Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh 2. Hal ini
muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan
yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark
miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak
terkontrol (syok sepsis), tonus vasomotor yang tak adekuat (syok neurogenik) atau
akibat respon imun (syok anafilaktik)1,2.
Syok (renjatan) adalah kumpulan gejala-gejala yang diakibatkan oleh
karena gangguan perfusi jaringan yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat
mencukupi kebutuhannya.
Syok juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mengancam jiwa
yang diakibatkan karena tubuh tidak mendapatkan suplai darah yang adekuat yang
mengakibatkan kerusakan pada multiorgan jika tidak ditangani segera dan dapat
memburuk dengan cepat1.
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi syok dibagi menjadi 5 yaitu: syok hipovolemik, syok kardiogenik,
syok septik, syok neurogenik dan syok anafilaktik2,3.
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari
volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat
perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah3.
Beberapa penyebab syok hipovolemik4 :
Perdarahan

Hematom subkapsular hati

Aneurisma aorta pecah


2

Perdarahan gastrointestinal

Perlukaan berganda

Kehilangan plasma

Luka bakar luas

Pankreatitis

Deskuamasi kulit

Kehilangan cairan ekstraselular

Muntah (vomitus)

Dehidrasi

Diare

Terapi diuretik yang sangat agresif

Diabetes insipidus

Insufisiensi adrenalin

Penatalaksanaan Syok Hipovolemik4,5


Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik4:

memulihkan volume intravaskular untuk membalik urutan peristiwa


sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat

meredistribusi volume cairan

memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat


mungkin.
Jika pasien sedang mengalami hemoragik, upaya dilakukan untuk

menghentikan perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada tempat


perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan
perdarahan internal. Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum besar
3

dipasang untuk membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya
memungkinkan pemberian secara simultan terapi cairan dan komponen darah
jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida 0,9 %, Koloid
(albumin dan dekstran 6 %)4,5.
Klasifikasi perdarahan5

Grade 1: kehilangan darah 10-15%


Masih bsa ditoleransi
Tekanan darah tidak berubah

Grade 2: kehilangan 20-30% volume darah


Takikardi ringan
Tekanan nadi berkurang
Pengisian kapiler melambat
Takipnu
Ansietas

Grade 3: kehilangan 30-40% volume darah


Hipotensi
Takikardi
Confusion
Pucat
Oliguria

Grade 4: kehilangan >40% volume darah

Hemodinamik tidak stabil


Kardiovaskular kolaps yang tidak bias diatasi segera
2. Syok Kardiogenik
Syok Kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan
curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel
kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri
cukup baik6.
Etiologi Syok Kardiogenik
Etiologi syok kardiogenik antara lain6:
1.

Gangguan kontraktilitas miokardium.

2.

Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru

dan/atau hipoperfusi iskemik.


3.

Infark miokard akut (AMI),

4.

Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur

septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/


mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark yang lebih kecil.
5.

Valvular stenosis.

6.

Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).

7.

Cardiomyopathy (myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak

diketahui penyebabnya).
Tanda Penting Syok Kardiogenik6 :
1.

Tekanan darah turun < 80-90 mmHg.

2.

Takipneu dan dalam

3.

Takikardi

4.

Nadi cepat, kecuali ada blok A-V

5.

Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru

6.

Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar


5

7.

Sianosis

8.

Diaforesis (mandi keringat)

9.

Ekstremitas dingin

10. Perubahan mental


11. Oliguri (urin <20mL/jam)
Penatalaksanaan Syok Kardiogenik
Penatalaksanaan syok kardiogenik antara lain6:
1.

Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan

intubasi.
2.

Berikan oksigen 8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk

mempertahankan PO2 70 - 120 mmHg


3.

Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus

diatasi dengan pemberian morfin.


4.

Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang

terjadi.
5.

Bila mungkin pasang CVP.

6.

Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

Medikamentosa6 :
1.

Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.

2.

Anti ansietas, bila cemas.

3.

Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.

4.

Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung


tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.

5.

Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon


IV.

7.

Norepinefrin 2-20 mikrogram/kgBB

8.

Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.

3. Syok Septik

Syok Septik didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang


mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan yang disebabkan
oleh adanya sistemic inflamatory respons terhadap infeksi. Mikroorganisme
penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif7.
Gejala Khas Sepsis
Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah ini7:

Suhu badan <36 C atau > 38 C

Heart Rate >90x/menit

Respiraasi >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

Penatalaksanaan syok septik


Pengobatan

terbaru

syok

septic

mencakup

mengidentifikasi

dan

mengeliminasi penyebab infeksi. Pengumpulan specimen urin, darah, sputum dan


drainase luka dilakukan dengan teknik aseptic. Antibioktik spectrum luas
diberikan sebelum menerima laporan sensitifitas dan kultur untuk meningkatkan
ketahanan hidup pasien. Preparat sefalosporin ditambah amino glikosida
diresepkan pada awalnya. Kombinasi ini akan memberikan cangkupan antibiotik
sebagaian organisme gram negatif dan beberapa gram positif7,8.
Setiap rute infeksi yang potensial harus di singkirkan seperti: jalur
intravena dan kateter urin. Setiap abses harus di alirkan dan area nekrotik
dilakukan debidemen. Dukungan nutrisi sangat diperlukan dalam semua
klasifikasi syok. Oleh karena itu suplemen nutrisi menjadi penting dalam
penatalaksanaan syok septic. Suplemen tinggi protein harus diberikan 4 hari dari
awitan syok. Pemberian makan entral lebih dipilih daripada parenteral kecuali
terjadi penurunan perfusi kesaluran gastrointestinal7,8.
4. Syok Neurogenik
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
7

hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga


terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung
(capacitance vessels)9. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah
sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma
kepala, cidera spinal, atau anestesi umumyangdalam.
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena
reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang.
Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh
pingsan. Setelah pasien dibaringkan,umumnya keadaan berubah menjadi baik
kembali secara spontan. Trauma kepala yang terisolasi tidak akan
menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab
yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat
hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah
hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer9.
Etiologi Syok Neurogenik9
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat
pada fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Penatalaksanaan Syok Neurogenik9
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok
neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah
cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan
adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan
8

pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi
bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol,
kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan.
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian
vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler
dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk
mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut9.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki
(posisi Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya
dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress
respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube
dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi
distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat
menolong

menstabilkan

hemodinamik

dengan

menurunkan

penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.


3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus
dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral,
turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan
obat-obat vasoaktif ( adrenergik; agonis alfa yang kontra indikasi
bila ada perdarahan seperti rupture lien):

Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang
terjadi takikardi.

Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan
tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac
output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam
menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian
subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan
per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena
pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini
dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi
pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat
menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.

Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan
sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek
vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya
terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan
vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik

Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan
tekanan

darah

melalui

vasodilatasi

perifer.

Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok


neurogenik

harus

diterapi

sebagai

hipovolemia.

Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral


akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang
meragukan.
5. Syok Anafilaktik
10

Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinik dari


anafilaksis yang ditandai dengan adanya hipotensi yang nyata dah kolaps
sirkulasi darah10. Istilah syok anafilaktik menunjukkan derajat kegawatan,
tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan,
karena anafilaksis yang berat dapat terjadi tanpa adanya hipotensi, dimana
obstruksi saluran nafas merupakan gejala utamanya8,10.
Ciri khas yang pertama dari anafilaksis adalah gejala yang timbul
beberapa detik sampai beberapa menit setelah pasien terpajan oleh alergen
atau faktor pencetus nonalergen seperti zat kimia, obat atau kegiatan jasmani.
Ciri kedua yaitu anafilaksis merupakan reaksi sistemik, sehingga melibatkan
banyak organ yang gejalanya timbul serentak atau hampir serentak10.
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat
3 tipe dari reaksi anafilaktik yaitu8,10:

reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar
dengan alergen

reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah terpapar dengan


alergen

reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar dengan alergen.
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat,
tetapi kadang-kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan,
anafilaksis juga dibagi dalam derajat ringan, sedang, dan berat8,10.
1. Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi
hangat, rasa sesak dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi
kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin,
dan mata berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama
setelah pemajanan.
2. Derajat sedang dapat mencakup semua gejala-gejala ringan
ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan
dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan
11

gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan


reaksi ringan.
3. Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan
tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah
disebutkan

diatas

disertai

kemajuan

yang

pesat

kearah

bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa


diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan
kejang-kejang. Henti jantung dan koma jarang terjadi. Kematian
dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan
yang irreversible.
Penatalaksanaan Syok Anafilaktik
Tindakan
Bila terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan alergen baik
peroral maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting dilakukan
adalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen yang diduga
menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan penderita pada alas yang keras.
Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik
vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah10.
Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan circulation
dari tahapan resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan bantuan hidup
dasar8.

Airway, penilaian jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas
agar tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,
posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang
menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan triple airway manuver
yaitu ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong

12

dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau


trakeotomi.

Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak


ada tanda-tanda bernapas spontan, baik melalui mulut ke mulut atau
mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring,
dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.
Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain
ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan
oksigen 5-10 liter /menit.

Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

Obat-obatan
Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama untuk
mengobati syok anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan tekanan
darah, menyempitkan pembuluh darah, melebarkan bronkus, dan meningkatkan
aktivitas otot jantung8.
Adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamin dan mediator
lain yang poten. Mekanisme kerja adrenalin adalah meningkatkan cAMP dalam
sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta pelepasan
histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai kemampuan
memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer dan otot
polos bronkus. Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi
pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga
menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek8,11.
Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha, ataupun
sekitar lesi pada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada
penatalaksanaan syok anafilaktik. Adrenalin memiliki onset yang cepat setelah
pemberian

intramuskuler.

Pada

pasien

dalam

keadaan

syok,

absorbsi
13

intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian subkutan. Berikan
0,5 ml larutan 1 :1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk
anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan
darah dan nadi menunjukkan perbaikan11.
Pengobatan tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obatobat yang sering dimanfaatkan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan
bronkodilator. Pemberian antihistamin berguna untuk menghambat proses
vasodilatasi dan peningkatan peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan
oleh pelepasan mediator dengan cara menghambat pada tempat reseptor-mediator
tetapi bukan bukan merupakan obat pengganti adrenalin. Tergantung beratnya
penyakit, antihistamin dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan
anafilaksis berat antihistamin dapat diberikan intravena. Untuk AH2 seperti
simetidin (300 mg) atau ranitidin (150 mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl
0,9% dan diberikan dalam waktu 5 menit. Bila penderita mendapatkan terapi
teofilin pemakaian simetidin harus dihindari sebagai gantinya dipakai ranitidin.
Anti histamin yang juga dapat diberikan adalah dipenhidramin intravena 50 mg
secara pelan-pelan (5-10 menit), diulang tiap 6 jam selama 48 jam11.
Kortikosteroid

digunakan

untuk

menurunkan

respon

peradangan,

kortikosteroid tidak banyak membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan
hanya digunakan pada reaksi sedang hingga berat untuk memperpendek episode
anafilaksis atau mencegah anafilaksis berulang. Glukokortikoid intravena baru
diharapkan menjadi efektif setelah 4-6 jam pemberian. Metilprednisolon 125 mg
intravena dpt diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi pasien stabil (yang biasanya
tercapai setelah 12 jam), atau hidrokortison intravena 7-10 mg/Kg BB, dilanjutkan
dengan 5 mg/kgBB setiap 6 jam, atau deksametason 2-6 mg/kg BB11.
Apabila terjadi bronkospasme yang menetap diberikan aminofilin
intravena 4-7 mg/Kg BB selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6
mg/Kg BB/jam, atau aminofilin 5-6 mg/Kg BB yang diencerkan dalam 20 cc
dextrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit.
Pilihan yang lain adalah bronkodilator aerosol (terbutalin, salbutamol). Larutan
14

salbutamol atau agonis 2 yang lain sebanyak 0,25 cc-0,5 cc dalam 2-4 ml NaCl
0,99% diberikan melalui nebulisasi10,11.
Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat
diberikan vasopresor melalui cairan infus intravena. Larutan 1 ml epineprin
1:1000 dalam 250 ml dextrosa (konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1-4
mg/menit atau 15-60 mikrodrip/menit (dengan infus mikrodrip), bila diperlukan
dosis dapat dinaikan sampai dosis maksimum 10 mg/ml, atau aramin 2-5 mg
bolus IV pelan-pelan, atau levarterenol bitartrat 4-8 mg/liter dengan dekstrosa 5%
dengan kecepatan 2ml/menit, atau Dopamin 0,3-1,2 mg/Kg BB/jam secara infus
dengan dextrosa 5%8.
Terapi Cairan
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.
Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan
mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada
dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali
dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20-40% dari volume plasma. Sedangkan
bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan
perkiraan kehilangan volume plasma8.
Perlu diperhatikan bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa
melepaskan histamin. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid
merupakan

pilihan

pertama

dalam

melakukan

resusitasi

cairan

untuk

mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan


plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler8.
Observasi
15

Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok


anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan.
Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian harus
seoptimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita
harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang
dengan kaki lebih tinggi dari jantung. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan
cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diobservasi dulu selama selama 24 jam, 6
jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik. Hal-hal yang perlu
diobservasi adalah keluhan, klinis (keadaan umum, kesadaran, vital sign, dan
produksi urine), analisa gas darah, elektrokardiografi, dan komplikasi karena
edema laring, gagal nafas, syok dan cardiac arrest. Kerusakan otak permanen
karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedema menetap
sampai beberapa bulan, infark miokard, aborsi, dan gagal ginjal juga pernah
dilaporkan. Penderita yang telah mendapat adrenalin lebih dari 2-3 kali suntikan,
harus dirawat di rumah sakit11.

2.3 Patogenesis
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya
berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun
ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat sistem
yang terpisah namun saling berkaitan yaitu ; jantung, volume darah, resistensi
arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini kacau dan
faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya
tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi
sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan
vasokontriksi perifer meningkat1,11-2.
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu1,11-2 :
1.

Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan
seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk
16

menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran
darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.
Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah
arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas
otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk
memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi
karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi
glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.
2.

Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak
lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat
tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah
nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk,
dan akhirnya terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi
sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil
sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation)12.
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.
Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari
jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan
memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan
integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.
Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek
keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan
17

juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.


Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler
dan timbunan asam karbonat di jaringan12.
3.

Fase Irrevesibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak
dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas
syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah
yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok
neurogenik) yang meliputi1 :
1.

Sistem pernafasan : nafas cepat dan dangkal

2.

Sistem sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat
dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%.

3.

Sistem saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi


tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan tidak sadar.

4.

Sistem pencernaan : mual, muntah

5.

Sistem ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)

6.

Sistem kulit/otot : turgor menurun, mata cekung, mukosa lidah kering.

7.

Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut


jantung yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila
kulitnya diraba.

2.5

Derajat Syok
Syok dibagi dalam beberapa derajat yaitu1 :
1.

Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit,
lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama
dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap

18

(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya


sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
2.

Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal).
Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti
pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang
dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif
masih baik.

3.

Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok
beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok
lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri
dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung
(EKG abnormal, curah jantung menurun).

2.6 Pemeriksaan
Pemeriksaan syok meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang1,11.
1.

Anamnesis
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat

sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang
mengetahui kejadiannya, cari :

2.

a.

Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)

b.

Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)

c.

Riwayat infeksi (suhu tinggi)

d.

Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat).

Pemeriksaan fisik
a.

Kulit
Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara,
karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat
(kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok
19

hemoragi terminal). Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada
syok septik).
b.

Tekanan darah
Hipotensi dengan tekanan sistolik < 80 mmHg (lebih tinggi pada
penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau
meninggi pada awal syok septik)

c.

Status jantung
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba

d.

Status respirasi
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian
menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi
memburuk)

e.

Status Mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi
menurun, sopor sampai koma.

f.

Fungsi Ginjal
Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)

g.

Fungsi Metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik
dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis
respirasi akibat takipnea

h.

Sirkulasi
Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada
syok kardiogenik

i.

Keseimbangan Asam Basa


Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena
takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)

3.

Pemeriksaan Penunjang
a.

Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar


ureum, kreatinin, glukosa darah.
20

b.

Analisa gas darah

c.

EKG

2.7 Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan
untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh1. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan
nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal.
Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan
ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C
= circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik,
syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan
intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan
fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat,
yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus
dicari dan ditanggulangi1,12.
Penanganannya meliputi:
1. Umum
a. Memperbaiki sistem pernafasan :

Bebaskan jalan nafas

Terapi oksigen

Bantuan nafas

b. Memperbaiki sistim sirkulasi:

Pemberian cairan

Hentikan perdarahan yang terjadi


21

Monitor nadi, tekanan darah, perfusi perifer, produksi urin

2.8 Pencegahan
Aktivitas11:

Monitor status sirkulasi: BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR
dan ritme, nadi perifer dan kapiler refil.

Monitor tanda inadekuat oksegenasi jaringan.

Monitor ketakutan yang meningkatkan ansietas dan mengubah status


mental.

Monitor suhu dan pernapasan.

Pantau nilai labor: khususnya Hb, Ht, faktor pembekuan, ABG dan
elektrolit.

Monitor parameter hemodinamik invansif yang sesuai.

Catat adanya luka lebem, ptekie, dan keadaan membran mukosa.

Catat warna, jumlah dan frekuensi BAB, muntah dan drainase nasogastrik.

Lakukan tes uri untuk mengkaji darah, glukosa dan protein yang tepat.

Pantau nyeri dan lingkaran abdomen

Monitor tanda dan gejala asites.

Monitor kompensasi awal respon kehilangan cairan: peningkatan HR,


penurunan BP, hipotensi ortostatik, penurunan haluaran urin, penyempitan
tekanan nadi, penurunan kapiler refil, ketakutan, kulit dingin dan pucat,
daforesis.

22

Monitor tanda awal syok jantung: penurunan CO haluaran urin,


peningkatan SVR dan PCWP, wheezing paru, S3 & S4 bunyi jantung, dan
takikardi.

Monitor tanda awal syok septik: kulit panas,merah, kering, peningkatan


CO dan suhu, dan penurunan SVR dan PAP.

Monitor tanda awal reaksi alergi: whezing, serak, dada sesak, dipsnea,
keagatalan, bintik bintik merah dan angioedema, gangguan GI, ansietas
dan gelisah.

Monitor sumber yang mungkin untuk kehilangan cairan: chest tube, luka
dan drainase nasogastrik; diare, muntah dan peningkatan lingkar abdomen
dan ekstremitas.

Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkatan


preload, dengan tepat.

Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas.

Berikan agen antiaritmik, yang sesuai.

Berikan cairan pengganti IV sambil memonitor tekana cardiac loading,CO


dan haluaran urin, yang sesuai.

Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat.

Berikan PRC dan atau plasma yang sesuai.

Berikan diuretik yang tepat.

Berikan vasodilator yang tepat.

Beri inisiatif awal untuk agen mikroba dan monitor keefektifannya dengan
tepat.
23

Masukan dan pelihara pembuluh yang lebar pada IV.

Berikan oksigen dan atau ventilasi mekanik dengan tepat.

Berikan agen anti inflamasi dan atau bronkodilator.

Berikan epinefrin SC, IV, dan endotrakeal yang tepat.

Ajarkan pasien tentang alergen dan bagaiman untuk menggunakan


peralatan anafilaksis dengan tepat.

Anjurkan pasien dengan reaksi alergi untuk mengikuti terapi penurunan


sensitifitas.

Ajarkan pasien dan keluarga tentang faktor yang dapat menimbulkan syok.

Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda / gejala datangnya syok.

Ajarkan pasien dan keluarga tertang langkah untuk mengatasi gejala syok

2.9 Prognosis
Syok yang tidak diobati segera biasanya akan berakibat fatal. Jika diobati,
hasilnya tergantung kepada penyebabnya, jarak antara timbulnya syok sampai
dilakukannya pengobatan serta jenis pengobatan yang diberikan. Kemungkinan
terjadinya kematian pada syok karena serangan jantung atau syok septik pada
penderita usia lanjut sangat tinggi11,12.

24

Anda mungkin juga menyukai