Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kali ini akan membahas mengenai pluralitas yang mana menurut para ahli sebenarnya
kata ini berasal dari kata serapa yang berati pluralisme yang mana mengandung banyak
sekali arti, hingga sampat detik ini masih banyak sekali orang yang merasa bingung
mengenai arti yang sesungguhnya. Untuk itulah dalam kesempatan ini maka anda akan di
jabarkan apa itu sebenarnya pluralitas, yang memiliki artian adalah paham yang berkaitan
dengan mentoleransi segala adanya keanekaragaman yang meliputi peradaban, agama,
pikiran, perbedaan agama serta adanya perbedaan budaya. Nah, bagaimana jadi pluralitas ini
bukan hanya terfokus pada satu yakni agama namun pluralitas sangat laus sekali. akan tetapi
tujuan pluraliatas adalah untuk mengakuai adanya sebuah kebenaran yang di yakini oleh
masing masing pihak.
Pengertian Pluralitas Menurut Para Ahli
Di lain sisi salah satu tokoh muslimah Indonesia Cak Nur berpendapat mengenai
pengertian pluralitas adalah sebuah landasan yang sifatnya positif dalam menerima adanya
kemajemukan semua hal dalam aspek kehitupan sosila budaya, yang di dalamnya tedapat
agama. Di tambah dengan pendapat dari Anis Malik Thoha yang mengungkapan bahwa
adalah tiga penjeasan penting mengenai pengertian pluralitas yang mana pada poin pertama
mengacy pada satu jabatan di stuktur di kegerejaan yang dalam keitannya memegang dua
jabatan lebih secara berbarengan, baik yang bersifat kegerejaan atau pun yang non
kegerejaan.
Poin yang ke dua adalah pendangan pengertian dari pluralitas menurut kacamata
filosofi adalah sebuah sistem pemikiran yang menyatakan adanya landasan pemikiran yang
mendasar atau lebih dari satu, untuk yang terakhir mengenai pengertian menurut sosio politik
pluralitas adalah suatu sistem yang mengakui adanya sebuah keberadan adanya kelompok
keagamaan, baik yang berisi mengenai ras, suku dan bahkan aliran kepercayaan, partai
dengan tetap menjunjung tinggi adanya aspek aspek perbedaan karakteristik di antara
kelompok kelompok tersebut. nah pendapat yang terkahir tersebutlah yang sering sekali di
pakai dalam kaitannya masyarakat kita Indonesia ini. yang banyak mengatas namakannya
dan akhirnya akan berujung dengan adanya sebuah konfik dan yang lain lainnya, maka untuk
itulah dengan konsep plurilatas diatas maka semua orang dapat menghargai satu sama
lainnya.
http://www.duniapelajar.com/2014/08/10/pengertian-pluralitas-menurut-para-ahli/
integrasi mempunyai pengertian pembauran atau penyatuan hingga menjadi kesatuan yang
utuh atau bulat. Sedangkan istilah nasional mempunyai pengertian:
(1). bersifat kebangsaan;
(2). berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri;
(3). meliputi suatu bangsa, misalnya cita-cita nasional; tarian nasional, perusahaan nasional,
dan sebagainya.
Mengacu pada penjelasan kedua istilah di atas maka integrasi nasional identik dengan
integrasi bangsa yang mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau pembauran
berbagai aspek sosial budaya ke dalam kesatuan wilayah dan pembentukan identitas nasional
atau bangsa yang harus dapat menjamin terwujudnya keselarasan, keserasian dan
kesimbangan dalam mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa (Suhady dan Sinaga,
2006).
Claude Ake dalam Nazaruddin Syamsudin (1994) mengemukakan bahwa integrasi nasional
pada dasarnya mencakup dua masalah pokok, yaitu:
Pertama, bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh pada tuntutan-tuntutan negara, yang
mencakup perkara pengakuan rakyat terhadap hak-hak yang dimiliki negara;
http://wawasankebangsaan.blogspot.com/2014/04/pengertian-integrasi-nasional.html
INTEGRASI NASIONAL
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang
ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari
kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa
karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya
budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah
keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru. Kita ketahui dengan
wilayah dan budaya yang melimpah itu akan menghasilkan karakter atau manusia manusia
yang berbeda pula sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut:
1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
2. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan
dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan
perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan
oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
(5) secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan
di dalam bdang ekonomi, serta; (6) adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas
kelompok-kelompok yang lain. Secara fungsional konservatif, strukur sosial diperlukan demi
mengupayakan terpenuhinya runtutan interdependensi kompleks. Menurut pendekatan ini,
startifikasi bertanggung jawab dalam usaha pengisian jabatan, bersifat inhern dan diperlukan
demi kelangsungan sistem. Hal ini bertolak belakang dengan model pendekatan konflik,
bahwa pelapisan yang ada adalah ulah kelompok-kelompok elitis yang berkuasa secara
sengaja untuk mempertahankan dominansinya hingga menimbulkan bentukan sosial yang
diskriminatif. Dalam ilmu sosiologi, dasar dan inti pelapisan sosial adalah tidak adanya
keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban serta kewajiban dan tanggung jawab di
antara anggota masyarakat. Yang perlu di garis bawahi adalah korelasi anatara kemajuan
dengan strata sosial, bahwa semakin maju suatu masyarakat, berbanding lurus dengan tingkat
kompleksitas pelapisan sosial yang terjadi di dalamnya (Herwanto, 2013). Pelapisan
masyarakat sejatinya telah ada sejak manusia mengenal kehidupan bersama dalam organisasi
sosial, dan atas kesadaran saling membutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
Struktur sosial masyarakat dikategorikan dalam dua jenis yakni secara horizontal dan vertikal
(Nasikun, 1995). Mengacu pada model horizontal, kemajemukan masyarakat Indonesia
dihasilkan atas pluralitas tinggi terhadap suku, ras, budaya, dan agama. Dalam hal ini,
tingginya tingkat kemajemukan secara horizontal dinilai dapat memperkaya aspek budaya
Indonesia. Mengingat perbedaan ini tidak dapat dipisahkan dengan bentukan Indonesia yang
mengupayakannya untuk ada. Hal ini dapat terlihat bagaimana faktor geografis berperan
mensegmentasikan budaya masing-masing daerah. Bukan hanya bagaimana geografis
wilayah Indonesia yang berbentuk kesatuan kepulauan, namun juga mengenai pengaruh
topografi hingga klimatologis. Perbedaan mendasar seperti disebutkan di atas menjadikan
Indonesia kaya akan model adat kedaerahan. Banyak cabang yang terlahir dari perbedaan
ekologis seperti kontur tanah dan curah hujan yang berpengaruh pada bentukan mayoritas
pekerjaan. Seperti model ladang di luar jawa atau shifting cultivation danwet rice cultivation,
pertanian lahan basah yang berkembang di daerah jawa-bali (Rustanto, t.t). Sejatinya,
karakteristik struktur majemuk horizontal dapat mengintegrasikan dominasi budaya pluralitas
di Indonesia dalam satu kesatuan toleransi. Perbedaan bukan ditujukan untuk saling
menghegemoni dan mensubordinat atau memarginalkan budaya lain, namun seiring dengan
kemajuan yang diupayakan pemerintah, pluralitas budaya sebagai karakteristik nasional
mampu memicu dan bertindak sebagai promotor kesatuan atas Bhineka Tunggal Ika, sebagai
amunisi kekuatan pertahanan dan perlawanan terhadap agresi asing (Jackson & Sorensen,
1999).
Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia digolongka dalam model ekstrimis
lapisan atas dan lapisan bawah. Di antara keduanya memiliki kecanggungan yang tajam
(Nasikun, 1995). Model struktur majemuk masyarakat secara vertikal cenderung didominasi
oleh faktor ekonomi. Ekonomi menggerakkan besar pendapatan yang mempengaruhi bentuk
gaya hidup yang pada akhirnya dapat diidentifikasi secara jelas bagaimana kalangan borjuis
menikmati fasilitas penunjang sebagai penganut sosialita dengan mudah, namun di sisi lain
ketidaksemerataan potensi yang menghasilkan bentuk ketimpangan tajam berimbas pada
kalangan proletar. Kelas bawah cenderung berkutat pada posisinya yang bahkan sulit untuk
memenuhi tuntutan pokoknya. Pada praktiknya, pandangan vertikal memiliki konsekuensi
terhadap adanya bentuk konflik sosial (Nasikun, 1995). Hal ini terjadi akibat perbedaan
http://nidia-masithoh-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-103964-Studi%20Strategi
%20Indonesia%20I-Pluralitas%20dan%20Integrasi%20Nasional%20dalam%20Struktur
%20Sosial%20Masyarakat%20Indonesia.html