LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Ergonomi
Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo
yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum, dengan demikian ergonomi
dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan (Bridger, 1995).
Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan
informasi mengenai sifat manusia, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk
merancang sistem kerja yang baik agar tujuan dapat dicapai dengan efektif, aman dan
nyaman (Sutalaksana, 1979 Dikutip Alfata dkk., 2012).
Perkembangan selanjutnya, ergonomi dikelompokkan atas empat bidang
penyelidikan yaitu penyelidikan tentang tampilan (display), penyelidikan tentang
kekuatan fisik manusia, penyelidikan tentang ukuran tempat kerja dan penyelidikan
tentang lingkungan kerja. Berkenaan dengan bidang-bidang penyelidikan yang
tersebut maka terlihat sejumlah disiplin dalam ergonomi yaitu anatomi dan fisiologi,
antropometri, fisiologi psikologi, dan psikologi eksperimen (Sutalaksana, 1979).
2.2
utamanya adalah untuk menjamin kesehatan kerja, sehingga produktivitas kerja dapat
ditingkatkan. Dalam evaluasi kapasitas kerja, perhatian terutama perlu diberikan
kepada kegiatan fisik, yaitu intensitas, tempo, jam kerja, dan waktu istirahat,
pengaruh keadaan lingkungan termasuk kelembaban, suhu, gerakan udara,
kebisingan, penerangan, warna, debu dan lain-lain, data biologis seperti modifikasi
makanan dan minuman, pemulihan sesudah tidur dan istirahat, perubahan kapasitas
kerja oleh karena usia dan kekhususan pekerjaan misalnya getaran mekanis, kerja
malam, dan kerja bergilir (Sumamur, 1981).
2.3
sangat tergantung pada kegiatan tangannya. Peralatan-peralatan, perlengkapanperlengkapan dan rumah-rumah sederhana dibuat hanya sekedar untuk mengurangi
ganasnya alam pada saat itu. Perjalanan waktu walaupun perlahan telah mengubah
manusia dari keadaan primitif menjadi manusia berbudaya. Kejadian ini antara lain
terlihat pada perubahan rancangan peralatan-peralatan yang dipakai yaitu mulai dari
batu yang tidak berbentuk menjadi batu yang mulai berbentuk dengan meruncingkan
beberapa bagian dari batu tersebut (Sutalaksana, 1979).
Banyak lagi perbuatan-perbuatan manusia yang serupa dengan itu dari abad ke
abad. Namun, hal tersebut berlangsung apa adanya. Tidak teratur dan tidak terarah,
bahkan kadang-kadang secara kebetulan. Baru di abad ke-20 ini orang mulai
mensistemasikan
cara-cara
perbaikan
tersebut
dan
secara
khusus
II-2
II-3
memperbaiki
tingkat
kepuasan
pengguna
(user
satisfaction),
dan
Gambar 2.1. Pendekatan Ergonomi dalam Perancangan Produk atau Fasilitas Kerja
(Sumber : Wignjosoebroto, 2005)
II-4
2.5
daya manusia (man-made object) yang dapat dilihat, didengar, dirasakan serta
diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan fungsional tertentu yang dihasilkan melalui
sebuah proses panjang. Produk ini bisa berupa benda fisik maupun non-fisik (jasa),
bisa dalam bentuk yang kompleks seperti mesin maupun fasilitas kerja yang lain, dan
bisa pula merupakan barang-barang konsumtif sederhana untuk keperluan sehari-hari
(Wignjosoebroto, 2006).
Untuk bisa menghasilkan produk khususnya produk industri yang memiliki
nilai komersial tinggi, maka diperlukan serangkaian kegiatan berupa perencanaan,
perancangan dan pengembangan produk yaitu mulai dari tahap menggali ide atau
gagasan tentang fungsi-fungsi yang dibutuhkan dilanjutkan dengan tahapan
pengembangan konsep, perancangan sistem dan detail, pembuatan prototipe, evaluasi
dan pengujian (baik uji kelayakan teknis maupun kelayakan komersial) dan berakhir
dengan tahap pendistribusian (Wignjosoebroto, 2006).
Didalam proses perancangan maupun pengembangannya, pengertian tentang
produk tidaklah bisa dipandang hanya dari karakteristik fisik, attributes ataupun
ingredients semata (yang akan menghasilkan fungsi kerja produk) melainkan harus
juga dilihat, dipikirkan dan dirancang-kembangkan komponen-komponen yang
lainnya berupa packagings dan support services component yang akan membentuk
sebuah rancangan produk yang lengkap dan terintegrasi. Sebuah produk yang
dirancang untuk memberikan aspek teknis-fungsional yang memiliki nilai tambah
tinggi, bisa jadi akan kedodoran pada saat sampai ke tahap komersialisasi karena
tidak dikemas (packaging) secara baik dan dipikirkan langkah-langkah purna jual-nya
(Wignjosoebroto, 2006).
Perancangan produk pada dasarnya merupakan sebuah langkah strategis untuk
bisa menghasilkan produk-produk industri yang secara komersial harus mampu
dicapai guna menghasilkan laju pengembalian modal (rate of investment). Hal ini
perlu disadari benar, karena permasalahan yang dihadapi oleh industri bukan sekedar
mengembangkan ide, kreativitas maupun inovasi produk tetapi juga harus mampu
II-5
menjaga aliran uang (cash flow) dari apa-apa yang dihasilkan melalui proses nilai
tambah dalam aktivitas produksinya (Wignjosoebroto, 2006).
Ukuran sukses sebuah rancangan produk tidak hanya dilihat dari aspek teknis
semata, melainkan juga harus memenuhi kriteria sukses dalam hal nilai tambah
ekonomis-nya.Analisa dan evaluasi yang didasarkan pada metode pendekatan teknoekonomis tentu saja sangat diperlukan untuk memberikan semacam jaminan agar
sebuah rancangan produk mampu memenuhi harapan konsumen dan sekaligus juga
produsen (Wignjosoebroto, 2006).
Analisa dan evaluasi teknis diarahkan terutama dalam hal meningkatkan derajat
kualitas dan reliabilitas performans dari produk guna menghasilkan fungsi-fungsi
(spesifikasi teknis) yang diharapkan, sedangkan analisa dan evaluasi ekonomis
melalui langkah value analisis atau engineering, sebagai missal akan menghasilkan
langkah-langkah efisiensi biaya (costs reduction program) guna menghasilkan produk
yang bernilai komersial dan berdayasaing kuat (Wignjosoebroto, 2006).
Aktivitas perancangan produk secara umum (generic) akan diawali dengan
tahapan identifikasi dan formulasi (mission statement) tentang segala potensi
teknologi, baik berupa teknologi produk maupun teknologi proses, yang dimiliki serta
target pasar yang ingin dipuaskan (Wignjosoebroto, 2006).
Selanjutnya diperlukan penyusunan sebuah konsep produk, bisa berupa produk
baru maupun produk lama yang akan dimodifikasikan menjadi sebuah produk baru
yang mencoba mewujudkan ide ataupun gagasan yang masih bersifat abstraktif
menjadi sebuah rancangan (system & detail design) yang mampu memberikan
gambaran lebih jelas mengenai bentuk maupun penampilan yang diinginkan untuk
memenuhi kebutuhan pasar (demand pull) atau dilatar-belakangi oleh dorongan
inovasi teknologi (market push). Dalam hal ini ada dua macam (sifat) rancangan yang
harus dikerjakan secara terintegrasi didalam, yaitu berupa rancangan teknik atau
rekayasa (engineering design) dan rancangan industrial (industrial design).
Rancangan teknik atau rekayasa (engineering design) dari sebuah produk akan terkait
dengan semua analisis dan evaluasi yang terutama menyangkut teknologi produk
II-6
Antropometri
Antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik fisik manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data
tersebut untuk penanganan masalah desain (Wignjosoebroto, 2006).
Data antropometri yang telah diperoleh dapat diaplikasikan sebagai
perancangan, antara lain (Wignjosoebroto, 2006):
1.
2.
3.
4.
sejenisnya.
Perancangan lingkungan fisik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan
menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk
II-7
Dalam
kaitan
ini
maka
perancangan
produk
harus
mampu
2.
II-8
3.
4.
2.7
tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu
rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk
nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya,
maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil didalam aplikasi data antropometri
tersebut
harus
ditetapkan
terlebih
dahulu
seperti
diuraikan
berikut
ini
(Wignjosoebroto, 2006) :
1.
2.
II-9
produk
ataupun
fasilitas
kerja,
maka
ada
beberapa
tentukan
populasi
terbesar
yang
harus
diantisipasi,
II-10
yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (glowes), dan
lain-lain.
Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri untuk bisa
diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja maka pada
gambar dibawah ini akan memberikan informasi tentang berbagai macam anggota
tubuh yang perlu diukur pada gambar di bawah ini:
1.
Keterangan :
Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala )
2.
3.
4.
5.
Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam
gambar tidak ditunjukkan ).
6.
Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat sampai
dengan kepala).
7.
II-11
8.
9.
II-12
Tinggi badan
Tinggi bahu
Tinggi pinggul
Tinggi siku
Depa
Panjang lengan
II-13
II-14
Antropometri Kepala
II-15
4.
Antropometri tangan
Pada antropometri tangan beberapa bagian yang perlu diukur adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
5.
Antropometri kaki
Pada antropometri kaki beberapa bagian yang perlu diukur adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
II-16
Manusia yang disesuaikan alat, tetapi alat yang harus disesuaikan manusia.
Agar dapat mendesain produk sesuai edengan ukuran manusia, maka dalam
mendesain produk harus disesuaikan dengan ukuran terbesar (95
th
persentil) dan
sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Ukuran tubuh yang diperlukan
pada hakikatnya tidak sulit diperoleh dari pengukuran secara individual, seperti
halnya yang dijumpai untuk produk-produk yang dibuat berdasarkan pesanan (job
order). Situasi menjadi berubah manakala lebih banyak lagi produk standar yang
harus dibuat untuk dioperasikan oleh banyak orang. Permasalahan yang timbul disini
adalah ukuran siapakah yang nantinya akan dipilih sebagai acuan untuk mewakili
populasi yang ada? Mengingat ukuran individu akan bervariasi satu dengan populasi
yang menjadi target sasaran produk tersebut (Wignjosoebroto, 2006).
Persoalan yang akan muncul dalam penetapan data antropometri akan terletak
pada kemampuan kita dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut
(Wignjosoebroto, 2006):
1.
Seberapa besar sampel pengukuran yang kita ambil untuk menetapkan data
antropometri tersebut?
2.
3.
Apakah sudah tersedia data antropometri untuk populasi tertentu yang nantinya
akan menjadi target pemakai?
4.
lebih mudah diatasi bilamana kita mampu merancang produk yang memiliki
fleksibility dan sifat mampu suai (adjustable) dengan suatu rentang ukuran tertentu
(Wignjosoebroto, 2006).
II-18
hal-hal yang dipikirkan oleh manusia yang akan menggunakan rancangan produk
tersebut (Wignjosoebroto, 2006).
Selanjutnya
studi
tentang
ergonomi
(human factors)
akan
mencoba
II-19
yang mampu mengakomodasikan 95% dari populasi yang ada, maka disini diambil
rentang 2,5-th dan 97,5-th persentil sebagai batas-batasnya (Wignjosoebroto, 2006).
Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan
data antropometri dapat dijelaskan dalam tabel 2.1 Seperti berikut ini:
Tabel 2.1 Macam persentil dan cara perhitungan dalam distribusi normal
Persentil
Perhitungan
1-St
X2.325
:
2,5-th
X1.96
5-th
X1.645
10-th
X1.28
50-th
90-th
X + 1.28
95-th
X + 1.645
97,5-th
X + 1.96
99-th
X + 2.325
(Sumber
Kristanto, 2011)
II-20
= standar deviasi
x bar = rata-rata (mean)
n = jumlah data
Ada dua batas kontrol, yakni :
a. Batas Kontrol Atas (BKA) atau UpperControl Limit (UCL)
b. Batas Kontrol Bawah (BKB) atau Lower Control Limit (LCL).
Dalam hal ini, harga K (tingkat kepercayaan) berkisar antara untuk tingkat
kepercayaan 99 %, harga K = 3
Batas Kontrol Atas (BKA) = X + 3(SD)
Batas Kontrol Bawah (BKB) = X - 3(SD)
2.13 Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data-data yang
telah dikumpulkan (setelah dikurangi data ekstrem) telah mencukupi untuk digunakan
kemudian. Jika ternyata data tidak mencukupi maka harus dilakukan pengumpulan
data dan uji keseragaman data kembali sampai data yang dikumpulkan mencukupi
(Rusdianto, 2011). Uji kecukupan data bertujuan untuk mengetahui apakah data hasil
pengukuran dengan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian tertentu jumlahnya
telah memenuhi atau tidak. Untuk menetapkan berapa jumlah observasi yang
seharusnya dibuat (N1), maka terlebih dahulu harus ditetapkan tingkat kepercayaan
(convidence level) dan derajat ketelitian (degree of accuracy) untuk pengukuran
rancangan (Rusdianto, 2011).
(2.2)
II-21
Dimana:
N = Jumlah data yang didapat
X = Data yang didapat dari pengamatan.
N1 = Jumlah pengamatan yang diperlukan
k = harga indeks confidence (tingkat kepercayaan)
s = tingkat ketelitian
2.14 Uji Kenormalan Data
Uji kenormalan data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data-data yang
telah dikumpulkan terdistribusi normal. Uji kenormalan data perlu dilakukan karena
data yang dikumpulkan merupakan data sampel dan syarat untuk menggunakan data
tersebut pada perhitungan waktu baku adalah data harus terdistribusi normal. Jika
ternyata data tidak terdistribusi normal maka langkah-langkah di atas harus diulang
kembali sampai didapatkan data yang terdistribusi normal (Irianto, 200).
Uji kenormalan pada data-data dimensi tubuh dilakukan dengan menggunakan
software SPSS. Disini digunakan uji hipotesa sebagai berikut (Sincich, 2010):
Ho : Data terdistribusi normal
H1 : Data tidak terdistribusi normal
2.15 Standar Deviasi
Perbandingan penyebaran atau penyimpangan data dari dua kelompok atau
lebih. Menghitung standar deviasi (s) dapat menggunakan rumus di bawah ini
(Rusdianto, 2011).
= jumlah data
II-22
= Standar deviasi
xi
= data ke-i
Bagian panas dari seterika pada awalnya dibuat dari besi sehingga ada masalah
dengan kebersihannya akibat karat pada besi. Hasil perbaikannya, pada saat ini,
bagian pemanasnya dibuat dari alumunium atau stainless steel. Panas dari seterika
modern dikendalikan dengan termostat yang fungsinya untuk mengendalikan suhu
relatif konstan sesuai dengan kebutuhan, jenis kain dan tingkat kehalusan hasil
setrikaan (DIKMENJUR, 2013).
II-23