Anda di halaman 1dari 9

Drama Legenda Yang berjudul : Asal Usul Nama

Suriname
Di sebuah taman yang indah, taman Kerajaan Batin Betuah. Raja
Tuahbasa sedang berjalan-jalan berdua saja dengan permaisurinya,
Putri Embun Mewangi.
Tuahbasa
: Adinda, lihatlah taman ini, alangkah indahnya.
Subhanallah, Allah Yang Mahaindah telah
menciptakan dengan sangat sempurna. Rasanya
mata tak hendak berpaling dari menikmati
pesona alam yang menyejukkan mata ini.
Putri Embun
: Benar, Kanda. Semua ini adalah di antara bukti
keberhasilan Kanda mengelola kerajaan.
Kanda berhasil menjadikan Kerajaan Batin Betuah
ini makmur sejahtera.
Raja
: Ah, jangan berlebihan memuji, Dinda. Rasanya
belum banyak yang bisa kulakukan untuk
rakyatku. Aku masih belum bisa mengenyahkan
kemiskinan dari negeriku. Rasanya waktuku
tak pernah cukup untuk berbuat. Rasanya....
Putri Embun
: Sudah..sudah Kanda. Lihatlah kupu-kupu itu.
Warnanya sangat banyak dengan paduan yang
memukau. Aku iri dengan kupu-kupu itu, Kanda.
Raja
: Kenapa, Dinda. Memangnya apa kelebihan kupukupu itu dibanding, Dinda.
Putri Embun
: Sepertinya kupu-kupu itu teramat bahagia. Dirinya
yang cantik jelita, bisa terbang ke mana
saja, dan selalu mengisap madu bunga-bunga nan
indah.
(Raja Tuahbasa terdiam. Termenung. Wajahnya terlihat agak muram.
Ia duduk memandang tak bergeming ke depan.)
Putri Embun
: Kanda kenapa. Maafkan Dinda kalau ucapan tadi
tidak berkenan di hati Kanda.
Raja
: Tidak, bukan itu Dinda.
Putri Embun
: Lalu ... apa Kanda...
Raja
: Aku sering bermimpi yang sama beberapa waktu
belakangan ini. Sepertinya ...
Putri Embun
: Sepertinya..apa.. Kanda?
Raja
: (terdiam, seperti
merenung....) Hhhh..... sepertinya aku mendapat firasat bahwa
umurku tak
akan lama lagi...
Putri Embun
: Ahh.. firasat itu kadang lebih banyak salahnya,
Kanda. Tidak usah terlalu Kanda jadikan
pedoman.
Raja
: Entahlah....

(Tiba-tiba Ibu Suri datang. Ibu Suri berjalan tergesa-gesa dan tampak
serius. Ibu Suri langsung berdiri di depan mereka berdua.)
Ibu Suri
: Tuahbasa.....
Raja
: Ya.. Ibunda.. (Tuahbasa langsung berdiri dan
membungkuk hormat pada ibunya.)
Ibu Suri
: Ibu ingin bicara....
Raja
: Silakan Ibunda...
Ibu Suri
: Hanya berdua denganmu...
Raja
: Ya..Ibunda. (Raja memandang pada
permaisurinya sebagai isyarat untuk meninggalkan mereka berdua.)
(Permaisuri Putri Embun Mewangi pergi kembali ke ruang istana)
Ibu Suri
: Tuahbasa....
Raja
: Ya.. Ibunda..
Ibu Suri
: Ibu ingin kau mengganti istrimu dengan
perempuan lain yang lebih bersih hatinya
Raja
: ( terdiam, roman wajahnya tampak keruh) ...
Ibu Suri
: Ini yang kesekian kalinya Ibu menyampaikan
kepadamu, anakku.
Raja
: Ibunda .....aku..aku..
Ibu Suri
: Kamu cinta kepadanya, ya, begitukan. Kau tidak
tahu bahwa dia adalah wanita berhati ular
berbisa. Semua yang ditampakkannya kepadamu
hanyalah sandiwara belaka. Ibu ini wanita,
ibu lebih tahu daripadamu. Percayalah pada ibu.
Raja
: Ibunda....
Ibu Suri
: Anakku, belum cukupkah masa mulai dari
kandungan hingga kau sebesar ini untuk
mempercayai ketulusan cinta ibumu ini
kepadamu. Bersegeralah sebelum semua terlambat.....
(Ibu Suri pergi meninggalkan anaknya. Tuahbasa terpaku di
tempatnya.)
Babak II
Istana Kerajaan Batin Betuah dipenuhi warna kelabu. Awan hitam
menggelayut berat di langit negeri Batin Betuah. Air mata
menggenangi di setiap sudut mata rakyat negeri Batin Betuah. Andai
tiap benda di negeri Batin Betuah bisa menangis maka negeri Batin
Betuah akan banjir air mata menangisi kepergian Raja Tuahbasa
Syahansyah.
Jenazah Raja Tuahbasa Syahansyah dibaringkan di balairung utama
istana. Tak ada yang bersuara. Angin pun seakan berhenti berembus.

Ibu Suri duduk terpaku terpaku. Ia berusaha menahan agar tangisnya


tak bersuara, namun air matanya tumpah membasahi gaun hitamnya.
Tak dapat disebutkan kedukaan hatinya.
Permaisrui tampak melangkah pelan menuju jenazah suaminya. Ada
keraguan di hatinya melihat keberadaan Ibu Suri. Ibu Suri yang
kemudian menyadari siapa yang datang, tak dapat menahan
emosinya. Ia berdiri dengan cepat dan menatap Sang Permaisuri
dengan tajam.
Ibu Suri
: Kau...wanita ular berbisa. Kaulah yang
menyebabkan kematian anakku!
Permaisuri
: Ibunda.... setiap orang akan menemui kematian...
Ibu Suri
: Tapi, anakku mati karena kau telah membunuhnya!
Wanita laknat, tidak usah lagi kau
bersembunyi di balik wajah jelitamu itu. Kau
adalah iblis berwujud manusia. Apakah kau kira
tak ada orang yang tahu niat-niat busukmu
selama ini. Kau telah meracun anakku. Kau iblis
betina yang haus kekuasaan. Begitu anakku mati,
maka kaulah yang akan berkuasa..
Permaisuri
: Ibu menuduh tanpa bukti. Yang berkuasa bukan aku,
tetapi Pangeran Elang Putih, sang putra
mahkota.
Ibu Suri
: Apalah arti kanak-kanak itu. Apa yang bisa
dilakukannya. Untuk namanya memang dia, tapi
sebenarnya kaulah yang akan mengendalikan
kerajaan ini. Licik.
(Dayang-dayang setia Ibu Suri menghampiri Ibu Suri untuk
menenangkannya.)
Dayang Mawar Putih : Sudahlah Tuan Putri... kasihan Tuanku Raja, ia
akan sedih melihat Tuan Putri dan
permaisuri bertengkar.
Dayang Awan Senja
: Mari Tuan Putri.. (membimbing Ibu Suri
menuju tempat beristirahat.)
Ibu Suri
: Anakku .... aku telah berulangkali mengatakan
padamu, tapi engkau tak mau peduli. Cintamu
pada perempuan durhaka itu telah membutakan
mata hati dan akal sehatmu. Sekarang,
lihatlah bahwa apa yang ibu katakan benar.
(Ibu Suri menangis keras.. Dayang-dayangnya
memapahnya pergi)
Babak III
Sang permaisuri, Putri Embun Mewangi, sekarang berkedudukan
sebagai Ibu Suri yang baru. Bisa dikatakan bahwa kendali kerajaan

berada di bawah kemauannya. Memang anaknya yang menjabat raja,


tetapi Elang Putih baru berusia tiga belas tahun. Jabatan raja itu
hanya sebagai simbol baginya. Elang Putih tetaplah seorang kanakkanak, melewati hari-harinya dengan bermain bergembira bersama
teman-teman sebayanya.
Putri Embun Mewangi duduk di kelilingi dayang-dayangnya. Mereka
sedang merencanakan makar untuk mengenyahkan Putri Name
Cahya, ibu mendiang suaminya dari istana. Putri Name Cahya sangat
benci kepadanya. Mantan ibu suri itu juga terlalu banyak tahu tentang
siapa dia sesungguhnya. Hal ini berbahaya bagi rencana-rencananya
ke depan. Hanya satu pilihan, Putri Name Cahya harus dienyahkan.
Putri Embun Mewangi tidak ingin membunuh mantan mertuanya itu.
Ia masih segan dengan kebaikan hati suaminya. Bagaimana pun ia
memang telah membunuh suaminya dengan tangannya sendiri
dengan meracunnya, tapi tetap sulit baginya untuk mengingkari
bahwa suaminya itu adalah lelaki terbaik di muka bumi ini yang
pernah ia temui. Hanya saja, ia bernasib malang karena terlalu mudah
diperdaya oleh tipu daya wanita.
Putri Embun Suri
: Berikan aku pendapat kalian tentang
bagaimana caranya untuk mengenyahkan
wanita tua itu secepatnya dari istana
ini..
Dayang Bunga Tanjung
: Putri, izinkan kami menyiksa kedua
dayang setianya. Hal ini akan menjadi
pukulan batin bagi mantan ibu
suri.
Putri Embun
: Kau kuizinkan. Kapan akan kaulakukan...?
Dayang Teratai
: Besok mereka berdua biasanya
sedang mengumpulkan bunga-bunga mawar untuk
mandi kembang mantan ibu suri. Saat
itu saya rasa adalah saat yang tepat.
Putri Embun
: Bagus. Ajak teman-temanmu ini. Kalau
kalian berhasil, akan kuberi hadiah yang B
Banyak untuk kalian.
Apalagi ide kalian..
Dayang Rintik Hujan
: Tuan Putri. Mengapa Tuan Putri bersusah
payah mencari cara-cara yang rumit untuk
membuat mantan ibu suri angkat kaki
dari istana. Menurutku, mengapa Tuan Putri tidak langsung saja
memberi ancaman kepada mantan ibu suri. Saya rasa ancaman sudah
cukup merubah pikiran wanita tua itu. Ia seorang yang sangat perasa
dan sangat menjunjung harga diri. Ia akan tersinggung dan merasa
tak akan membutuhka istana ini lagi karena harga dirinya akan
mengatakan bahwa terlalu hina baginya untuk mengemis agar bisa
tetap tinggal dengan kemewahan harta benda. Aku yakin, ia akan
dengan senang hati angkat kaki dari istana ini tanpa kita perlu
memaksanya.

Putri Embun
: Kau memang pintar Rintik Hujan. Tak salah
aku memilihmu sebagai orang kepercayaanku. Ha..ha...ha.... setelah
ini tak akan ada lagi yang bisa menghalangi langkah-langkahku.
Ha...ha...ha.. kerajaan ini akan sepenuhnya di bawah
kendaliku. Haa..ha..ha.....
Babak IV
Mawar Putih dan Awan senja sedang sibuk memetik bunga melati
untuk mandi kembang Putri Name Cahya. Mereka tak menyadari
kedatangan Bunga Tanjung dan teman-temannya.
Dayang Kembang Setaman
: Hei Mawar Putih, hei dayang
goblok, apa yang kau lakukan...
Mawar Putih
: Jaga mulutmu kalau bicara...
Dayang Rumpun Ilalang : Memang kau bodoh, untuk apa kau masih
mau menjadi pelayan wanita tua tak
berguna itu. Sekarang ia bukan siapasiapa lagi. Dan sebentar lagi perempuan tua itu
akan enyah dari istana ini. Dan kalian
berdua boleh terus mengekor padanya untuk
sama-sama menderita.
Ha..ha..ha
(Bunga Tanjung dan teman-temannya
tertawa-tawa.)
Awan Senja
: Paling tidak kami masih punya hati,
daripada kalian. Kalian adalah pelayan wanita
setan. Dan kalian juga berhati setan
seperti tuan kalian.
Dayang Mayang Seri
: Kami akan mengadukan ucapan kalian
kepada Putri Embun, biar kalian digantung.
Mawar Putih
: Kadukan saja..kami tidak takut..
(Bunga Tanjung dan teman-temannya mengeroyok Mawar Putih dan
Awan Senja. Keduanya babak belur hingga susah untuk berdiri. )
Dayang Pinang Merah

: Rasakan itu, pelayan bodoh!

(Bunga Tanjung dan teman-temannya berlalu dengan cepat,


meninggalkan Mawar Putih dan Awan Senja tergeletak begitu saja.)
Babak V
Putri Name Cahya sedang duduk bersantai di kamarnya ditemani
dayang setianya: Mawar Putih dan Awan Senja. Tiba-tiba pintu
disentak dengan keras. Masuklah dengan angkuhnya Putri Embun
Mewangi diiringi Dayang Pinang Merah dan sorang pengawal.
Putri Embun

: Hei, perempun tua...

Putri Name
: Tak punya sopan santun. Apa kau tak pernah diajari
tata krama oleh kedua orang tuamu.
Atau....
Putri Embun
: Tak usah banyak bicara tua bangka! Aku datang
untuk memberi takdir pada nasibmu...
Putri Name
: Manusia tak tahu balas guna! Sampah! Lihat
dirimu.... Siapa dirimu sebelum diambil istri oleh
anakku. Kau adalah rongsokan tak berguna... kau
manusia jelata nan hina. Sekarang setelah
dipelihara dengan berbagai kenikmatan kau
malah menikam. Kau tak ubahnya binatang buas.
Kau...
Putri Embun
: Cukup perempuan tua...
Putri Name
: Kau hendak menentukan takdirku... Heh..
kesombonganmu telah di puncaknya. Kau telah
menyamakan dirimu dengan Tuhan. Kutukan
anakku telah menimpa dirimu, sebentar lagi
kutukan Tuhan yang akan menimpamu.
Putri Embun
: Dengarkan nenek tua! Kau harus segera angkat kaki
dari istana ini.. kalau tidak ...
Putri Name
: Kalau tidak.. apa ...!
Putri Embun
: Kalau tidak.. aku akan menyeretmu.....
Kau harus bangun dari mimpi-mimpimu.
Sekarang kau bukan siapa-siapa lagi. Sekarang yang
menjadi raja adalah anakku. Di kerajaan ini aku
bisa lakukan apa pun yang kumau, aku bisa
dapatkan apa saja yang aku inginkan. Kau masih
beruntung karena aku tak memenggal
lehermu.
Putri Name
: Kau....kau.... berani mengusirku....
(Putri Name menampar Putri Embun, tetapi tangannya ditangkap Putri
Embun lalu mendorongnya sehingga Putri Name terjatuh. Putri Name
bangkit kembali untuk menyerang Putri Embun. Terjadi perkelahian
antara mereka, dan dimenangkan Putri Embun yang masih muda dan
kuat. Ketika Putri Name hendak menyerang lagi, pengawal Putri
Embun memukulnya jatuh. )
Putri Embun
: Kau beruntung bahwa aku tak memotong-motong
daging tuamu untuk makan anjing
peliharaanku. Begitu matahari terbit esok, aku tak
mau lagi melihat wajahmu yang buruk itu
di istanaku yang indah ini!

(Putri Embun melangkah pergi diikuti dayang dan pengawalnya.


Tinggallah Putri Name dan dayang setianya.
Putri Name menangis meratapi nasibnya.)

Putri Name
: Kemudi dipegang sang nakhoda
Hendak dibawa berlayar ke Pulau Perca
Sepanjang usianya ia adalah orang mulia
Saat kematian hendak datang ia jadi orang yang hina
Anakku Tuahbasa, lihatlah betapa malang nasib ibumu. Sudah
kukatakan beribu kali padamu, kau tak juga mau percaya.
Babak VI
Tampak kelelahan yang sangat pada wajah Putri Name dan dua
dayang setianya. Mereka telah berjalan berhari-hari meninggalkan
istana kerajaan Batin Betuah. Mereka bukan lagi orang-orang
istimewa yang bergelimang harta dan kemewahan. Sekarang mereka
adalah orang-orang biasa, rakyat jelata. Pakaian mereka tak lagi indah
seperti dulu.
Putri Name
: Mawar, berhenti dulu. Aku capek sekali.
Mawar Putih
: Ya .. Tuan Putri.
Putri Name
: Awan.. apa kau tak menyesal ikut menderita
bersamaku?
Awan Senja
: Tidak Tuan Putri. Hamba akan terus merawat Tuan
Putri.
Putri Name
: Kalian memang dayang-dayangku yang setia. Kalau
saja Tuahbasa masih hidup, tentu nasib
kita tidak akan seburuk ini. (Putri Name
menangis..)
Angin utara membawa mendung
Bersorak rumput menerima hujan
Bukan salah bunda mengandung
Sudah takdir suratan tangan
Semenjak laksamana melempar sauh
Lancang kuning membelah lautan
Kepada siapa badan hendak mengeluh
Sakit rasa tak tertanggungkan
Budak Melayu bermain sepak raga
Orang Banjar jadi lawan tanding
Badan mati tak mengapa
Kepada Tuhan jua mata berpaling
Setelah terus berjalan dan berjalan, akhirnya Putri Name Cahya
memutuskan berhenti di suatu tempat. Ia merasa coco di tempat
tersebut. Dengan dibantu dayang-dayangnya, ia mendirikan sebuah
rumah kayu. Di rumah itulah mantan ibu suri Putri Name Cahya
menghabiskan hidupnya sebagai rakyat biasa. Siksaan batin yang
sangat berat membuat umurnya tak lama. Ia meninggal di tempat itu
dan dikuburkan tak jauh dari pondok yang ia dirikan.

Tempat itu kemudian berkembang menjadi ramai, berkmbang menjadi


sebuah desa.
Tempat itu akhirnya diberi nama Suriname, diambil dari nama ibu
suri Putri Name Cahya.

Anda mungkin juga menyukai