GEOLOGI SUMATERA
Gambaran Umum Pulau Sumatera
Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini
membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra
atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan.Pegunungan Bukit
Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan
barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan;
sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke
arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai
dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan
A. Kondisi Geologi Sumbar
Struktur yang berkembang di Provinsi Sumatera Barat adalah struktur perlipatan (antiklinorium) dan
struktur sesar dengan arah umum baratlaut tenggara, yang mengikuti struktur regional P. Sumatera.
Kondisi stratigrafi dari struktur geologi sumatera barat adalah sebagai berikut.
Kelompok batuan ultrabasa Pra Tersier disusun oleh batuan harzburgit, dunit, serpentinit,
gabro dan basalt.
Kelompok Melange Pra Tersier merupakan kelompok batuan campur aduk yang disusun
oleh batuhijau, graywake, tufa dan batugamping termetakan, rijang aneka warna. Kelompok batuan
malihan Pra Tersier disusun oleh batuan sekis, filit, kwarsit, batusabak, batugamping termetakan.
Kelompok batuan sedimen Pra Tersier yang didominasi oleh batugamping hablur
sedangkan kelompok batuan terobosan Pra Tersier disusun oleh granit, diorit, granodiorit, porfiri
kuarsa, diabas dan basalt.
Kelompok transisi Pra Tersier Tersier Bawah yang merupakan kelompok batuan
terobosan yang terdiri dari batuan granodiorit dan granit.
Kelompok batuan melang Tersier yang merupakan batuan campur aduk disusun oleh
graywake, serpih, konglomerat, batupasir kwarsa, arkose, serpentinit, gabro, lava basalt dan
batusabak.
Kelompok batuan gunungapi Tersier disusun oleh batuan gunungapi bersifat andesitikbasaltik, lava basalt sedangkan kelompok batuan terobosan Tersier terdiri dari granit, granodiorit,
diorit, andesit porfiritik dan diabas.
Kelompok batuan gunungapi Plio-Plistosen disusun oleh batuan gunungapi andesitikbasaltik, tufa, breksi dan endapan lahar sedangkan kelompok batuan terobosan Plio-Plistosen terdiri
dari riolit afanitik, retas basalt dan andesit porfir.
Kelompok Kwarter dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; batuan gunungapi dan
aluvium.
B.
menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup
oleh episode sedimentasi regresif yang menghasilkan Formasi Petani.
5.
Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim
kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini
menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada
Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol
struktur-struktur berarah utara selatan.
6.
Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi
struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara.
Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan
endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.
1.
Stratigrafi Regional , Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada awal
tersier (Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah berlangsung
sejak zaman Kapur hingga awal tersier.
6.
dan
Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau
Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zone
interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan
arah. Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi,
tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera
menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang.
Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang dikelilingi
oleh tinggian-tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan terjadi di akhir Kapur
disertai terjadinya sesar-sesar bongkah (block faulting). Selain Pegunungan Barisan sebagai
pegunungan bongkah (block mountain) beberapa tinggian batuan tua yang masih tersingkap di
permukaan adalah di Pegunungan Tigapuluh, Pegunungan Duabelas, Pulau Lingga dan Pulau
Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian "Sunda Landmass", yang sekarang berupa Paparan
Sunda. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses orogenesis, yaitu yang pertama
adalah pada Mesozoikum Tengah, kedua pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal dan yang ketiga pada
Plio-Plistosen. Orogenesis Plio-Plistosen menghasilkan kondisi struktur geologi seperti terlihat pada
saat ini. Tektonik dan struktur geologi daerah Cekungan Sumatera Selatan dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok, yaitu, Zone Sesar Semangko, zone perlipatan yang berarah baratlaut-tenggara dan
zona sesar-sesar yang berhubungan erat dengan perlipatan serta sesar-sesar Pratersier yang
mengalami peremajaa.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat
laut tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan
Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan
tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di
sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera
Tengah.
Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake, 1989.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode
orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa
Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir Tersier Awal dan Orogenesa Plio Plistosen
Episode pertama, endapan endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat
dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola
dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini
membentuk sesar berarah barat laut tenggara yang berupa sesar sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak gerak
tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara selatan. Dikombinasikan
dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan batuan Pra Tersier, gerak gerak
tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra Talang Akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan
sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi
pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang
berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai
Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah
sehingga sesar sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar
dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio
Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut tenggara tetapi sesar yang terbentuk
berarah timur laut barat daya dan barat laut tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan
ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut tenggara
sebagai hasil orogenesa Plio Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat
1.
a.
b.
c.
d.
e.
dibedakan atas pola tua yang berarah utara selatan dan barat laut tenggara serta pola muda yang
berarah barat laut tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera .
Stratigrafi Regional, Sub Cekungan Jambi merupakan bagian Cekungan Sumatra Selatan
yang merupakan cekungan belakang busur (back arc basin) berumur Tersier yang terbentuk sebagai
akibat tumbukan antara Sundaland dan Lempeng Hindia. Secara Geografis Sub Cekungan Jambi
dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh di sebelah utara, Tinggian Lampung di bagian selatan, Paparan
Sunda di sebelah timur, dan Bukit Barisan di sebelah barat.
Batuan Dasar, Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum dan
batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat. Batuan Paleozoikum akhir
dan batuan Mesozoikum tersingkap dengan baik di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan
Pegunungan Duabelas berupa batuan karbonat berumur permian, Granit dan Filit. Batuan dasar yang
tersingkap di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur
Permian (Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah Utara tersingkap Granit yang telah mengalami
pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat pelapukan
tersebut. Kontak antara Granit dan filit tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi
pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat.Menurut Simanjuntak, et.al (1991)
umur Granit adalah Jura. Hal ini berarti Granit mengintrusi batuan filit.
Gumai (Tmg)
Ciri: Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan batugamping, napal dan
batulanau.
Umur : Miosen tengah
Hubungan : Menjemari dengan formasi air benakat diatasnya dan formasi tualang dibawahnya
Sebaran : rengat, solok, muarabongu
Batuan : Edapan Permukaan
Air Banakat ( Tma)
Ciri: batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan,
glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan sedangkan bagian
tengah kaya akan fosil foraminifera.
Umur : Miosen tengah hingga akhir
Batuan : Endapan permukaan
Hubungan : Menjemari dengan formasi muaraenim diatasnya dan formasi gumai diatasnya
Sebaran : Rengat, solok, Muarabongu
Muaraenim (Tmpm)
Ciri : batupasir, batulempung , batulanau dan batubara.
Umur : Miosen Akhir hingga pliosen awal
Sebaran : Rengat, Solok
Hubungan : Menjemari dengan formasi air banakat diatasnya
Batuan : Endapan Permukaan
Kasai (QTk)
Ciri : batupasirtufan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuf pumicekaya kuarsa,
batupasir, konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit mengandungpumice dan tuf berwarna abu-abu
kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang terkersikkan.
Umur : Pliosen akhir hingga plistosen awal
Hubungan : Menjemari dengan formasi kerumutan
Sebaran : Rengat, Solok, Muarabongu
Batuan : Endapan Permukaan
Lahat (Toml)
Ciri : dari konglemerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan batupasir
kuarsa.
Umur : Miosen awal
Hubungan: Selaras dengan formasi Tualang diatasnya dan formasi kelesa dibawahnya
f.
Batuan: Terobosan
Sebaran : Bengkulu
g. Talan Akar (Tomt)
Ciri : batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal
hingga transisi.
Sebaran Muarabongu
D.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
lingkungan pengendapannya yang tertutup atau dalam kondisi reduksi (euxinic). Berdasarkan
beberapa kumpulan fosil bentonik dan planktonik yang ditemukan, diperkirakan formasi ini berumur
Oligosen atas sampai Miosen bawah. Ketebalan formasi amat berbeda dan berkisar antara 100
2400 meter.
Formasi Belumai
Pada sisi timur cekungan berkembang Formasi Belumai yang identik dengan formasi Peutu yang
hanya berkembang dicekungan bagian barat dan tengah. Terdiri dari batupasir glaukonit berselang
seling dengan serpih dan batugamping. Didaerah Formasi Arun bagian atas berkembang lapisan
batupasir kalkarenit dan kalsilutit dengan selingan serpih. Formasi Belumai terdapat secara selaras
diatas Formasi Bampo dan juga selaras dengan Formasi Baong, ketebalan diperkirakan antara 200
700 meter. Lingkungan pengendapan Formasi ini adalah laut dangkal sampai neritik yang berumur
Miosen awal
Formasi julurayeu (QTjr)
Kelompok batuan :sedimen dan metasedimen
CIri-ciri
:endapan sungai,batupasir tufaan,lempung berlignit dan batu lumpur
Hubungan :formasi juluraye selaras dengan formasi seureula yang ada dibawahnya
Umur :Plistosen
Sebaran
:Lhokseumawe,Takengon,langsa,medan
Formasi seureula (Tps)
Kelompok batuan :sedimen dan metasedimen
CIri-ciri :batupasir gunugapi klastika dan batulumpur dan batulumpur sublitoral
Hubungan :formasi seureula selaras dengan formasi juluraye yang ada diatasnya
Umur :Pliosen
Sebaran:Lhoksomawe,takengon,Langsa,medan
Formasi Keutapang(Tuk)
Kelompok batuan :sedimen dan metasedimen
CIri-ciri :batupasir gunungapi klastika sublitoral dan delta sungai
Hubungan :formasi keutang selaras dengan formasi baong dibawahnya
Umur:Pliosen
Sebaran:lhoksomawe,langsa,medan,tebing tinggi,sidikalang
Formasi Baong (Tmb)
Kelompok batuan :sedimen dan metasedimen
CIri-ciri :batulumpur gampingan
Hubungan :formasi baong selaras dengan formasi baong yang ada diatasnya
Umur :Miosen akhir
Sebaran:Lhoksomawe,Langsa,medan,tebing tinggi,sidikalang
Formasi Bampo (Tib)
Kelompok batuan :Batuan terobosan
CIri-ciri :Batu lumpur gelap
Hubungan : formasi bampo selaras dengan formasi bruksa yang ada dibawahnya dan formasi
peutu yang ada diatasnya
Umur :oligosen
Sebaran: Lhoksomawe ,langsa,medan,tebing tinggi,sidikalang
Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar yaitu Eurasia, Pasifik,dan IndoAustralia serta
sejumlah lempeng lebih kecil (Lempeng Filipina) yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat
kompleks. Kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan bongkah dari
mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya (Van
Leeuwen, 1994).
Sulawesi Utara yang terbentuk akibat proses subduksi kerak samudera Laut Sulawesi. Di
Lengan tenggara, proses konvergensi terjadi antara Lengan Tenggara dengan bagian utara
Laut Banda sepanjang Tunjaman Tolo (Silver et al., 1983a,b). Kedua struktur mayor tersebut
(Palung Sulawesi Utara dan Tunjaman Tolo) dihubungkan oleh Sistem Sesar Palu-KoroMatano.
yang menyebabkan berbagai himpunan batuan dari Trias sampai Kapur Awal
tercampuraduk serta terimbrikasi di daerah Bantimala, telah terjadi membentang S-U di sisi
timur Kraton Sunda yang kenampakannya sekarang berupa "lajur sutur" TG-BL dari
"Komplek Melange Bantimala", anomali aeromagnet tak teratur di Selat Makassar sampai
"Komplek Melange Boyan" di Kalimantan Barat.
Dalam perkembangan selanjutnya, daerah yang semula berupa lajur tunjaman Kapur
Tengah itu kemudian menjadi cekungan busur-depan Kapur Akhir di sisi timur Kraton Sunda
pada zaman diendapkannya Formasi Balangbaru. Pada Kapur Akhir itu Kraton Sunda mulai
berputar lawan-jarum-jam, dan diikuti tumbuhnya sistem busurpalung di sisi selatannya
yang di antaranya membentuk batuan volkanik Formasi Alla pada kala Paleosen. Perputaran
dan pengangkatan Kraton Sunda diikuti oleh peretakan selama Paleosen Akhir-Eosen Awal,
sehingga terjadi sedimen terestrial yang sangat luas yang di Sulawesi Selatan menghasilkan
Formasi Malawa. Penurunan perlahan te lah menghasilkan endapan karbonat paparan yang
sangat luas selama Eosen Akhir-Miosen Tengah yang di Sulawesi Selatan berupa Formasi
Tonasa. Perputaran Kraton Sunda yang menerus dan terjadinya perubahan arah gerak
Lempeng Pasifik, yang semula ke utara kemudian ke barat sejak Eosen Tengah, maka
bagian timur sistem busur-palung di sisi selatan Kraton Sunda menjadi melengkung ke arah
BD-TL. Sistem busur-palung di,bagian timur itu kemudian menjadi sistem busur-palung
Sulawesi di sisi tenggara Kraton Sunda, dan terpisah dari sistem busur-palung JawaNusatenggara yang mulai berkembang sejak Miosen Awal. Gerakan ke barat Lempeng
Pasifik yang tercepatkan sejak Miosen Awal telah menyebabkan di antaranya, selama
Miosen Tengah-Miosen Akhir, Batur Tukang Besi serta Batur Banggai-Sula membentur
Busur Sulawesi Timur, dan Busur Sulawesi Timur melanggar sistem busur-palung Sulawesi.
Akibat dari benturan serta pelanggaran itu maka Busur Sulawesi Timur menyatu dengan
Busur Sulawesi Barat yang keduanya melengkung membentuk huruf K, dan kegiatan
magma di Busur Sulawesi Barat sebelah selatan Katulistiwa mulai mereda sejak Pliosen.
terpisahkan dari antartika dalam pertengahan zaman Jura, atau dengan kata lain, Bagian barat
Indonesia bersama dengan Tibet, Birma Thailand, Malaysia dan Sulawesi Barat, terpisah dari
benua Laurasia.
Zaman Konozoikum
Pada kurun Eosen (60 Ma) Australia terpisah dari Antartika, vulkanisme mulai timbul
di bagian barat Sulawesi.
Pada kurun Oligosen (40 Ma), Posisi Indonesia bagian barat dan Sulawesi bagian barat,
posisinya seperti posisi sekarang.
Pada kurun Miosen (25 Ma), Australia, Irian dan bagian timur Sulawesi barangkali
terpisahkan dari Irian sebelum bertabrakan dengan Sulawesi bagian barat, pada zaman
pertengahan miosen dimana mulai munculnya daratan. Dimana Australia, Sulawesi Timur
dan Irian terus bergarak ke utara kira kira 10 cm pertahun.
Peristiwa yang paling dramatik dalam sejarah geologi Indonesia terjadi dalam kurun Miosen,
ketika lempeng Australia bergerak ke Utara mengakibatkan melengkungnya bagian timur,
lengkung Banda ke Barat. Gerakan ke arah barat ini digabung dengan desakan ke darat
sepanjang sistem patahan Sorong dari bagian barat Irian dengan arah timur barat, mengubah
kedua masa daratan yang akan menghasilkan bentuk khas Sulawesi yang sekarang.
Diperkirakan tabrakan ini terjadi pada 19-13 Ma yang lalu. Kepulauan Banggai Sula
bertabrakan dengan Sulawesi timur dan seakan akan menjadi ujung tombak yang masuk ke
Sulawesi barat, yang menyebabkan semenanjung barat daya berputar berlawanan dengan arah
jarum jam sebesar kira kira 35 derajat, dan bersama itu membuka teluk Bone. Semenanjung
Utara memutar ujung utaranya menurut arah jarum jam hampir sebesar 90 derajat ,yang
menyebabkan terjadinya subduksi (penempatan secara paksa suatu bagian kerak bumi di
bawah bagian lain pada pertemuan dua lempeng tektonik), sepanjang Alur Sulawesi Utara
dan Teluk Gorontalo. Dan Obduksi (penempatan secara paksa suatu bagian kerak bumi diatas
bagian lain pada pertemuan dua lempeng tektonik),batuan ultra basis di Sulawesi timur dan
tenggara diatas reruntuhan pengikisan atau endapan batuan yang lebih muda yang bercampur
aduk.
Diperkirakan juga bahwa, Sulawesi barat bertabrakan dengan Kalimantan timur pada
akhir Pliosen (3 Ma. yang lalu) yang sementara itu menutup selat Makasar dan baru
membuka kembali dalam periode Kwarter, meskipun tidak ada data pasti yang menunjang
pendapat ini. Endapan tebal dari sebelum Miosen di selat Makasar memberikan petunjuk
bahhwa Kalimantan dan Sulawesi pernah terpisahkan sekurang-kurangnya 25 Ma. dalam
periode permukaan laut rendah, mungkin sekali pada masa itu terdapat pulau-pulau
khususnya di daerah sebelah barat Majene dan sekitar gisik Doangdoang. Di daerah
Doangdoang, penurunan permukaan air laut sampai 100 m. akan menyebabkan munculnya
daratan yang bersinambungan antara Kalimamantan tenggara dan Sulawesi barat daya.
Biarpun demikian, suatu pengamatan yang menarik ialah bahwa garis kontur 1000 m di
bawah laut di sebelah timur Kalimantan persis sama dengan garis yang sama di Sulawesi
barat, sehingga mungkin selat Makasar dulu hanya jauh lebih sempit.
Sulawesi meliputi tiga propinsi geologi yang berbeda-beda, digabung menjadi satu oleh
gerakan kerak bumi. Propinsi-propinsi tersebut adalah Sulawesi barat dan timur yang
dipisahkan oleh patahan utara barat laut antara Palu dan Teluk Bone (patahan Palu Koro),
serta Propinsi Banggai Sula yang mencakup daerah Tokala di belakang Luwuk dan
Semenanjung Barat laut, Kepulauan Banggai, pulau Buton dan Kep. Sula (yang kenyataannya
merupakan bagian Propinsi Maluku
Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian
utara dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh
selat Makassar dan di bagian selatan oleh Laut Jawa.
Geologi Pulau Kalimantan dapat dibagi menjadi beberapa bagian antara lain:
a. Bagian
utara
Bagian
selatan
Gambar1.LokasiSundalanddantektonikyangberkembangsaatini(Modifikasidaridavies1984dalam
Sudarmonodkk.,1997)
Davies(1984dalamSudarmonodkk.,1997)menyatakambahwasundalandinidibatasiolehpalungjawadan
palungsumatrayangberasaldarisubduksibenuaindoaustraliakedalambenuaasiadibagianselatandan
bagianbaratdisebutjugasebagaiWesternMargins.SedangkanpadabagianutaradibatasiolehLautCina
SelatandanIndocina.PadabagiantimurdibatasiolehKalimantanTimur,SelatMakassardanJawaTimur
disebutjugasebagaiEasternMargins.Peristiwatektonikyangbesarterjadipadasaattersierdapatdibagiatas2
tektonikbesaryaitupemisahanlempengindiadanafrikayangbergerakkearahutarapadasaatakhirkapurdan
berlanjutdengankolisiindiadenganbenuaeurasiapadasaat50jutatahunyanglalu.
EvolusiTektonikSundaland
PembentukantektonikdariSundalandtidakterlepasdarisejarahtektonikyangterjadi.Menurut
Hutchison(1973)EvolusiTektonikyangterjadidapatdibagibeberapabagian
a.PadaZamanKarbonPerm
SubduksiterjadidisebelahbaratSumaterayangmenghasilkanbatuanvulkanikdanpiroklastikdengan
komposisiberkisarantaradasitsampaiandesitdidaerahyangmembentangdiDataranTinggiPadang,Batang
Sangir dan Jambi (Klompe et all., 1961; dalam Hutchison, 1973). Batuan intrusif yang bersifat granitik
terbentukdiSemenanjungMalaysia,melewatiPulauPenang,dandiperkirakanmeneruskeKepulauanRiau
(Gambar2).
b.
c.
Dari Trias Akhir sampai Jura Awal, subduksi di Sumatra terus berlangsung dan
menghasilkan kompleks ofiolit Aceh di bagian utara dan kompleks ofiolit GumaiGarba di selatan. Kedua ofiolit tersebut menurut Bemmelen (1949; dalam
Hutchison, 1973) berumur Trias.
Gambar 4. Sketsa tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Zaman Trias Akhir
sampai Jura Awal (Hutchison, 1973)
d.
Pada Kapur Akhir, zona subduksi bergerak ke arah barat Sumatra, sepanjang
pulau-pulau yang saat ini berada di barat Sumatra seperti Siberut. Ofiolit dari
subduksi ini sendiri oleh Bemmelen (1949; dalam Hutchison, 1973) diperkirakan
berumur Kapur Akhir sampai Tersier Awal.
Di bagian utara Sumatra terdapat Intrusi Granitik Tersier sedangkan di selatan
terdapat Adesit Tua dan Intrusi Granit Miosen Awal. Pola dari sistem palung busur
di Sumatra pada saat itu digambarkan pertama kali oleh Katilli (1971; dalam
Hutchison, 1973) seperti pada gambar 5. Subduksi yang berada di barat Sumatra
menerus ke selatan Jawa Barat, lalu berbelok ke timur laut menuju arah
Pegunungan Meratus di Kalimantan Timur.
a.
Gambar 7. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Jura Akhir (150 MA)
(Hall dkk. 2009)
b.
c.
Gambar 9. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Kapur Awal (110 MA)
(Hall dkk. 2009)
d.
Pada 90 juta tahun yang lalu (Kapur Tengah Gambar 10), Blok Argo
mendekati Kalimantan sebelah barat laut Kalimantan dan Busur Woyla
mendekati tepian Sumatra. Koalisi-koalisi tersebut menyebabkan subduksi yang
berlangsung sebelumnya berhenti. India terus bergerak ke utara melalui
subduksi pada Busur Incertus. Australia dan Papua mulai bergerak perlahan
menjauhi Antartika.
Gambar 10. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Kapur Tengah (90
MA) (Hall dkk. 2009)
e.
Pada Kapur Akhir, India bergerak cepat ke utara dikarenakan pemekaran yang
cepat di bagian selatan dan terbentuk sesar-sesar tranform. Tidak ada
pergerakan yang signifikan antara Australia dengan Sundaland serta tidak terjadi
subduksi di bawah pulau Sumatra dan Jawa (Gambar 11).
Gambar 11. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Kapur Akhir (70 MA)
(Hall dkk. 2009)
f.
Sekitar 55 juta tahun yang lalu (Eosen Awal Gambar 12), pergerakan
Australia-Sundaland menyebabkan terbentuknya subduksi sepanjang barat tepi
Sundaland, di bawah Pulau Sumba dan Sulawesi Barat, dan mungkin menerus ke
utara. Batas antara lempeng Australia-Sundaland pada bagian selatan Jawa
merupakan zona strike-slip sedangkan pada selatan Sumatra berupa zona strikeslip tangensional. Busur Incertus dan batas utara dari Greater India bergabung
dan terus bergerak ke utara.
Gambar 12. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Eosen Awal (55 MA)
(Hall dkk. 2009).
g.
Gambar 13. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Eosen Tengah (45
MA) (Hall dkk. 2009).
h.
Pada pada 15 juta tahun yang lalu (Miosen Tengah Gambar 14), bagian kerak
samudra pada Blok Banda yang berumur lebih tua dari 120 juta tahun yang lalu
mencapai jalur subduksi pada selatan Jawa. Palung berkembang ke arah timur
sepanjang batas lempeng sampai bagian selatan dari Sula Spur. Australia dan
Papua mendekat ke posisi sekarang ini dan lengan-lengan dari Sulawesi mulai
bergabung.
Gambar 14. Sketsa Tektonik Sundaland dan sekitarnya pada Miosen Tengah (15
MA) (Hall dkk. 2009).
Kesimpulan
Berdasarkan data Geologi evolusi tektonik sundaland merupakan gabungan dari
sisa sisa fragment dari benua gondwana yang terpisah akibat spreading.
Bagian bagian ini kemudian bergabung dengan sebagian dari benua Eurasia.
Selain itu pergerakan dari Fragment Benua Gondwana mengakibatkan subduksi
di selatan Eurasia berubah pergerakanya. Kemudain akibat dari collision benua
Eurasia dan lempeng India mengakibatkan terjadinya sesar sesar dan rotasi
yang berlawanan dengan arah jarum jam.