Anda di halaman 1dari 5

NAMA

: DWI PUTRI A. GULTOM

NIM

: 13 / 348704 / TK / 40990

KELOMPOK

:9

1. Geomorfologi Regional
Berdasarkan morfologi tektonik (litologi dan pola struktur), maka wilayah
Jawa bagian timur (meliputi Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur) dapat dibagi
mejadi beberapa zona fisografis (van Bemmelen, 1949) yakni : Zona Pegunungan
Selatan, Zona Solo atau Depresi Solo, Zona Kendeng, Depresi Randublatung, dan
Zona Rembang.
Zona Kendeng meliputi deretan pegunungan dengan arah memanjang
barat-timur yang terletak langsung di sebelah utara sub zona Ngawi.
Pegunungan ini tersusun oleh batuan sedimen laut dalam yang telah mengalami
deformasi secara intensif membentuk suatu antiklinorium. Pegunungan ini
mempunyai panjang 250 km dan lebar maksimum 40 km (de Genevraye &
Samuel, 1972) membentang dari gunungapi Ungaran di bagian barat ke timur
melalui Ngawi hingga daerah Mojokerto. Di bawah permukaan, kelanjutan zona
ini masih dapat diikuti hingga di bawah selatan Madura.
Ciri morfologi Zona Kendeng berupa jajaran perbukitan rendah dengan
morfologi bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50 hingga 200
meter. Jajaran yang berarah barat-timur ini mencerminkan adanya perlipatan dan
sesar naik yang berarah barat-timur pula. Intensitas perlipatan dan anjakan yang
mengikutinya mempunyai intensitas yang sangat besar di bagian barat dan
berangsur melemah di bagian timur. Akibat adanya anjakan tersebut, batas dari
satuan batuan yang bersebelahan sering merupakan batas sesar. Lipatan dan
anjakan yang disebabkan oleh gaya kompresi juga berakibat terbentuknya
rekahan, sesar dan zona lemah yang lain pada arah tenggara-barat laut, barat
daya-timur laut dan utara-selatan.
Proses eksogenik yang berupa pelapukan dan erosi pada daerah ini
berjalan sangat intensif, selain karena iklim tropis juga karena sebagian besar
litologi penyusun Mandala Kendeng adalah batulempung-napal-batupasir yang
mempunyai kompaksitas rendah, misalnya pada formasi Pelang, Formasi Kerek
dan Napal Kalibeng yang total ketebalan ketiganya mencapai lebih dari 2000
meter.
Karena proses tektonik yang terus berjalan mulai dari zaman Tersier
hingga sekarang, banyak dijumpai adanya teras-teras sungai yang menunjukkan
adanya perubahan base of sedimentation berupa pengangkatan pada Mandala
Kendeng tersebut. Sungai utama yang mengalir di atas Mandala Kendeng
tersebut adalah Bengawan Solo yang mengalir mulai dari utara Sragen ke timur
hingga Ngawi, ke utara menuju Cepu dan membelok ke arah timur hingga
bermuara di Ujung Pangkah, utara Gresik. Sungai lain adalah Sungai Lusi yang
mengalir ke arah barat, dimulai dari Blora, Purwodadi dan terus ke barat hingga
bermuara di pantai barat Demak-Jepara.

2. Stratigrafi Regional
Stratigrafi penyusun Zona Kendeng merupakan endapan laut dalam di
bagian bawah yang semakin ke atas berubah menjadi endapan laut dangkal dan
akhirnya menjadi endapan non laut. Endapan di Zona Kendeng merupakan
endapan turbidit klastik, karbonat dan vulkaniklastik. Stratigrafi Zona Kendeng
terdiri atas 7 formasi batuan, urut dari tua ke muda sebagai berikut (Harsono,
1983 dalam Rahardjo 2004) :
1. Formasi Pelang
Formasi ini dianggap sebagai formasi tertua yang tersingkap di Mandala
Kendeng. Formasi ini tersingkap di Desa Pelang, Selatan Juwangi. Tidak jelas
keberadaan bagian atas maupun bawah dari formasi ini karena singkapannya
pada daerah upthrust ,berbatasan langsung dengan formasi Kerek yang lebih
muda. Dari bagian yang tersingkap tebal terukurnya berkisar antara 85 meter
hingga 125 meter (de Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004).
Litologi utama penyusunnya adalah napal, napal lempungan dengan lensa
kalkarenit bioklastik yang banyak mengandung fosil foraminifera besar.
2. Formasi Kerek
Formasi Kerek memiliki kekhasan dalam litologinya berupa perulangan
perselang-selingan antara lempung, napal, batupasir tuf gampingan dan
batupasir tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu
perlapisan bersusun (graded bedding). Lokasinya berada di Desa Kerek, tepi
sungai Bengawan Solo, 8 km ke utara Ngawi. Di daerah sekitar lokasi tipe
formasi ini terbagi menjadi tiga anggota (de Genevraye & Samuel, 1972 dalam
Rahardjo, 2004), dari tua ke muda masing-masing :
a. Anggota Banyuurip
Anggota Banyuurip tersusun oleh perselingan antara napal lempungan,
lempung dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan total
ketebalan 270 meter. Di bagian tengahnya dijumpai sisipan batupasir gampingan
dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atasnya ditandai dengan adanya
perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tuf halus. Anggota
ini berumur N10 N15 (Miosen tengah bagian tengah atas).
b. Anggota Sentul
Anggota Sentul tersusun atas perulangan yang hampir sama dengan
anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang bertuf menjadi lebih tebal. Ketebalan
anggota Sentul mencapai 500 meter. Anggota Sentul berumur N16 (Miosen atas
bagian bawah).
c. Anggota Batugamping Kerek

Merupakan anggota teratas dari formasi Kerek, tersusun oleh perselingan antara
batugamping tufaan dengan perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan anggota ini
mencapai 150 meter. Umur batugamping kerek ini adalah N17 (Miosen atas
bagian tengah).
3. Formasi Kalibeng
Formasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah dan bagian
atas. Bagian bawah formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal
600 meter, berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-abu kebiru-biruan,
kaya akan kanndungan foraminifera plangtonik.
a. Formasi Kalibeng bagian bawah
Formasi Kalibeng bagian bawah ini terdapat beberapa perlapisan tipis
batupasir yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu
endapan aliran rombakan, yang disebut sebagai Formasi Banyak (Harsono, 1983
dalam Rahardjo, 2004) atau anggota Banyak dari formasi Kalibeng (Nahrowi dan
Suratman, 1990 dalam Rahardjo, 2004), ke arah Jawa Timur, yaitu di sekitar
Gunung Pandan, Gunung Antasangin dan Gunung Soko, bagian atas formasi ini
berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit.
Fasies tersebut disebut sebagai anggota Antasangin (Harsono, 1983 dalam
Rahardjo, 2004).
b. Formasi Kaliben bagian atas
Bagian atas dari formasi ini oleh Harsono (1983) disebut sebagai Formasi
Sonde, yang tersusun mula-mula oleh anggota Klitik yaitu kalkarenit putih
kekuning-kuningan, lunak, mengandung foraminifera plangtonik maupun besar,
moluska, koral, algae dan bersifat napalan atau pasiran dengan berlapis baik.
Bagian paling atas tersusun atas breksi dengan fragmen gamping berukuran
kerikil dan semen karbonat. Kemudian disusul endapan napal pasiran, semakin
keatas napalnya bersifat semakin bersifat lempungan. Bagian teratas ditempati
oleh lempung berwarna hijau kebiru-biruan. Formasi Sonde ini ditemukan
sepanjang sayap lipatan bagian selatan antiklinorium Kendeng dengan ketebalan
berkisar 27 589 meter dan berumur Pliosen (N19 N21).
4. Formasi Pucangan
Formasi Pucangan ini mempunyai penyebaran yang cukup luas. Di
Kendeng bagian barat satuan ini tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Di
Mandala Kendeng yaitu daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai
fasies vulkanik dan fasies lempung hitam. Fasies vulkaniknya berkembang
sebagai endapan lahar yang menumpang diatas formasi Kalibeng. Fasies
lempung hitamnya berkembang dari fasies laut, air payau hingga air tawar. Di
bagian bawah dari lempung hitam ini sering dijumpai adanya fosil diatomae
dengan sisipan lapisan tipis yang mengandung foraminifera bentonik penciri laut
dangkal. Semakin ke atas akan menunjukkan kondisi pengendapan air tawar
yang dicirikan dengan adanya fosil moluska penciri air tawar.

5. Formasi Kabuh
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Kabuh, Kec. Kabuh, Jombang.
Formasi ini tersusun oleh batupasir dengan material non vulkanik antara lain
kuarsa, berstruktur silang siur dengan sisipan konglomerat, mengandung
moluska air tawar dan fosil-fosil vertebrata. Formasi ini mempunyai penyebaran
geografis yang luas. Di daerah Kendeng barat formasi ini tersingkap di kubah
Sangiran sebagai batupasir silang siur dengan sisipan konglomerat dan tuf
setebal 100 meter. Batuan ini diendapkan fluvial dimana terdapat struktur silang
siur, maupun merupakan endapan danau karena terdpaat moluska air tawar
seperti yang dijumpai di Trinil.
6. Formasi Notopuro
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Notopuro, Timur Laut Saradan,
Madiun yang saat ini telah dijadikan waduk. Formasi ini terdiri atas batuan tuf
berselingan dengan batupasir tufaan, breksi lahar dan konglomerat vulkanik.
Makin keatas sisipan batupasir tufaan semakin banyak. Sisipan atau lensalensa breksi volkanik dengan fragmen kerakal terdiri dari andesit dan batuapung
juga ditemukan yang merupakan cirri formasi Notopuro. Formasi ini terendapkan
secara selaras diatas formasi Kabuh, tersebar sepanjang Pegunungan Kendeng
dengan ketebalan lebih dari 240 meter. Umur dari formasi ini adalah Plistosen
akhir dan merupakan endapan lahar di daratan.
7. Endapan undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen napal dan
andesit disamping endapan batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata. di
daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai
konglomerat dan batupasir andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di
atas bidang erosi pada Formasi Kabuh maupun Notopuro.
3. Struktur Geologi Regional
Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio
Plistosen), deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep
tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utara
selatan dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya berubah
menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok blok dasar cekungan Zona
Kendeng. Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona
Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik dimana
banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota
formasi.
Deformasi Plio Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu;
fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin
Kendeng yang memiliki arah umum barat timur dan menunjam di bagian
Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua,
yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya
deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui

batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan


sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa
pergeseran blok blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan
terjadinya sesar sesar geser berarah relatif utara selatan.
Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat
dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini
masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan
bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan
Undak.
Secara umum struktur struktur yang ada di Zona Kendeng berupa :
1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan
asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan lipatan
di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa
lipatan lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah
barat timur.
2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di
Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota
formasi.
3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur lautbarat daya dan tenggara -barat laut.
4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat
di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut
menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi
yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.

Daftar Pustaka:
De Genevraye ,P. , Samuel , Luki . 1972. Geology of the Kendeng Zone (Central
and East Java) . Indonesian Petroleum Association
http://novianto-geophysicist.blogspot.com/2012/01/geologi-regional-zonakendeng.html

Anda mungkin juga menyukai