Anda di halaman 1dari 7

Hadis Lain

Bunyi nasnya: "Aku tinggalkan dua perkara padamu yang jika kamu
berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan tersesat, yaitu
Kitab Allah dan sunah Nabi-Nya."
Hadis ini lebih lemah lagi untuk bisa didiskusikan. Adapun hal-hal yang dapat kita
katakan mengenai hadis ini, di samping hal-hal yang telah disebutkan pada hadis
sebelumnya ialah,
1.

Hadis ini tidak diriwayatkan oleh para penulis kitab sahih yang enam
dikalangan Ahlus Sunnah, dan ini sudah cukup untuk mendhaifkannya.
Bagaimana bisa mereka berpegang kepada sebuah hadis yang sama sekali
tidak ada di dalam kitab-kitab sahih dan musnad mereka. Seseorang yang
memperhatikan bagaimana hadis ini diperlakukan dikalangan Ahlus Sunnah,
sepertinya dia akan merasa yakin bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh
kitab-kitab sahih, terutama sahih Bukhari dan sahih Muslim; padahal
kenyataannya hadis ini sama sekali tidak terdapat di dalam kitab-kitab sahih
dan musnad.

2.

Sesungguhnya sumber-sumber pertama yang menyebutkan hadis ini ialah


kitab al-Muwaththa Imam Malik, Sirah Ibnu Hisyam dan ash-Shawa'iq Ibnu
Hajar, dan saya tidak menemukan kitab lain yang meriwayatkan hadis ini.
Kitab-kitab ini telah menukil kedua hadis ini secara bersama-sama, kecuali
kitab al-Muwaththa.

3.

Riwayat hadis ini mursal di dalam kitab ash-Shawa'iq, dan terpotong sanadnya
di dalam Sirah Ibnu Hisyam. [25] Ibnu Hisyam mengaku bahwa dia mengambil
hadis ini dari Sirah Ibnu Ishaq, dan saya telah mencarinya di dalam Sirah Ibnu
Ishaq namun saya tidak menemukannya di dalam semua cetakannya. Lantas,
dari mana sebenarnya Ibnu Hisyam mengambil hadis ini....?!

4.

Adapun riwayat Malik terhadap hadis ini adalah khabar marfu' yang tidak ada
sanadnya. Perawi al-Muwaththa berkata, "Telah berkata Malik kepada saya
bahwa telah sampai berita kepadanya sesungguhnya Rasulullah saw telah
bersabda ... (al-hadis)." [26]
Sebagaimana Anda lihat, hadis ini tidak bersanad, maka oleh karena itu tidak
boleh bersandar kepadanya. Mengapa hanya Malik yang meriwayatkan hadis
ini sementara gurunya Abu Hanifah atau muridnya Syafi'i dan Ahmad bin
Hanbal tidak meriwayatkannya. Jika hadis ini sahih maka kenapa para Imam
mazhab dan para Imam hadis berpaling darinya.

5.

Al-Hakim mengeluarkan hadis ini di dalam mustadrak-nya [27] dengan dua jalur.
Pada jalur pertama terdapat Zaid ad-Dailasi, dari Doimah, dari Ibnu Abbas.
Kita tidak mungkin dapat menerima hadis ini karena pada sanadnya terdapat
Ikrimah si pendusta.[28] Dia termasuk seorang musuh Ahlul Bait as, dan
termasuk orang yang memerangi dan mengkafirkan Ali as. Adapun pada jalur
yang kedua terdapat Shalih bin Musa ath-Thalhi, dari Abdul Aziz bin Rafi', dari
Ibnu Shalih, dari Abu Hurairah. Hadis ini pun tidak mungkin dapat diterima,
karena menurut riwayat Abu Said al-Khudri hadis ini dikatakan oleh Rasulullah
20

saw pada saat beliau terbaring hendak wafat, sementara pada waktu itu Abu
Hurairah sedang berada di Bahrain karena diutus bersama 'Ala al-Hadhrami
satu tahun setengah sebelum Rasulullah saw wafat. Lantas kapan Abu
Hurairah mendengar Rasulullah saw yang sedang terbaring hendak wafat
mengatakan hadis ini?!
6.

Sunan al-Kubra Baihaqi menukil hadis ini pada juz 10, halaman 4, terbitan Dar
al-Ma'rifah Bcirut - Lebanon. Dia menukil hadis "Aku tinggalkan padamu Kitab
Allah dan 'ltrah Ahlul Baitku", dan kemudian menukil dua hadis mustadrak
dengan nas.

7.

Kitab al-Faqih al-Mutafaqqih, karya Khatib al-Baghdadi, jilid 1, halaman 94,


mensahihkan hadis ini; dan kemudian Syeikh al- Anshari, anggota lembaga
fatwa Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah Beirut - Lebanon memberikan komentar
tentangnya. Dia menukli dua hadis: Yang pertama hadis mustadrak (dari Abi
Shalih, dari Abu Hurairah). Adapun hadis baru yang dia nukilkan ialah, Saif bin
Umar telah meriwayatkan kepadaku, dari Ibnu Ishaq al-Asadi, dari Shabah bin
Muhammad, dari Abu Hazm, dari Abi Sa'id al-Khudri .... al-hadis. Sanad ini
tidak mungkin dapat diterima berdasarkan kesaksian para ulama ilmu al-Jarh
wa at-Ta'dil, dikarenakan adanya Saif bin Umar, yang telah disepakati
kedustaan dan kebohongannya. Saya akan ketengahkan kepada Anda
pandangan para ulama tentang dia.

8.

Kitab al-Ilma' ila Ma'rifah Ushul ar-Riwayah wu Taqyid as-Sima', karya Qadhi
'lyadh yang hidup pada tahun 479 - 544 Hijrah, hasil tahkik Sayyid Ahmad
Shaqir, cetakan pertama, penerbit Dar ar- Ra's an-Nashirah Maktabah
al-'Atiqah Tunis, halaman 9, menukil nas hadis ini dari kitab al-Faqih alMutafaqqih, yang pada sanadnya terdapat Saif bin Umar.

Selain dari yang kami telah sebutkan di atas tidak ada satu buku pun lainnya yang
menukil hadis "Kitab Allah dan sunahku". Dengan demikian, hadis ini tidak
ditetapkan kecuali oleh tiga jalur, yaitu dari Ibnu Abbas, Abu Said al-Khudri dan
Abu Hurairah. Ketiga jalur ini, bersama dengan kedhaifannya, baru muncul pada
pertengahan abad kelima hijrah, yaitu setelah masa Hakim. Dan tidak satu pun
kitab yang lebih tua dari itu yang menyebutkan ketiga jalan ini. Ini yang pertama.
Yang kedua, ketiga sahabat tersebut, yaitu Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Abu
Sa'id al-Khudri telah meriwayatkan hadis "Kitab Allah dan 'ltrah Ahlul Baitku" pada
abad kedua hijrah, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Muslim. Mana di
antara keduanya yang akan kita terima.[29]

Dialog Dengan Muhaddis Dan Hafidz Kota Damaskus, Abdul Qadir alArnauthi
Selama saya tinggal di Syiria saya bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir alArnauthi, salah seorang ulama Syiria. Dia mempunyai ijazah di dalam ilmu hadis.
Pertemuan ini berlangsung dengan tanpa persiapan dari saya, melainkan terjadi
dengan kebetulan.
Saya mempunyai seorang teman dari Sudan yang bernama Adil. Saya
mengenalnya di kawasan Sayyidah Zainab as, dan Allah SWT telah menerangi
hatinya dengan cahaya Ahlul Bait as.
21

Teman saya ini memiliki sifat-sifat terpuji yang jarang ditemukan pada yang
lainnya. Dia seorang yang berakhlak, taat beragama dan warak. Keadaan telah
memaksanya untuk bekerja di sebuah ladang di kawasan yang ber-nama
"Adliyyah", kurang lebih berjarak sembilan kilometer sebelah selatan kawasan
Sayyidah Zainab as. Di sebelah ladang tempat dia bekerja terdapat ladang lain
milik seorang laki-laki tua yang dipanggil dengan sebutan Abu Sulaiman.
Ketika tetangga ini tahu bahwa orang Sudan yang bekerja di ladang sebelahnya
itu orang Syi'ah, dia datang dan berbicara kepadanya. Tetangga itu berkata,
"Wahai saudaraku, orang-orang Sudan itu orang Ahlus Sunnah yang baik, lantas
dari mana kamu menjadi Syi'ah?! Apakah di keluargamu ada orang yang
bermazhab Syi'ah?"
Adil menjawab, "Tidak, namun agama dan keyakinan tidak dibangun di atas dasar
taklid kepada masyarakat dan keluarga."
Tetangga itu berkata, "Sesungguhnya Syi'ah menipu dan membohongi
masyarakat."
Adil menjawab, "Saya tidak melihat yang demikian itu dari mereka."
Tetangga itu berkata lagi, "Benar, kami mengenal mereka dengan baik."
Adil berkata, "Wahai haji, apakah Anda percaya pada Bukhari dan Muslim dan
kitab-kitab sahih yang enam?"
Tetangga itu menjawab, "Tentu."
Adil berkata lagi, "Sesungguhnya Syi'ah berargumentasi atas berbagai keyakinan
yang mereka yakini dengan menggunakan sumber-sumber ini, apalagi sumbersumber mereka."
Tetangga itu berkata, "Mereka itu berdusta. Mereka mempunyai sahih Bukhari dan
Muslim yang telah diselewengkan."
Adil menjawab, "Mereka tidak mengharuskan saya dengan kitab tertentu,
melainkan mereka meminta saya untuk mencarinya di perpustakaan manapun di
dunia Arab."
Tetangga itu berkata, "Ini bohong, saya wajib mengembalikan Anda ke dalam
Ahlus Sunnah. Karena Rasulullah saw telah bersabda, "Jika Allah memberikan
petunjuk kepada seorang laki-laki dengan perantaraanmu, maka yang demikian itu
lebih baik bagimu dibandingkan seluruh dunia dan isinya."
Adil berkata, "Kita ini pencari kebenaran dan petunjuk, kita akan condong bersama
argumentasi ke mana pun argumentasi itu condong."
Tetangga itu berkata, "Saya akan mendatangkan kepadamu ulama terbesar di
kota Damaskus. Yaitu 'Allamah Abdul Qadir ar-Arnauti, seorang ulama terpandang
dan ahli hadis yang hafal Al-Qur'an. Orang-orang Syi'ah telah berusaha
membujuknya dengan uang berjuta-juta supaya dia bersama mereka, namun dia
menolaknya."

22

Teman saya Adil menyetujui rencana ini. Abu Sulaiman berkata kepadanya, "Janji
kita pada hari Senin, Anda dan orang-orang Sudan lainnya yang terpengaruh
pikiran Syi'ah silahkan datang." Adil datang kepada saya. Dia mengabarkan apa
yang telah terjadi, dan meminta saya untuk pergi bersamanya. Dengan sangat
senang saya menerima tawaran itu. Saya janji akan pergi bersamanya pada hari
Senin tanggal 8 Safar 1417 Hijrah, tepat jam 12 siang.
Hari itu adalah hari yang sangat panas. Kami berkumpul di tempat yang telah
dijanjikan, dan kemudian kami bertolak ke ladang bersama tiga orang Sudan
lainnya. Setelah kami sampai, teman kami Adil menyambut kami di ladang yang
hijau yang dipenuhi dengan berbagai pohon buah-buahan, seperti murbei, persik,
apel dan buah-buahan lainnya yang tidak terdapat di negara kami, Sudan.
Setelah itu kami pun tergesa-gesa menuju ladang tetangganya yang Ahlus
Sunnah itu. Tetangga itu menyambut kedatangan kami dengan kasar. Setelah
beristirahat sejenak di tempat yang dikelilingi sayur-sayuran itu, saya berdiri untuk
mengerjakan salat Zuhur. Pada saat saya mengerjakan salat Zuhur tibalah
rombongan yang membawa Syeikh ar-Arnauthi. Ruangan bangunan telah
dipenuhi oleh manusia sementara bagian luarnya telah dipenuhi oleh mobil.
Kebingungan melanda wajah teman-teman saya, dikarenakan kedudukan yang
sedemikian tingginya. Karena mereka tidak mengira urusan ini sedemikian
besarnya. Setelah masing-masing menempati tempatnya, saya memilih tempat di
sebelah Syeikh.
Setelah berlangsung acara perkenalan di antara semua, pemilik ladang berkata
kepada Syeikh, "Mereka ini adalah saudara-saudara kita dari Sudan. Mereka telah
terpengaruh Syi'ah di kawasaan Sayyidah Zainab. Di antara mereka ada seorang
Syi'ah yang bekerja di ladang sebelah kami."
Syeikh itu bertanya, "Mana yang Syi'ah itu?"
Mereka menjawab, "Pergi ke ladangnya, dan nanti akan kembali tidak lama lagi."
Syeikh berkata, "Kalau begitu kita tunda pembicaraan kita hingga dia kembali."
Salah seorang Sudan pergi mencarinya dan kemudian membawanya ke majlis.
Syeikh memanfaatkan kesempatan ini untuk membacakan banyak hadis yang dia
hafal di luar kepala. Adapun tema hadis-hadis yang dibacakannya itu ialah
berkenaan dengan keutamaan sebagian negeri atas sebagian negeri yang lain,
khususnya yang berkenaan dengan negeri Syiria dan kota Damaskus. Tema ini
telah memakan waktu sekitar setengah jam. Sebuah tema yang tidak ada
faidahnya. Saya sangat heran kenapa dia tidak memanfaatkan kesempatan ini,
padahal semua yang hadir telah menajamkan pikiran mereka untuk
mendengarkan hadis yang dapat mereka manfaatkan di dalam agama dan dunia
mereka.
Kemudian dia berkata, "Sesungguhnya agama Allah tidak diambil berdasarkan
nasab dan keturunan. Allah SWT telah menjadikan agamanya untuk semua
manusia, lalu dengan hak apa kita mengambil agama kita dari Ahlul Bait?!
Rasulullah saw telah memerintahkan kita untuk berpegang teguh kepada Kitab
Allah dan sunahnya. Hadis ini adalah hadis yang sahih yang tidak ada seorang
pun yang mampu mendhaifkannya, dan tidak ada jalan lain selain jalan ini."
Kemudian dia menepukkan tangannya ke punggung Adil sambil berkata
kepadanya, "Wahai anakku, jangan sampai perkataan Syi'ah dapat menipumu."

23

Saya memotong pembicaraannya dengan mengatakan, "Yang mulia Syeikh, kami


adalah pencari kebenaran, dan kini perkara telah bercampur sedemikian rupa
sehingga membingungkan kami. Oleh karena itu, kami datang kepada Anda
supaya dapat mengambil manfaat dari Anda manakala kami mengetahui Anda
seorang ulama besar, ahli hadis dan hafidz."
Syeikh itu menjawab, "Itu benar."
Saya berkata lagi, "Sudah merupakan sesuatu yang tidak diragukan lagi bahwa
kaum Muslimin telah terbagi ke dalam beberapa golongan dan mazhab, dan
masing-masing golongan mengklaim bahwa dirinyalah yang benar sementara
yang lainnya salah. Apa yang harus saya lakukan sementara saya diwajibkan oleh
agama Allah untuk mengetahui kebenaran di antara jalan-jalan yang saling
bertentangan itu?! Apakah Allah menghendaki kita berpecah-belah atau
menginginkan kita berada pada satu agama, yaitu kita menyembah Allah dengan
agama yang satu?! Jika ya, lantas jaminan apa yang telah ditinggalkan oleh Allah
dan Rasul-Nya untuk kita supaya umat terjaga dari kesesatan?
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa perselisihan pertama yang terjadi di antara
kaum Muslimin adalah perselisihan yang terjadi secara langsung setelah
Rasulullah saw wafat, padahal Rasulullah saw tidak mungkin meninggalkan
umatnya tanpa ada petunjuk."
Syeikh berkata, "Sesungguhnya jaminan yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah
saw untuk mencegah umat dari perselisihan ialah sabdanya yang berbunyi,
"Sesungguhnya aku tinggalkan sesuatu padamu yang jika kamu berpegang teguh
kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunah."
Saya berkata, "Beberapa saat yang lalu Anda menyebutkan terkadang ada
sebuah hadis yang tidak ada sumbernya, artinya tidak disebut di dalam kitab-kitab
hadis."
Syeikh menjawab, "Itu benar."
Saya katakan kepadanya, "Hadis ini tidak memiliki sumber di dalam kitab-kitab
sahih yang enam, lantas kenapa Anda menyebutkannya, sementara Anda seorang
muhaddis?"
Di sini, bangkitlah kemarahan Syeikh, lalu dia berteriak lantang, "Apa yang Anda
maksud, apakah Anda ingin mendhaifkan hadis ini."
Saya merasa heran kenapa Syeikh sedemikian marah padahal saya tidak
mengatakan apa-apa.
Saya berkata, "Sabar, sesungguhnya pertanyaan saya hanya satu, yaitu apakah
hadis ini terdapat di dalam kitab sahih yang enam?"
Syeikh itu menjawab, "Kitab sahih itu tidak hanya enam. Kitab hadis itu banyak
sekali. Hadis ini terdapat di dalam kitab al-Muwaththa Imam Malik."
Saya berkata dengan menghadap kepada para hadirin, "Baik, Syeikh telah
mengakui bahwa hadis ini tidak terdapat di dalam kitab-kitab sahih yang enam,
dan hanya terdapat di dalam kitab al-Muwaththa Imam Malik."
Dengan nada tinggi dia memotong pembicaraan saya dengan mengatakan, "Lalu,
apakah kitab al-Muwaththa bukan kitab hadis?"
Saya menjawab, "Kitab al-Muwaththa kitab hadis, namun hadis 'Kitab Allah dan
sunahku' adalah marfu' dengan tanpa sanad, padahal diketahui bahwa semua
hadis yang terdapat di dalam kitab al-Muwaththa bersanad."

24

Di sini Syeikh berteriak setelah hujjahnya patah. Dia mulai memukul saya dengan
tangannya dan menggerak-gerakkan tubuh saya ke kanan dan ke kiri sambil
berkata, "Anda ingin mendhaifkan hadis ini, padahal Anda ini siapa sehingga
hendak mendhaifkannya." Dia tidak dapat mengontrol emosinya sehingga tindak
tanduknya telah keluar dari batas-batas yang wajar. Seluruh orang yang hadir
merasa heran dengan gerak dan tingkah lakunya.
Saya berkata, "Ya Syeikh, di sini tempat diskusi dan dalil, dan cara ini tidak layak
untuk diikuti. Saya telah duduk dengan banyak ulama Syi'ah namun saya tidak
pernah melihat sama sekali cara yang seperti ini." Allah SWT berfirman,
'Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu.' Setelah itu, dia sedikit reda dari kemarahannya.
Saya berkata, "Ya Syeikh, saya bertanya kepada Anda apakah riwayat Malik
terhadap hadis "Kitab Allah dan sunahku" di dalam kitab al-Muwaththa itu dhaif
atau sahih?!"
Dengan penuh berat hati Syeikh menjawab, "Dhaif."
Saya berkata, "Jika demikian, kenapa Anda mengatakan hadis tersebut ada di
dalam kitab al-Muwaththa padahal Anda tahu hadis tersebut dhaif?"
Dengan nada tinggi Syeikh menjawab, "Sesungguhnya hadis tersebut mempunyai
jalan-jalan yang lain."
Saya berkata kepada para orang-orang yang hadir, "Syeikh telah melepaskan
riwayat al-Muwaththa, dan mengatakan bahwa hadis ini mempunyai jalan-jalan
yang lain, maka marilah kita mendengarkan jalan-jalan itu darinya."
Di sini Syeikh merasa malu, karena sebenarnya tidak ada jalan yang sahih yang
dimiliki hadis ini. Pada saat itu tiba-tiba salah seorang hadirin yang duduk
berbicara, lalu Syeikh menepuk saya dan berkata sambil menunjuk kepada orang
yang bicara, "Dengarkan dia." Saya tahu dia ingin lari dari pertanyaan sulit yang
saya lontarkan kepadanya. Saya merasakan itu darinya, namun saya tetap
bersikeras dan berkata, "Ya Syeikh, sebutkanlah kepada kami jalan-jalan lain yang
dimiliki hadis ini?"
Dengan nada putus asa Syeikh menjawab, "Saya tidak hapal, dan saya akan
menuliskannya untuk Anda."
Saya berkata, "Subhanallah! Anda hapal seluruh hadis-hadis ini, hadis-hadis
tentang keutamaan negeri-negeri, namun tidak hapal jalan hadis terpenting yang
merupakan pilar utama mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang menjaga umat
dari kesesatan, sebagaimana yang telah Anda katakan." Mendengar itu Syeikh
terdiam seribu bahasa.
Ketika para hadirin merasakan rasa malu Syeikh, salah seorang dari mereka
berkata kepada saya, "Apa yang Anda inginkan dari Syeikh, padahal Syeikh telah
berjanji akan menuliskannya untuk Anda."
Saya berkata, "Saya akan coba dekatkan jalan untuk Anda. Sesungguhnya hadis
ini juga terdapat di dalam kitab Sirah Ibnu Hisyam dengan tanpa sanad."
Syeikh al-Arnauthi berkata, "Sirah Ibnu Hisyam adalah kitab sejarah, bukan kitab
hadis."
Saya berkata, "Kalau begitu berarti Anda mendhaifkan riwayat ini."
Syeikh al-Arnauthi menjawab, "Ya."
Saya berkata, "Anda telah membantu saya menyelesaikan diskusi ini."

25

Kemudian saya meneruskan perkataan saya dengan mengatakan, "Hadis ini juga
terdapat di dalam kitab al-llma' karya Qadhi 'lyadh, dan kitab al-Faqih alMutafaqqih karya Khatib al-Bagdadi, apakah Anda mengambil riwayat-riwayat ini?"
Syeikh menjawab, Tidak.
Saya berkata, "Jika demikian, maka hadis "Kitab Allah dan sunahku" itu dhaif
menurut kesaksian Syeikh, dan tidak ada jaminan lain di hadapan kita kecuali satu
jaminan yang akan mencegah umat dari perselisihan, yaitu hadis mutawatir dari
Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh kitab-kitab hadis Ahlus Sunnah dan kitabkitab sahih yang enam selain Bukhari, yaitu sabda Rasulullah saw yang berbunyi,
"Aku meninggalkan dua perkara yang sangat berharga, yang jika
kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan
tersesat sepeninggalku, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali
yang terbentang di antara langit dan bumi, dan 'ltrah Ahlul Baitku.
Sesungguhnya Zat Yang Maha Mengetahui telah memberitahukanku bahwa keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga
mendatangiku di telaga,"

Sebagaimana yang terdapat di dalam riwayat Ahmad bin Hambal. Tidak ada
alternatif lain bagi seorang Mukmin yang menginginkan Islam sebagaimana yang
telah diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya selain dari jalan ini. Yaitu jalan
Ahlul Bait yang mereka telah disucikan di dalam Al-Qur'an al-Karim dari segala
dosa dan kotoran. Dan kemudian saya menyebutkan sekumpulan keutamaankeutamaan Ahlul Bait as. Tidak sebagaimana biasanya, Syeikh terdiam tidak
mengatakan satu patah kata pun selama saya berbicara.
Ketika murid-murid Syeikh melihat kekalahan di wajah gurunya, mereka pun
membuat kegaduhan dengan berteriak-teriak.
Saya berkata, "Sungguh merupakan dajjal, kemunafikan dan penghindaran dari
kebenaran. Sampai kapan pengingkaran ini akan terus berlangsung?! Kebenaran
jelas ayat-ayatnya, tampak kelihatan penjelasan-penjelasannya, dan saya telah
menegakkan hujjah atas Anda bahwa tidak ada agama selain dari Kitab Allah dan
'ltrah Rasululah saw yang suci."
Syeikh diam dan tidak membantah sedikit pun apa yang saya katakan. Tiba-tiba
dia berdiri sambil berkata, "Saya ingin pergi, saya punya tugas mengajar", padahal
dia tahu dia diundang untuk makan siang!!
Tuan rumah memaksa dia untuk tetap tinggal, dan setelah makanan disajikan
suasana majlis pun menjadi tenang, dan Syeikh tidak mengatakan sepatah kata
apa pun selama menyantap makanan, padahal sebelumnya dia yang menguasai
majlis dan pembicaraan.
Demikianlah nasib setiap orang yang menghindari dan menyembunyikan
kebenaran. Mau tidak mau pasti akan tersingkap di hadapan orang banyak.

26

Anda mungkin juga menyukai