat dikesampingkan.
Asesmen juga merupakan kegiatan pengumpulan bukti yang
dilakukan secara sengaja, sistematis, dan berkelanjutan serta
digunakan untuk menilai kompetensi siswa.

Ennis (1985 dalam Costa, 1985) memperkenalkan berpikir kritis


sebagai berpikir reflektif yang difokuskan pada membuat
keputusan mengenai apa yang diyakini atau dilakukan.
Batasan berpikir kritis yang lebih komprehensif dikemukakan
oleh Facione (2006) sebagai pengaturan diri dalam memutuskan
(judging) sesuatu yang menghasilkan interpretasi, analisis,
evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan menggunakan suatu
bukti, konsep, metodologi, kriteria, atau pertimbangan
kontekstual yang menjadi dasar dibuatnya keputusan. Berpikir
kritis penting sebagai alat inkuiri. Berpikir kritis merupakan
suatu kekuatan serta sumber tenaga dalam kehidupan
bermasyarakat dan personal seseorang.

Menurut Ennis (1985 dalam Costa, 1985) dalam Goals for a


Critical Thinking Curiculum, berpikir kritis meliputi karakter
(disposition) dan keterampilan (ability). Karakter dan
keterampilan merupakan dua hal terpisah dalam diri seseorang.
Dari perspektif psikologi perkembangan, karakter dan
keterampilan saling menguatkan, karena itu keduanya harus
secara eksplisit diajarkan bersama-sama (Kitchener dan King,
1995 dalam Facione et al., 2000).

Karakter (disposition) tampak dalam diri seseorang sebagai


pemberani, penakut, pantang menyerah, mudah putus asa, dan lain
sebagainya.
Suatu karakter (disposisi) manusia merupakan motivasi internal
yang konsisten dalam diri seseorang untuk bertindak, merespon
seseorang, peristiwa, atau situasi biasa. Berbagai pengalaman
memperkuat teori karakter (disposisi) manusia yang ditandai
sebagai kecenderungan yang tampak, yang dapat dengan mudah
dideskripsikan, dievaluasi, dan dibandingkan oleh dirinya sendiri
dan orang lain. Mengetahui karakter (disposisi) seseorang
memungkinkan kita memperkirakan, bagaimana seseorang
cenderung bertindak atau bereaksi dalam berbagai situasi
(Facione et al., 2000).

Berbeda dengan karakter, keterampilan dimanifestasikan


dalam bentuk perbuatan. Seseorang dengan keterampilan
yang baik cenderung mampu memperlihatkan sedikit
kesalahan dalam mengerjakan tugas-tugas sedangkan
orang yang kurang terampil membuat kesalahan yang
lebih banyak bila diberikan sejumlah tugas yang sama
(Facione et al., 2000).

Ennis (dalam Stiggin, 1989:1994) mengungkapkan satu set


tahap-tahap yang termasuk proses berpikir kritis:
1. Mengklarifikasi isu dengan mengajukan pertanyaan kriti
2. Mengumpulkan informasi tentang isu
3. Mulai bernalar melalui berbagai sisi atau sudut pandang yang
berbeda-beda
4. Mengumpulkan informasi dan melakukan analisis lebih lanjut,
jika diperlukan
5. Membuat dan mengkomunikasikan keputusan

Tujuan dari berpikir kritis adalah mengevaluasi tindakan atau


keyakinan yang terbaik. Menurut Ennis lebih memfokuskan
kerangkanya pada proses berpikir yang melibatkan pengumpulan
informasi dan penerapan kriteria untuk mempertimbangkan
serangkaian tindakan atau pandangan yang berbeda. Ini bersesuaian
dengan tingkat berpikir evaluasi pada taksonomi Bloom. Jiwa kritis
menurut Ennis meliputi: kebutuhan untuk berpikir logis, berusaha
keras untuk memiliki pengetahuan luas dari sumber-sumber yang
kredibel, berwawasan atau berpandangan luas, dan memperoleh
kesenangan pribadi dalam hubungannya dengan cara pemecahan
masalah-masalah yang komplek.

Asesmen kinerja sangat baik digunakan untuk menilai penalaran.


Kita dapat menggunakan suatu isu kepada siswa baik individu
maupun kelompok dan kemudian menilai keterampilan berpikir

Sebagaimana pandangan Norris dan Ennis, kerangka kerja konseptual


yang ditawarkan oleh Marzano (1992) mencakup komponen kognitif
dan afektif.
Dimensi afektif menyatakan bahwa siswa harus mengembangkan dan
mempertahankan sikap dan persepsi positif mengenai pembelajaran dan
pemahaman tanggung jawab personal untuk berpikir yang bijak. Bila
dimensi afektif ini tidak dimiliki, maka sepertinya keterampilan yang
mereka miliki jadi sia-sia.
Keunggulan kerangka kerja ini adalah bahwa setiap jenis berpikir yang
dispesifikasikan diterjemahkan secara natural kedalam pertanyaan yang
tampaknya dapat diterapkan pada semua area materi. Lebih jauh, setiap
pertanyaan tampaknya unik dan relevan dengan dunia nyata.

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai