Anda di halaman 1dari 14

ASFIKSIA

Posted on March 2, 2011

A. Definisi Asfiksia
1. Pengertian
a. Asfiksia neonatorum adalah di mana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
b. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di
dalam darah (hipoksemia), hiperkabia (PaCO2) meningkat dan asidosis (Utomo,
2006).
c. Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Kamarrullah,
2005).
d. Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O
(oksigen) dan mungkin meningkatkan CO (karbondioksida) yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Purwadianto, 2000).
e. Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur (Waspodo dkk (ed), 2007).
2

2.

Klasifikasi Asfiksia Neonatus dapat dibagi dalam :

Menurut Kamarullah (2005) klasifikasi asfiksia dibagi menjadi :


a. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi tentang lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,2005).
3.

Cara menilai tingkatan apgar score

Cara menilai tingkatan apgar score menurut Utomo (2006) adalah dengan :
a. Menghitung frekuensi jantung
b. Melihat usaha bernafas
c. Menilai tonus otot
d. Menilai reflek rangsangan
e. Memperlihatkan warna kulit
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami
bayi:
Tabel 2 .1 Nilai APGAR.
0

Tanda
Detak jantung
Pernafasan

Tak ada
Tidak ada

<100 x/mnt
Tidak teratur

>100 x/mnt
Menangis kuat

Tonus otot

Lunglai

Ekstremitas lemah

Gerakan aktif

Reflek saat jalan


nafas dibersihkan

Tidak ada

Menyeringai

Batuk/bersin

Tubuh kemerahan
Warna

Biru/pucat

Ekstremitas Biru

Merah seluruh
tubuh

Sumber : Utomo, (2006).


Menurut Mochtar (1998) asfiksia dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a.

Asfiksia livida (biru)

b.

Asfiksia Pallida (putih)

Tabel 2.2 Perbedaan antara asfiksia livida dan asfiksia pallida


Perbedaan

Asfiksia livida

Asfiksia Pallida

Warna kulit
Tonus otot

Kebiru-biruan
Masih baik

Pucat
Sudah kurang

Reaksi rangsangan

Positif

Negatif

Bunyi jantung

Masih teratur

Tidak teratur

Prognosis

Lebih baik

jelek

Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis tergantung pada
kekurangan O dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan
asfiksia dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya menderita cacat
mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.
4. Diagnosis asfiksia
2

Menurut Wiknjosastro (2005) diagnosis asfiksia adalah sebagai berikut :


a. DJJ
Keadaan di mana denyut jantung janin frekuensi turun sampai di bawah 100/menit
di luar his, atau denyut jantung tidak teratur elektro kardiogram janin digunakan
untuk terus menerus mengawasi jantung janin.
b. Mekonium dalam air ketuban

Terdapatnya mekonium pada presentasi kepala, menunjukkan gangguan oksigenasi,


dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan.
c. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop diambil contoh darah janin, adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Bila pH turun sampai di bawah 7,2 merupakan tanda
bahaya bagi janin.
B. Etiologi
Menurut Kamarullah (2005) penyebab asfiksia adalah Hipoksia janin yang
menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas
transport O2 dari ibu ke janin sehungga terdapat gangguan dalam persediaan O2
dan dalam menghilangkan CO2.gangguan ini dapat berlangsung secara menahun
akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak
karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi yang buruk, penyakit
menahun seperti anemia, hipertensi, jantung dan lain-lain. Faktor-faktor yang
timbul dalam persalinan yang besifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan
aliran darah dalam tali pusat, depresi pernapasan karena obat-obatan
anestesi/analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan bawaan
seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru dan
lain-lain. Sedangkan faktor dari ibu adalah gangguan his misalnya hipertonia dan
tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi, dan eklamsia,
gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
Menurut Oxorn (2003), penyebab asfiksia adalah sebagai berikut :
a. Pada saat kehamilan
1. Sebab-sebab maternal
a) Anemia
b) Perdarahan dan syok
c) Penyakit kardiorespiratorik

d) Toxemia gravidarum
e) Umur ibu lebih dari 40 tahun
f)

Grandemultipara

2. Sebab-sebab pada placenta


a) Penyakit pada placenta
b) Perdarahan (placenta previa)
3. Sebab-sebab pada funiculus umbilicalis
a) Prolapsus
b) Membelit dan simpul
c) Kompresi
4. Sebab-sebab fetal
a) Anomali kongenital
b) Prematuritas
c) Ketuban pecah dini yang membawa infeksi
d) Kehamilan lama
b. Persalinan dan kehamilan
1) Anoreksia akibat kontraksi uterus yang terlampau kuat dan berlangsung
terlampau lama.
2) Narkosis akibat pemberian analgesik dan anestesi yang berlebihan.

3) Hipotensi maternal akibat anastesi spinal.


4) Obstruksi saluran nafas akibat aspirasi darah, lendir.
5) Partus lama
6) Kelahiran yang sukar (dengan atau tanpa forcep) sehingga menyebabkan
perdarahan cerebral atau kerusakan pada sistem saraf pusat.
Menurut Waspodo dkk (ed) (2007), faktor-faktor penyebab timbulnya asfiksia
(gawat janin) adalah :
a. Faktor ibu
1) Pre eklampsia dan eklampsia
2) Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan
5) Infeksi berat seperti malaria, sifilis, TBC (Tuberculosis), HIV
(Human Immunology Virus)
6) Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor tali pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat
c. Faktor bayi

1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)


2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (konginetal)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Menurut Towel (1996), Penggolongan Penyebab Kegagalan Pernapasan Pada bayi
yang terdiri dari :
a. Faktor Ibu
1. Hipoksia Ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin, hipoksia ibu dapat
terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anastesi dalam
2. Gangguan aliran darah uterus
3. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
penga,liran O ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada kasus-kasus.
a) Gangguan kontrasi uterus, misalnya : Hipertensi, Hipotoni / uterus akibat
penyakit atau obat
2

b) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan


c) Hipertensi pada penyakit eklamsia.
b. Faktor Plasenta
Solusi plasenta. Perdarahan plasenta, dan lain-lain
c. Fator Fetus
Tali pusat menumbung lilitan tali pusat, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir
d. Faktor Neonatus

1. Pemakaian obat anastesi / analgetika yang berlebihan pada itu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin.
2. Trauma yang terjadi pada persalinan. Misalnya : Perdarahan Intra Cranial
3. Kelainan Kongenital. Misalnya : Hernia diafragmatika atresia saluran pernapasan
hipoplasia paru dan lain-lain. (Wiknjosastro, 1999).
C. Tanda dan Gejala
Menurut Winkjosastro (1999), tanda dan gejala asfiksia yaitu:
1. Hipoksia
2. Respirasi > 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
3. Napas megap-megap/gasping sampai dapat terjadi henti napas
4. Bradikardia
5. Tonus otot berkurang
6. Warna kulit sianotik/pucat
Menurut Waspodo,dkk (2007), tanda dan gejala asfiksia adalah:
1. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat (kurang dari 30
kali per menit)
2. Pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada)
3. Tangisan lemah atau merintih
4. Warna kulit pucat atau biru
5. Tonus otot lemas atau ekstremitas lemah
6. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi) (kurang dari 100 kali per
menit).

D. Patofisiologi
Pernapasan Spontan BBL tergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Bila terdapat gangguan Pertukaran gas atau pengangkutan O selama
kehamilan / persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian
asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode opnu (Primary Apnoe) disertai
dengan penurunan frekuensi diikuti oleh pernapasan teratur. Pada penerita asfiksia
berat. Usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode
apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan tensi darah.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan
asam-asam pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya menimbulkan asidosis
respiraktonik. Bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses
metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis gukogen tubuh. Sehingga glikogen
tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya
akan terjadi perubahan kardio vaskuler yang disebabakan oleh beberapa keadaan
diantarannya :
2

a. Hilangnya Sumber Glukogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung


b. Terjadi asidosis metabolis akan menimbulkan kelemahan otot jantung
c. Pengisian udara alucolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap
tingginya Resistensi Pembuluh darah Paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan
demikian pula kesistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam,
1998)
Pada keadaan asfiksia yang perlu mendapat perhatian sebaiknya :
a. Menurunnya tekanan O darah (Pa O )
b. Meningginya tekanan O darah (Pa O )
c. Menurunya PH (akibat osidosis respirantorik dan metabolik)
2

d. Dipakainya sumber glukogen tubuh untuk metabolisme an-aerobic


e.

Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler

Dalam menentukan tingkat asfiksia neonatorum digunakan kriteria penilaian yaitu


yang disebut dengan skor APGAR. Skor APGAR biasanya dinilai 1 menit setelah bayi

lahir lengkap pada skor APGAR menit 1 ini menunjukan beratnya ASFIKSIA yang
diderita dan untuk menentukan pedoman resusitasi dan perlu juga dinilai setelah 5
menit bayi lahir karena hal ini mempunyai koralasi yang erat dengan morbiditas dan
mertilitas neonatal.
Menurut Kamarullah (2005), patofisiologi asfiksia adalah Pernapasan spontan bayi
baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil dan persalinan. Proses
kelahiran sendiri akan menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara. Proses
ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya
usaha pernafasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan
yang teratur. Pada penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi
selanjutnya dalam periode apnue. Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi
denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi
nampak lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan
dan tidak menunjukkan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama
gangguan pertukaran gas atau transport O (menururunnya tekanan O darah)
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut
maka akan terjadi perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler
dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, kerusakan sel-sel otak ini dapat
menimbulkan kematian atau gejala (squele).
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang menurut Wiknjosastro
(2005) adalah sebagai berikut :
2

a. Tindakan umum
1) Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu
tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan
oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan
:
a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
c) Bungkus bayi dengan kain kering.

2) Pembersihan jalan nafas


Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala
bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki
bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini
berfungsi memperbaiki ventilasi.
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
a) Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O secara langsung dan
berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal dan O dimasukkan dengan
tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru berlebihan
sehingga dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan
meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa.
b) Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
2

c) Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada


secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan, yaitu
setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian nafas. Hal ini bertujuan untuk
menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks jika tindakan
ini dilakukan bersamaan.
d) Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc secara
intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB secara
intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung.
2) Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)
Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan :

a) Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR 1 menit.


b) Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung,
O dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan kepala dalam
dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut
disertai dengan menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 x/
menit.
c) Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut bayi
dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan,
sebelum mulut penolong diisi O sebelum peniupan, peniupan dilakukan secara
teratur dengan frekuensi 20-30 x/menit.
c. Tindakan lain dalam resusitasi
2

1) Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi
prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang mendapatkan
anastesia dalam persalinan.
2) Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh
penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama proses
persalinan
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia,
antara lain
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
Caranya:
1.

Bayi dibungkus dengan kain hangat

2.

Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut

3.

Bersihkan badan dan tali pusat.

4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
b.

Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)

Caranya :
1.

Bersihkan jalan napas.

2.

Berikan oksigen 2 liter per menit.

3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada


reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena
umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat.
c.

Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)

1.

Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.

2.

Berikan oksigen 4-5 liter per menit.

3.

Bila tidak berhasil lakukan ETT.

4.

Bersihkan jalan napas melalui ETT.

5. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, P. 2002. Praktisi Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka
Sarwono, P. 1992. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Mochtar, R. 1998. Sinopsis obstetric. Jakarta : EGC
Mochtar, R. 1998. Obstetric Fisiologis. Jakarta : EGC
Mochtar, R. 1998. Obstetric Patologi. Jakarta : EGC
Dep. Kes. RI. 2005. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta
Dep. Kes. RI. 2007. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika
Hidayat, A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.

Ladewig, P. 2006. Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta:
EGC.
Meadow, R. dan Newell, S. 2005. Lectrure Notes Pediatrika. Jakarta: Erlangga.
Nelson, J. 1994. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. ECG. Jakarta.
Saifuddin, A. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP.
Saifuddin, A. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP.
Short, JR, Alih bahasa Eric Gultom. 1994. Iktisar Penyakit Anak. Binarupa Aksara.
Jakarta.
Sujono, A. 1998. Penatalaksanaan Neonatus Resti. EGC. Jakarta.
Surasmi, A. dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC
Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC
Wong, D. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

http://sudiarie.wordpress.com/2011/03/02/asfiksia/

Anda mungkin juga menyukai