Anda di halaman 1dari 4

B.

Upaya Pencegahan DBD


B.1. Partisipasi Masyarakat
Upaya masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan
secara individu atau perorangan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam
rumah. Cara terbaik adalah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang
dapat dilakukan ialah (a) menggunakan mosquito repellent (anti nyamuk oles) dan
insektisida dalam bentuk spray, (b) menuangkan air panas pada saat bak mandi
berisi air sedikit, (c) memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak kedalam
rumah (Soedarmo, 2005: 59).
Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses di mana individu,
keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan
pemberantasan vektor di rumahnya. Peningkatan partisipasi masyarakat
menumbuhkan

berbagai

peluang

yang

memungkinkan

seluruh

anggota

masyarakat secara aktif berkontribusi dalam pembangunan (Depkes RI, 2005: 1).
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi
masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005: 124).
Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan menunjukkan
perhatian dan kepedulian kepada masyarakat, memprakarsai dialog lintas sektoral
secara berkelanjutan, menciptakan rasa memiliki terhadap program yang sedang
berjalan, penyuluhan kesehatan dan memobilisasi serta membuat suatu
mekanisme yang mendukung kegiatan masyarakat (Depkes RI, 2005: 1).
Partisipasi masyarakat dalam tingkat individu dapat dilakukan dengan
mendorong atau menganjurkan dalam kegiatan PSN dan perlindungan diri secara
memadai. Pelaksanaan kampanye kebersihan yang intensif dengan berbagai cara
merupakan

upaya

di

tingkat

masyarakat.

Memperkenalkan

program

pemberantasan DBD pada anak sekolah dan orang tua, mengajak sektor swasta
dalam

program

pemberantasan

virus

dengue,

menggabungkan

kegiatan

pemberantasan berbagai jenis penyakit yang disebabkan serangga dengan program


pemberantasan DBD agar memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu peran

partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan dengan pemberian insentif seperti


pemberian kelambu atau bubuk abate secara gratis bagi yang berperan aktif
(Soegijanto, 2006:7).
B.2 Kebijakan Pemerintah
Bila dilihat dari aspek sistem kebijakan dalam peningkatan derajat
kesehatan melalui pemberantasan penyakit DBD maka ada tiga elemen, bahkan
ada empat elemen yang mencakup hubungan timbal balik dan mempunyai andil di
dalam kebijakan karena memang mempengaruhi dan saling dipengaruhi oleh
suatu keputusan (Koban, 2005: 9). Adapun elemen tersebut antara lain adalah:
1. Kebijakan publik (Undang-Undang/Peraturan, Keputusan yang dibuat oleh
Badan dan Pejabat Pemerintah).
2. Pelaku kebijakan (kelompok warga negara, partai politik, agen-agen
pemerintah, pemimpin terpilih).
3. Lingkungan kebijakan (geografi, budaya, politik, struktural sosial dan
ekonomi).
4. Sasaran kebijakan (masyarakat).
Sejalan dengan teori sistem kebijakan maka keberhasilan program
pemberantasan virus Dengue sangat didukung dengan pembuatan peraturan
perundang-undangan tentang penyakit menular dan wabah. Perundang-undangan
ini memberikan wewenang kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan
yang diperlukan saat terjadi wabah atau KLB di masyarakat (Koban, 2005: 8).
Penyusunan undang-undang harus mempertimbangkan komponen penting
dalam program pencegahan dan pengawasan virus Dengue dan nyamuk Aedes
aegypti, yaitu mengkaji ulang dan mengevaluasi efektifitas undang-undang,
dirumuskan berdasarkan perundang-undangan sanitasi yang telah diatur oleh
Departemen Kesehatan, menggabungkan kewenangan daerah sebagai pelaksana,
mencerminkan koordinasi lintas sektor, mencakup seluruh aspek sanitasi
lingkungan, mencerminkan kerangka administrasi hukum yang ada dalam konteks
administrasi secara nasional dan sosialisasi undang-undang kepada masyarakat. Di

Indonesia kelompok kerja pemberantasan DBD disebut dengan POKJANAL DBD


dan POKJA DBD tingkat Desa/Kelurahan (Koban, 2005: 8).
Diharapkan perilaku masyarakat akan berubah jika ada peraturan dan
kepastian hukum (law enforcement) yang mengikat dan mewajibkan setiap
anggota masyarakat untuk melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit DBD di
lingkungan keluarga dan masyarakat. Apabila dilanggar akan dikenakan
sanksi/hukuman yang sesuai dengan peraturan yang berlaku (Koban, 2005: 8).
B.3 Pemberantasan Vektor
Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan
jentiknya. Menurut Soedamo (2005: 60) jenis kegiatan pemberantasan nyamuk
penularan DBD meliputi:
B.3.1 Pemberantasan Nyamuk Dewasa
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara
penyemprotan (pengasapan/fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan
mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda tergantung, karena
itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada pemberantasan
nyamuk penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan adalah insektisida
golongan organophosphat, misalnya malathion, fenitrothion, dan pyretroid,
sintetik misalnya lambda sihalotrin dan permetin (Soedamo, 2005: 60).
Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi
penularan, akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan pemberantasan jentiknya
agar populasi nyamuk penular tetap dapat ditekan serendah-rendahnya. Sehingga
apabila ada penderita DBD tidak dapat menular kepada orang lain (Soedamo,
2005: 61).
B.3.2. Pemberantasan Larva (Jentik)
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005:
14):

a. Kimia, yaitu dengan cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan


menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Ini dikenal dengan
istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos.
Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (sand granules).
Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gr (1 sendok makan rata) untuk
setiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu
3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golonga insect growth regulator.
b. Biologi, yaitu dengan memelihara ikan pemakan larva yaitu ikan nila
merah (Oreochromosis niloticus gambusia sp.), ikan guppy (Poecillia
reticulata), dan ikan grass carp (Etenopharyngodonidla). Selain itu dapat
digunakan pula Bacillus Thuringiensis var Israeliensis (BTI) atau
golongan insect growth regulator.
c. Fisik, yaitu dengan kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur).
Menguras bak mandi, bak WC, menutup tempat penampungan air rumah
tangga (tempayan,drum dll), mengubur atau memusnahkan barang-barang
bekas (kaleng, ban dll). Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu
dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu.
Apabila PSN ini dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka diharapkan
nyamuk Aedes aegypti dapat dikurangi sehingga tidak menyebabkan
penularan penyakit. Untuk itu diperlukan usaha penyuluhan dan motivasi
kepada masyarakat secara terus-menerus dalam jangka waktu lama, karena
keberadaan jentik nyamuk tersebut berkaitan erat dengan perilaku masyarakat
(Depkes RI, 2005: 14).

Anda mungkin juga menyukai