Anda di halaman 1dari 32

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


KEAMANAN; TERMOREGULASI PADA An. A DENGAN
OBSERVASI FEBRIS DI RUANG FLAMBOYAN
RSUD SUKOHARJO

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

ISNA WAHYU UTAMI


NIM P.09083

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012




SURAT PERSYARATAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama

: ISNA WAHYU UTAMI

NIM

: P.09083

Program Studi

: DIII KEPERAWATAN

Judul Karya Tulis Ilmia

:ASUHAN

KEPERAWATAN

PEMENUHAN

KEBUTUHAN KEAMANAN; TERMOREGULASI


PADA An. A DENGAN OBSERVASI FEBRIS DI
RUANG FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisa
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat ddibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta , 27 April 2012
Yang Membuat Pernyataan

ISNA WAHYU UTAMI


NIM P.09083




DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .........................................................................

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .......................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN ..............................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................

iv

KATA PENGANTAR .......................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................

ix

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................

B. Tujuan Penulisan ..................................................

C. Manfaat Penulisan ................................................

LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ......................................................

B. Pengkajian ............................................................

C. Perumusan Masalah Keperawatan .......................

13

D. Perencanaan Keperawatan ....................................

13




BAB III

E. Implementasi Keperawatan ................................. .

14

F. Evaluasi Keperawatan ..........................................

15

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN


A. Pembahasan ..........................................................

16

B. Kesimpulan ...........................................................

23

C. Saran .....................................................................

24

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP







BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam Hierarki
Maslow. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak dipenuhi manusia
untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan macam kebutuhan, salah
satunya adalah kebutuhan kesehatan temperatur tubuh (Mubarak, 2008: 1).
Termoregulasi tak efektif yaitu keadaan ini dimana seorang individu
mengalami

atau

beresiko

mengalami

ketidakmampuan

untuk

mempertahankan suhu tubuh normal secara efektif karena faktor-faktor


eksternal tidak sesuai atau mengalami perubahan (Tamsuri, 2006: 42).
Salah satu efek dari tergangguanya termoregulasi adalah demam atau
hipertermi. Demam merupakan pengeluaran panas yang tidak mampu untuk
mempertahankan pengeluaran kelebihan produksi panas yang mengakibatkan
peningkatan suhu tubuh abnormal. Demam yang berhubungan dengan infeksi
kurang lebih hanya 29-52%, sedangkan 11-20% dengan keganasan, 4%
dengan penyakit metabolik, 11-12% dengan penyakit lain (Avin, 2007).
Di Amerika Serikat ada sekitar dua pertiga anak yang mendapatkan
bantuan penyediaan perawatan kesehatan atas alasan kondisi febris akut
dalam dua tahun pertama kehidupannya. Sebagian besar kondisi febris yang
terjadi pada bayi serta anak disebabkan oleh virus, dan anak sembuh tanpa
terapi spesifik (Rudolph, 2006: 584). Dalam hasil penelitian yang dilakukan




Purwanti di Ruang Cendana Rumah Sakit Dr. Moewardi diketahui bahwa


rincian diagnosis yang ditemukan pada anak dengan suhu tubuh tinggi
meliputi febris typoid (23,1%), observasi febris (30%), GE (17%), DHF
(20%), diare sedang (6,6%) dan kejang demam serta asma (3,3%).
Kebanyakan anak yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah DR Moewardi
Surakarta adalah yang berdiagnosa febris, hal ini ditunjukan dengan
persentase yang paling tinggi dalam penelitian yang dilakukan adalah febris
(Purwanti, 2008: 83).
Normalnya suhu tubuh berkisar 36-37C, suhu tubuh dapat diartikan
sebagai keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang
hilang dari tubuh. Kulit merupakan organ tubuh yang bertanggung jawab
untuk memelihara suhu tubuh agar tetap normal dengan mekanisme tertentu.
Produksi panas dapat meningkat atau menurun dapat dipengaruhi oleh
berbagai sebab, misalnya penyakit atau setres. Suhu tubuh yang terlalu
ekstrim baik panas maupun dingin dapat memicu kematian (Hidayat, 2008:
155).
Demam adalah respon fisiologis tubuh terhadap penyakit yang
diperantarai oleh sitokin dan ditandai dengan peningkatan suhu pusat tubuh
dan aktivitas kompleks imun (Kania, 2007: 1). Demam sering kali dikaitkan
dengan adanya gangguan pada set point hipotalamus oleh karena infeksi,
alergi, endotixin, atau tumor. Exogenous dan virugens (seperti bakteri, virus,
kompleks antigen-antibodi) akan menstimulus sel host inflamasi (seperti
makrofag, sel PMN) yang memproduksi endogenous pyrogen (Eps).




Interleukin 1 sebagai prototypical ER Eps menyebabkan endotelium


hipotalamus meningkatkan prostaglandin dan neurotransmiter, kemudian
beraksi dengan neuron preoptik di hipotalamus anterior dengan memproduksi
peningkatan set point. Mekanisme tubuh secara fisiologis mengalami
(vasokontriksi perifer, menggigil), dan perilaku ingin berpakaian yang tebal
atau ingin diselimuti dan minum air hangat (Suriadi, 2010: 63).
Ada juga yang mengatakan hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh
yang tidak diatur, disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan
pembatasan panas (Soedarmo, 2002: 27). Demam dapat diderita oleh siapa
saja, dari bayi hingga orang berusia paling lanjut sekalipun. Demam
sesungguhnya merupakan reaksi alamiah dari tubuh manusia dalam usaha
melakukan perlawanan terhadap beragam penyakit yang masuk atau berada di
dalam tubuh (Widjaja, 2001: 1).
Panas atau demam kondisi dimana otak mematok suhu diatas setting
normal yaitu diatas 38C. Namun demikian, panas yang sesungguhnya adalah
bila suhu lebih dari 38.5C. Akibat tuntutan peningkatan tersebut tubuh akan
memproduksi panas (Purwanti, 2008: 81).
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka penulis
mengangkat

masalah

gangguan

pemenuhan

kebutuhan

keamanan;

termoregulasi pada pasien dengan observasi febris di bangsal Flamboyan


Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo.




B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaporkan kasus pemenuhan kebutuhan keamanan; termoregulasi pada
An. A dengan observasi febris di bangsal Flamboyan Rumah Sakit Umum
Daerah Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan keamanan; termoregulasi pada An. A dengan observasi
febris di bangsal Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan pemenuhan kebutuhan keamanan; termoregulasi pada An. A
dengan observasi febris di bangsal Flamboyan Rumah Sakit Umum
Daerah Sukoharjo.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien
dengan pemenuhan kebutuhan keamanan; termoregulasi pada An. A
dengan observasi febris di bangsal Flamboyan Rumah Sakit Umum
Daerah Sukoharjo.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan
pemenuhan kebuthan keamanan; termoregulasi pada An. A dengan
observasi febris di bangsal Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo.




e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan pemenuhan


kebutuhan keamanan; termoregulasi pada An. A dengan observasi
febris di bangsal Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo.
f. Penulis mampu menganalisa kondisi kebutuhan keamanan yang terjadi
pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan keamanan; termoregulasi
pada An. A dengan observasi febris di bangsal Flamboyan Rumah
Sakit Umum Daerah Sukoharjo.
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Bagi Penulis
Mendapatkan pengalaman dan dapat menerapkan Asuhan Keperawatan
yang tepat pada pasien febris atau demam.
2. Manfaat Bagi Institusi
Dapat dijadikan sebagai acuan ataupun refrensi dalam pembelajaran di
kampus.
3. Manfaat Bagi Pelayanan Kesehatan
Semoga dapat menambah ilmu dan dapat diterapkan oleh pelayanan
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien febris atau
demam.




BAB II
LAPORAN KASUS

Bab ini penulis akan membahas proses keperawatan yang dilakukan


pada tanggal 7-8 April 2012 diruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo. Prinsip dari pembahasan ini dengan memperhatikan teori proses
keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan yang
menjadi prioritas, perencanaan, pelaksanan dan evaluasi keperawatan untuk
masalah yang menjadi prioritas.

A. Identitas Pasien
Identitas pasien An. A yang berumur empat tahun, berjenis kelamin
laki-laki, alamat Nglarangan RT 01/RW 01 Sukoharjo, masuk rumah sakit pada
tanggal 7 April 2012 dengan diagnosa medis observasi febris. Penanggung
jawab selama dirawat di rumah sakit adalah ayah An. A bernama Tn. M yang
berusia 37 tahun lulusan SMA dan bekerja di DPU Sukoharjo alamatnya di
Nglarangan RT 01/RW 01, Sukoharjo. An. A seorang muslim.

B. Pengkajian
Pengkajian secara alloanamnesa dan autoanamnesa serta dengan
melihat catatan medis dari dokter. Hasil pengkajian yang dilakukan pada
tanggal 7 April 2012 didapat keluhan utama yang dirasakan An. A adalah







panas tinggi sejak hari Kamis tanggal 5 April 2012. Keluarga mengatakan pada
hari Kamis siang An. A tubuhnya panas, sebelumnya An. A kelelahan setelah
beberapa hari diajak main sepak bola oleh saudaranya. Kamis sorenya keluarga
membawa pasien untuk berobat ke dokter spesialis anak terdekat, setelah
berobat pasien mendapatkan obat puyer dan intunal (syrup) diminum 3x1 hari
namun panasnya tidak menurun apalagi saat malam hari tubuh pasien teraba
lebih panas dibandingkan saat pagi atau pun siang hari.
Tanggal 7 April 2012 jam 15.00 WIB pasien dibawa keluarganya
berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo karena tubuhnya teraba
sangat panas. Di rumah sakit pasien diterima di IGD dan dilakukan
pemeriksaan suhu tubuh mencapai 39.5C, tekanan darah 120/60 mmHg, nadi
110 kali setiap menitnya, pernapasannya 40 kali setiap menit. Pasien
mendapatkan terapi infus RL 15 tetes per menit makro, setelah mendapatkan
terapi dari IGD kemudian pasien dibawa ke ruang rawat inap yaitu di ruang
Flamboyan kamar 1.1 dan mendapatkan suntikan cefotaxim 300 mg, invomit 2
mg, norages 125 mg serta paracetamol satu sendok teh.
Pengkajian yang dilakukan terhadap pasien ada beberapa tahap
diantaranya adalah pengkajian riwayat kehamilan masa lalu dilakukan kepada
ibu pasien yang bernama Ny. H. Ibu pasien hamil tiga kali namun baru
melahirkan satu kali, dua kali kehamilan sebelumnya terjadi abortus karena
kandungan lemah. Di kehamilan ketiganya Ny. H rutin memeriksakan
kandungannya di bidan dekat tempat tinggalnya, selama Ny. H hamil ia selalu
mengonsumsi vitamin C dan zat besi yang diberikan oleh bidan saat periksa.







Ny. H melahirkan pada tanggal 12 Januari 2008 dengan gestasi saat lahir
sembilan bulan. Persalinan Ny. H berlangsung secara spontan, lama persalinan
delapan jam dan melahirkan di bidan setempat. Ny. H mengatakan saat An. A
lahir berat badannya 3,2 kg, panjang badan saat lahir 48 cm, tidak ada kelainan
kongenital, ibu pasien juga mengatakan saat An. A lahir berwarna merah dan
menangis kencang serta pergerakannya juga aktif.
An. A memiliki riwayat pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya
namun bukan di rumah sakit yang sama. Dua tahun yang lalu An. A pernah
dirawat karena diare dan panas tinggi, saat itu pasien dirawat selama empat
hari. An. A saat ini mendapatkan pengobatan dari rumah sakit adalah infus RL
berfungsi mencukupi cairan dan elektrolit dalam tubuh, injeksi cefotaxime 300
mg/8 jam indikasi obat ini diberikan kepada pasien dengan infeksi saluran
nafas bawah, saluran kemih, ginekologi, kulit, tulang dan rawan sendi, saluran
pencernaan, susunan saraf pusat, bakterimia dan septikemi, kemudian injeksi
invomit 2 mg/12 jam diberikan pada pasien dengan indikasi mual, muntah
sitotoksin kemoterapi dan radioterapi, pasca operasi, dan juga injeksi norages
125 mg kalau perlu jika suhu tubuh lebih dari 38,5C fungsinya sebagai
meringankan nyeri kolik dan sakit setelah operasi, meringankan rasa sakit,
selain obat-obat tadi ada juga paracetamol satu sendok teh/4 jam sebagai obat
penurun panas/nyeri serta puyer yang didalamnya terkandung mucera 7,5 mg
indikasi penyakit saluran nafas atas dan kronis disertai bronkial abnormal
seperti pada eksaserbasi dari bronkitis kronis, kalmethason 1,3 mg indikasinya
yaitu keadaan alergi, peradangan dan penyakit lain yang memerlukan terapi







glikokortikoidium, lasal satu mg indikasinya asma bronkial, bronkitis kronik,


emfisema dan panyakit paru lain dengan komplikasi bronkokontriksi, trifed 1,3
mg indikasi meringankan gejala flu karena alergi saluran nafas atas. Tidak ada
reaksi alergi terhadap obat yang diberikan kepada pasien, saat dilakukan skin
test juga tidak terdapat tanda alergi terhadap antibiotik yang diberikan,
keluarga juga mengatakan bahwa An. A tidak memiliki riwayat alergi apapun.
Imunisasi pada An. A sudah dilakukan lengkap yaitu polio, DPT, BCG,
hepatitis, dan terakhir campak.
Pengkajian

selanjutnya

adalah

pengkajian

pertumbuhan

dan

perkembangan pasien mulai dari saat dia pertama lahir hingga saat ini berumur
empat tahun. Ibu pasien mengatakan saat lahir berat badan pasien 3,2 kg
dengan panjang badan 48 cm, saat ini berat badan pasien 14 kg dan panjang
badan 110 cm. Gigi pasien sudah lengkap kondisi gigi pasien kurang bersih
karena pasien jarang menggosok gigi, pasien belum bisa menggosok gigi
secara mandiri. Terdapat gigi karies pada bagian depan. Gigi pasien tumbuh
pertama ketika berusia enam bulan, pasien dapat duduk sendiri dan bisa
merangkak pada usia delapan bulan. Pasien bisa berjalan saat berusia satu
tahun lebih satu minggu. Pasien sudah belajar makan secara mandiri meskipun
terkadang masih dibantu ibunya. Kata pertama yang dapat diucapkan oleh
pasien adalah bapak, saat ini pasien belum bersekolah. Ny. H mengatakan
anaknya selalu berinteraksi dengan teman sebayanya dan senang bermain
dengan teman sebayanya.







Aktivitas kesehariannya pasien biasanya dilakukan secara mandiri


namun ada juga yang dibantu oleh orang tuanya, An. A tidur malam pada jam
sembilan malam dan bangun jam tujuh pagi, saat siang hari pasien jarang tidur
karena ikut berjualan di pasar. Pasien buang air besar satu kali sehari dan
buang air kecil kurang lebih empat hingga lima kali sehari, pasien sudah bisa
toileting secara mandiri namun masih suka mengompol saat tidur malam.
Riwayat nutrisi pasien saat pasien lahir pasien mendapatkan ASI hanya
selama dua belas hari saja setelah itu dilanjutkan dengan pemberian susu
formula dari usia tiga belas hari hingga dua bulan minum susu S26 kemudian
dilanjutkan susu SGM hingga usia satu tahun, kemudian setelah satu tahun
diganti dengan susu Dancow hingga sekarang. Dalam satu bulan pasien bisa
menghabiskan susu Dancow sebanyak 1600 gram. Sebelum sakit pasien makan
tiga kali dalam sehari dengan porsi makan satu piring dengan nasi, lauk, dan
sayur namun selama sakit pasien nafsu makannya menurun, hanya mau makan
satu hingga dua sendok saja setiap kali makan. Pasien selama sakit masih mau
minum susu, dalam satu hari minum susu 4-5 kali dengan dot 90 cc. Makanan
yang paling disukai pasien yaitu makan coklat dan permen.
Ibu pasien menceritakan riwayat kesehatan keluarga pasien saat ini, di
dalam keluarganya ada yang menderita penyakit diabetus militus yaitu nenek
pasien dari ayahnya. Nenek pasien menderita penyakit diabetus militus sudah
selama satu tahun ini. Keluarga juga menceritakan bahwa saat kecil ayah dan
ibu pasien memiliki riwayat kejang namun kejang biasa, sekarang sudah tidak







pernah terjadi. Didalam rumahnya terdapat dua orang yang merokok yaitu ayah
dan kakek pasien adalah seorang perokok aktif.
Pasien tinggal satu rumah dengan ayah, ibu, kakek dan neneknya dari
ayahnya. Tipe rumah pasien sudah permanen, dalam satu rumah terdapat 2
kamar tertutup dan 1 kamar terbuka. Pasien selalu tidur bersama ayah dan
ibunya. Jumlah lantai di rumahnya hanya ada satu lantai, lingkungan rumahnya
sangat bersih dan sangat baik terdapat ventilasi yang cukup. Pengambilan
keputusan di keluarga adalah oleh ayah pasien. Di rumah interaksi pasien
dengan penghuni rumah lainnya sangat baik.
Pemeriksaan fisik pasien dimulai dari pengukuran berat badan pasien
yaitu 14 kg dan tinggi pasien 110 cm, lingkar kepala pasien 52 cm, lingkar
dadanya 55 cm, serta lingkar lengannya 14 cm. Saat dilakukan pemeriksaan
tanda vital pasien di ruang Flamboyan tanggal 7 April 2012 diperoleh suhu
tubuhnya 38,5C, pernapasannya 40x tiap menit, nadi dan tekanan darahnya
116 x per menit dan 120/60 mmHg. Keadaan umum pasien sadar penuh
(composmentis),keadaan nutrisi pasien WHZ -1,42 (normal), HAZ 1,65
(normal), WHZ -2,93 (kurus). Warna kulit pasien coklat sawo matang, turgor
kulit elastis, tekstur kulit lembab. Rambut pasien berwarna hitam, bersih tidak
ada ketombe, warna kuku merah muda serta tidak ada clubbing, kuku bersih
dan pendek. Bentuk kepala pasien mesosefal dan sutura sudah menutup secara
sempurna. Konjungtiva pada mata pasien tidak anemis, sklera putih, warna
kornea hitam, kelopak mata tidak cekung, antara mata kanan dan kiri simetris.
Telinga pasien bersih, ada serumennya sedikit, kemampuan pendengarannya







berfungsi dengan baik. Pada pemeriksaan hidung antara hidung kanan-kiri


simetris, terdapat sekret, tidak terdapat cuping hidung. Mukosa bibir pasien
lembab, lidah sedikit kotor, tidak ada pembesaran tonsil, warna gusi merah,
terdapat karies gigi bagian depan, jumlah gigi pasien sudah lengkap. Tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid di leher, gerakan leher baik, tidak ada kekakuan
pada leher. Di pemeriksaan paru terdapat penggunaan otot bantu nafas,
pengembangan paru kanan dan kiri simetris, terdengar bunyi nafas ronki basah,
perkusi sonor. Pada pemeriksaan abdomen terdapat kelainan pada bising
ususnya 30x tiap menitnya.
Hasil pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan laboratorium pada
tanggal 8 April 2012 menunjukan bahwa adanya peningkatan dari leukositnya
yaitu 12,2 10/L pada pemeriksaan laboratoriumnya.

C. Perumusan Masalah Keperawatan


Berdasarkan hasil pengkajian di atas, data yang diambil sebagai
prioritas masalah keperawatan untuk studi kasus tentang hipertermi adalah dari
data subyektifnya keluarga mengatakan bahwa pasien badannya teraba panas
semenjak hari Kamis tanggal 5 April 2012 hingga tanggal 7 April kemudian
dibawa ke rumah sakit, data obyektif yang didapat oleh penulis yaitu suhu
tubuh pasien mencapai 38,5C saat diperiksa di ruang Flamboyan, saat
dipegang tubuhnya teraba panas, pasien tampak gelisah, terjadi peningkatan
leukosit 12,2 10/L. Prioritas diagnosa keperawatan yang diambil oleh penulis







dari data tersebut diatas adalah hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
(Nanda, 2009: 400).

D. Perencanaan atau Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan atau rencana keperawatan yang akan dilakukan
untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi prioritas
diagnosa keperawatan diatas setelah dilakukannya tindakan keperawatan
selama 2x24 jam diharapkan panas pasien turun (suhu tubuh menjadi normal)
dengan kriteria hasil tidak ada perubahan warna kulit, suhu tubuh dalam
rentang normal (36-37C), kulit tidak teraba panas. Rencana keperawatan yang
akan dilakukan adalah pantau tanda vital pasien rasionalnya apabila terjadi
peningkatan suhu tubuh hingga 38,9C hingga 41,1C menunjukan proses
penyakit infeksius aktif, pantau hidrasi rasionalnya hipertermi menyebabkan
peningkatan haluan cairan melalui kulit (evaporasi) dan keringat. Cairan juga
penting dalam mempertahankan regulasi suhu tubuh, anjurkan asupan cairan
oral rasionalnya kebutuhan cairan meningkat secara fisiologis ketika
beraktivitas dan pada suhu tinggi, ajarkan keluarga kompres air hangat
rasionalnya dapat membantu mengurangi demam (catatan apabila penggunaan
air es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara
aktual. Selain itu, alkohol dapat mengeringkan kulit), gunakan selimut
pendingin rasionalnya digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih
besar dari 39,5-40C, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat penurun
panas atau antipiretik (paracetamol satu sendok teh tiap empat jam) rasionalnya







digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus,


meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan
organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi
(Wilkinson, 2006: 222).

E. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 7 April
2012 jam 16.35 adalah memantau tanda vital pasien didapatkan hasil tekanan
darah : 120/60 mmHg, nadi : 116x/menit, suhu tubuh : 38,5C, pernapasan :
40x/menit, jam 16.40 mengajarkan keluarga untuk melakukan kompres air
hangat didapat respon subyektif keluarga mengatakan mau mengompres pasien
dengan air hangat pada kedua ketiak dan selakangannya, data obyektifnya
pasien dikompres dengan air hangat pada selakangan dan ketiaknya.
Implementasi hari Minggu 8 April 2012 jam 11.00 pasien dipantau tanda
vitalnya tekanan darah : 120/60mmHg, nadi : 90x/menit, pernapasan :
34x/menit, suhu : 37C. Memberikan injeksi cefotaxime 300 mg secara IV pada
jam 12.00, pada jam 13.00 menganjurkan asupan cairan oral keluarga
mengatakan pasien mau minum susu kurang lebih 4-5 kali sehari dengan dot 90
cc pasien terlihat mau minum susu dengan dot sebanyak kurang lebih 4-5 kali
sehari.







F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari tindakan yang sudah dilakukan diatas tanggal 7 April
2012 jam 20.00 WIB didapatkan respon subyektif keluarga mengatakan badan
pasien sudah teraba hangat, obyektifnya suhu tubuh pasien 37,5C, assesment
masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi kaji/monitor tanda-tanda
vital, motivasi pasien banyak minum, berikan pakaian yang tipis dan menyerap
keringat, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat penurun panas.
Tanggal 8 April 2012 jam 14.00 WIB dilakukan evaluasi pada pasien dan
didapatkan respon subyektif keluarga mengatakan saat ini pasien sudah tidak
panas lagi namun tadi malam badan pasien teraba panas, obyektifnya suhu
tubuh pasien 37C, pasien tampak tidak gelisah, assesment masalah teratasi
sebagian, planning pertahankan intervensi pantau tanda-tanda vital, kolaborasi
dengan dokter untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dan terapi obat
cefotaxime 300mg.







BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan
Bab ini membahas mengenai kesenjangan antara pengkajian dalam
proses keperawatan yang dilakukan dengan kenyataan teori yang ada.
Termoregolasi adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami atau
beresiko mengalami ketidakmampuan untuk mempertahankan suhu tubuh
normal secara efektif karena faktor-faktor eksternal tidak sesuai atau
mengalami perubahan (Tamsuri, 2006: 42).
Salah satu efek dari terganggunya termoregulasi adalah demam.
Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh
normal, demam adalah istilan umun dan beberapa istilah lainnya sering
digunakan adalah pireksia atau hipertermi (Tamsuri, 2006: 27). Demam adalah
kondisi ketika otak mematok suhu diatas setting normal yaitu diatas 38C
(Pujiarto, 2008: 349).
Pengkajian yang dilakukan di ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum
Daerah Sukoharjo tanggal 7 hingga 8 April 2012 kepada An. A yang diagnosa
medis observasi febris. Pengkajian dimulai pada tanggal 7 April 2012
diperoleh data bahwa An. A yang menderita panas tinggi sejak tanggal 5 April
2012. Dalam pengkajian ini penulis lalai untuk menanyakan kepada keluarga







mengenai seberapa panas yang dialami pasien sebelum pasien dibawa berobat
ke rumah sakit.
Demam dihasilkan oleh pirogen endogen yang bekerja pada mekanisme
pengatur suhu tubuh di sistem saraf pusat. Pirogen terpenting yang
bertanggung jawab atas demam adalah interleukin l. Produk hasil bakteri,
virus, serta jamur merangsang pelepasan interleukin l dari makrofag, serta juga
produksi sitokin-sitokin lain, sehingga menghasilkan demam dan manifestasi
lain respon radang. Demam terkadang merupakan satu-satunya manifestasi
bermakna dari kondisi sakit seorang anak (Rudolph, 2006: 584).
Tanggal 7 April 2012 saat diterima di IGD suhu tubuh pasien mencapai
39,5C diukur dengan termometer aksila, pasien mendapatkan terapi infus RL
dengan 15 tetes setiap menitnya. Kerugian yang bisa terjadi akibat demam
adalah dehidrasi karena pada saat demam terjadi peningkatan pengeluaran
cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan dehidrasi. Kejang demam, tetapi
kemungkinan sangat kecil. Selain itu kejang demam hanya mengenai bayi usia
enam bulan sampai anak usia tiga tahun. Kejang tidak terjadi pada pasien
hanya pasien menjadi menggigil saat sebelum dibawa ke rumah sakit
(Purwanti, 2008: 84).
Jam 16.30 pasien dibawa ke ruang perawatan di ruang Flamboyan.
Pasien mendapatkan terapi obat suntikan cefotaxim 300 mg, invomit 2 mg,
norages 125 mg serta paracetamol satu sendok teh. Hasil pengkajian yang
diperoleh pada An. A adalah bahwa pada pemeriksaan fisiknya diperoleh
bahwa pemeriksaan kulit teraba hangat, tekstur kulit lembab dan elastis, serta







warna kulit sawo matang dan juga pemeriksaan tanda vitalnya saat sampai di
ruangan menunjukan penurunan suhu tubuhnya menjadi 38,5C. Dalam
pemeriksaan fisik penulis hanya dapat mengukur suhu tubuh pasien dengan
termometer aksila ini terjadi karena keterbatasan alat yang penulis temui di
lapangan, meskipun pada pasien demam lebih akurat mengukur suhu tubuh
menggunakan termometer rektal namun kenyataannya di lapangan seringnya
hanya diukur dengan termometer aksila.
Pemeriksaan

penunjang

yang

dapat

penulis

laporkan

hanya

mendapatkan data dari pemeriksaan laboratorium karena saat penulis


melakukan pengkajian belum ada dokter spesialis anak yang memeriksa
sehingga tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memperkuat diagnosa
medis pasien, dan juga saat pasien datang ke rumah sakit sudah sore dan hari
berikutnya hari minggu sehingga tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
lainnya untuk memperkuat diagnosa medisnya, dari hasil laboratorium
diperoleh hasil adanya peningkatan leukosit dalam tubuh pasien yaitu 12,2
10/L.
Prioritas masalah keperawatannya yaitu hipertermi berhubungan
dengan proses penyakit (Nanda, 2009: 400). Tujuan rencana keperawatan
adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
panas pasien turun (suhu tubuh normal) dengan kriteria hasil tidak ada
perubahan warna kulit, suhu tubuh dalam rentang normal (36-37C), kulit
tidak teraba panas, intervensi yang direncanakan pada pasien antara lain pantau
tanda vital pasien rasionalnya apabila terjadi peningkatan suhu tubuh hingga







38,9C hingga 41,1C menunjukan proses penyakit infeksius aktif, pantau


hidrasi pasien rasionalnya hipertermi menyebabkan peningkatan haluan cairan
melalui kulit (evaporasi) dan keringat. Cairan juga penting dalam
mempertahankan regulasi suhu tubuh, anjurkan asupan oral rasionalnya
kebutuhan cairan meningkat secara fisiologis ketika beraktivitas dan pada suhu
tinggi, ajarkan keluarga kompres air hangat rasionalnya dapat membantu
mengurangi demam (catatan apabila penggunaan air es/alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain itu, alkohol
dapat mengeringkan kulit), gunakan selimut pendingin rasionalnya digunakan
untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5-40C dan
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat penurun panas (paracetamol 1
sendok teh setiap 4 jam) rasionalnya digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat
berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan
autodestruksi dari dari sel-sel yang terinfeksi (Wilkinson, 2007: 222). Penulis
merencanakan tindakan keperawatan selama 2x24 jam dimaksudkan agar
masalah utama pasien dapat teratasi karena penulis takut terjadi demam
berulang sehingga diberikan intervensi selama 2x24 jam agar masalah benarbenar teratasi.
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 7 April 2012 adalah
memantau tanda-tanda vital pasien yang didapatkan hasil tekanan darah 120/60
mmHg, nadi 116 kali setiap menitnya, pernapasan 40 kali setiap menitnya, dan
suhu tubuh 38.5C, memberikan obat penurun panas (parasetamol), selain itu







juga dilakukan tindakan keperawatan mengajarkan keluarga untuk melakukan


kompres air hangat, keluarga mengatakan mau mengompres air hangat, pasien
dikompres pada daerah ketiaknya. Selain pemberian obat antipiretik dilakukan
kompres air hangat juga sangat efektif. Kompres air hangat sangat baik bagi
pasien dengan kondisi suhu tubuh yang tinggi karena dapat menurunkan panas
dalam tubuh secara cepat. Kompres air dingin tidak efektif untuk menurunkan
suhu tubuh anak demam, dan menyebabkan suhu tubuh tidak turun, anak bisa
menggigil karena terjadi vasokontriksi pembuluh darah. Dengan kompres air
hangat menyebabkan suhu tubuh diluaran akan menjadi hangat sehingga tubuh
akan menginterprestasikan bahwa suhu diluaran cukup panas, akhirnya tubuh
akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan
suhu pengatur tubuh, dengan suhu diluaran hangat akan membuat pembuluh
darah tepi dikulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori kulit
akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas. Sehingga akan terjadi
perubahan suhu tubuh (Purwanti, 2008: 82). Implementasi yang dapat
dilakukan oleh penulis hanya tiga, ini terjadi karena keterbatasan penulis.
Tanggal 8 April 2012 penulis merencanakan tindakan yang sama
seperti tanggal sebelumnya namun tindakan yang dapat dilakukan penulis
hanya memantau tanda vital pasiien didapat hasilnya yaitu tekanan darahnya
120/60 mmHg, nadi 90 kali setiap menitnya, pernapasannya 30 kali setiap
menitnya dan suhu tubuhnya 37C, tindakan lainnya yang dilakukan adalah
menganjurkan asupan oral kepada pasien dimaksudkan bahwa pasien
diharapkan mau untuk minum air yang cukup keluarga mengatakan pasien mau







minum susu kurang lebih 3-4 botol dot 90 cc. Kebanyakan demam pada anak
disebabkan oleh infeksi virus, oleh karena itu tujuan terapinya bukan
menyembuhkan infeksinya melainkan membuat anak lebih nyaman serta
mengamati dan mencegah komplikasi. Di sisi lain, kita sering mengartikan
terapi sebagai pemberian obat, padahal definisi terapi menurut WHO adalah
advis dan informasi, terapi non obat, terapi dalam bentuk obat, merujuk, dan
kombinasi diatas.
Artinya, dalam tata laksana demam pada anak oleh tenaga medis adalah
sebagai berikut :
1. Tujuan Terapi : membuat anak merasa nyaman dan memantau keadaan
umum serta penyebab timbulnya demam.
2. Daftar terapi yang efektif :
a. Nasihat dan informasi
b. Jangan panik (orang tua diberi penjelasan dan ditenangkan).
c. Amati perilaku anak
d. Beri cairan lebih sering. Jika terjadi muntah berikan cairan
rehidrasi oral.
e. Beri tau tanda gawat darurat agar tau kapan harus menghubungi
dokter.
f. Berikan makanan anak yang dia inginkan (jangan cemas bila nafsu
makan berkurang). Hindari makan berlemak dan sulit dicerna.
g. Ruangan dijaga agar tidak terlalu panas, ventilasi baik.
h. Baju jangan tebal







i. Jika perlu kompres air hangat.


j. Terapi obat :
a) Obat demam jika anak demam tinggi.
b) Pilihan obat demam golongan asitaminofen/paracetamol.
c) Jangan berikan dua jenis obat demam berselang-seling.
d) Jangan berikan supositoria karena kadar paracetamol di
dalam darah lebih stabil pada pemberian oral.
Pemberian obat demam per rektal hanya apabila anak
muntah terus menerus atau anak tidak sadar (Pujiarto, 2008:
351).
Evaluasi tindakan yang dilakukan pada tanggal 7 April adalah keluarga
mengatakan badan pasien sudah teraba hangat, suhu tubuh pasien 37,5C,
masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan dengan monitor tanda-tanda
vital pasien, motivasi banyak minum, kolaborasi pemberian obat penurun
panas. Tanggal 8 April 2012 evaluasi keperawatan pada tanggal ini keluarga
mengatakan pasien saat ini sudah tidak panas lagi, suhu tubuh pasien 37C dan
pasien tampak tidak gelisah, masalah teratasi sebagian dan dipertahankan
intervensinya pantau tanda vital pasien, kolaborasi dengan dokter untuk
pemeriksaan lanjutan. Evaluasi hari terakhir penulis sudah memperoleh suhu
tubuh pasien dalam batas normal (37C), namun di rencana tindakan penulis
tetap mempertahankan intervensi ini dikarenakan mencegah resiko demam
berulang sehingga intervensi masih dipertahankan.







B. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan observasi selama dua hari di lapangan
penulis dapat menarik kesimpulan. Pengkajian yang dilakukan penulis pada
pasien dengan pemenuhan kebutuhan keamanan; termoregulasi dapat
dilakukan dengan alloanamnesa atau autoanamnesa serta dapat juga melihat
dari catatan medis pasien. Hasil pengkajian yang ditemukan pada pasien adalah
adanya ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh dalam
rentang normal, karena yang menjadi keluhan pasien adalah terjadinya
peningkatan suhu tubuh pasien selama beberapa hari. Pasien mengalami panas
tinggi sejak hari Kamis tanggal 5 April 2012 dan dibawa ke rumah sakit pada
hari Sabtu tanggal 8 April 2012, pemeriksaan suhu tubuh pasien pada hari
Sabtu mencapai 39.5C. Hasil pemeriksaan penunjang pada 8 April 2012 yaitu
adanya peningkatan leukosit 12,2 10/L pada pemeriksaan laboratoriumnya.
Diagnosa keperawatan yang ditegakan adalah hipertermi berhubungan
dengan proses penyakit. Masalah keperawatan yang sudah ditegakan tersebut
dapat teratasi apabila penulis menyusun rencana keperawatan. Adapun rencana
keperawatan yang penulis susun untuk mengatasi masalah keperawatannya
adalah memantau tanda-tanda vital pasien, pantau hidrasi, anjurkan asupan
oral, ajarkan kompres air hangat, gunakan selimut pendingin, dan kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat penurun panas (paracetamol, cefotaxime)
dan terapi lainnya (Wilkinson, 2006: 222).
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi atau rencana
keperawatan yang sudah disusun namun tidak semua intervensi dapat tercapai







dalam implementasi. Implementasi yang dapat dilakukan yaitu memantau


tanda vitalnya, memantau hidrasi pasien, menganjurkan asupan oral yang
adekuat, mengajarkan kompres air hangat, dan mengkolaborasikan dengan
dokter untuk pemberian terapi pada pasien (paracetamol, cefotaxime, dan
terapi lainnya).
Evaluasi yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 8 April 2012 yaitu
didapatkan data subyektifnya keluarga mengatakan keluarga mengatakan saat
ini pasien sudah tidak panas lagi namun tadi malam badan pasien teraba panas,
obyektifnya suhu tubuh pasien 37C, pasien tampak tidak gelisah, assesment
masalah teratasi sebagian, planning pertahankan intervensi pantau tanda-tanda
vital, kolabirasi dengan dokter untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.

C. Saran
1. Saran bagi perawat diharapkan mampu melakukan tindakan keperawatan
yang lebih efektif dan lebih cermat.
2. Saran bagi pasien ataupun keluarga dengan diberikannya pengetahuan atau
pendidikan tentang kompres hangat diharapkan keluarga mampu
mengatasi demam yang mungkin terjadi pada anggota keluarga lainnya
sebagai pertolongan pertama sebelum dilakukan tindakan medis.
3. Saran bagi peneliti lain diharapkan ada peneliti lain yang dapat meneliti
demam dan tindakan yang lebih cermat pada kondisi darurat.




DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. 2002. Buku Ajar Keperawatan Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi 1. Editor Soedarmo S.S Poorwo,
dkk. Jakarta: Penerbit Ilmu Kesehatan Anak FKUI, hal 27

Doenges Marilyn . 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta; Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Hidayat A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta;


Salemba Medika, hal 155-164.

Kania,

Nia.
2007.
Penatalaksanaan
Demam
Pada
Anak.
http://www.pustaka.unpad.ac.id/wp.../penatalaksanaan_demam_pada_anak
.pdf. Diakses pada tanggal 20 April 2012.

MIMS. 2009. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 9. Jakarta. PT. Bhuana
Ilmu Populer (Kelompok Gramedia).

Mubarak Wahid I, Nurul Chayati. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal 1-2.

Nanda. 2009. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2009-2011. Editor T.


Heater Herdman, phD,RN. Jakarta. Penerbit Prima Medika, hal 400.

Pujiarto Purnamawati Sujud. 2008. Demam pada anak. Journal Majalah


Kedokteran
Indon.
Volume:
58.
Nomor
9.
http://www.indonesia.digitaljournal.org/index.php/idnmed/article/.../900/8
99. Diakses pada tanggal 11 April 2012.

Purwanti Sri, Winarsih Nur Ambarwati. 2008. Pengaruh Kompres Hangat


Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermia Di
Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta; Journal
Buku Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697. Vol 1. No 1, hal 81-86.

Rudolph Pediatrics. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Jakarta; Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Edisi 20, hal 584-585.

Suriadi, Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2. Editor Ns,
Haryanto, S.Kep. Jakarta; CV. Sagung Seto, hal 63-66.

Tamsuri Anas. 2006. Tanda-Tanda Vital Suhu Tubuh. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC, hal 27-38.

Valita Avin. 2007. Perbedaan penurunan suhu klien febris antara kompres
hangat dengan tanpa kompres hangat pada reseptor suhu (Studi Kasus di
Ruang Anak RSU Dr Saiful Anwar Malang). Karya Tulis Ilmiah.
http://www.dijilib.umm.ac.id/.../jiptummpp-gdl-s1-2008-avinvalita-14616PEN. Diakses pada tanggal 10 April 2012.

Widjaja. 2001. Mencegah dan Mengatasi Demam pada Anak. Jakarta;Kawan


Pustaka, hal 1.

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. Editor


Edisi Bahasa Indonesia Meiliya Eny, Ester Monica. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC, hal 220-223.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: ISNA WAHYU UTAMI

Tempat, tanggal lahir

: GROBOGAN, 1 Juli 1991

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat Rumah

: Purwodadi

Riwayat Pendidikan

:
1. TK Dharmawanita lulus tahun 1997
2. SD Negeri 1 Danyang lulus tahun 2003
3. SMP Negeri 1 Purwodadi lulus tahun 2006
4. SMA Negeri 1 Purwodadi lulus tahun 2009

Riwayat Pekerjaan

:-

Riwayat Organisasi

: Pramuka dan Osis

Anda mungkin juga menyukai