Cva
Cva
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan
kematian (Muttaqin, 2008:234).
CVA adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat berupa
deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih langsung
menimbulkan kematian dan semat-mata disebabkan oleh gangguan perdarahan otak non
traumatic.(Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Hal 17)
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa deficit neurologi local atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena
trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak di suplay oleh dua arteri karotis
interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta
jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002, Hal 2131)
CVA Infark adalah gangguan disfungsi otak baik sinistra atau dextra dengan sifat
antara lain :
Aterosklerosis
: mengerasnya / berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah.
Hiperkoagulasi
: darah yang bertambah kental akan menyebabkan viskositas /
hematocrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
Arteritis
: radang pada arteri
2.
Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli :
Infark miokardium
Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang dapat
menyebabkan emboli cerebri
Sedangkan secara patogenitas Stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di arteri
karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala sering
terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat
laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadangkadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada
kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada
umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang
sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada
organ dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.
1.4
Patofisiologis
Faktor pencetus hipertensi, DM, Penyakit jantung,
Merokok, stress,Gaya hidup yang tidak bagus,
Faktor obesitas dan kolesterol yang tinggi dalam darah
Penimbunan lemak / kolesterol yang tinggi dalam darah
Lemak yang sudah nekrotik dan berdegerasi
Menjadi kapur / mengandung kolesterol dengan
infiltrasi limfosit (thrombus)
1.5
Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat
di pahami)
Gangguan skem / maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang
mengalami paralise)
Disorientasi kanan-kiri
3. Lobus Occipital : Defisit Lapang Penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia
(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal : Defisit Pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.
1.6
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi CVA Infark (Muttaqin, 2008 :253) :
1.
Dalam hal imobilisasi :
a.
b.
c.
2.
a.
b.
3.
a.
b.
4.
5.
6.
1.7
darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah
itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium(135-145 nMol/L),
Kalium(3,6-5,0 mMol/l), klorida). (Prince, dkk, 2005:1122)
c.
Pungsi lumbal
Pemeriksaan liquor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang kecil biasanya
warna liquor masih normal sewaktu hari-hari pertama.
2.
Pemeriksaan sinar X toraks : dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif. (Prince,
dkk, 2005:1122)
3.
Ultrasonografi (USG) karotis : evaluasi standart untuk mendeteksi gangguan
aliran darah karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke. (Prince, dkk, 2005:1122)
4.
Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti lesi ulseratif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis, dan
pembentukan thrombus di pembuluh besar. (Prince, dkk, 2005:1122)
5.
Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET) : mengidentifikasi
seberapa besar suatu daerah otak menerima dan memetabolisme glukosa serta luas cedera.
(Prince, dkk, 2005:1122)
6.
Ekokardiogram transesofagus (TEE) : mendeteksi sumber kardioembolus
potensial. (Prince, dkk, 2005:1123)
7.
CT-Scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel
atau menyebar ke permukaan otak. (Muttaqin, 2008:140)
8.
MRI : menggunakan gelombang magnetic untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark. (Muttaqin, 2008:140)
1.9
Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami stroke
infark maka penatalaksanaan pada klien stroke infark terdiri dari penatalaksanan
medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet.
1.
Penatalaksanaan medis (Arif Mansjoer, 2000)
a.
Membatasi atau memulihkan infark akut yang sedang berlangsung dengan
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).
b.
Mencegah perburukan neurologis :
1. Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark yaitu terapi dengan manitol.
2. Ekstensi teritori infark yaitu dengan pemberian heparin.
3. Konversi hemorargik yaitu jangan memberikan anti koagulan
c.
Mencegah stroke berulang dini yaitu dengan heparin.
2.
Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan stroke infark bertujuan untuk mencegah
keadaan yang lebih buruk dan komplikasi yang dapat ditimbulkan. Untuk itu dalam merawat
pasien stroke perlu diperhatikan faktor-faktor kritis seperti mengkaji status pernafasan,
mengobservasi tanda-tanda vital, memantau fungsi usus dan kandung kemih, melakukan
kateterisasi kandung kemih, dan mempertahankan tirah baring.
3.
Penatalaksanaan Diet
Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke infark yaitu dengan
memberikan makanan cair agar tidak terjadi aspirasi dan cairan hendaknya dibatasi dari
hari pertama setelah cedera serebrovaskuler (CVA) sebagai upaya untuk mencegah edema
otak, serta memberikan diet rendah garam dan hindari makanan tinggi lemak dan
kolesterol.
1.10
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia, kerusakan
neuromuscular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidakmampuan bergerak,
keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot.
2.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder
akibat cedera serebrovaskuler.
3.
Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori
yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang, perubahan dalam
respon terhadap rangsangan.
4.
Ganguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara di hemisfer otak yang ditandai dengan kerusakan artikulasi, tidak dapat berbicara,
tidak mampu memahami bahasa tertulis/ucapan.
1.11
Intervensi
Diagnosa 1 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia,
kerusakan neuromuscular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidakmampuan
bergerak, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot.
Tujuan : klien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang sakit atau lemah, dengan
kriteria hasil :
1)
Ekstremitas tidak tampak lemah
2)
Ekstremitas yang lemah dapat diangkat dan digerakkan secara mandiri
3)
Ekstremitas yang lemah dapat menahan posisi tubuh saat miring kanan atau kiri.
Intervensi
1.
Jelaskan pada pasien dan keluarga pasien akibat terjadinya imobilitas fisik
Rasional : imobilitas fisik akan menyebabkan otot-otot menjadi kaku sehingga penting
diberikan latihan gerak.
2.
Ubah posisi pasien setiap 2 jam
Rasional : menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan.
3.
Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang sakit
Rasional : gerakan aktif memberikan dan memperbaiki masa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung da pernafasan.
4.
Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang tidak sakit
Rasional : mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
di gerakkan.
5.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapi.
6.
Observasi kemampuan mobilitas klien
Rasioanal : untuk mengetahui sejauh mana kemampuan gerak pasien setelah dilakukan
latihan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
Diagnosa 2 : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia
sekunder akibat cedera serebrovaskuler.
Kriteria hasil : tidak terjadi penurunan berat badan, Hb dan albumin dalam batas
normal Hb: 13,4 17,6 dan albumin: 3,2 5,5 g/dl.
Intervensi :
1.
Jelaskan pentingnya nutrisi bagi klien pada klien dan juga keluarganya
Rasional : nutrisi yang adekuat membantu meningkatkan kekuatan otot
2.
Kaji kemampuan klien dalam mengunyah dan menelan
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien
3.
Letakkan kepala lebih tinggi pada waktu selama dan sesudah makan
Rasional : memudahkan klien untuk menelan.
4.
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan
ringan di atas bibir / bawah dagu jika dibutuhkan
Rasional : membantu dalam melatih kembali sensor dan meningkatkan kontrol muskuler
5.
Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral atau memberi makanan melalui NGT
Rasional : membantu memberi cairan dan makanan pengganti jika klien tidak mampu
memasukkan secara peroral.
6.
Observasi keadaan, keluhan dan asupan nutrisi
Rasional : mengetahui keberhasilan tindakan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
Diagnosa 3 : Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf
sensori yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang, perubahan
dalam respon terhadap rangsangan.
Intervensi :
1.
Tentukan kondisi patologis klien
Rasional : untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan.
2.
Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
Rasional : untu mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien.
3.
Latih klien untuk melihat suatu obyek telaten dan seksama
Rasional : klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi.
4.
Observasi respon perilaku klien seperti menanggis, bahagia, bermusuhan, halusinasi
setiap saat
Rasional : untuk mengetahui keadaan emosi klien.
Diagnosa 4 : Ganguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan
pada area bicara di hemisfer otak yang ditandai dengan kerusakan artikulasi, tidak dapat
berbicara, tidak mampu memahami bahasa tertulis/ucapan.
Tujuan : proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal dengan kriteria hasil :
1) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat terpenuhi
2) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi :
1.
Berikan metode alternative komunikasi misalnya bahasa isyarat
Rasional : memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai kebutuhan klien.
2.
Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
Rasional : mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.
3.
Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya ya
dan tidak
Rasional : mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat berkomunikasi.
4.
Anjurkan pada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
Rasional : mengurangi rasa isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif.
5.
Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional : memberi semangat pada klien agar lebih sering malakukan komunikasi.
6.
Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan bicara
Rasional : melatih klien berbicara secara mandiri dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marlyn,E. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan. Edisi 3.jakarata.EGC:2000
Mansjoer, Arief. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta. EGC: 1999
Tabrani Rab. Agenda Gawat Darurat jilid 2. Bandung. Penerbit Alumni: 1998
Template Picture Window. Diberdayakan oleh jurnal.