Anda di halaman 1dari 3

TEORIONLINE PERSONAL PAPER

No. 03/Feb-2014

EMOTIONAL INTELLIGENT
Hendryadi
www.teorionline.net
Phone : 021 9229 0445 / 0856 9752 3260
Email : hendry.basrah@gmail.com

Abstract
Manusia diciptakan dengan dianugerahi kelebihan dibanding makhluk lainnya, yaitu adanya
cipta, rasa dan karsa. Dari ketiga kelebihan tadi masing-masing bisa dikembangkan ke
dalam potensi-potensi. Potensi yang bersumber dari cipta, yaitu potensi intelektual atau
intelectual quotient (IQ). Potensi dari rasa, yakni potensi emosional atau emosional quotinet
(EQ) dan potensi spiritual (SQ). Sedangkan potensi yang bersumber dari karsa, adalah potensi
ketahanmalangan atau adversity quotient (AQ) dan potensi vokasional quotient (VQ). Konsep
Kecerdasan Emosional EQ mulai menjadi perhatian di tahun 1995 oleh Daniel Goleman
disebut Emotional Intelligence.
Introduction
Awal Teori Kecerdasan Emosional pada awalnya dikembangkan pada 1970-an dan 80-an
dengan karya dan tulisan-tulisan dari psikolog Howard Gardner (Harvard), Peter Salovey
(Yale) dan John Jack Mayer (New Hampshire). Istilah kecerdasan emosi pertama kali
berasal dari konsep kecerdasan sosial yang dikemukakan oleh Thordike pada tahun 1920
dengan membagi 3 bidang kecerdasan yaitu kecerdasan abstrak (seperti kemampuan
memahami dan memanipulasi simbol verbal dan matematika), kecerdasan konkrit seperti
kemampuan memahami dan memanipulasi objek, dan kecerdasan sosial seperti kemampuan
berhubungan dengan orang lain.
Teori mengenai kecerdasan emosional pertama kali dicetuskan oleh Salovey dan Mayer
tahun 1990. Mereka (Solovey dan Mayer) mendefinisikan EQ (emotional quotient) sebagai
kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan
orang lain dan untuk mengatur emosi, yang secara bersama berperan dalam peningkatan
taraf hidup seseorang. Semula ide ini hanya diperkenalkan di sekitar lingkungan pendidikan
saja. Dan mungkin saja tetap hanya akan beredar di sekeliling tembok sekolah jika saja Daniel
Goleman tidak memperkenalkan teori EQ ini dalam bukunya Emotional Intelligence, Why It
Can More Than IQ? yang terbit di tahun 1995 (Mangkunegara, 2005)
Kecerdasan sosial menurut Thordike yang dikutip Daniel Goleman (2002) adalah
kemampuan untuk memahami dan mengatur orang lain untuk bertindak bijaksana dalam
menjalin hubungan, meliputi kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal.
Kecerdasan interprersonal adalah kecerdasan untuk kemampuan untuk memahami orang
lain, sedangkan kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan mengelola diri sendiri
(Mangkunegara, 2005).
Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal
perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi
dengan baik dalam diri kita dan hubungan kita. Kemampuan ini saling melengkapi dan
berbeda dengan kemampuan akademik murni, yaitu kemampuan kogniktif murni yang
1

TEORIONLINE PERSONAL PAPER


No. 03/Feb-2014

diukur dengan Intelectual Quetient (IQ). Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf (1998),
kecerdasan emosional adalah kemampuan mengindra, memahami dan dengan efektif
menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi, informasi dan pengaruh.
Salovely dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau
dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan itu untuk
memandu pikiran dan tindakan.
Konsep EQ berpendapat bahwa IQ, atau kecerdasan konvensional, terlalu sempit, dan ada
faktor lain yaitu Emotional Intelligence yang dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang.
Dengan kata lain, kesuksesan membutuhkan lebih dari IQ (Intelligence Quotient), yang
cenderung menjadi ukuran tradisional kecerdasan, mengabaikan perilaku penting dan
elemen karakter.
Komponen EQ
Goleman (2002) membagi kecerdasan emosional kedalam 5 (lima) komponen yaitu
kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.
Kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya
untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri. Selain itu kesadaran diri juga berarti
menetapkan tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
Pengaturan diri adalah menguasai emosi diri sedemikian sehingga berdampak positif, kepada
pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum
tercapainya sesuatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
Motivasi menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun
seseorang menuju sasaran. Motivasi membantu seseorang mengambil inisiatif dan bertindak
sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
Empati adalah merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami persepektif orang
lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan berbagai
macam orang.
Keterampilan social adalah dapat menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan
orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan
lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin,
dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.
Beberapa penelitian mengenai EQ
Malcolm Higgs, (2004) A study of the relationship between emotional intelligence and
performance in UK call centres, Journal of Managerial Psychology, Vol. 19 Iss: 4, pp.442
454
Elizabeth Stubbs Koman, Steven B. Wolff, (2008) Emotional intelligence competencies in the
team and team leader: A multi-level examination of the impact of emotional intelligence on
team performance, Journal of Management Development, Vol. 27 Iss: 1, pp.55 75
Hsi-An Shih, Ely Susanto, (2010) Conflict management styles, emotional intelligence, and job
performance in public organizations, International Journal of Conflict Management, Vol. 21
Iss: 2, pp.147 168
2

TEORIONLINE PERSONAL PAPER


No. 03/Feb-2014

Lee Huey Yiing, Kamarul Zaman Bin Ahmad, (2009) The moderating effects of organizational
culture on the relationships between leadership behaviour and organizational commitment
and between organizational commitment and job satisfaction and performance, Leadership
& Organization Development Journal, Vol. 30 Iss: 1, pp.53 86
Cheok San Lam, Eleanor R.E. OHiggins, (2012) Enhancing employee outcomes: The
interrelated influences of managers emotional intelligence and leadership style, Leadership
& Organization Development Journal, Vol. 33 Iss: 2, pp.149 174
Cavazotte, F., Moreno, V., & Hickmann, M. (2012). Effects of leader intelligence, personality
and emotional intelligence on transformational leadership and managerial performance. The
Leadership Quarterly, 23, 443-455.
Farh, C. I., Seo, M., & Tesluk, P. E. (2012). Emotional Intelligence, teamwork effectiveness, and
job performance: The moderating role of job context. Journal of Applied Psychology, 97(4),
890-900.
Implikasi Manajerial
Emotional Intelligence semakin relevan dengan pengembangan organisasi dan
mengembangkan orang-orang, karena prinsip-prinsip EQ memberikan cara baru untuk
memahami dan menilai perilaku orang, gaya manajemen, sikap, keterampilan interpersonal,
dan potensi. Kecerdasan Emosional merupakan pertimbangan penting dalam perencanaan
sumber daya manusia, profil pekerjaan, rekrutmen dan seleksi wawancara, pengembangan
manajemen, hubungan pelanggan dan layanan pelanggan, dan lainnya.

References
Cooper R K dan Sawaf. A.1998 : Executive EQ Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan
Organisasi. Jakarta : Gramedia
Goleman, Daniel. 2001. Working White Emotional intelligence. (terjemahan Alex Tri Kantjono
W). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Goleman, Daniel., 2000. Kecerdasan Emosional : Mengapa EQ Lebih Penting Daripada IQ,
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, Daniel, dkk. 2006. Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi, Bandung : Refika
Aditama
http://teorionline.wordpress.com/category/kumpulan-teori/kecerdasan-emosi-eqkumpulan-teori/

Anda mungkin juga menyukai