MARKETING MANAGEMENT
Dibuat oleh :
Awangku Zeffrey Ali Musa
Kisah Prabawati Sumanta
Reziana Choidir
Reguler 37
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015
Permasalahan
Unilever menghadapi persaingan bisnis untuk menentukan strategi apa yang tepat agar pesan
real beauty dari merk Dove dapat diterima konsumen. Dove menemukan gap antara apa yang
digambarkan cantik di media dengan apa yang wanita pikirkan mengenai kecantikan
pribadinya sendiri. Tujuan dari Campaign for Real Beauty menjadi gambaran dan alternatif
bagi wanita untuk menumbuhkan percaya diri (confidence) dan harga diri (self-esteem) serta
menyadari bahwa kecantikan itu datang dalam segala bentuk dan ukuran.
iklan komersial. Mengingat bahwa gadis remaja akan lebih menonton iklan tv daripada iklan
majalah (dimana kampanye fase pertama telah banyak menonjol). Fase kedua ini berfokus
pada ketidaknyamanan gadis remaja mengenai kecantikannya. Dove menunjukkan The
Dove Self-Esteem Fund untuk meyakinkan bahwa setiap gadis remaja layak untuk merasa
cantik. Selanjutnya fase ketiga dari Dove Campaign for Real Beauty adalah mempromosikan
kecantikan wanita pada usia 50+. Dove menggunakan iklan media cetak dengan
menampilkan gambar asli wanita usia 50+. Kemudian April 2013, Dove telah meluncurkan
fase keempat yang berfokus pada persepsi wanita tentang kecantikannya secara keseluruhan,
serta memanfaatkan media sosial dengan cara efektif untuk menyebarkan informasi mengenai
kecantikan. Dove memasuki situs media sosial seperti YouTube untuk mempromosikan
Campaign for Real Beauty
From the Brands to the Consumers Point of View
Dari sudut pandang konsumen, Dove serius membuat persepsi wanita mengenai kecantikan
dan membantu wanita serta gadis remaja untuk meningkatkan percaya diri (confidence) dan
harga diri (self-esteem). Sebaliknya, Dove mempromosikan produknya dengan menjanjikan
bahwa Self-Esteem Fund produk Dove mendukung penyebab perubahan kecantikan gadis
remaja akibat masalah kurangnya percaya diri. Dengan kata lain, konsumen dimaksudkan
untuk percaya diri akan kecantikannya ketika membeli produk Dove karena mendapatkan
dukungan dari produk tersebut. Hubungan antara produk dengan konsumen (brand-consumer
relationship) dibangun atas isu fenomena sosial dan budaya wanita yang merasa kurang
cantik terhadap dirinya sendiri, serta fakta bahwa industri kecantikan dan media telah
menetapkan standar kecantikan yang realistis. Sebaliknya, Dove menyimpulkan bahwa
kebanyakan wanita tidak puas dengan fisik dan kecantikannya.
Alternatif Solusi
Dove Campaign for Real Beauty pada studi global wanita menunjukkan gambaran diri
mereka dan menemukan bahwa hanya 2% wanita yang menggambarkan dirinya cantik. Ini
menjadikan Dove memakai cara pemasaran yang tradisional dengan produk dan fiturnya.
Dove telah mengambil pendekatan yang berbeda sesuai dengan perspektif relasional dalam
pemasaran, dengan mempengaruhi pikiran perempuan tentang diri mereka sendiri. Dove
menemukan kesempatan sangat baik dalam industri kecantikan dengan memasuki dialog real
beauty. Berbeda sekali dengan produk merk lain di industri kecantikan yang fokus pada
pembuatan wanita lebih cantik dibandingkan yang sebenarnya. Evolution Dove untuk real
beauty tidak berfokus pada mempromosikan lini produk perusahaan. Sebaliknya Dove
berfokus pada fenomena sosial yaitu persepsi masyarakat mengenai kecantikan, dengan
tujuan menimbulkan perdebatan masalah dan mengubah definisi masyarakat tentang cantik.
Dove telah mengalami kesuksesan dalam dialog real beauty dengan konsumen untuk
membantu dalam co-created Campaign for Real Beauty. Dove telah mengalami transisi yang
sama dimana perusahaan berhasil beralih dari merk yang fungsional menjadi merk dengan
sudut pandang. Fakta bahwa Dove fokus pada isu sosial dan bukan pada fitur produk
memiliki hasil positif terhadap citra merk Dove. Masyarakat telah memiliki konsep apa itu
kecantikan seutuhnya dari Dove dan produknya. Campaign for Real Beauty ini memiliki
keuntungan bagi Dove dan membantu pangsa pasar di semua kategori produk kecantikan
Dove, seperti deodorant, produk hair care, facial cleansers, body lotions, and produk hair
styling.
Analisis SWOT
STRENGTHS
WEAKNESS
(1) Dove telah didasarkan pada pengetahuan dan (1) Kampanye ini agak kontradiktif - Dove
pemahaman tentang kebutuhan konsumen, yaitu merupakan bagian dari industri kecantikan
studi global pada wanita dan persepsi mereka (2) Kurangnya interaktivitas di situs sosial
tentang cantik seutuhnya
(2) Dove memiliki website yang menumbuhkan (4) Sedikit penekanan pada menjawab pertanyaan,
interaksi konsumen dengan dialog "we are in it yaitu kurangnya layanan pelanggan
together
(3) Memiliki sentuhan emosional yang kuat antara karena komitmen untuk produk ini
konsumen
dengan
produk
(consumer-brand rendah
relationship)
(4) Melepaskan diri dari pemikiran pemasaran relatif tipis atau kurangnya keaslian
produk tradisional dan berorientasi pada customer
retention, contact dan value ekspektasi konsumen
(5)
Sebelum
peluncuran
kampanye,
Dove
THREATS
(1) Target laki-laki seperti yang diminta oleh (1) Risiko merusak aspirasi konsumen
konsumen
(3) Mempertahankan standar yang lebih baik dari (3) Risiko menjadi merk untuk "fat and ugly"
kualitas mengenai kegunaan dari situs Dove
(4) Iklan yang seragam dari "what is beauty" di (5) Risiko menjaga consumer-brand relationship
media saat ini untuk target seluruh dunia
Kami menyimpulkan bahwa Campaign for Real Beauty Dove didasarkan pada nilai-nilai
relasional dengan melakukan riset konsumen pro-aktif untuk mempengaruhi hasil campaign
tersebut. Hasilnya adalah campaign telah mendapatkan perhatian besar dari pandangan
masyarakat mengenai kecantikan dan meningkatkan consumer-brand relationship. Dove
menciptakan hubungan persahabatan dengan konsumen di ruang publik, dimana konsumen
dapat berhubungan langsung dengan Dove. Misi Dove ini adalah untuk mendukung wanita
mengenai kurangnya kepercayaan diri akan kecantikannya. Dove menambah nilai merk dan
keuntungan dari konsumen di semua usia dengan tema Evolution. Selama kegiatan
relasional antara Dove dan konsumen, Dove menghadapi peluang dan ancaman ketika
membangun consumer-brand relationship tersebut. Dove dapat belajar dari konsumen
sebagai cara untuk mendekati pasar baru dan hubungan konsumen yang baru. Konsumen
menyatakan bahwa kebutuhan untuk Dove dengan memasukkan etnis lain dan menargetkan
masyarakat yang kurang percaya diri. Dove harus menguatkan consumer-brand relationship
yang berkelanjutan dengan mendekati wawasan siapa konsumen Dove dan apa yang perlu
konsumen miliki. Selain itu Dove kehilangan kendali atas apa yang dikatakan dan ditulis dari
merk Dove, seperti memasukkan iklan ke media sosial dan memiliki situs komunitas. Merk
Unilever lain (Axe, Slimfast, dan Bertolli) menjadi ancaman besar bagi kredibilitas Dove,
karena dengan menjadi transparan dan jujur dapat menimbulkan hilangnya kredibilitas yang
menjadi pendorong utama untuk consumer-brand relationship.
Reference :
Deighton, John. (2007). Dove: Evolution of a Brand. Boston : Harvard Business School